Abstract:
This research is conducted to describe the process of thinking and to analyze students'
difficulties in solving mathematical problems based on Polya measures in terms of
adversity quotient. This research is a descriptive qualitative research. The subjects
are three students of class IX SMPN 1 Banda Aceh consisting. The selection of
subjects using purposive sampling and based on the level of AQ (climber, camper, and
quitter) and smooth communication (oral and written) students. Data collected by
using task-based interviews, then triangulation to check the validity of the data. Data
were analyzed using the concept of Miles and Huberman: data reduction, data
presentation, and conclusion. The results showed that (1) subject climber thinking
process of assimilation to understand, plan completion, and recheck problem solving;
(2) the subject camper also think assimilation process in understanding, plan
completion, and recheck problem solving; (3) the subject quitter think assimilation
process once accommodation in understanding and implementing the plan
troubleshooting.
Keywords: Process Thinking, Problem Solving, Steps Polya, Adversity Quotient (AQ).
Abstrak:
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan proses berpikir dan menganalisis kesulitan
siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan pengukuran Polya
ditinjau dari Adversity Quotient (AQ). Penelitian ini merupakan penelitian deskirptif
kualitatif dengan subjek penelitian adalah siswa dari kelas IX SMP N 1 Banda Aceh
tediri dari tiga siswa. Pemilihan subjek penelitian menggunakan metode purposive
sampling dan berdasarkan tingkatan AQ (climber, camper, dan quitter) dan
komunikasi (lisan dan tertulis). Pengumpulan data menggunakan wawancara berbasis
tugas, dan triangulasi untuk mengecek validitas data. Data dianalisis menggunakan
konsep dari Miles dan Huberman: yaitu tahap pengurangan data, presentasi data, dan
kesimpulan. Hasil menunjukkan bahwa: (1) Proses berpikir dari subjek climber yaitu
secara asimilasi dalam memahami, merencanakan penyelesaian, .serta mengecek
kembali; (2) Subjek camper juga berpikir secara asimilasi pada tahap memahami
masalah, merencanakan penyelesaian, dan mengecek kembali; (3) subjek quitter
berpikir secara akomodasi dalam memahami masalah dan menyelesaikan masalah.
Kata kunci: Proses Berpikir, Pemecahan Masalah, Tahap Polya, Adversity Quotient
(AQ)
42
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama
43
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
45
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
sangat baik, ada siswa yang menunjukkan cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk
kemampuan yang biasa saja, dan ada siswa mencapai puncak keberhasilan.
yang mengalami kesulitan. Hal ini
Adapun deskripsi skor berdasarkan
dikarenakan, seseorang dapat
tipe AQ menurut Stoltz (2000) adalah: skor
memecahkan suatu masalah dengan baik
166-200 dikategorikan climber, skor 135-
apabila didukung oleh kemampuan
165 dikategorikan camper menuju climber,
menghadapi rintangan yang baik pula. Dari
skor 95-134 dikategorikan camper, skor
sinilah Adversity Quotient (AQ) dianggap
60-94 dikategorikan quitter menuju
memiliki peran penting dalam
camper, dan skor 0-59 dikategorikan
memecahkan masalah.
quitter. Apabila dikaitkan dengan tingkat
AQ merupakan kemampuan yang AQ yang dimiliki siswa, dimungkinkan
ada pada diri seseorang dalam menghadapi bahwa siswa dengan tingkat AQ berbeda
suatu masalah dan mencari penyelesaian tentunya juga akan berbeda dalam proses
dari masalah tersebut. Menurut Stoltz berpikirnya.
(2000), AQ adalah kecerdasan seseorang
Hal ini didukung oleh penelitian
dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan
Supardi (2013), yang menyatakan bahwa
secara teratur dan dapat menjadi indikator
terdapat pengaruh AQ terhadap prestasi
untuk melihat seberapa kuatkah
belajar matematika. Dengan kata lain,
seseorang dapat terus bertahan dalam
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
suatu masalah yang sedang dihadapinya.
tingkat AQ siswa, maka semakin tinggi
AQ terdiri dari tiga tipe, yaitu (1) climbers,
pula prestasi belajar matematikanya, dan
merupakan sekelompok orang yang selalu
sebaliknya, semakin rendah tingkat AQ
berupaya mencapai puncak kesuksesan,
siswa, maka semakin rendah pula prestasi
siap menghadapi rintangan yang ada, dan
belajar matematikanya. Hasil penelitian
selalu membangkitkan dirinya pada
Sudarman (2011) juga menyimpulkan
kesuksesan, (2) campers, merupakan
bahwa siswa yang memiliki AQ rendah
sekelompok orang masih ada keinginan
(quitter) menghindar dari tugas atau
untuk menanggapi tantangan yang ada,
masalah yang diberikan dan dia kurang
tetapi tidak mencapai puncak kesuksesan
bersemangat mengerjakan tugas yang
dan mudah puas dengan apa yang sudah
diberikan.
dicapai, dan (3) quitters, merupakan
sekelompok orang yang lebih memilih
METODE
menghindar dan menolak kesempatan yang
ada, mudah putus asa, mudah menyerah, Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif yang subjek
46
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016
penelitiannya adalah siswa kelas IX SMPN tahap reduksi data, tahap penyajian data,
1 Banda Aceh yang terdiri dari tiga siswa. dan tahap penarikan kesimpulan.
Pemilihan subjek menggunakan teknik
pemilihan sampel bertujuan (purposive
HASIL DAN PEMBAHASAN
sampling) dan didasarkan pada tingkat AQ
(climber, camper, dan quitter) dan Proses Berpikir Siswa dalam
Memecahkan Masalah Matematika
kelancaran komunikasi (lisan dan tulisan)
Ditinjau dari Adversity Quotient
siswa. Untuk pengelompokan siswa ke
dalam tiga kategori AQ digunakan angket 1. Proses Berpikir Siswa Climber
Adversity Response Profile (ARP) yang
Dalam memecahkan masalah
dijawab oleh 44 siswa. Dalam penelitian
matematika, subjek climber melakukan
ini, instrumen utama adalah peneliti
proses berpikir secara asimilasi dalam
sendiri. ARP, soal tes pemecahan masalah
memahami masalah, karena subjek climber
matematika dan pedoman wawancara
dapat mengungkapkan informasi-informasi
sebagai instrumen pendukung.
yang diketahui dan ditanya dari masalah
Pengumpulan data dalam yang diberikan dengan benar dan lancar.
penelitian ini dilakukan dengan Selain itu, dalam memahami masalah
menggunakan metode wawancara berbasis matematika subjek climber juga dapat
tugas yang dilakukan oleh peneliti sendiri memberikan definisi dari prisma dan tinggi
kepada setiap subjek ketika menyelesaikan limas untuk memberi titik terang mengenai
soal pemecahan masalah dengan langkah- kecukupan data.
langkah Polya. Untuk memeriksa
Dalam hal ini, subjek climber
keabsahan data yang diperoleh maka
sudah dapat mengasimilasi informasi
digunakan uji kredibilitas data dengan cara
ketika ia diminta untuk memahami
triangulasi. Triangulasi yang digunakan
masalah yang diberikan, karena subjek
dalam penelitian ini adalah triangulasi
climber dapat menyebutkan yang diketahui
waktu, dimana peneliti melakukan
dan yang ditanyakan dengan lancar. Berarti
pengecekan wawancara subjek pada waktu
subjek climber dapat mengintegrasikan
yang berbeda dengan soal tes pemecahan
langsung informasi yang baru diperoleh ke
masalah (TPM) yang berbeda, namun
dalam skema yang telah ada dipikirannya.
antara TPM-1 dengan TPM-2 memiliki
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
karakteristik yang sama. Teknik analisis
Suparno (2001) bahwa asimilasi adalah
data yang digunakan dalam penelitian ini
proses kognitif yang dengannya seseorang
adalah analisis data kualitatif mengikuti
mengintegrasikan persepsi, konsep, atau
konsep Miles dan Huberman (1992), yaitu
47
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
pengalaman baru ke dalam skema yang subjek climber sudah dapat mengasimilasi
sudah ada dalam pikirannya. Hal ini juga dan mengintegrasikan langsung informasi
senada dengan yang dikemukakan oleh yang baru diperoleh ke dalam skema yang
Gage dan Berliner (1984), bahwa telah ada dipikirannya dalam
assimilation is the process of changing melaksanakan rencana penyeselesaian
what is perceived so that is fits presents masalah matematika. Hal ini senada
cognitive structures. dengan pernyataan Ormrod (2008:41)
bahwa “asimilasi merupakan proses
Dalam menyusun rencana
merespon terhadap suatu objek atau
penyelesaian masalah matematika, subjek
peristiwa sesuai dengan skema yang telah
climber juga melakukan proses berpikir
dimiliki”.
secara asimilasi, karena subjek climber
sudah dapat mengintegrasikan langsung Proses berpikir secara akomodasi
informasi yang baru diperoleh ke dalam dilakukan karena subjek climber
skema yang ada dipikirannya. Hal ini mengalami kesulitan dan bahkan salah di
dikarenakan juga subjek climber sudah dalam memahami pertanyaan: jika piala
dapat menyebutkan dengan lancar strategi adipura akan diberikan kepada 20 kota di
yang dipilih, dapat menggunakan semua tahun 2015, maka hitunglah volume
data dengan memilih data untuk keseluruhan emas dan perak yang
menyelesaikan masalah, dan dapat dibutuhkan?. Setelah diminta untuk dibaca
meyakini serta memutuskan rencana yang dan dipahami lagi secara teliti, subjek
akan digunakan untuk menyelesaikan climber dapat memahami maksud soal
masalah. pada permasalahan yang kedua. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Suparno (2001)
Dalam melaksanakan rencana
bahwa akomodasi terjadi jika seseorang
penyelesaian masalah matematika, secara
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman
umum subjek climber melakukan proses
baru yang diperoleh dengan skema yang
berpikir asimilasi dan sebagian kecil
sudah ada, disebabkan pengalaman baru itu
melakukan proses berpikir secara
tidak sesuai dengan skema yang telah ada.
akomodasi. Proses berpikir secara asimilasi
dilakukan karena subjek climber secara Dalam memeriksa kembali
umum dapat melaksanakan dengan lancar penyelesaian masalah matematika, subjek
setiap langkah penyelesaian dan algoritma climber melakukan proses berpikir secara
perhitungan yang dilakukan juga sudah asimilasi, karena langkah pemeriksaan
benar. Subjek climber juga sudah memiliki kembali yang dilakukan sudah sesuai
skema tentang rencana penyelesaian dengan indikator proses berpikir asimilasi.
masalah yang diberikan. Dengan demikian Subjek climber sudah dapat memeriksa
48
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016
kesesuaian hasil dengan data yang masalah matematika subjek camper juga
diketahui dan dapat memutuskan serta dapat memberikan definisi dari prisma dan
yakin jawaban akhir adalah benar. Dengan tinggi limas untuk memberi titik terang
demikian dapat dikatakan bahwa subjek mengenai kecukupan data.
climber mampu mengasimilasi dan
Kelancaran subjek camper dalam
mengintegrasikan langsung informasi yang
menyebutkan yang diketahui dan yang
baru diperoleh ke dalam skema yang ada di
ditanyakan menunjukkan ia sudah dapat
dalam pikirannya.
mengasimilasi dari setiap informasi ketika
Berdasarkan hasil wawancara dan ia diminta untuk memahami masalah yang
uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam diberikan. Berarti subjek camper sudah
memecahkan masalah matematika, subjek dapat mengintegrasikan langsung
climber tidak pernah mengeluh dan informasi yang baru diperoleh ke dalam
menghindar dari masalah yang diberikan. skema yang ada dipikirannya. Hal ini
Jika subjek climber mengalami kesulitan sesuai dengan yang dikemukakan oleh
dan keraguan dalam memecahkan masalah, Blake dan Pope (2008) bahwa asimilasi
subjek climber tidak pernah putus asa dan adalah proses pengintegrasian masalah
terus berusaha untuk dapat menyelesaikan yang dihadapi ke dalam struktur kognitif
masalah tersebut. Hal ini sejalan dengan yang sudah ada sebelumnya, karena
teori dari Stoltz (2000) yang menyatakan struktur masalah yang dihadapi sesuai
bahwa orang dengan tipe climber adalah dengan skema yang sudah dimiliki.
orang yang selalu berusaha untuk
Dalam menyusun rencana
mencapai tujuan dan puncak kesuksesan,
penyelesaian masalah matematika, subjek
bahkan ia siap menghadapi rintangan yang
camper juga melakukan proses berpikir
ada ibarat orang yang bertekad mendaki
secara asimilasi. Karena subjek camper
gunung sampai ke puncak.
sudah dapat menyebutkan dengan lancar
rencana penyelesaian yang akan digunakan
dan sudah dapat mengintegrasikan
2. Proses Berpikir Siswa Camper
langsung setiap informasi yang baru
Dalam memahami masalah
diperoleh ke dalam skema yang ada
matematika yang diberikan, subjek camper
dipikirannya. Selain itu, subjek camper
melakukan proses berpikir secara asimilasi.
juga sudah dapat menggunakan semua data
Hal ini dikarenakan subjek camper dapat
dengan memilih data untuk menyelesaikan
mengidentifikasi langsung dari setiap yang
masalah dan dapat meyakini serta
diketahui dan ditanya dengan benar dan
memutuskan rencana yang akan digunakan
lancar. Selain itu, dalam memahami
49
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
jawaban yang diperolehnya. Hal ini sesuai lancar rencana penyelesaian yang dipilih,
dengan teori dari Stoltz (2000) yang dapat menggunakan semua data dengan
menyatakan bahwa orang dengan tipe memilih data untuk menyelesaikan
camper adalah orang yang mudah puas masalah, dan dapat meyakini serta
dengan apa yang sudah dicapai, sehingga memutuskan rencana yang akan digunakan
kerap mengabaikan kemungkinan- untuk menyelesaikan masalah yang
kemungkinan yang bakal didapat. diberikan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Piaget (1969:6) “the filtering
or modification of the input is called
3. Proses Berpikir Siswa Quitter
assimilation
Dalam memahami masalah yang
Pada langkah melaksanakan
diberikan, subjek quitter melakukan proses
rencana penyelesaian masalah matematika,
berpikir secara asimilasi sekaligus
subjek quitter pada umumnya melakukan
akomodasi. Hal ini dikarena subjek quitter
proses berpikir secara akomodasi dan
dapat mengidentifikasi langsung setiap
sebagian kecil melakukan proses berpikir
yang diketahui dan ditanya pada soal.
secara asimilasi. Pada umumnya proses
Meskipun subjek quitter juga mengalami
berpikir akomodasi dilakukan karena
kesilapan dalam memahami permasalahan
secara umum subjek quitter kurang lancar
yang pertama karena lupa menyebutkan
dalam melaksanakan beberapa langkah
salah satu yang diketahui pada soal dan
penyelesaiannya, baik kesalahan konsep,
tidak lengkap serta kurang lancar dalam
kesilapan, dan kelupaan terhadap beberapa
memberikan definisi dari prisma dan tinggi
konsep matematika.
limas untuk memberi titik terang mengenai
Sementara proses berpikir secara
kecukupan data.
asimilasi dilakukan karena algoritma
Dalam menyusun rencana
perhitungan yang dilakukan oleh subjek
penyelesaian masalah matematika, subjek
quitter sebagian sudah benar. Subjek
quitter melakukan proses berpikir secara
quitter juga sudah memiliki skema tentang
asimilasi karena subjek quitter dapat
rencana penyelesaian masalah yang
menyebutkan dengan lancar rencana
diberikan dan dapat memutuskan rencana
penyelesaian yang akan digunakan. Berarti
apa yang akan dilaksanakan terlebih
subjek quitter sudah dapat
dahulu. Hal ini sesuai dengan pernyataan
mengintegrasikan langsung setiap
Gage dan Berliner (1984), bahwa
informasi yang baru diperoleh ke dalam
assimilation is the process of changing
skema yang ada dipikirannya. Karena
subjek quitter sudah menyebutkan dengan
51
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
53
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
Kesulitan dan kesalahan yang dilakukan siswa kurang teliti dalam memecahkan
oleh subjek quitter senada dengan hasil masalah, dan (2) siswa kesulitan
penelitian Muzangwa dan Chifamba (2012) memahami beberapa makna soal dari
bahwa miskonsepsi merupakan salah satu masalah yang diberikan.
akibat dari pemahaman yang buruk
terhadap konsep dari materi tersebut.
SIMPULAN
Subjek camper juga mengalami
Dari analisis dan pembahasan yang telah
kesulitan dalam memecahkan
diuraikan, maka dapat ditarik simpulan
permasalahan yang kedua, yaitu kesulitan
sebagai berikut: (1) Proses berpikir secara
dalam menggunakan sifat pangkat pada
asimilasi dilakukan oleh subjek climber
bentuk akar dan terjadi kesilapan ketika
dan camper dalam memahami, menyusun
mensubtitusikan volume emas dan piala.
rencana penyelesaian, dan memeriksa
Kesulitan dalam menggunakan sifat
kembali penyelesaian masalah. Sementara
pangkat pada bentuk akar disebabkan
subjek quitter melakukan proses berpikir
subjek camper telah lupa konsep.
secara asimilasi dalam menyusun rencana
Pada permasalahan kedua, ketiga penyelesaian dan memeriksa kembali
subjek (climber, camper, quitter) juga penyelesaian masalah. (2) Proses berpikir
kesulitan dalam memahami makna soal: secara asimilasi dan akomodasi dilakukan
jika piala adipura akan diberikan kepada oleh subjek climber dan camper dalam
20 kota di tahun 2015, maka hitunglah melaksanakan rencana penyelesaian
volume keseluruhan emas dan perak yang masalah. Sementara subjek quitter
dibutuhkan?. Hal ini sesuai dengan melakukan proses berpikir secara asimilasi
pernyataan Lerner (1981), bahwa kesulitan dan akomodasi dalam memahami dan
dalam bahasa dan membaca termasuk salah melaksanakan rencana penyelesaian
satu karakteristik siswa yang berkesulitan masalah. (3) Kesulitan yang dialami oleh
dalam belajar matematika. subjek climber dalam memecahkan
masalah matematika adalah kesulitan
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dalam memahami beberapa makna soal
diketahui bahwa kesulitan yang dialami
dari masalah yang diberikan. Kesulitan
siswa dalam memecahkan masalah
yang dialami oleh subjek camper dalam
matematika ditinjau dari AQ disebabkan:
memecahkan masalah matematika
(1) siswa belum memahami dengan baik
disebabkan lupa konsep, kesulitan
dan lupa konsep prisma, limas, limas
memahami makna soal dari masalah yang
terpancung, garis/bidang sejajar,
diberikan dan terkadang juga kurang teliti
kesebangunan, dan operasi bentuk akar, (2)
ketika memecahkan masalah. Sementara
54
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016
kesulitan yang dialami oleh subjek quitter An, S., & Wu, Z. (2012). Enhanching
Mathematics Teachers’ Knowledge
dalam memecahkan masalah matematika
of Students’ Thinking from
disebabkan belum memahami dengan baik Assessing and Analyzing
Misconceptions in Homework.
beberapa konsep dalam matematika,
International Journal of Science
kesulitan memahami makna soal dari and Mathematics Education, 10,
717-753.
masalah yang diberikan dan kurang teliti
Blake, B., & Pope, T. (2008).
ketika memecahkan masalah.
Developmental Psychology:
Incorporating Piaget’s and
Berdasarkan simpulan di atas,
Vygotsky’s Theories in
maka disarankan beberapa hal sebagai Classrooms. Journal of Cross-
Disciplinary Perspectives in
berikut: (1) Dalam pembelajaran
Education, 1 (1), 59-67.
matematika, guru hendaknya membiasakan
Firmanti, P. (2014). The Process of
siswa dalam menyelesaikan permasalahan Deductive Thinking at 8th Grade
Students with High Math Skill in
yang berkaitan dengan problem solving
Completing Geometric Proof.
dengan tahapan penyelesaian masalah yang Proceeding of International
Conference on Research,
ditawarkan oleh Polya. (2) Dalam
Implementation and Education of
pembelajaran matematika, guru hendaknya Mathematics and Sciences 2014,
Yogyakarta State University, 391-
memperhatikan proses berpikir siswa
398.
ketika menyelesaikan masalah matematika.
Gage, N. L. & Berliner, D. (1984).
(3) Dalam pembelajaran matematika, guru Educational Psychology Third
Edition. Boston: Houghton Mifflin
hendaknya memperhatikan kemampuan
Company.
siswa dalam mengatasi kesulitan (tipe AQ Harian Kompas, ( 14 Desember 2012).
siswa). (4) Dalam pembelajaran Prestasi Sains dan Matematika
Indonesia Menurun.
matematika, guru dapat menjadikan tipe
_______, (5 Desember 2013). Skor PISA:
AQ siswa sebagai salah satu alternatif di Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru
dalam membentuk kelompok belajar. (5) Kunci.
Dalam pembelajaran matematika, guru Herawati, S. (1994). Penelusuran
Kemampuan Siswa Sekolah Dasar
harus dapat memberikan motivasi dan dalam Memahami Bangun-bangun
perhatian yang lebih kepada siswa tipe Geometri. (Studi Kasus di kelas V
SD No. 4 Purus Selatan). Tesis
quitter ketika menyelesaikan soal magister, tidak diterbitkan, IKIP
pemecahan masalah. Malang.
DAFTAR PUSTAKA
55
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
Jazuli, A. (2009). Berpikir Kreatif dalam Prakitipong, N., & Nakamura, S. (2006).
Kemampuan Komunikasi Analysis of Mathematics
Matematika. Prosiding Seminar Performance of Grade Five
Nasional Matematika dan Students in Thailand Using
Pendidikan Matematika Jurusan Newman Procedure. Journal of
Pendidikan Matematika FMIPA International Cooperation in
UNY, Volume 2, 209-220. Education, 9(1), 111-122.
Lerner, J. W .(1981). Learning disabilities Santrock, J. W. (2009). Psikologi
: Theories, diagnosis, dan teaching Pendidikan. Jakarta: Salemba
strategies. Boston: Houghton Humanika.
Mifflin Company.
Serambi Nasional, (7 Desember 2013).
Miles, M. B., & Huberman. A. (1992) . Mutu Pendidikan RI Terendah di
Analisis Data Kualitatif. Dunia.
Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi
Siswono, T. Y. E. (2002). Proses Berpikir
Rohidi. Jakarta: Unversitas
Siswa dalam Pengajuan Soal.
Indonesia.
Konferensi Nasional Matematika
Muzangwa, J., & Chifamba, P. (2012). XI, 22-25 Juli 2002, Malang.
Analyis of Errors and
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan
Misconceptions in the Learning of
Matematika di Indonesia:
Calculus by Undergraduate
Konstatasi Keadaan Masa Kini
Students. Acta Didactica
Menuju Harapan Masa Depan.
Napocencia, 5(2), 1-10.
Jakarta: Direktorat Jenderal
NCTM. (2010). Why is Teaching with Pendidikan Tinggi Departemen
Problem Solving Important to Pendidikan Nasional.
Student Learnig?. Diakses pada
Soedjono. (1994). Diagnosis Kesulitan
tanggal 28 Februari 2014, dari
Belajar dan Pengajaran Remedial
http://www.nctm.org
Matematika. Jakarta: Depdikbud.
/Research_brief_14_-
_Problem_Solving.pdf Someren, V., Maarten, W.Y.F.B., &
Jacobijn A.C.S. (1994). The Think
Ngilawajan, D. A. (2013). Proses Berpikir
Aloud Method: A Pratical Guide
Siswa SMA dalam Memecahkan
to Modelling Cognitive Processes.
Masalah Matematika Materi
London: Academic Press.
Turunan Ditinjau dari Gaya
Kognitif Field Independent dan Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient:
Field Dependent. Pedagogia, 1 (2), Mengubah Hambatan Menjadi
71-83. Peluang. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan
(Membantu Siswa Tumbuh dan Sudarman. (2011). Proses Berpikir Siswa
Berkembang). Penerjemah: Amitya Quitter pada Sekolah Menengah
Kumara. Jakarta: Erlangga. Pertama dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika. Edumatica,
Piaget, J., & Inhelder, B. (1969). The
1 (2), 15-24.
Psychology of the Child. London
and Henley: Routledge & Kegan Supardi, U. S. (2013). Pengaruh Adversity
Paul Quotient Terhadap Prestasi Belajar
Matematika. Formatif, 3(1), 61-71.
Polya, G. (1973). How to Solve It: A New
Aspect of Mathematical Method. Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan
New Jersey: Priceton University Kognitif Jeans Piaget. Yogyakarta:
Press. Kanisius.
56
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016
57
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…
58