Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

ACARA II : GRINDING

FITRI FEBRIANA
D111 18 1009

DEPAERTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wrb.

Segala puji bagi Allah swt. Karena atas nikmat dan karunia-Nya kita diberikan
nikmat hidup dan kesehatan yang kita miliki saat ini, dan tidak lupa juga pada Nabi
Muhammad Saw Karena atas perjuangan Beliaulah sehingga kita dapat keluar dari
jaman kegelapan ke jaman yang terang benderang seperti sekarang. Melalui kata
pengantar ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan praktikum II : Grinding
dari mata kuliah Pengolahan Bahan Galian. Mulai dari dosen pengampu mata kuliah
Pengolahan bahan galian, kakak-kakak asisten yang mendampingi selama kegiatan
praktikum, dan teman-teman dari angkatan 2018 yang bersama-sama melalui
praktikun yang sama.

Saya bersyukur dengan adanya kegiatan lab walaupun ditengah berbagai


keterbatasan yang ada sekarang ini bisa meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
kami mengenai materi mata kuliah yang telah disampaikan oleh dosen. Semoga dari
laporan yang saya susun ini bisa bermanfaat bukan hanya untuk diri saya pribadi
melainkan juga bagi orang lain. Saya mohon maaf jika dalam penyusunan laporan ini
terdapat kesalahan karena sebagai penyusun juga tidak luput dari namanya salah.

Wassalamualaikum Wr. Wrb.

Gowa, 10 Oktober 2020

ii
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI .iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Manfaat 2

1.3 Ruang Lingkup 2


BAB II GRINDING

2.1 Kominusi 3

2.2 Proses Peremukan 4

iii
2.3 Sieving 13
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan 26

3.2 Prosedur Percobaan31


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 36

4.2 Pembahasan 44
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Fishbone dari metode grinding........................................................5

Gambar 2.2 Center Peripheral Discharge Mill .....................................................8

Gambar 2.3 End Peripheral Discharge Mill..........................................................8

Gambar 2.4 Overflow Mills................................................................................9

Gambar 2.5 Ball Mill..........................................................................................10

Gambar 2.6 Tube Mill.......................................................................................10

iv
Gambar 2.7 Tower Mill......................................................................................12

Gambar 2.8 Mekanisme putaran pada Mill..........................................................12

Gambar 2.9 Perilaku Muatan saat Mill bergerak..................................................13

Gambar 2.10 Macam Pengayakan.......................................................................14

Gambar 2.11 Macam getaran pada ayakan..........................................................16

Gambar 2.12 Ayakan Grizzlies............................................................................17

Gambar 2.13 Gyrating Screens...........................................................................18

Gambar 2.14 Reciprocating  screen.....................................................................18

Gambar 2.15 Ayakan getar.................................................................................19

Gambar 4.16 Bagian-bagian Vibrating Screen......................................................20

Gambar 2.17 Trommel Screen.............................................................................21

Gambar 2.18 Standar Ayakan oleh US dan Tyler..................................................23

Gambar 3.1 Ball mill........................................................................................26

Gambar 3.2 Bola-bola baja...............................................................................26

Gambar 3.3 Timbangan digital.........................................................................27

Gambar 3.4 Kunci pas......................................................................................27

Gambar 3.5 Sarung tangan..............................................................................27

Gambar 3.6 Masker.........................................................................................28

Gambar 3.7 Kuas.............................................................................................28

Gambar 3.8 Handphone...................................................................................28

Gambar 3.9 Sieving.........................................................................................29

Gambar 3.10 Pulpen.........................................................................................29

v
Gambar 3.11 Kacamata safety...........................................................................29

Gambar 3.12 Sampel pasir besi.........................................................................30

Gambar 3.13 Kantong sampel...........................................................................30

Gambar 3.14 Kertas HVS..................................................................................30

Gambar 3.15 Menyiapkan alat Ball mill..............................................................31

Gambar 3.16 Membersihkan alat sebelum percobaan.........................................31

Gambar 3.17 Menimbang umpan grinding.........................................................31

Gambar 3.18 Memasukkan umpan ke Ball mill...................................................32

Gambar 3.19 Memasukkan bola baja ke Ball mill...............................................32

Gambar 3.20 Menyalakan mesin Ball mill..........................................................32

Gambar 3.21 Mengeluarkan produk dari Ball mill...............................................33

Gambar 3.22 Menimbang massa hasil grinding..................................................33

Gambar 3.23 Memasukkan hasil grinding ke sieving.........................................33

Gambar 3.24 Proses sieving.............................................................................34

Gambar 3.25 Produk sieving.............................................................................34

Gambar 3.26 Menimbang hasil ayakan..............................................................34

Gambar 3.27 Membersihkan Alat......................................................................35

Gambar 4.1 Grafik dengan t=5 menit.............................................................38

Gambar 4.2 Grafik dengan t=10 menit............................................................41

Gambar 4.3 Grafik dengan t=15 menit...........................................................44

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Data dengan t=5 menit........................................................................36

Tabel 4.2 Data dengan t=10 menit......................................................................39

Tabel 4.3 Data dengan t=15 menit......................................................................41

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu mineral belum bisa di proses secara langsung lebih lanjut sesaat setelah
ditambang, hal ini dikarenakan mineral tersebut masih tercampur dengan pengotornya
(gangue). Pengolahan mineral merupakan suatu meteode yang digunakan untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pada suatu bahan galian mineral. Pengolahan mineral
(mineral dressing) adalah salah satu tahapan dalam kegiatan pertambangan dimana
tujuan dari pengolahan mineral adalah untuk meningkatkan kadar logam berharga
dengan cara membuang bagian-bagian bijih yang tidak diinginkan. Mineral juga perlu
diolah sesuai dengan keperluan, misalnya suatu mineral harus memiliki tingkat ukuran
tertentu untuk dapat bisa masuk dalam suatu proses kimia dalam proses pengolahan
berikutnya.

Secara umum, setelah proses mineral dressing akan dihasilkan tiga kategori
produk, yaitu tailing, konsentrat, dan middling. Pada proses pengolahan, terdapat
proses kominusi. Kominusi adalah proses meredusikan butir atau proses meliberasi
bijih. Yang dimaksud dengan proses meliberasi bijih adalah proses melepaskan bijih
tersebut dari ikatannya yang merupakan gangue mineral. pada umumnya, bijih mineral
atau bahan galian dari tambang masih berukuran cukup besar. Sehingga sangat tidak
mungin dapat secara langsung digunakan atau diolah lebih lanjut. Bijih atau mineral
dalam ukuran besar biasanya erkadar sangat renah dan terikat dengan mineral
pengotornya.

Liberasi mineral berharga masih rendah pada ukuran bijih yang besar sehingga
untuk dapat diolah untuk meningkatkan kadar mineral tertentu harus melalui operasi
pengecilan ukuran terlebih dahulu. Melatarbelakangi hal tersebut, kegiatan praktikum
Pengolahan Bahan Galian dengan acara kedua yakni kegiatan grinding dilakukan dalam
rangka mempraktekkan secara langsung bagaimana proses dari kominusi setelah
sebelumnya pada proses crushing dan bagaimana proses dalam penggerusan ukuran
bahan galian sehingga dapat di proses untuk kegiatan selanjutnya. Dalam laporan ini

1
berisi mengenai hasil dari kegiatan praktikum tersebut. Dalam kegiatan praktikum yang
kami lakukan, proses kominusi yang dilakukan adalah proses grinding dan sieving yang
dilakukan pada suatu sampel pasir besi yang telah disiapkan oleh praktikan
sebelumnya.
1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah :


A. Mengetahui mekanisme dan gaya yang bekerja pada saat proses penggerusan
B. Mengetahui prinsip kerja dari ball mill
C. Mengetahui hubungan antara lama penggerusan pada ball mill terhadap produk
hasil gerus
D. Mengetahui prinsip kerja sieve shaker
E. Mengetahui pengaruh fraksi ukuran butir terhadaap persen kumulatif berat
lolos.

1.3 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari kegiatan praktikum ini adalah :


1. Menngetahui cara kerja dari ball mill
2. Dapat menggunakan alat-alat seperti ball mill dan sieve shaker
3. Mengetahui proses dari kegiatan kominusi yaitu grinding
4. Mempraktekan proses kominusi secara langsung yaitu grinding

1.4 Ruang Lingkup

Kegiatan praktikum Pengolahan Bahan Galian yang dilaksanakan pada hari


Senin, 5 Oktober 2020 bertempat di Laboratorium Analisis Pengolahan Bahan Galian
Departemen Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Kegiatan
praktikum yang dilakukan yaitu proses grinding dan shieving.

2
BAB II

GRINDING

2.1 Kominusi

Pengolahan Bahan Galian (mineral dressing) adalah pengolahan mineral


dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga dengan gangue (zat pengotor)
yang dilakukan secara mekanis, menghasilkan produk yang kaya mineral berharga
(konsentrat) dan yang kadar tailing yang rendah. Salah satu tahap dalam proses
pengolahan bahan galian adalah preparasi yang merupakan proses persiapan sebelum
dilakukan proses konsentrasi. Dalam preparasi ini ada beberapa tahap yaitu komunusi
dan sizing. Kominusi ialah mereduksi ukuran butir sehingga menjadi lebih kecil dari
ukuran semula [ CITATION TJN99 \l 1057 ].
Kata kominusi berasal dari bahasa Latin comminuere, yang berarti 'membuat
kecil'. membuat partikel-partikel kecil. Kominusi merupakan salah satu tahapan pada
pengolahan bijih, mineral atau bahan galian. Pada kominusi, bijih atau mineral dari
tambang yang berukuran besar lebih daripada 1 meter dapat dikecilkan menjadi bijih
berukuran kurang daripada 100 mikron. Pada umumnya bijih, mineral atau bahan
galian dari tambang masih berukuran cukup besar. Sehingga sangat tidak mungkin
dapat secara langsung digunakan atau diolah lebih lanjut. Bijih atau mineral dalam
ukuran besar biasanya berkadar sangat rendah dan terikat dengan mineral
pengotornya. Liberasi  mineral berharga masih rendah pada ukuran bijih yang besar.
Sehingga untuk dapat diolah dan untuk dapat meningkatkan kadar mineral tertentu
harus melalui operasi pengecilan ukuran terlebih dahulu. Operasi pengecilan ukuran
bijih umumnya dibagi dalam dua tahapan yaitu: operasai peremukan atau crushing dan
operasi penggerusan atau grinding. Pada prinsipnya tujuan operasi pengecilan ukuran
bijih, mineral atau bahan galian adalah [ CITATION TJN99 \l 1057 ] :

1. Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya.

2. Menyiapkan ukuran umpan sesuai dengan ukuran operasi konsentrasi atau


ukuran pemisahan.

3
3. Mengekspos permukaan mineral berharga, Untuk proses hidrometalurgi tidak
perlu benar-benar bebas dari gangue.

4. Memenuhi keinginan konsumen atau tahapan berikutnya.

Salah satu besaran yang penting dalam operasi kominusi adalah rasio ukuran
bijih awal terhadap ukuran bijih hasil atau produk, atau biasa disebut dengan
reduction ratio atau rasio reduksi. Nilai Reduction ratio akan berpengaruh terhadap
kapasitas produksi dan juga berpengaruh terhadap energi produksi. Pada operasi
crushing, rediction ratio biasanya berkisar antara dua sampai dengan  sembilan. Untuk
pengecilan ukuran yang menggunakan Jaw crusher atau c one crusher akan lebih
efisien jika menerapkan reduction ratio sekitar tujuh. Pada operasi grinding atau
penggerusan reduction rasio bisa mencapai lebih daripada 200. Artinya ukuran umpan
200 kali lebih besar daripada ukuran produk [ CITATION Mau03 \l 1057 ].

Grinding merupakan proses peremukan bijih mineral dengan sistem menggiling.


Proses dari grinding sendiri menggunakan beberapa jenis alat. Indikator atau ukuran
pemisahan dari setiap alat ini pun akan berbeda-beda sesuai keinginan dan hasil dari
pengecilan bijih mineral yang dinginkan. Alat dari proses Ini disebut grinder. Grinder
akan mengecilkan ukuran ore dengan metode yang beragam sesuai dengan grinder
yang digunakan. Proses grinding ini akan membantu dalam proses pengolahan mineral
selanjutnya yakni proses konsentrasi [ CITATION Mau03 \l 1057 ].

Tujuan dari pengolahan dengan teknik grinding adalah untuk mereduksi atau
mengurangi ukuran material, sehingga akan diperoleh material yang lebih kecil dari
ukuran semula. Teknik grinding dapat memisahkan mineral berharga dari pengotornya
(tailing), produk yang dihasilkan lebih kaya mineral berharga dan memiliki kadar tailing
rendah. Grinding adalah proses terakhir dari comminution dimana proses kerjanya
menggunakan prinsip gabungan dari impak (tumbukan) dan abrasi. grinding biasanya
dilakukan pada kondisi basah (wet condition) untuk mendapatkan slurry yang akan
diumpankan pada proses concentration, meskipun ada beberapa keadaan dari grinding
yang dilakukan pada kondisi kering ( dry condition) namun dilakukan pada aplikasi yang
terbatas[ CITATION Mau03 \l 1057 ].

4
2.2 Proses Penggerusan

Teknik grinding dapat dilakukan dengan mengkarakterisasi bahan baku yang


akan digunakan. Kemudian pengolahan bahan baku tersebut akan melalui beberapa
tahapan. Tahapan pertama dilakukan dengan mempersiapkan jenis alat grinding sesuai
dengan kebutuhan. Kemudian material atau bahan baku dimasukkan ke dalam silinder
pada mesin grinding. Langkah selanjutnya adalah menghidupkan mesin grinding, maka
perputaran dari mesin grinding akan menyebabkan bola-bola baja yang terdapat dalam
mesin grinding ikut bergerak searah dengan perputaran mesin grinding. Sehingga
bola-bola baja akan menumbuk material atau bahan baku yang diolah dan
menyebabkan ukuran material menjadi lebih kecil dari ukuran sebelumnya. Pada
proses grinding partikel direduksi dari 5 sampai 250 mm menjadi 10 sampai 300 µm,
grinding biasanya dilakukan pada kondisi basah untuk mendapatkan slurry yang akan
diumpankan pada proses concentration [ CITATION Err82 \l 1057 ].

Gambar 2.1 Fishbone dari metode grinding [ CITATION Err82 \l 1057 ]

Mendapatkan kualitas ukuran yang diinginkan, maka kualitas dari pengolahan


sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya degree of liberation (derajat
kebebasan) dan reduction ratio (rasio dari pengolahan). Terutama untuk ukuran
partikel yang masuk dan ukuran partikel yang keluar tentunya juga harus
dipertimbangkan. Penggunaan grinding melalui proses basah mempunyai beberapa
keunggulan dibandingkan melalui proses kering diantaranya berupa ruang yang
dibutuhkan lebih sedikit, daya yang diperlukan cenderung lebih kecil dalam perton
materialnya, serta grinding secara basah tidak memerlukan peralatan pengontrol debu.
Teknik grinding memiliki beberapa kelemahan dimana memungkinkan terjadinya korosi

5
akibat proses basah. Faktor lain juga disebabkan akibat kadar air yang rendah sangat
dibutuhkan untuk grinding, maka akan diperlukan proses pengeringan [ CITATION
Err82 \l 1057 ].
Bijih yang kurang tergerus akan menghasilkan bijih berukuran kasar dan
mineral berharga tiak terbebaskan dari ikatannya dengan gangue. Hasil konsentrasi
tidak optimum, yang direpresentasikan oleh recovery yang rendah atau kadar yang
rendah kurang tergerusnya bijih dapat dilihat dari pemakaian energi yang rendah.
Sebaliknya bila bijih tergerus berlebihan, maka penggerusan akan menghasilkan
ukuran bijih yang terlalu halus. Jal ini dapat menghasilkan bijih dengan liberasi yang
tinggi. Hasil pemisahan dapat meningatkan kadar mineral berharga dalam konsentrat,
namun ukuran yang terlalu halus dapat menurunkan recovery bijih yang tergereus
berlebihan menyebabkan pemakaian energi yang besar. Operasi penggerusan ,
grinding dapat dilakukan secara kering dan basah. Beberapa kriteria yang digunakan
untuk penentuan grinding dilakukan secara kering atau basah adalah [ CITATION
Bar88 \l 1057 ] :
1. Pengolahan berikutnya dilakukan secara basah atau kering. Pengolahan
mineral/bijih pada umumnya dilakukan secara basah. Pada umumnya, operasi
konsentrasi atau pemisahan mineral dilakukan dengan cara basah. Namun
penggerusan klingker untuk menghasilkan semen selalu cara kering
2. Penggerusan cara basah memerlukan energi lebih kecil dibanding cara kering
3. Klasifikasi/sizing lebih mudah dan memerlukan ruang yang lebih kecil
dibandingkan cara kering
4. Lingkungan pada penggerusan cara basah relatif lebih bersih dan tidak
memerlukan peralatan untuk menangkap debu
5. Penggerusan cara kering mensyaratkan bijih yang betul-betul kering. Sehingga
memerlukan perlatan untuk menangkap debu
6. Penggerusan cara basah konsumsi media gerus dan bahan pelapis relatif lebih
banyak karena terjadi korosi.
Mekanisme kerja dari teknik grinding melibatkan gaya-gaya yang pada
dasarnya akan memecah material dalam media grinding berupa silinder berputar.
Gaya-gaya tersebut antara lain berupa [ CITATION Bar88 \l 1057 ] :
A. Impak atau penekanan, dimana gaya diberikan hampir ke seluruh permukaan
partikel.
B. Chipping, dimana gaya memiliki sudut tertentu.

6
C. Abrasi (gesek), dimana gaya paralel terhadap permukaan partikel
Gaya-gaya ini akan mengubah bentuk pertikel bijih sampai melampaui batas
kekuatan yang dimilikinya dan kemudian menyebabkan partikel bijih menjadi remuk.
Media gerus akan dapat mengecilkan partikel bijih dengan satu atau beberapa gaya.
Sebagian besar energi kineti dari muatan mill akan terbuang sebagai panas, suara dan
kehilangan lainnya. Hanya sebagian kecil saja yang termanfaatkan sebagai energy
untuk pengecilan ukuran[ CITATION Bar88 \l 1057 ].
Grinding dapat bekerja melalui bantuan media yang disebut media grinding.
Media grinding adalah media yang dapat digunakan dalam menunjang proses
penggerusan bahan galian dalam proses comminution. Media yang digunakan memiliki
kriteria yaitu kekerasan yang tergantung kepada bahan galian yang akan direduksi
ukurannya. Media grinding terdiri antara lain [ CITATION Bar88 \l 1057 ] :
A. Silinder/ batang (rods) baja, dengan ukuran panjang hampir sama dengan
panjang mill itu sendiri.
B. Bola / grinding balls, berupa bola-bola baja ataupun bahan lainnya dengan
kekerasan tertentu.
C. Bijih/pebbles, yaitu media yang terbuat dari batuan keras atau bahan natural
yang masih mengandung bijih.
Untuk mendapatkan kehalusan butir yang diinginkan sesuai dengan kondisi
material dan spesifikasi pengolahan pada tahap berikutnya, maka terdapat berbagai
alat grinding yang dapat digunakan. Alat-alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip
tekanan gerusan yang nantinya akan melibatkan gaya-gaya impak, kompresi, robek,
dan abrasi (gesek) Alat grinding dibedakan berdasarkan media grindingnya dibagi
menjadi beberapa yaitu [ CITATION Ash16 \l 1057 ] :
A. Batangan Silinder Baja (rod mill)
Disebut juga mesin fine crusher atau coarse grinding. Umpan yang dapat
masuk berukuran 50 mm dan menghasilkan produk sebesar 300 μm. Ciri
khusus dari rod mill adalah panjang shell silinder antara 1,5 sampai 2,5 kali
diameternya, perbandingan ini sangat penting agar batang ( rod), yang
panjangnya beberapa centimeter lebih pendek dari shell, harus dicegah dari
pembengkokan agar dapat mendesak diameter silinder. Rod mill menggunakan
rod selektif yang ukurannya ditentukan sehingga nantinya akan didapatkan
grinding yang optimum, biasanya rod terbuat dari high carbon steel dengan
diameter berukuran 25 sampai 150 mm, semakin kecil diameter rod maka

7
surface area (luas permukaan sentuhnya) lebih luas sehingga didapat efisiensi
grinding yang lebih besar.
Kecepatan grinding optimum biasanya pada 50-65% kecepatan grinding kritis,
namun ada beberapa dari jenis grinding menggunakan kecepatan sampai 80%
tanpa adanya catatan kegagalan aus yang berarti. Ada tiga jenis rod mill
berdasarkan perbedaan pada jalur pengumpanan ( opening) dan pengeluaran
(discharge).
1) Center Peripheral Discharge Mill
Umpan dimasukkan melalui trunnion pada kedua sisi mill dan pengeluaran
dilakukan pada bagian bawah melalui lubang di tengah shell, mill ini bisa
digunakan untuk grinding basah dan kering dan menghasilkan lebih banyak
partikel kasar daripada halus.

Gambar 2.2 Center Peripheral Discharge Mill [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

2) End Peripheral Discharge Mill


Memiliki jalur pengumpanan pada satu sisi trunnion dan pengeluaran dilakukan
pada bagian bawah shell di seberang sisi pengumpanan, biasanya digunakan
untuk grinding kering dan lembab.

8
Gambar 2.3 End Peripheral Discharge Mill [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

3) Overflow (Trunnion)
Mill Pengumpanan dilakukan melalui salah satu trunnion dan pengeluaran
dilakukan melalui trunnion lainnya, biasanya mill ini digunakan untuk grinding
basah.

Gambar 2.4 Overflow Mills [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

B. Bola-bola Baja
Prinsip kerja alat grinding yang menggunakan media bola-bola baja adalah
memutar silinder yang berisi bola-bola grinding yang terbuat dari baja dan
material (bijih) di dalamnya, proses grinding terjadi dengan pergerakan bola-
bola dimana balls berputar di dalam dan menggerus bijih. Semakin besar
diameter silinder maka kecepatan rotasi akan semakin lambat. Jika kecepatan
terlalu besar maka akan terjadi gaya sentrifugal pada silinder sehingga balls
akan menempel pada tepi silinder dan proses grinding akan menjadi tidak
optimum.

9
Grinding balls biasanya terbuat dari baja, baik itu baja karbon tinggi, baja
tempa, baja paduan, atau baja cor-coran dan konsumsinya berkisar antara 0.1
sampai 1.0 kg per ton bijih tergantung dari kekerasan bijih, kehalusan gerus,
dan kualitas medium. Pengisian dilakukan sebesar 40-50% dari volum mill, dan
sekitar 40% adalah ruang kosong. Alat grinding yang menggunakan bola-bola
baja sebagai media grindingnya ada 2 jenis, yaitu ball mill dan tube mill.
1) Ball mill
Ball Mill mempnyai ukuran panjang kira-kira sama dengan diameternya atau
maksimal 1 ½ kali diameternya. Diameter mill bisa mencapai 5,5 m dan
panjang 7,3 m. Ball mill bekerja dengan kecepatan yang lebih tinggi yaitu
sekitar 70-80% dari kecepatan kritis. Ukuran produk hasil keluaran dari ball mill
sekitar 45 μm. Kinerja mesin ball mill dinilai berdasarkan tenaga bukan
berdasarkan kapasitas, dan didorong dengan motor bertenaga sebesar 4 MW.

Gambar 2.5 Ball Mill [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

Seperti halnya rod mill, ball mill juga diklasifikasikan berdasarkan sifat keluaran
produknya:
a) Peripheral Discharge Mill, umpan melewati screen sepanjang silinder, bisa
digunakan pada grinding kering maupun basah
b) Overflow Mill, prinsipnya sama dengan prinsip kerja rod mill
c) Grate Mill, merupakan mill yang paling sering digunakan.
2) Tube Mill

10
Prinsipnya sama dengan ball mill, perbedaanya hanya panjangnya antara 2 kali
diameternya, grinding media menggunakan bola- bola baja. Selain itu, tube mill
memiliki 2 kompartmen, sehingga ukuran produk yang dihasilkan lebih halus
dibandingkan ball mill.

Gambar 2.6 Tube Mill [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

C. Pebble

Pebble adalah media grinding berupa batuan keras atau batuan natural, dengan
kata lain alat grinding yang menggunakan pebble sebagai media grindingnya
menggunakan batuan yang mengandung bijih itu sendiri. Alat grinding yang
menggunakan pebble sebagai media grindingnya terdiri atas semi autogenous
grinding (SAG) mill, autogenous grinding mill, dan tower mill.
1) Semi Autogenous Grinding (SAG) Mill
Semi Autogenous Grinding (SAG) mill adalah peralatan/ sirkuit grinding yang
paling sering diminati dibandingkan dengan sirkuit konvensional dikarenakan
memiliki beberapa keuntungan-keuntungan, seperti biaya yang lebih rendah,
kemampuan menangani material basah dan lengket, flowsheet yang lebih
sederhana, peralatan berukuran besar, kebutuhan operator yang sedikit, dan
konsumsi medium grinding yang sedikit. SAG mill menggunakan metode grinding
dengan kombinasi medium grinding dan partikel bijih itu sendiri. Berdasarkan data
riset yang ada, SAG mill dengan balls sebagai medium terbukti paling efektif pada
6-10% volume mill. Untuk mengendalikan sirkuit grinding diperlukan beberapa
variabel yang harus diketahui antara lain :
a) Perubahan laju umpan baru dan circulating load
b) Distribusi ukuran dan kekerasan bijih

11
c) Laju penambahan air pada sirkuit
d) Interupsi operasi dalam sirkuit, seperti pemberhentian karena pengumpanan
media grinding baru atau pembersihan choke cyclone.
2) Autogenous Grinding Mill
Prinsip kerja autogenous grinding mill sama dengan dengan prinsip kerja semi
autogenous grinding mill, hanya saja autogenous mill bekerja berdasarkan metode
grinding yang hanya menggunakan partikel-partikel bijih itu sendiri sebagai media
untuk melakukan kominusi.
3) Tower Mill
Tower mill digunakan untuk operasi penggerusan yang sangat halus, ruang
dimana terjadi pengerusan /grinding bentuknya vertikal dan bagian dalamnya
dilengkapi dengan alat yang melingkar berbentuk spiral dari atas ke bawah yang
dapat memberikan gerakan melingkar terhadap grinding media yang turun ke
bawah. Umpan beserta air dimasukkan dari bagian atas kemudian batuan mineral
menggelundung kebawah diatas pelat yang melingkar.

Gambar 2.7 Tower Mill [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

Berdasarkan kecepatan putaran pada mill terdapat dua mekanisme


penggerusan, yaitu [ CITATION Err82 \l 1057 ] :
A. Mekanisme Cascading
Pada putaran mill yang relatif rendah, muatan akan bergerak naik tidak begitu
tinggi dan setelah mencapai titik keseimbangan muatan akan segera kembali
menggelincir atau menggelinding di atas muatan lain yang sedang bergerak ke

12
atas. Pada mekanisme ini pengecilan ukuran terjadi akibat gaya abrasi dan
shear. Produk yang dihasilkan dengan mekanisme ini adalah sangat halus.

Gambar 2.8 Mekanisme putaran pada Mill [ CITATION Err82 \l 1057 ]

B. Mekanisme Cataracting
Ketika mill berputar cukup tinggi akan menyebabkan muatan ikut berpuar dan
bergerak naik relatif tinggi dengan titik keseimbangan yang tinggi pula. Setelah
kesetimbangannya tercapai, muatan akan jatuh bebas ke dasar mill. Pada
mekanisme ini pengecilan ukuran terjadi akibat pengaruh gaya impak dan
kompresi. Produk yang dihasilkan berukuran relatif kasar.

Gambar 2.9 Perilaku Muatan saat Mill bergerak [ CITATION Err82 \l 1057 ]

C. Putaran Kritis
Putaran mill dimana muatan mulai menempel pada dinding mill dan ikut
berputar bersama mill. Pada kondisi ini tidak terjadi mekanisme pengecilan
ukuran. Dinotasikan dencan Nc dengan satuan Rpm dan dapat ditentukan
berdasarkan persamaan berikut: Nc = 42,3/(D) 0,5 dimana D merupakan diamter
mill. Besarnya nilai kesepatan kritis dalam pratek berkisar antara 50-90 persen

13
dari Nc, tergantung pada produk. yang akan dihasilkan dan perhitungan
ekonomisnya.

2.3 Sieving

Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik


berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan ( screening) dipakai dalam skala
industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Pada
pengolahan mineral pengayakan bertujuan [ CITATION GGB50 \l 1057 ] :

1. Mengendalikan uuran partikel yang akan masuk atau harus keluar dalam unit
atau alat tertentu
2. Menghasilkan produk dengan ukuran dan atau selang ukuran tertentu
3. Menghasilkan ukuran produk yang sesuai dengan persyaratan konsumen
4. Untuk mendapatkan efisiensi tinggi.

Disamping tujuan tersebut, operasi pengayakan dengan tujuan tertentu yaitu :

1. Scalaping, adalah operasi pengayakan yang bertujuan untuk mengeluarkan


sejumlah kecil oversize dari umpan
2. Pencucian adalah operasi yang bertujuan untu menghilangkan material halus
yang menempel pada material kasar. Karena mencuci, maka operasinya
ditambah dengan air, atau biasa disebut dengan pengayakan basah.

Sedangkan untuk Produk dari proses pengayakan ada 2 yaitu : ukuran lebih
besar daripada ukuran lubang ayakan (oversize) dan ukuran yang lebih kecil daripada
ukuran lubang ayakan (undersize).
Untuk   pengayakan   menggunakan   ayakan   ukuran tunggal, dikenal dua macam
produk yaitu : Undersize atau fine yaitu, produk yang lolos lubang ayakan, dan
Oversize  atau  tails,  yaitu  produk  yang  tertahan  oleh ayakan. Untuk pengayakan
menggunakan  dua  jenis  ayakan,  akan  diperoleh  dua  tiga macam ukuran produk,
yaitu Undersize, On-size, dan  Oversize [ CITATION Ash16 \l 1057 ].

14
Gambar 2.10 Macam Pengayakan [ CITATION Ash16 \l 1057 ]

Pengayakan dilakukan untuk memisahkan sampel sesuai dengan ukuran


partikelnya. Arah, intensitas dan jenis gaya tergantung pada metode pengayakan.
Sampel digerakkan secara horizontal ataupun vertikal. Selama pengayakan, sampel
dikenakan gerakan horizontal atau vertikal sesuai dengan metode yang dipilih. Ini
menyebabkan pergerakan relatif antara partikel dan saringan. Tergantung pada
ukurannya, partikel individu dapat melewati saringan mesh atau tertahan di
permukaan saringan. Kemungkinan partikel melewati saringan mesh ditentukan oleh
rasio ukuran partikel dengan bukaan saringan, orientasinya partikel dan jumlah
pertemuan antara partikel dan mesh bukaan. Kemungkinan bagian dan oleh karena itu
kualitas yang terkait sampel yang diayak juga tergantung pada parameter pergerakan
ayakan dan waktu pengayakan. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
untuk memilih metode pengayakan antara lain (Lucka, 2016):

1. Kapasitas, kecepatan hasil yang diinginkan


Dalam faktor ini, sangat mudah diketahui. Semakin banyak feed yang
dihasilkan maka berbanding lurus pula dengan kapasitas produk sieving.
2. Kisaran ukuran (size range)
Faktor pemilihan ayakan, salah satunya adalah kisaran ukuran atau size
average. Yaitu ukuran dari produk yang ingin kita butuhkan dalam proses
selanjutnya.
3. Sifat bahan: densitas, kemudahan mengalir (flowability)

Bila pada dua faktor diatas kita membahas mengenai alat. Dalam pemilihan
jenis tersebut sangat penting mengetahui paling tidak berat jenis atau
densitasnya. Apabila bahan tersebut densitasnya lebih besar dari air, maka
bahan tersebut akan sulit bila diperlakukan pada wet sieving, mengingat

15
sieving bekerja dengan prinsip merubah sifat bahan menjadi mudah mengalir
seperti air (bila menggunakan air).

4. Unsur bahaya bahan: mudah terbakar, berbahaya, debu yang ditimbulkan.


Selain secara fisik, kita juga harus mengetahui kandungan bahan feed secara
kimia.

5. Ayakan kering atau basah.


Kondisi ayakan juga mempengaruhi proses pengayakan. Apabila ayakan basah,
materi yang seharusnya lolos melewati ayakan kemungkinan bisa tertahan pada
ayakan, sehingga efisiensi screeningnya menjadi rendah.
Satu  set ayakan biasanya tersusun atas ayakan tunggal dengan berbagai
ukuran lubang. Dalam proses pengayakan, biasanya digunakan material yang
berukuran tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka
perlu dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau
dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang kecil
(undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang di atas
ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus. Pengayakan lebih
lazim dalam keadaan kering [ CITATION MJC73 \l 1057 ].
Ada bebagai jenis alat pengayak yang digunakan dalam proses pengayakan.
Hampir semua ayakan memerlukan mesin penggerak untuk menggetarkan,
menggoncangkan, ataupun memutar (gyration) ayakan. Adapun macam-macam ayakan
tersebut yaitu [ CITATION MJC73 \l 1057 ] :

16
Gambar 2.11 Macam getaran pada ayakan [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

A. Ayakan stasioner dan Grizzlies.

Grizzlies sering digunakan untuk mengayak partikel berukuran besar, umumnya


diatas 1 in (biasanya hasil dari primary crusher). Grizzlies tersusun antar
batangan tertentu, antara 2 sampai  8  in. batangan logam tersusun miring
dengan sudut tertentu (20o sampai 50o terhadap sumbu horizontal). Untuk
memudahkan padatan bergerak. Kapasitas grizzlies mencapai 100 sampai 150
ton/ft2 per 24 jam dengan ukuran aperature sekitar 1 in.

Ayakan stasioner hampir sama dengan grizzlies, tetapi media pengayakanya


berupa anyaman kawat (mesh) atau plat logam yang berlubang-lubang. Sudut
kemiringan ayakan dapat sampai sekitar 600 terhadap sumbu horizontalnya.
Ayakan stationer digunakan untuk mengayak padatan dengan ukuran lebih
kecil, yaitu antara ¼ sampai 4 in. Kedua jenis ayakan ini hanya efektif
digunakan untuk partikel padatan berukuran besar dan dapat bergerak bebas (
free flowing, tidak lengket).

Grizzly, merupakan jenis ayakan statis, dimana material yang akan diayak
mengikuti aliran pada posisi kemiringan tertentu. Digunakan untuk material

17
yang sangat kasar. Terdiri dari serangkaian heavy bar paralel yang terpasang
pada sebuah frame, ada yang menggunakan rantai sebagai pengganti bar dan
ada yang digoyang atau digetarkan secara mekanik untuk sizing atau
membantu dalam penghilangan oversize.

Gambar 2.12 ayakan Grizzlies [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

Cara Kerja : Umpan yang sangat kasar, jatuh pada ujung atas kisi. Bongkahan
yang besar akan menggelinding ke bagian ujung dan bongkahan kecil akan
jatuh ke bawah masuk kedalam kolektor (pengumpul) tersendiri. Jarak antara
setiap batang pada bagian atas dibuat cukup lebar dibandingkan bagian bawah
agar kuat tanpa terjadi penyumbatan oleh bongkahan yang hanya lolos
sebagian. Jarak antara batang berkisar 2 – 8 in.

B. Ayakan Girasi (Gyrating Screens) atau Reciproacating Screens


Mesin  pengayak  ini  biasanya  tersusun  atas  beberapa ayakan dengan
berbagai ukuran aperture, satu diatas yang lainnya dalam sebuah kotak atau
casing.  Ayakan dan casingnya digetarkan memutar untuk meloloskan partikel

18
dan dek ke dek lain, dan memindahkannya dan tempat masuk sampai tempat
keluarnya partikel. Sudut Kemiringan ayakan antara 16 o sampai 30o terhadap
sumbu horizontal. Ayakan pada umumnya berbentuk persegi panjang dengan
ukuran (1.5 x 4 ft) sampai (5 x 14 ft). kecepatan giransi dan amplitudonya
biasanya dapat diatur sesuai kebutuhan. Kecepatan giransi dapat mencapai 600
sampai 180 rpm.

Gambar 2.13 Gyrating Screens [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

Reciprocating screen merupakan jenis ayakan giransi dengan sudut kemiringan


lebih kecil (sekitar 5o). Mesin diputar geratkan pada sumbu mendatarnya.
Adakalanya diantara dua dek ayakan diisi bola-bola karet untuk meningatkan
efisiensi pengayakan, sekaligus membersihan aperture ayakan dan padatan-
padatan yang menyumbat.

19
Gambar 2.14 Reciprocating screen  [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

Ayakan dinamis dengan gerakan menggoyang, pukulan yang panjang (20-


200Hz). Digunakan untuk pemindahan dengan pemisahan ukuran. Separasi ini
biasa digunakan untuk Material yang halus dan kering, ukuran kecil (light) yaitu
sekitar 10 sampai 20 µm, dan terkadang sampai 40 µm. Reciprocating Screens
terdiri dari sebuah Gyratory horizontal yang bergerak pada ujung umpan dari
screen yang tegak lurus dengan bantuan dari poros yang berputar secara tidak
teratur. Perputaran poros tersebut sebesar 1000 rev/min. Gerakan memutar
pada ujung feed dengan cepat menebarkan material-material melintang ke
seluruh lebar dari permukaan Screen.

Gerakan memutar ini juga menyusun material-material tersebut berdasarkan


perbedaan mesh. Selama material-material tersebut melewati permukaan dari
screen, akan terjadi pereduksiaan jumlah pada ujung pemberhentian (ujung
alat). Reduksi ini membantu memisahkan material-material yang diistilahkan
‘near mesh particles’.

C. Ayakan Getar

Ayakan getar biasanya digunakan untuk pengayakan dengan apasitas besar.


Getaran dapat dibangkitkan secara elektrik maupun mekanis. Getaran mekanis
pada casing ayaan biasanya ditimbulan oleh sumbu eksentrik yang berputar
dengan kecepatan sangat tinggi. Biasanya tidak lebih dari 3 dek ayakan yang
terpasang dalam casing sebuah ayakan getar. Kecepatan getar antara 1800

20
sampai 3600 getaran per menit. Sudut kemiringan terhadap sumbu horizontal
dapat diatur sesuai dengan keperluan, bervariasi antara 00 sampai 450.

Gambar 2.15 ayakan getar [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

Ayaan getar banyak yang digunakan untuk partikel-partikel kering berukuran


antara 1 in sampai 35 mesh (0,0164) in) dengan sudut kemiringan 20o. Untuk
partikel-partikel basah (wet screening) sudut kemiringan biasanya di set lebih
kecil antara 5o sampai 10o. Prinsip kerja vibrating screen sebenarnya sangat
simple. Pada dasarnya prinsip kerja vibrating screen adalah proses pengayakan
dengan cara menggetarkan. Screen yang sering kita sebut pengayakan dan
vibrating yaitu menggetarkan. Vibrating screen secara bentuknya ada yang
berbentuk lingkaran dan berbentuk persegi, namun secara umum bentuk
lingkaran lebih sering dipakai karena lebih banyak dipasaran.

Vibrating screen disarankan 2 tingkat penyaringan dengan ukuran 30 mesh


dibagian atas dan 40 mesh dibagian bawah. Dengan ukuran yang demikian
akan memudahkan penyaringan di brush strainner. Ciri-ciri dari Vibrating
screener diantaranya, yaitu memiliki kapasitas penyaringan yang tinggi, mudah
dalam pemeliharaan dan desain yang tersusun rapi dan rapat luas daerah

21
getaran (fibrasi) dapat mudah berubah dari keseimbangan bera, tahan lama
dan dapat digunakan dalam ukuran dan kapasitas yang berbeda-beda.

Gambar 4.16 Bagian-bagian Vibrating Screen [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

D. Trommels

Trommels merupakan jenis ayakan yang berputar cepat pada sumbu
horizontalnya. Berbentuk silindris atau konis dan biasanya tersusun atas
beberapa ayakan  secara konsentris. Trommel Screen adalah alat screening
yang digunakan dalam industri skala besar terutama pada pertambangan. Ini
adalah salah satu perangkat screening tertua, yang merupakan ayakan silinder
biasanya berputar di antara 35 dan 45% kecepatan kritis. Trommels dapat
menangani bahan dari 55 mm sampai 6 mm, dan ukuran lebih kecil dapat
ditangani dalam kondisi penyaringan basah.

Cara Kerja : Trommel Screen yang berbentuk seperti tabung besar, dimana


tabung tersebut terdapat lubang – lubang. Trommel Screen terdiri dari input
dan output, dimana feed masuk ke dalam input. Didalam input, feed tersebut

22
diputar oleh screen dengan kecepatan yang tentukan. Feed yang tidak
diinginkan akan keluar dengan sendirinya melalui lubang yang melalaui output.
Feed yang diinginkan akan masuk dalam penampung/ storage kemudian
dialirkan melalui belt conveyor. Feed yang tidak masuk / lolos atau di reycle.

Gambar 2.17 Trommel Screen [ CITATION MJC73 \l 1057 ]

Beberapa cara atau metode yang dapat digunakan dalam pengayakan


tergantung dari material yang akan dianalisa, antara lain [ CITATION Ash16 \l 1057 ] :

1. Ayakan dengan gerakan vertikal


Sampel terlempar ke atas secara vertikal dengan sedikit gerakan melingkar
sehingga menyebabkan penyebaran pada sampel dan terjadi pemisahan secara
menyeluruh, pada saat yang bersamaan sampel yang terlempar keatas akan
berputar (rotasi) dan jatuh di atas permukaan ayakan, sampel dengan ukuran
yang lebih kecil dari  lubang ayakan akan melewati saringan dan yang ukuran
lebih besar akan dilemparkan ke atas lagi dan begitu seterusnya.
2. Ayakan dengan gerakan horizontal

Cara Pengayakan dalam metode ini, sampel bergerak secara horisontal


(mendatar) pada bidang permukaan sieve (ayakan), metode ini baik digunakan
untuk sampel yang berbentuk jarum, datar, panjang atau berbentuk serat.
Sieve shaker modern digerakkan dengan elektro magnetik yang bergerak

23
dengan menggunakan sistem pegas yang mana getaran yang dihasilkan
dialirkan ke ayakan dan dilengkapi dengan kontrol waktu.

Berdasarkan model lubang pada permukaannya, ayakan dibagi menjadi 3 tipe


yaitu [ CITATION GGB50 \l 1057 ] :

A. Pelat berlubang (punched plate)


Yaitu pelat yang biasanya terbuat dari baja yang diberi lubang dengan bentuk
tertentu. Selain pelat yang terbuat baja, bahan yang umum digunakan untuk
ayakan adalah karet keras atau plastic. Karet atau platic digunakan untu
memisah material yang abrasif atau digunakan di lingkunga yang korosif.
B. Anyaman Kawat (Woven Wire)
Ayakan dari anyaman kawat yang terbuat dari metal yang dianyam membentuk
dan menghasilkan bentuk dan ukuran lubang tertentu. Umumnya lubang
berbentu bujur sangar, namun dapat pula bentuk yang lainnya, seperti segi
enam, atau bentuk lainnya.
C. Batang sejajar (Grizzly)
Biasa juga disebut rock-deck surface. Permukaan ayakan ini terbuat dari
batang-batang rel atau rod yang disusun sejajar dengan jarak atau celah
tertentu. Ayakan grizzly dapat bergerak atau diam. Umumnya digunakan untuk
scalping. Dalam operasinya ayakan dapat bergerak atau diam. Namum
umumnya ayakan adalah ergetar. Grizzly merupakan satu contoh ayakan yang
diam. Gerakan dari ayakan ditimbulkan oleh penggetar atau vibrator.
Penggetar ayakan dapat dibagi menjadi [ CITATION GGB50 \l 1057 ] :
1. Unbalance pulley, adalah pulley yang terbuat dari amterial yang tida homogeny.
Ada bagian dari pulley yang lebih berat dari bagian lainnya. Jika pulley diputar,
akan menimbulkan gerakan atau getaran pada ayakan. Sistem vibrator ini
digunakan untu beban yang rendah.
2. Sumbu eksentrik
Geraan atau putaran sumbu akan menimbulkan gerakan bolak-balik secara
eksentrik atau getaran. Sistem vibrator ini digunakan untuk beban besar.
3. Elektromagnet
Sistem vibrator yang ditimbulkan oleh adanya listrik dan medan magnet.
Getaran yang ditimbulkan memiliki frekuensi yang tinggi. Sistem vibrator ini
digunaan untuk memisahkan material berukuran halus.

24
Gambar 2.18 Standar Ayakan oleh US dan Tyler [ CITATION GGB50 \l 1057 ]

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengayakan [ CITATION Ash16 \l


1057 ] :

25
1. Waktu atau lama pengayakan. Waktu atau lama pengayakan (waktu optimum),
jika pengayakan terlalu lama akan menyebabkan hancurnya serbuk sehingga
serbuk yang seharusnya tidak terayak akan menjadi terayak. Jika waktunya
terlalu lama maka tidak terayak sempurna.

2. Massa sampel. Jika sampel terlalu banyak maka sampel sulit terayak. Jika
sampel sedikit maka akan lebih mudah untuk turun dan terayak.

3. Intensitas getaran. Semakin tinggi intensitas getaran maka akan semakin


banyak terjadi tumbukan antar partikel yang menyebabkan terkikisnya partikel.
Dengan demikian partikel tidak terayak dengan ukuran tertentu.

4. Pengambilan sampel yang mewakili populasi. Sampel yang baik mewakili semua
unsur yang ada dalam populasi, populasi yang dimaksud adalah
keanekaragaman ukuran partikel, mulai yang sangat halus sampai ke yang
paling kasar. Beberapa faktor lain yang harus diperhatikan dalam operasi
pengayakan adalah :

a. Bentuk lubang ayakan


b. Celah dan interval ayakan
c. Ukuran partikel
d. Kapasitas ayakan dan keefektifan
e. Variabel dalam operasi pengayakan

Faktor yang mempengaruhi material untuk menerobos ukuran ayakan


[ CITATION MJC73 \l 1057 ] :

1. Ukuran buhan ayakan, semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin
banyak material yang lolos.

2. Ukuran relatif partikel, material yang mempunyai diameter yang sama dengan
panjangnya akan memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila
posisinya berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur.

3. Pantulan dari material, pada waktu material jatuh ke screen maka material akan
membentur kisi-kisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada
posisi yang tidak teratur.

26
4. Kandungan air, kandungan air yang banyak akan sangat membantu tapi bila
hanya sedikit akan menyumbat screen.

Metode apa pun untuk mengukur ukuran partikel yang digunakan, karakterisasi
sampel menurut ukuran disebut sebagai analisis ukuran. Analisis ukuran dalam
pemrosesan mineral terutama digunakan untuk memperoleh data kuantitatif tentang
ukuran individu dan distribusi ukuran partikel dalam aliran proses. Ini penting dalam
menilai kualitas penggilingan, ukuran pakan yang optimal hingga proses untuk efisiensi
maksimum dan sebagainya. Di sebagian besar aplikasi pemrosesan mineral, hanya
perkiraan ukuran partikel yang diperlukan. Pengayakan melalui saringan standar dari
bukaan yang diketahui dan menentukan ukuran saringan di mana semua partikel
dipertahankan dapat dengan mudah memberikan ukuran terbatas dari sekelompok
partikel yang dikenakan operasi. Semakin dekat ukuran saringan yang berurutan,
semakin dekat taksirannya ke ukuran sebenarnya (Rattanakawin, 1989).

27
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:

1. Ball Mill, sebagai alat penggerusan.

Gambar 3.1 Ball mill

2. Bola-bola baja, digunakan sebagai media penggerusan.

28
Gambar 3.2 Bola-bola baja

3. Timbangan Digital, digunakan untuk menimbang massa produk.

Gambar 3.3 Timbangan digital

4. Kunci pas, digunakan untuk mengeratkan baut pada mesin Ball mill.

29
Gambar 3.4 Kunci pas

5. Sarung tangan, untuk melindungi tangan pada saat percobaan.

Gambar 3.5 Sarung tangan

6. Masker, digunakan untuk menutupi mulut dan hidung.

Gambar 3.6 Masker

7. Kuas, digunakan untuk mengumpulkan produk.

30
Gambar 3.7 Kuas

8. Handphone, digunakan sebagai penghitung waktu serta mendokumentasikan


tahap-tahap percobaan.

Gambar 3.8 Handphone

9. Sieving, digunakan sebagai alat pengayak.

Gambar 3.9 Sieving

31
10. Pulpen, adalah alat yang digunakan untuk mencatat semua hasil yang di
dapatkan dari praktikum.

Gambar 3.10 Pulpen.

11. Kacamata safety, digunakan untuk melindungi mata.

Gambar 3.11 Kacamata safety.

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:


1. Sampel pasir besi, sebagai umpan atau feed.

32
Gambar 3.12 Sampel pasir besi

2. Kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel hasil crushing.

Gambar 3.13 Kantong sampel.

3. Kertas HVS, tempat yang di gunakan untuk menulis data praktikum.

33
Gambar 3.14 Kertas HVS

3.2 Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum.

Gambar 3.15 Menyiapkan alat Ball mill

2. Membersihkan alat-alat yang akan digunakan menggunakan kuas.

Gambar 3.16 Membersihkan alat sebelum percobaan

3. Mengambil umpan pasir besir yang telah dikeringkan kemudian diletakkan di


atas wadah untuk ditimbang sebanyak 1 kg.

34
Gambar 3.17 Menimbang umpan grinding

4. Memasukkan umpan pasir besi yang telah ditimbang sebanyak 2 kg ke dalam


ball mill.

Gambar 3.18 Memasukkan umpan ke Ball mill

5. Memasukkan media penggerus (bola-bola baja) ke dalam ball mill.

Gambar 3.19 Memasukkan bola baja ke Ball mill

35
6. Menyalakan alat dan menunggu proses grinding selama 5 menit.

Gambar 3.20 Menyalakan mesin Ball mill

7. Mengeluarkan sampel dari Ball mill setelah 5 menit.

Gambar 3.21 Mengeluarkan produk dari Ball mill

8. Menimbang massa hasil grinding.

36
Gambar 3.22 Menimbang massa hasil grinding

9. Memasukkan sampel hasil penggerusan ke dalam alat sieving yang telah


dibersihkan dan diurutkan sesuai urutan ayakan.

Gambar 3.23 Memasukkan hasil grinding ke sieving

10. Melakukan proses sieving selama 5 menit.

37
Gambar 3.24 Proses sieving

11. Memasukkan masing-masing sampel hasil ayakan sesuai dengan urutan


ayakan ke dalam kantong sampel yang telah dilabeli dengan ukuran ayakan.

Gambar 3.25 Produk sieving

12. Menimbang sampel hasil ayakan yang telah dimasukkan ke dalam kantong
sampel.

Gambar 3.26 Menimbang hasil ayakan

13. Membersihkan alat yang telah di gunakan

38
Gambar 3.27 Membersihkan alat

14. Mengulang kembali prosedur 1 sampai 13 untuk waktu penggerusan 10


menit dan 15 menit dengan waktu pengayakan yang sama yaitu 5 menit.

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Percobaan

Tabel data hasil percobaan dengan menggunkan sieving sebagai berikut:

1. Data dengan t=5 menit

Berikut data yang diambil pada percobaan yang dilakukan dengan t=5 menit:

Tabel 4.2 Data dengan t=5 menit

Range Ukuran Berat Berat Ukuran Berat Berat


No
Ayakan Tertahan Tertahan Ayakan Tertahan Lolos
.
(mikron) (gr) (%) (mikron) Kum. Kum.

1 +212 (+212) 778,6 73,9 +212 73,9 26,1

2 180 (-212+180) 44,8 4,2 -212 +180 78,1 21,9

3 150 (-180+150) 43,6 4,1 -180 +150 82,2 17,8

4 125 (-150+125) 42,6 4,0 -150 +125 86,3 13,7

5 106 (-125+106) 15,2 1,4 -125 +106 87,7 12,3

6 90 (-106+90) 12,3 1,2 -106 +90 88,9 11,1

7 75 (-90+75) 9,4 0,9 -90 +75 89,8 10,2

8 -75 (-75) 8,6 0,8 -75 90,6 9,4

Jumlah 955,1 90,6

a. % Berat
Berat material
% Berat = × 100 %
Total material

40
Berat material 778.6
% Berat ayakan1= x 100 %= x 100 %=73.9 %
Total material 1054,2
Berat material 44.8
% Berat ayakan2= x 100 %= x 100 %=4.2 %
Total material 1054,2
Berat material 43.6
% Berat ayakan3= x 100 %= x 100 %=4.1 %
Total material 1054,2
Berat material 42.6
% Berat ayakan 4= x 100 %= x 100 %=4.0 %
Total material 1054,2

Berat material 15.2


% Berat ayakan5= x 100 %= x 100 %=1.92%
Total material 1054,2
Berat material 12.3
% Berat ayakan 6= x 100 %= x 100 %=1.2 %
Total material 1054,2
Berat material 9.4
% Berat ayakan7= x 100 %= x 100 %=0.9 %
Total material 1054,2
Berat material 8.6
% Berat ayakan 8= x 100 %= x 100 %=0.8 %
Total material 1054,2
b. % Berat Kumulatif

i
% kumulatif i=∑ % berat
n=1

% kumulatif 1 = % berat ayakan 1

= 73.9%

% kumulatif 2 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2

= 73.9% + 4.2%

= 78.1%

% kumulatif 3 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3

= 73.9% + 4.2% + 4.1%

= 82.2 %

% kumulatif 4 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

41
ayakan 3 + % berat ayakan 4

= 73.9% + 4.2% + 4.1% + 4.0%

= 86.3 %

% kumulatif 5 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5

= 73.9% + 4.2% + 4.1% + 4.0% + 1.4%

= 87.7%

% kumulatif 6 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 +% berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6

= 73.9% + 4.2% + 4.1% + 4.0% + 1.4% +

1.2%

= 88.9%

% kumulatif 7 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6 +% berat ayakan 7

73.9% + 4.2% + 4.1% + 4.0% + 1.4% +

1.2% + 0.9%

= 89.8 %

% kumulatif 8 = % berat ayakan 1+% berat ayakan 2 + % berat

ayakan+% berat ayakan 4+% berat ayakan 5+%

berat ayakan 6 +% berat ayakan 7+% berat ayakan 8

42
73.9% + 4.2% + 4.1% + 4.0% + 1.4% +

1.2% + 0.9% + 0.8%

= 90.6%

c. % berat kumulatiif lolos

i = 100 % - % berat kumulatif i

% berat kumulatif lolos 1 = 100 % - 73.9 % = 26.1 %

% berat kumulatif lolos 2 = 100 % - 78.1 % = 21.9 %

% berat kumulatif lolos 3 = 100 % - 82.2% = 17.8 %

% berat kumulatif lolos 4 = 100 % - 86.3 % = 13.7 %

% berat kumulatif lolos 5 = 100 % - 87.7 % = 12.3%

% berat kumulatif lolos 5 = 100 % - 88.9 % = 11.1%

% berat kumulatif lolos 5 = 100 % - 89.8 % = 10.2 %

% berat kumulatif lolos 5 = 100 % - 90.6 % = 9.4 %

Grafik dengan t=5 menit


100
90
80
Berat Tertahan Komulatif (gram)

70
60
50
40
30
20
10
0
212 180 150 125 106 90 75 -75

Ukuran Ayakan (ʮm)

43
Gambar 4.1 Grafik dengan t=5 menit

2. Data dengan t=10 menit

Berikut data yang diambil pada percobaan yang dilakukan dnegan t=10 menit:

Tabel 4.3 Data dengan t=10 menit

Range Ukuran Berat Berat Ukuran Berat Berat


No
Ayakan Tertahan Tertahan Ayakan Tertahan Lolos
.
(mikron) (gr) (%) (mikron) Kum. Kum.

1 +212 (+212) 898,7 72,7 +212 72,7 27,3

2 180 (-212+180) 34,9 2,8 -212 +180 75,5 24,5

3 150 (-180+150) 44,1 3,6 -180 +150 79,0 21,0

4 125 (-150+125) 36,4 2,9 -150 +125 82,0 18,0

5 106 (-125+106) 28,2 2,3 -125 +106 84,3 15,7

6 90 (-106+90) 20,7 1,7 -106 +90 85,9 14,1

7 75 (-90+75) 15,8 1,3 -90 +75 87,2 12,8

8 -75 (-75) 21,1 1,7 -75 88,9 11,1

Jumlah 1099 88,9

a. % Berat

Berat material
% Berat = × 100 %
Total material

Berat material 898.7


% Berat ayakan1= x 100 %= x 100 %=72.7 %
Total material 1237

Berat material 34.9


% Berat ayakan2= x 100 %= x 100 %=2.8 %
Total material 1237

Berat material 44.1


% Berat ayakan3= x 100 %= x 100 %=3.6 %
Total material 1237

Berat material 36.4


% Berat ayakan 4= x 100 %= x 100 %=2.9 %
Total material 1237

44
Berat material 28.2
% Berat ayakan5= x 100 %= x 100 %=2.3 %
Total material 1237

Berat material 20.7


% Berat ayakan 6= x 100 %= x 100 %=1.7 %
Total material 1237

Berat material 15.8


% Berat ayakan7= x 100 %= x 100 %=1.3 %
Total material 1237

Berat material 21.1


% Berat ayakan 8= x 100 %= x 100 %=1.7 %
Total material 1237

b. % Berat Kumulatif

i
% kumulatif i=∑ % berat
n=1

% kumulatif 1 = % berat ayakan 1

= 72.7 %

% kumulatif 2 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2

= 72.7 % + 2.8 %

= 75.5%

% kumulatif 3 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3

= 72.7 % + 2.8 % + 3.6%

= 79.0 %

% kumulatif 4 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4

= 72.7 % + 2.8 % + 3.6% + 2.9 %

= 82 %

45
% kumulatif 5 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5

= 72.7 % + 2.8 % + 3.6% + 2.9 %+ 2.3 %

= 84.3 %

% kumulatif 6 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6

= 72.7 % + 2.8 % + 3.6% + 2.9 %+ 2.3 % + 1.7 %

= 85.9 %

% kumulatif 7 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 +% berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%


berat ayakan 6 +% berat ayakan 7

= 72.7 % + 2.8 % + 3.6% + 2.9 %+ 2.3 % + 1.7 % +


1.3%

= 87.2 %

% kumulatif 8 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6 +% berat ayakan 7 +% berat ayakan 8

= 72.7 % + 2.8 % + 3.6% + 2.9 %+ 2.3 % + 1.7 % +


1.3% + 1.7 % = 88.9%

c. % berat kumulatiif lolos


% berat kumulatiif lolos i = 100 % - % berat kumulatif
% berat kumulatif lolos 1 = 100 % - 72.7% = 27.3 %
% berat kumulatif lolos 2 = 100 % - 75.5 % = 24.5%

46
% berat kumulatif lolos 3 = 100 % - 79.0 % = 21.0 %
% berat kumulatif lolos 4 = 100 % - 82 % = 18 %
% berat kumulatif lolos 5 = 100 % - 84.3 % = 15.7 %
% berat kumulatif lolos 6 = 100 % - 85.9 % = 14.1 %
% berat kumulatif lolos 7 = 100 % - 87.2 % = 12.8 %
% berat kumulatif lolos 8 = 100 % - 88.9 % = 11.1 %

Grafik dengan t=10 menit


100
Berat Tertahan Komulatif (gram)

80

60

40

20

0
212 180 150 125 106 90 75 -75

Ukuran Ayakan (ʮm)

Gambar 4.2 Grafik dengan t=10 menit

3. Data dengan t=15 menit

Berikut data yang diambil pada percobaan yang dilakukan dengan t=15 menit:

Tabel 4.4 Data dengan t=15 menit

Range Ukuran Berat Berat Ukuran Berat Berat


No
Ayakan Tertahan Tertahan Ayakan Tertahan Lolos
.
(mikron) (gr) (%) (mikron) Kum. Kum.

1 +212 (+212) 918,4 67,8 +212 67,8 32,2

2 180 (-212+180) 51 3,8 -212 +180 71,6 28,4

3 150 (-180+150) 44,3 3,3 -180 +150 74,9 25,1

4 125 (-150+125) 34,3 2,5 -150 +125 77,4 22,6

47
5 106 (-125+106) 22,7 1,7 -125 +106 79,1 20,9

6 90 (-106+90) 17 13 -106 +90 80,3 19,7

7 75 (-90+75) 14,6 1,1 -90 +75 81,4 18,6

8 -75 (-75) 16,7 1,2 -75 82,6 17,4

Jumlah 1119 82,6

a. % Berat

Berat material
% Berat = × 100 %
Total material

Berat material 918,4


% Berat ayakan1= x 100 %= x 100 %=67,8 %
Total material 1354

Berat material 51
% Berat ayakan2= x 100 %= x 100 %=3.8 %
Total material 1354

Berat material 44.3


% Berat ayakan3= x 100 %= x 100 %=3.3 %
Total material 1354

Berat material 34.3


% Berat ayakan 4= x 100 %= x 100 %=2.5 %
Total material 1354

Berat material 22.7


% Berat ayakan5= x 100 %= x 100 %=1.7 %
Total material 1354

Berat material 17
% Berat ayakan 6= x 100 %= x 100 %=1.3 %
Total material 1354

Berat material 14.6


% Berat ayakan7= x 100 %= x 100 %=1.1 %
Total material 1354

Berat material 16.7


% Berat ayakan 8= x 100 %= x 100 %=1.2 %
Total material 1354

b. % Berat Kumulatif

48
i
% kumulatif i=∑ % berat
n=1

% kumulatif 1 = % berat ayakan 1

= 67.8 %

% kumulatif 2 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2

= 67.8 %+ 3.8 %

= 71.6 %

% kumulatif 3 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3

= 67.8 %+ 3.8 %+ 3.3 %

= 74.9%

% kumulatif 4 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4

= 67.8 %+ 3.8 %+ 3.3 % + 2.5 %

= 77.4 %

% kumulatif 5 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5

= 67.8 %+ 3.8 %+ 3.3 % + 2.5 % + 1.7%

= 79.1 %

% kumulatif 6 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6

49
= 67.8 %+ 3.8 %+ 3.3 % + 2.5 % + 1.7% + 1.3 %

= 80.3 %

% kumulatif 7 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6+% berat ayakan 7

= 67.8 %+ 3.8 %+ 3.3 % + 2.5 % + 1.7% + 1.3 % +


1.1 %

= 81.4 %

% kumulatif 8 = % berat ayakan 1 + % berat ayakan 2 + % berat

ayakan 3 + % berat ayakan 4 +% berat ayakan 5 +%

berat ayakan 6+% berat ayakan 7 +% berat ayakan 8

= 67.8 %+ 3.8 %+ 3.3 % + 2.5 % + 1.7% + 1.3 % +


1.1 %+ 1.2 %

= 82.6 %

c. % berat kumulatiif lolos


% berat kumulatiif lolos i = 100 % - % berat kumulatif i
% berat kumulatif lolos 1 = 100 % - 67.8 % = 32.2 %
% berat kumulatif lolos 2 = 100 % - 71.6 % = 28.4 %
% berat kumulatif lolos 3 = 100 % - 74.9 % = 25.1 %
% berat kumulatif lolos 4 = 100 % - 77,4 % = 22.6 %
% berat kumulatif lolos 5 = 100 % - 79.1 % = 20.9 %
% berat kumulatif lolos 6 = 100 % - 80.3 % = 19.7 %
% berat kumulatif lolos 7 = 100 % - 81.4 % = 18.6 %
% berat kumulatif lolos 8 = 100 % - 82.6 % = 17.4 %

50
Grafik dengan t=15 menit
90

Berat Tertahan Komulatif (gram)


80
70
60
50
40
30
20
10
0
212 180 150 125 106 90 75 -75

Ukuran Ayakan (ʮm)

Gambar 4.3 Grafik dengan t=15 menit

4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini yang dilakukan ialah grinding dan sieving. Pada tahapan
Grinding dilakukan dengan menggunakan ball mill yang bertujuan untuk mengecilkan
ukuran sampel atau material. Ball mill adalah salah satu jenis alat grinding yang
menggunakan media gerus berupa bola-bola baja. Bola-bola baja yang digunakan pada
proses grinding kali ini adalah sebanyak 6 buah. Penggerusan dilakukan sebanyak tiga
kali dalam waktu yang berbeda-beda yaitu selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit.

Pada tahapan sieving atau penyaringan dilakukan guna untuk memisahkan


partikel sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Metode ini dimaksudkan untuk
memisahkan fraksi-fraksi tertentu sesuai dengan keperluan dari suatu material yang
baru mengalami grinding. Ukuran yang lolos melalui saringan biasanya disebut sebagai
undersize dan partikel yang tertahan disebut oversize. Alat ayakan yang digunakan
pada praktikum kali ini ialah sieve shaker.

Pada praktikum kali ini, berat awal sampel adalah 1000 gram untuk setiap
waktu penggerusan yang berbeda-beda, namun dapat kita lihat dari data di atas
pada pengayakan untuk waktu 5 menit jumlah berat sampel yang didapat yaitu
1054,2 gram, untuk waktu 10 menit jumlah berat sampel yang didapat yaitu 1237
gram dan untuk waktu 15 menit jumlah berat sampel yang didapat yaitu 1354 gram.

51
Dari jumlah berat sampel yang didapat pada setiap variasi waktu, dapat dilihat bahwa
telah terjadi penyusutan (delusi) karena dipengaruhi oleh faktor adanya beberapa
gram sampel yang masih melengket di lubang ayakan.

Dari data diatas dapat di lihat yang tidak lolos pada ayakan pertama yang
berukuran 212 m berkisar 778,6 sampai 918,4 gram dari massa awal 2000 gram
material dengan variasi waktu yang berbeda-beda. Pada proses pengayakan terakhir
yang berukuran 75 m berkisar 8.6 sampai 21,1 gram dengan variasi waktu yang
berbeda-beda. Dapat kita lihat juga pada grafik 1, 2 dan 3 bahwa telah terjadi
peningkatan berat komulatif sampel yang tertahan disetiap adanya penambahan
waktu ketika proses pengayakan. Sehingga dapat kita simpulkan banyaknya partikel
atau produk yang lolos melalui ayakan bergantung pada lamanya waktu yang
diberikan ketika proses pengayakan berlangsung, dimana semakin banyak waktu
yang digunakan pada saat proses pengayakan, maka semakin banyak material yang
akan lolos ayakan.

Dapat kita lihat juga pada grafik 1, 2 dan 3 bahwa telah terjadi peningkatan
berat disetiap adanya penambahan waktu ketika proses pengayakan. Sehingga dapat
kita simpulkan banyaknya partikel atau produk yang lolos melalui ayakan bergantung
pada lamanya waktu yang diberikan ketika proses penggerusan berlangsung. Semakin
lama waktu penggerusan dilakukan maka produk yang dihasilkan akan memiliki ukuran
yang semakin kecil sehingga sangat mempengaruhi produk pada proses pengayakan.
Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit waktu penggerusan dilakukan maka produk
yang dihasilkan akan memiliki ukran yang relatif besar sehingga sangat berpengaruh
pula pada produk yang dihasilkan pada saat pengayakan.

52
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasrkan tujuan dari kegiatan praktikum, kesimpulan dari laporan ini adalah :
A. Mekanisme dari kegiatan penggerusan terbagi menjadi 2 yaitu mekanisme
cascading dan cataracting dimana menghasilkan produk penggerusan yang
berbeda dan gaya yang bekerja pada proses penggerusan adalah Impak atau
penekanan, dimana gaya diberikan hampir ke seluruh permukaan partikel,
Chipping, dimana gaya memiliki sudut tertentu, Abrasi (gesek), dimana gaya
paralel terhadap permukaan partikel
B. Prinsip kerja dari ball mill adalah memutar silinder yang berisi bola-bola
grinding yang terbuat dari baja dan material (bijih) di dalamnya, proses
grinding terjadi dengan pergerakan bola-bola dimana balls berputar di dalam
dan menggerus bijih. Semakin besar diameter silinder maka kecepatan rotasi
akan semakin lambat. Jika kecepatan terlalu besar maka akan terjadi gaya
sentrifugal pada silinder sehingga balls akan menempel pada tepi silinder dan
proses grinding akan menjadi tidak optimum.
C. Berdasarkan hasil dilakukan bahwa hubungan antara lama penggerusan pada
ball mill terhadap produk hasil gerus Semakin lama waktu penggerusan
dilakukan maka produk yang dihasilkan akan memiliki ukuran yang semakin
kecil sehingga sangat mempengaruhi produk pada proses pengayakan begitu
pula sebaliknya.
D. Pengayakan dilakukan untuk memisahkan sampel sesuai dengan ukuran
partikelnya. Sampel digerakkan secara horizontal ataupun vertikal. Ini
menyebabkan pergerakan relatif antara partikel dan saringan. Partikel individu
dapat melewati saringan mesh atau tertahan di permukaan saringan.
Kemungkinan partikel melewati saringan mesh ditentukan oleh rasio ukuran
partikel dengan bukaan saringan, orientasinya partikel dan jumlah pertemuan
antara partikel dan mesh bukaan.

53
E. Berdasarkan kegiatan praktikum pengaruh fraksi ukuran butir terhadap persen
kumulatif berat lolos bahwa semakin kecil fraksi ukuran butir maka semakin
besar persen kumulatif berat lolos.
5.2 Saran

1. Saran untuk asisten


Adapun saran untuk asisten adalah agar selalu perhatikan praktikan dan
bimbing praktikan dengan baik.
2. Saran untuk Praktikum
Semoga kedepannya sarana dan prasarana dalam kegiatan praktikum lebih
banyak dan lebih baik lagi agar lebih meningkatkan kemampuan dari para
praktikan.

54
DAFTAR PUSTAKA

Ashok Gupta, D. Y., 2016. Mineral Processing design and operations an introduction,
second edition. Amsterdam: Elsevier.
Brown, G., 1950. Unit Operation. New York: Modern Asia Edition.

Currie, M., 1973. Unit Operation In Mineral Processing. Columbia: Burnaby.

Errol G. Kelly, D. J. S., 1982. Introduction to Mineral Processing. New York: John Wiley
& Sons Incorporated.

Han, M. C. F. a. K. N., 2003. Principles of mineral processing. Colorado: Society for


Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc. (SME).

Lucka, M. 2016. Retsch Solution in Milling & Sieving. Germany

Rattanakawin, C., and R. Hogg. 1998. Aggregate Size Distributions in Flocculation.


Paper presented at the 72nd American Chemical Society Colloid and Surface Science
Symposium, The Pennsylvania State University
T.J. Napier-Munn, S. M. R. M. T. K., 1999. Mineral Comminution Circuits. Australia:
Julius Kruttschnitt Mineral Research Centre.

Wills, B. A., 1988. Mineral Processing Technology. Oxford: Pergamon Press.

55

Anda mungkin juga menyukai