Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

DI SUSUN OLEH:

DEWI WULAN PERTIWI

201702020A

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SORONG 2021
A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakan fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap.
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
teradi fraktur maka jaringan lemak disekitarnya juga sering kali terganggu, radiografi
(Sinar-X) dapat menunjukkan kebaradaan cedera tulang tetapi tidak mampu
menunjukkan otot atau ligament yang robek, syaraf yang putus atau pembuluh darah
yang pecah yang dapat menjadi komplikasi dari pemulihan kesehatan klien. (Black Joyce
M, 2013 : 643)
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontiunitas struktur
tulangdan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya (Burner & Suddart:250)
Fraktur atau patah tulang merpakan suatu kondisi terputusnya kontiuitas jaringan
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma, untuk mendeteksi adanya
cedera tulang dapat menggunakan radiografi (Sinar-X) namun sistem ini tidak mampu
menunjukkan otot ligament yang robek dan syaraf yang terputus.

B. Etiologi fraktur
1) Kekerasan langsung
Kekersan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring
2)   Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan
3)   Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
C. Klasifikasi
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara.bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi. Metode
klasifikasi paling sederhana adalah bedasarkan pada apakah fraktur tertutup ataupun
terbuka, berikut adalah klasifikasi fraktur :
a) Klasifikasi Klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur), memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cidera atau tidak ada hubungan antara fragmen dan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (compound fraktur), dicirikan oleh adanya robekan kulit di atas
cedera tulang atau terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan dikulit. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada
fraktur terbuka yang dibagi berdasarkan keparahannya.
a. Derajat I. Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal.
b. Derajat II. Luka lebih dari 2cm; Kontaminasi sedang.
c. Derajat III. Luka melebihi 6 hingga 8 cm; ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, dan tendon; serta kontaminasi banyak.
3. Fraktur dengan komplikasi, missal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi
tulang.
b) klasifikasi radiologis
1.  Lokalisasi; diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi.
2. Konfigurasi; Fraktur Tranfersal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur Z, fraktur
segmental, fraktur komunitif, (lebih dari deaf ragmen), fraktur baji biasanya pada
vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah, fraktur
epifis.
3. Menurut ekstensi; Fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus,
fraktur garis rambut , fraktur green stick.
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya; tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan ekternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang., maka trejadi trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medulla
tulang.Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.jaringan yang
mengalami nekrosis ini mendtimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leokosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Rosyidi, 2013 : 36)

 Factor-faktor yang mempengaruhi fraktur


a. Factor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantungterhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.. (Rosyidi, 2013 : 36)
b. Factor intrinsic
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur sepertti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.(Rosyidi, 2013 : 36).

E. Manifestasi klinis
Mendiagnosis frakturur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan, fisik dan temuan radiologis. Beberapa fraktur tampak jelas; beberapa
lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (Sinar-X)
Berikut adalah hal hal yang sering ditemukan :
1. Deformitas, pembekakan dari perdarahan local dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai , deformitas
transional  atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan, edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan
berosa lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (Ekimosis), memar terjadi akibat perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4.  Spasme otot, sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alamai untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri, jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur;
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda dari masing masing klien. Nyeri
biasanya terus menerus, meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur sekitar.
6. Ketegangan, ketegangan di atas fraktur terjadi karena cidera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi, hilangnya fungsi yang karena nyeri yang diseabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
terjadi karena cidera syaraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi, manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian
tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara
deritan.
9. Perubhan neurovascular, cedera neurovasklar terjadi karena adanya kerusakan syaraf
perifer atau struktur faskuler yang terkait. Klien dapat mengeluh rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok, fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyinya dapat menyebabkan syok.

F. Pemeriksaan penunjang
Radiologi merupakan metode umum untuk mengkaji fraktur, penggunaan posisi
radiologis yang tepat sangat penting untuk mengkaji kecurigaan fraktur dengan tepat.dua
posisi (anterioposterior dan lateral) yang diambil pada sudut yang tepat merupakan
jumlah minimal yang diperlukan untuk pengkajian fraktur, dan gambar tersebut harus
mencangkup sendi di atas dan di bawah lokasi fraktur untuk mengidentifikasi adanya
dislokasi atau sublikasi. Temuan rontgen yang tidak normal antara lain edema jaringan
lunak atau pergeseran udara kerena pergeseran tulang setelah cidera. Radiografi dari
tulang yang patah akan menunjukkan perubahan pada kontur normalnya dan dirupsi dari
hubungan sendi normal. Garis fraktur akan tampak radiolusen. Radiologi biasanya
dilakukan sebelum reduksi fraktur, setelah reduksi, dan kemudian secara periodic saat
penyembuhan tulang.
Tomografi computer (computed tomography [CT]) dapat digunakan untuk mengetahui
adanya fraktur. Keuntungan dari CT adalah kita bisa melihat gangguan (hematoma) pada
struktur lain (pembuluh darah).

G. Penatalaksanaan
a. Reduksi Fraktur
reduksi fraktur adalah manipulasi tulang untuk mengembalikan kelurusan, posisi,
dan panjang dengan mengembalikan fragmen tualang sedekat mungkin. Reduksi juga
disebut dengan bone setting, mengurangi tekanan atau tarikan pada saraf dan
pembuluh drah, oleh Karena itu reduksi sangat menyakitkan dan dibutuhkan sedasi
atau anastesi local atau umum.
b. Reduksi Tertutup
Untuk melakukan reduksi tertutup, seorang tenaga medis memberikan traksi
manual untuk menggerakkan fragmen tulang dan mengembalikan kelurusan tulang.
Reduksi tertutup harus dilakukan segera setelah ciderauntuk meminimalkan resiko
kehilangan fungsi, untuk mencegah atau menghambat terjadinya artritis traumatic,
dan meminimalkan efek deformitas dari cedera tersebut. Reduksi fraktur bukan
prosedur darurat, dan kelangsungan hidup klien tidak boleh diabaikan dengan
melakukan reduksi dini.
c. Reduksi Terbuka dan fiksasi internal
Beberapa fraktur memiliki terlalu banyak serpihan tulang. Memiliki cedera
neurovascular, atau tidak dapat lurus dengan baik hingga sembuh setelah reduksi
tertutup. Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur
disejajarkan. Reduksi terbuka sering dkombinasikan dengan fiksasi internal untuk
fraktur femur dan sendi. Skrup, plat, pin, kawat, atau paku dapat digunakan untuk
menjaga kelurusan dari fragmen fraktur . batang logam dapat ditempatkan melalui
fragmen fragmen tulang atau difiksasi terhadap sisi tulang, atau dapat dimasukkan
langsung di dalam rongga medullaris tulang. Fiksasi internal memberikan imobilisasi
dan membantu mencegah deformitas, namun bukan suatu pengganti untuk
penyembuhan tulang, jika penyembuhan gagal, alat fiksasi internal dapat menjadi
longgar atau pecah karena adanya tekanan.
d. Reduksi Eksternal
Begantung pada kondisi klien dan intruksi dokter, mungkin akan digunakan alat
fiksasi eksternal untuk imobilisasi fragmen fraktur. Misalnya kerusakan jaringan
lunak menghalangi penggunaan gips, fiksasi eksternal dapat diindikasikan untuk
imobilisasi fraktur. Alat fiksasi eksternal menjaga posisi untuk fraktur fraktur yang
tidak stabil dan untuk otot otot yang melemah, dan alat tersebut dapat menjaga area
area dengan infeksi jaringan atau tulang.
e. Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap baian tubuh yang cedera atau kepada
tungkai, sementara kontraksi akan menarik kearah yang berlawanan. Gaya tarik ini
yang dapat dicapai dengan menggunakan tangan atau lebih umum dengan pemberian
beban.
H. PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru di antara ujung patahan tulang .tulang baru dibentuk oleh aktifitas sel-sel
tulang .ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu :
a. Stadium satu – pembentukan hematoma
b. Stadium dua – proliferasi seluler
c. Stadium tiga – pembentukan kalus
d. Stadium empat – konsolidasi
e. Stadium lima – remodeling
I. Komplikasi
 Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam.
e. Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

 Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

J. Pengkajian
Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1. Identitas Klien: Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama,bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi,golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2. Keluhan Utama: Pada umumnya keluhan utama pada kasus


fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan.

3. Riwayat Penyakit Sekarang: Pengumpulan data yang dilakukan


untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu: Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan


penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung.

5. Riwayat Penyakit Keluarga: Penyakit keluarga yang berhubungan


dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetic.

6. Riwayat Psikososial: Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit

yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan: Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup
Sehat, Pola Nutrisi dan Metabolisme, Pola Eliminasi, pola aktivitas,
Pola Persepsi dan Konsep Dir, Pola Sensori dan Kognitif:
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Kesadaran penderita, keadaan penyakit, TTV.
c.Pemeriksaan head to toe: pemeriksaan dari kepala hingga kaki.
d. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Radiologi
 Pemeriksaan Laboratorium

2. Diagnose keperawatan
 Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
 Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Intervensi keperawatan
Dx 1 Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan
santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat,
menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual.
Intervensi:
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau
traksi 2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional).
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. 7.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Rasional: (Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi. Meningkatkan aliran balik


vena, mengurangi edema/nyeri. Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan
sirkulasi vaskuler. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal
dan kelelahan otot. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama. Menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri. Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik
secara sentral maupun perifer. Menilai perkembangan masalah klien.)
Dx 2 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam.
Intervensi:
1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
Rasional: (Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
Meminimalkan kontaminasi. Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan
secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah
infeksi tetanus.)

Dx 3 Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera


vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral
hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.

Intervensi :
1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal
cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal
cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.

Rasional : (Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi. Mencegah stasis
vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk. Meningkatkan
drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri
yang menyebabkan penurunan perfusi. Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk
menurunkan trombus vena. Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya
intervensi sesuai keadaan klien.)
Daftar pustaka

Brunner&Suddarth.2014.KEERAWATAN MEDIKAL BEDAH.Jakarta.EGC


Nurarif, Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
http://stikeswh.ac.id/psik/files/Askep_Fraktur.pdf

Anda mungkin juga menyukai