Anda di halaman 1dari 17

PROSES BERPIKIR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DALAM

MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN


LANGKAH-LANGKAH POLYA DITINJAU DARI
ADVERSITY QUOTIENT

Muhammad Yani, M. Ikhsan, dan Marwan


Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
E-mail: muh4mm4d_y4n139@yahoo.com

Abstract:
This research is conducted to describe the process of thinking and to analyze students'
difficulties in solving mathematical problems based on Polya measures in terms of
adversity quotient. This research is a descriptive qualitative research. The subjects
are three students of class IX SMPN 1 Banda Aceh consisting. The selection of
subjects using purposive sampling and based on the level of AQ (climber, camper, and
quitter) and smooth communication (oral and written) students. Data collected by
using task-based interviews, then triangulation to check the validity of the data. Data
were analyzed using the concept of Miles and Huberman: data reduction, data
presentation, and conclusion. The results showed that (1) subject climber thinking
process of assimilation to understand, plan completion, and recheck problem solving;
(2) the subject camper also think assimilation process in understanding, plan
completion, and recheck problem solving; (3) the subject quitter think assimilation
process once accommodation in understanding and implementing the plan
troubleshooting.
Keywords: Process Thinking, Problem Solving, Steps Polya, Adversity Quotient (AQ).

Abstrak:

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan proses berpikir dan menganalisis kesulitan
siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan pengukuran Polya
ditinjau dari Adversity Quotient (AQ). Penelitian ini merupakan penelitian deskirptif
kualitatif dengan subjek penelitian adalah siswa dari kelas IX SMP N 1 Banda Aceh
tediri dari tiga siswa. Pemilihan subjek penelitian menggunakan metode purposive
sampling dan berdasarkan tingkatan AQ (climber, camper, dan quitter) dan
komunikasi (lisan dan tertulis). Pengumpulan data menggunakan wawancara berbasis
tugas, dan triangulasi untuk mengecek validitas data. Data dianalisis menggunakan
konsep dari Miles dan Huberman: yaitu tahap pengurangan data, presentasi data, dan
kesimpulan. Hasil menunjukkan bahwa: (1) Proses berpikir dari subjek climber yaitu
secara asimilasi dalam memahami, merencanakan penyelesaian, .serta mengecek
kembali; (2) Subjek camper juga berpikir secara asimilasi pada tahap memahami
masalah, merencanakan penyelesaian, dan mengecek kembali; (3) subjek quitter
berpikir secara akomodasi dalam memahami masalah dan menyelesaikan masalah.
Kata kunci: Proses Berpikir, Pemecahan Masalah, Tahap Polya, Adversity Quotient
(AQ)

42
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemampuan siswa Indonesia secara umum


teknologi yang lebih maju dan pesat tidak masih sangat rendah khususnya pada
terlepas dari peran matematika. Untuk itu, bidang studi matematika. Oleh sebab itu
manusia sebagai insan yang berhubungan perlu adanya perubahan dalam proses
langsung dengan kemajuan teknologi perlu pembelajaran matematika di Indonesia,
menguasai matematika. Namun, tercapai terutama upaya yang dilakukan guru guna
atau tidaknya tujuan pembelajaran mengatasi kesulitan siswa dalam
matematika salah satunya dapat dinilai dari menyelesaikan soal matematika. Salah satu
keberhasilan siswa dalam memahami upaya guru yaitu dengan cara melihat
matematika dan memanfaatkannya untuk bagaimana proses berpikir siswa ketika
menyelesaikan persoalan-persoalan menyelesaikan masalah matematika. Hal
matematika maupun ilmu-ilmu yang lain, ini diperlukan karena dengan memiliki
untuk itu perlu dilakukan evaluasi atau tes kemampuan berpikir yang baik, maka
hasil belajar siswa. Akan tetapi prestasi siswa akan lebih baik dalam memahami
belajar matematika bangsa Indonesia masih dan menguasai konsep-konsep matematika
rendah. yang dipelajarinya.

Data dari hasil Trends in Berkaitan dengan hal di atas,


International Mathematics and Science Soedjadi (2000) juga menyatakan bahwa
Study (TIMSS) pada tahun 2011 untuk objek dasar matematika yang merupakan
bidang studi matematika yang diikuti siswa fakta, konsep, relasi/operasi dan prinsip
kelas VIII, Indonesia berada di urutan ke- merupakan hal-hal yang abstrak sehingga
38 dengan skor 386 dari 42 negara yang untuk memahaminya tidak cukup hanya
siswanya diberi tes (Kompas, 2012). dengan menghafal tetapi dibutuhkan
Sedangkan data hasil PISA tahun 2012 adanya proses berpikir. Dengan demikian,
juga sangat mengejutkan bangsa Indonesia pembelajaran matematika sudah
dan semakin melengkapi rendahnya seharusnya memberikan penekanan pada
kemampuan siswa–siswa Indonesia proses berpikir siswa. Karena
dibandingkan dengan negara-negara lain. permasalahan yang mendasar yang dialami
Karena hasil PISA yang diumumkan siswa kita adalah rendahnya kualitas dalam
tanggal 4 Desember 2013 menempatkan proses berpikir matematika (Jazuli, 2009).
posisi Indonesia pada urutan ke-64 dari 65
Ngilawajan (2013) juga
negara partisipan (Kompas, 2013). Hasil
mengatakan bahwa banyak fakta di
PISA tahun 2012 menempatkan mutu
lapangan yang masih menunjukkan
pendidikan Indonesia terendah di dunia
pembelajaran matematika hanya terlihat
(Serambi Nasional, 2013). Dari data
sebagai suatu kegiatan yang monoton dan
empirik tersebut terlihat jelas bahwa
prosedural, yaitu guru menerangkan

43
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

materi, memberi contoh, menugaskan informasi bagi guru untuk dapat


siswa untuk mengerjakan latihan soal, merancang pembelajaran yang sesuai
mengecek jawaban siswa secara sepintas, dengan proses berpikir siswa, sebagaimana
selanjutnya membahas pemecahan soal yang dikatakan Shulman (An, 2012) bahwa
yang kemudian dicontoh oleh siswa. Aspek “knowledge of students’ thinking is a major
esensial dari pembelajaran, yaitu proses component of pedagogical content
berpikir siswa seolah-olah diabaikan. knowledge of mathematics teaching”.
Padahal salah satu peran guru dalam
Proses berpikir merupakan suatu
pembelajaran matematika menurut
kegiatan mental atau suatu proses yang
Yulaelawati (2004) adalah membantu
terjadi di dalam pikiran siswa pada saat
siswa mengungkapkan proses yang
siswa dihadapkan pada suatu pengetahuan
berjalan dalam pikirannya ketika
baru atau permasalahan yang sedang
menyelesaikan masalah matematika,
terjadi dan mencari jalan keluar dari
misalnya dengan cara meminta siswa
permasalahan tersebut. Sudarman
menceritakan langkah yang ada dalam
(Widodo, 2012) menyatakan bahwa proses
pikirannya. Hal ini diperlukan untuk
berpikir adalah aktivitas yang terjadi dalam
mengetahui kesalahan berpikir yang terjadi
otak manusia. Sementara Siswono
dan merapikan jaringan pengetahuan
(2002:45) menyatakan bahwa “proses
siswa. Karena proses berpikir siswa dapat
berpikir adalah suatu proses yang dimulai
berjalan dengan baik apabila terdapat peran
dengan menerima data, mengolah dan
serta guru dalam membantu siswa untuk
menyimpannya dalam ingatan yang
mendapatkan hasil yang baik dan benar
selanjutnya diambil kembali dari ingatan
sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu
saat dibutuhkan untuk pengolahan
contoh peran serta guru adalah dengan
selanjutnya”. Karena proses berpikir dalam
menanyakan kembali jawaban yang telah
belajar matematika adalah kegiatan mental
diperoleh siswa sesuai dengan apa yang
yang ada dalam pikiran siswa, maka
ada di pikirannya. Dengan demikian guru
Herbert (Herawati, 1994) menyatakan
akan mengetahui sampai dimana
bahwa untuk mengetahui bagaimana proses
pemahaman siswa terhadap materi yang
berpikir siswa dapat diamati melalui proses
sedang diajarkan, serta guru dapat
cara mengerjakan tes dan hasil yang ditulis
mengetahui kesalahan-kesalahan yang
secara terurut. Selain itu ditambah dengan
dilakukan siswa tersebut dalam
wawancara mendalam mengenai cara
menyelesaikan masalah matematika.
kerjanya.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
Proses berpikir seseorang dapat
siswa tersebut dapat dijadikan sumber
diamati melalui dua proses, yaitu asimilasi
44
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

(assimilation) dan akomodasi meningkatkan keahlian di dalam berpikir.


(accommodation). Menurut Piaget (1969:6) Someren (1994) juga menyatakan bahwa
“the filtering or modification of the input is pemecahan masalah melibatkan proses
called assimilation and the modification of berpikir dan melibatkan usaha penuh. Hal
internal schemes to fit reality is called ini mengartikan bahwa tanpa proses
accommodation”. Blake dan Pope (2008) berpikir dan tanpa usaha yang penuh,
juga mengatakan bahwa asimilasi adalah maka bukan dikatakan memecahkan
proses pengintegrasian masalah yang masalah. Lebih lanjut, NCTM (2010) juga
dihadapi ke dalam struktur kognitif yang menyatakan bahwa “problem solving plays
sudah ada sebelumnya, karena struktur an important role in mathematics and
masalah yang dihadapi sesuai dengan should have a prominent role in the
skema yang sudah dimiliki. Sementara mathematics education”.
akomodasi adalah proses perubahan
Dari beberapa pernyataan di atas,
struktur kognitif, karena struktur kognitif
dapat disimpulkan bahwa soal-soal
yang telah dimiliki belum sesuai dengan
pemecahan masalah dapat digunakan untuk
struktur masalah yang dihadapi.
melihat proses berpikir siswa dalam
Untuk dapat merangsang dan menyelesaikan masalah. Untuk
melatih kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah, Polya (1973)
pembelajaran matematika, maka guru perlu menawarkan suatu strategi yang terdiri atas
menggunakan cara atau teknik yang tepat empat langkah, yaitu memahami masalah
dalam pembelajaran yang dapat (understanding the problem), menyusun
merangsang siswa untuk menggunakan rencana penyelesaian masalah (devising a
segenap potensi berpikir yang dimilikinya. plan), melaksanakan rencana penyelesaian
Cara atau teknik yang tepat yang dapat masalah (carrying out the plan), dan
digunakan dalam pembelajaran untuk mengecek penyelesaian masalah (looking
melatih siswa berpikir sebagaimana yang back).
telah digunakan dan dibuktikan oleh para
Dalam memecahkan masalah
ahli melalui sejumlah penelitian adalah
matematika, setiap orang memiliki cara
melalui pemecahan masalah. Pehkonen
dan gaya berpikir yang berbeda-beda
(Ngilawajan, 2013) menyatakan bahwa
karena tidak semua orang memiliki
“problem solving has generally been
kemampuan berpikir yang sama.
accepted as means for advancing thinking
Terkadang dalam memecahkan masalah
skills”. Ini menunjukkan bahwa
matematika ditemukan bahwa ada siswa
pemecahan masalah telah dapat diterima
yang menunjukkan kemampuan yang
secara umum sebagai cara untuk

45
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

sangat baik, ada siswa yang menunjukkan cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk
kemampuan yang biasa saja, dan ada siswa mencapai puncak keberhasilan.
yang mengalami kesulitan. Hal ini
Adapun deskripsi skor berdasarkan
dikarenakan, seseorang dapat
tipe AQ menurut Stoltz (2000) adalah: skor
memecahkan suatu masalah dengan baik
166-200 dikategorikan climber, skor 135-
apabila didukung oleh kemampuan
165 dikategorikan camper menuju climber,
menghadapi rintangan yang baik pula. Dari
skor 95-134 dikategorikan camper, skor
sinilah Adversity Quotient (AQ) dianggap
60-94 dikategorikan quitter menuju
memiliki peran penting dalam
camper, dan skor 0-59 dikategorikan
memecahkan masalah.
quitter. Apabila dikaitkan dengan tingkat
AQ merupakan kemampuan yang AQ yang dimiliki siswa, dimungkinkan
ada pada diri seseorang dalam menghadapi bahwa siswa dengan tingkat AQ berbeda
suatu masalah dan mencari penyelesaian tentunya juga akan berbeda dalam proses
dari masalah tersebut. Menurut Stoltz berpikirnya.
(2000), AQ adalah kecerdasan seseorang
Hal ini didukung oleh penelitian
dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan
Supardi (2013), yang menyatakan bahwa
secara teratur dan dapat menjadi indikator
terdapat pengaruh AQ terhadap prestasi
untuk melihat seberapa kuatkah
belajar matematika. Dengan kata lain,
seseorang dapat terus bertahan dalam
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
suatu masalah yang sedang dihadapinya.
tingkat AQ siswa, maka semakin tinggi
AQ terdiri dari tiga tipe, yaitu (1) climbers,
pula prestasi belajar matematikanya, dan
merupakan sekelompok orang yang selalu
sebaliknya, semakin rendah tingkat AQ
berupaya mencapai puncak kesuksesan,
siswa, maka semakin rendah pula prestasi
siap menghadapi rintangan yang ada, dan
belajar matematikanya. Hasil penelitian
selalu membangkitkan dirinya pada
Sudarman (2011) juga menyimpulkan
kesuksesan, (2) campers, merupakan
bahwa siswa yang memiliki AQ rendah
sekelompok orang masih ada keinginan
(quitter) menghindar dari tugas atau
untuk menanggapi tantangan yang ada,
masalah yang diberikan dan dia kurang
tetapi tidak mencapai puncak kesuksesan
bersemangat mengerjakan tugas yang
dan mudah puas dengan apa yang sudah
diberikan.
dicapai, dan (3) quitters, merupakan
sekelompok orang yang lebih memilih
METODE
menghindar dan menolak kesempatan yang
ada, mudah putus asa, mudah menyerah, Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif yang subjek

46
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

penelitiannya adalah siswa kelas IX SMPN tahap reduksi data, tahap penyajian data,
1 Banda Aceh yang terdiri dari tiga siswa. dan tahap penarikan kesimpulan.
Pemilihan subjek menggunakan teknik
pemilihan sampel bertujuan (purposive
HASIL DAN PEMBAHASAN
sampling) dan didasarkan pada tingkat AQ
(climber, camper, dan quitter) dan Proses Berpikir Siswa dalam
Memecahkan Masalah Matematika
kelancaran komunikasi (lisan dan tulisan)
Ditinjau dari Adversity Quotient
siswa. Untuk pengelompokan siswa ke
dalam tiga kategori AQ digunakan angket 1. Proses Berpikir Siswa Climber
Adversity Response Profile (ARP) yang
Dalam memecahkan masalah
dijawab oleh 44 siswa. Dalam penelitian
matematika, subjek climber melakukan
ini, instrumen utama adalah peneliti
proses berpikir secara asimilasi dalam
sendiri. ARP, soal tes pemecahan masalah
memahami masalah, karena subjek climber
matematika dan pedoman wawancara
dapat mengungkapkan informasi-informasi
sebagai instrumen pendukung.
yang diketahui dan ditanya dari masalah
Pengumpulan data dalam yang diberikan dengan benar dan lancar.
penelitian ini dilakukan dengan Selain itu, dalam memahami masalah
menggunakan metode wawancara berbasis matematika subjek climber juga dapat
tugas yang dilakukan oleh peneliti sendiri memberikan definisi dari prisma dan tinggi
kepada setiap subjek ketika menyelesaikan limas untuk memberi titik terang mengenai
soal pemecahan masalah dengan langkah- kecukupan data.
langkah Polya. Untuk memeriksa
Dalam hal ini, subjek climber
keabsahan data yang diperoleh maka
sudah dapat mengasimilasi informasi
digunakan uji kredibilitas data dengan cara
ketika ia diminta untuk memahami
triangulasi. Triangulasi yang digunakan
masalah yang diberikan, karena subjek
dalam penelitian ini adalah triangulasi
climber dapat menyebutkan yang diketahui
waktu, dimana peneliti melakukan
dan yang ditanyakan dengan lancar. Berarti
pengecekan wawancara subjek pada waktu
subjek climber dapat mengintegrasikan
yang berbeda dengan soal tes pemecahan
langsung informasi yang baru diperoleh ke
masalah (TPM) yang berbeda, namun
dalam skema yang telah ada dipikirannya.
antara TPM-1 dengan TPM-2 memiliki
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
karakteristik yang sama. Teknik analisis
Suparno (2001) bahwa asimilasi adalah
data yang digunakan dalam penelitian ini
proses kognitif yang dengannya seseorang
adalah analisis data kualitatif mengikuti
mengintegrasikan persepsi, konsep, atau
konsep Miles dan Huberman (1992), yaitu

47
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

pengalaman baru ke dalam skema yang subjek climber sudah dapat mengasimilasi
sudah ada dalam pikirannya. Hal ini juga dan mengintegrasikan langsung informasi
senada dengan yang dikemukakan oleh yang baru diperoleh ke dalam skema yang
Gage dan Berliner (1984), bahwa telah ada dipikirannya dalam
assimilation is the process of changing melaksanakan rencana penyeselesaian
what is perceived so that is fits presents masalah matematika. Hal ini senada
cognitive structures. dengan pernyataan Ormrod (2008:41)
bahwa “asimilasi merupakan proses
Dalam menyusun rencana
merespon terhadap suatu objek atau
penyelesaian masalah matematika, subjek
peristiwa sesuai dengan skema yang telah
climber juga melakukan proses berpikir
dimiliki”.
secara asimilasi, karena subjek climber
sudah dapat mengintegrasikan langsung Proses berpikir secara akomodasi
informasi yang baru diperoleh ke dalam dilakukan karena subjek climber
skema yang ada dipikirannya. Hal ini mengalami kesulitan dan bahkan salah di
dikarenakan juga subjek climber sudah dalam memahami pertanyaan: jika piala
dapat menyebutkan dengan lancar strategi adipura akan diberikan kepada 20 kota di
yang dipilih, dapat menggunakan semua tahun 2015, maka hitunglah volume
data dengan memilih data untuk keseluruhan emas dan perak yang
menyelesaikan masalah, dan dapat dibutuhkan?. Setelah diminta untuk dibaca
meyakini serta memutuskan rencana yang dan dipahami lagi secara teliti, subjek
akan digunakan untuk menyelesaikan climber dapat memahami maksud soal
masalah. pada permasalahan yang kedua. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Suparno (2001)
Dalam melaksanakan rencana
bahwa akomodasi terjadi jika seseorang
penyelesaian masalah matematika, secara
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman
umum subjek climber melakukan proses
baru yang diperoleh dengan skema yang
berpikir asimilasi dan sebagian kecil
sudah ada, disebabkan pengalaman baru itu
melakukan proses berpikir secara
tidak sesuai dengan skema yang telah ada.
akomodasi. Proses berpikir secara asimilasi
dilakukan karena subjek climber secara Dalam memeriksa kembali
umum dapat melaksanakan dengan lancar penyelesaian masalah matematika, subjek
setiap langkah penyelesaian dan algoritma climber melakukan proses berpikir secara
perhitungan yang dilakukan juga sudah asimilasi, karena langkah pemeriksaan
benar. Subjek climber juga sudah memiliki kembali yang dilakukan sudah sesuai
skema tentang rencana penyelesaian dengan indikator proses berpikir asimilasi.
masalah yang diberikan. Dengan demikian Subjek climber sudah dapat memeriksa
48
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

kesesuaian hasil dengan data yang masalah matematika subjek camper juga
diketahui dan dapat memutuskan serta dapat memberikan definisi dari prisma dan
yakin jawaban akhir adalah benar. Dengan tinggi limas untuk memberi titik terang
demikian dapat dikatakan bahwa subjek mengenai kecukupan data.
climber mampu mengasimilasi dan
Kelancaran subjek camper dalam
mengintegrasikan langsung informasi yang
menyebutkan yang diketahui dan yang
baru diperoleh ke dalam skema yang ada di
ditanyakan menunjukkan ia sudah dapat
dalam pikirannya.
mengasimilasi dari setiap informasi ketika
Berdasarkan hasil wawancara dan ia diminta untuk memahami masalah yang
uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam diberikan. Berarti subjek camper sudah
memecahkan masalah matematika, subjek dapat mengintegrasikan langsung
climber tidak pernah mengeluh dan informasi yang baru diperoleh ke dalam
menghindar dari masalah yang diberikan. skema yang ada dipikirannya. Hal ini
Jika subjek climber mengalami kesulitan sesuai dengan yang dikemukakan oleh
dan keraguan dalam memecahkan masalah, Blake dan Pope (2008) bahwa asimilasi
subjek climber tidak pernah putus asa dan adalah proses pengintegrasian masalah
terus berusaha untuk dapat menyelesaikan yang dihadapi ke dalam struktur kognitif
masalah tersebut. Hal ini sejalan dengan yang sudah ada sebelumnya, karena
teori dari Stoltz (2000) yang menyatakan struktur masalah yang dihadapi sesuai
bahwa orang dengan tipe climber adalah dengan skema yang sudah dimiliki.
orang yang selalu berusaha untuk
Dalam menyusun rencana
mencapai tujuan dan puncak kesuksesan,
penyelesaian masalah matematika, subjek
bahkan ia siap menghadapi rintangan yang
camper juga melakukan proses berpikir
ada ibarat orang yang bertekad mendaki
secara asimilasi. Karena subjek camper
gunung sampai ke puncak.
sudah dapat menyebutkan dengan lancar
rencana penyelesaian yang akan digunakan
dan sudah dapat mengintegrasikan
2. Proses Berpikir Siswa Camper
langsung setiap informasi yang baru
Dalam memahami masalah
diperoleh ke dalam skema yang ada
matematika yang diberikan, subjek camper
dipikirannya. Selain itu, subjek camper
melakukan proses berpikir secara asimilasi.
juga sudah dapat menggunakan semua data
Hal ini dikarenakan subjek camper dapat
dengan memilih data untuk menyelesaikan
mengidentifikasi langsung dari setiap yang
masalah dan dapat meyakini serta
diketahui dan ditanya dengan benar dan
memutuskan rencana yang akan digunakan
lancar. Selain itu, dalam memahami

49
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

untuk menyelesaikan masalah yang dikatakan bahwa subjek camper mampu


diberikan. mengasimilasi dan mengintegrasikan
langsung informasi yang baru diperoleh ke
Dalam melaksanakan rencana
dalam skema yang ada di dalam
penyelesaian masalah matematika, subjek
pikirannya. Hal ini sejalan dengan
camper melakukan proses berpikir secara
pernyataan Melnick (Firmanti, 2014),
asimilasi dan akomodasi secara seimbang.
assimilation is the incorporation of a
Proses berpikir secara akomodasi
feature of the environment into already
dilakukan karena subjek camper kurang
existing structures.
lancar dalam melaksanakan beberapa
langkah penyelesaian dan terjadi kesilapan Setelah selesai memecahkan
serta salah di dalam memahami masalah yang diberikan, sebenarnya subjek
pertanyaan: jika piala adipura akan camper sudah puas dan yakin dengan hasil
diberikan kepada 20 kota di tahun 2015, yang diperolehnya, sehingga ia merasa
maka hitunglah volume keseluruhan emas tidak perlu dilakukan pemeriksaan lagi.
dan perak yang dibutuhkan?. Bahkan Namun, setelah diminta untuk memeriksa
terkadang kurang yakin terhadap jawaban kembali jawaban yang diperolehnya,
yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan subjek camper melakukan pemeriksaan.
indikator proses berpikir akomodasi, yaitu Proses berpikir yang dilakukan subjek
subjek camper tidak lancar menjalankan camper pada saat memeriksa kembali
strategi yang dipilih, melakukan penyelesaian masalah adalah proses
perhitungan yang berulang-ulang, dan berpikir secara asimilasi, karena subjek
tidak dapat memastikan jawaban benar. camper dapat melakukan pemeriksaan
Santrock (2009) menyatakan bahwa dengan lancar dan yakin sekali bahwa hasil
akomodasi (accomodation) terjadi ketika akhir yang diperoleh telah benar.
anak menyesuaikan skema mereka agar
Dari hasil wawancara dan uraian di
sesuai dengan informasi dan pengalaman
atas dapat terlihat bahwa dalam
baru mereka.
memecahkan masalah matematika, subjek
Sementara proses berpikir secara camper mudah puas dengan hasil yang
asimilasi dilakukan karena algoritma telah diperoleh. Hal ini terlihat ketika
perhitungan yang dilaksanakan sudah peneliti meminta subjek camper
benar, baik pada permasalahan pertama memeriksa kembali hasil jawaban yang
maupun pada permasalahan yang kedua. telah diperolehnya, ia tidak segera
Subjek camper juga sudah memiliki skema melakukan pemeriksaan dan kurang
tentang rencana penyelesaian masalah yang semangat untuk memeriksa kembali
diberikan. Dengan demikian dapat jawabannya, karena sudah yakin dengan
50
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

jawaban yang diperolehnya. Hal ini sesuai lancar rencana penyelesaian yang dipilih,
dengan teori dari Stoltz (2000) yang dapat menggunakan semua data dengan
menyatakan bahwa orang dengan tipe memilih data untuk menyelesaikan
camper adalah orang yang mudah puas masalah, dan dapat meyakini serta
dengan apa yang sudah dicapai, sehingga memutuskan rencana yang akan digunakan
kerap mengabaikan kemungkinan- untuk menyelesaikan masalah yang
kemungkinan yang bakal didapat. diberikan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Piaget (1969:6) “the filtering
or modification of the input is called
3. Proses Berpikir Siswa Quitter
assimilation
Dalam memahami masalah yang
Pada langkah melaksanakan
diberikan, subjek quitter melakukan proses
rencana penyelesaian masalah matematika,
berpikir secara asimilasi sekaligus
subjek quitter pada umumnya melakukan
akomodasi. Hal ini dikarena subjek quitter
proses berpikir secara akomodasi dan
dapat mengidentifikasi langsung setiap
sebagian kecil melakukan proses berpikir
yang diketahui dan ditanya pada soal.
secara asimilasi. Pada umumnya proses
Meskipun subjek quitter juga mengalami
berpikir akomodasi dilakukan karena
kesilapan dalam memahami permasalahan
secara umum subjek quitter kurang lancar
yang pertama karena lupa menyebutkan
dalam melaksanakan beberapa langkah
salah satu yang diketahui pada soal dan
penyelesaiannya, baik kesalahan konsep,
tidak lengkap serta kurang lancar dalam
kesilapan, dan kelupaan terhadap beberapa
memberikan definisi dari prisma dan tinggi
konsep matematika.
limas untuk memberi titik terang mengenai
Sementara proses berpikir secara
kecukupan data.
asimilasi dilakukan karena algoritma
Dalam menyusun rencana
perhitungan yang dilakukan oleh subjek
penyelesaian masalah matematika, subjek
quitter sebagian sudah benar. Subjek
quitter melakukan proses berpikir secara
quitter juga sudah memiliki skema tentang
asimilasi karena subjek quitter dapat
rencana penyelesaian masalah yang
menyebutkan dengan lancar rencana
diberikan dan dapat memutuskan rencana
penyelesaian yang akan digunakan. Berarti
apa yang akan dilaksanakan terlebih
subjek quitter sudah dapat
dahulu. Hal ini sesuai dengan pernyataan
mengintegrasikan langsung setiap
Gage dan Berliner (1984), bahwa
informasi yang baru diperoleh ke dalam
assimilation is the process of changing
skema yang ada dipikirannya. Karena
subjek quitter sudah menyebutkan dengan

51
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

what is perceived so that is fits presents menyelesaikan permasalahan yang


cognitive structures. diberikan. Hal ini sesuai dengan teori dari
Stoltz (2000) yang menyatakan bahwa
Setelah selesai memecahkan
orang dengan tipe quitter adalah orang
masalah yang diberikan, subjek quitter
yang berusaha menjauh dari permasalahan.
sebenarnya tidak berkeinginan lagi untuk
Hasil penelitian tentang proses berpikir
melakukan pengecekan/pemeriksaan
subjek quitter ini juga sama dengan hasil
kembali, namun setelah diminta melakukan
penelitian yang dilakukan oleh Sudarman
pemeriksaan, ia melakukan pemeriksaan
(2011), hasil penelitiannya diperoleh
kembali jawaban yang diperoleh dengan
bahwa siswa quitter menghindar dari tugas
cara menelaah setiap langkah penyelesaian
atau masalah yang diberikan, ia kurang
yang telah dikerjakan. Proses berpikir yang
bersemangat mengerjakan tugas yang
dilakukan subjek quitter ketika memeriksa
diberikan, dan memerlukan waktu yang
kembali penyelesaian masalah adalah
sangat lama ketika menyelesaikan masalah
proses berpikir asimilasi, karena subjek
yang diberikan.
quitter dapat melakukan pemeriksaan
dengan lancar dan yakin sekali bahwa hasil
akhir yang diperoleh telah benar. Hal ini Kesulitan-Kesulitan Siswa dalam
Memecahkan Masalah Matematika
dapat dikatakan bahwa subjek quitter
Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ).
sudah mengasimilasi dan mampu
mengintegrasikan langsung setiap Subjek quitter banyak mengalami
informasi yang baru diperoleh ke dalam kesulitan ketika memecahkan
skema yang ada di dalam pikirannya ketika permasalahan yang pertama, seperti sulit
ia diminta memeriksa kembali dalam memberikan definisi prisma,
penyelesaian masalah yang telah menentukan tinggi limas, dan
dikerjakan. menyederhanakan bentuk akar. Akibat dari
Dari hasil wawancara dan uraian di kesulitan yang dialaminya, subjek quitter
atas dapat terlihat bahwa dalam melakukan beberapa kesalahan ketika
memecahkan masalah matematika, subjek memecahkan permasalahan. Hal ini senada
quitter banyak terdapat kesulitan dan dengan yang dikemukakan oleh Soedjono
kesalahan konsep. Bahkan ketika diajak (1994:4) bahwa “kesulitan siswa dalam
untuk menyelesaikan permasalahan yang menggunakan konsep telihat ketika siswa
pertama dan yang kedua serta wawancara, lupa nama singkatan/nama teknik suatu
ia beberapa kali menghindar dengan objek dan ketidakmampuan untuk
berbagai alasan. Subjek quitter juga mengingat”.
membutuhkan waktu yang lama ketika
52
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

Kesulitan dalam memecahkan lebih dari cukup. Ia tidak memahami


permasalahan yang pertama juga dialami bahwa maksud dari kecukupan data adalah
oleh subjek camper dalam kecukupan informasi yang diberikan pada
menyederhanakan bentuk akar, operasi soal, yaitu yang diketahui pada soal
bentuk akar, bahkan terdapat kekeliruan sehingga dapat membantu dalam
dalam menggunakan konsep perbandingan menyelesaikan masalah yang diberikan.
pada segitiga yang sebangun ketika
Hal ini disebabkan mereka tidak
menentukan panjang sisi alas prisma.
memahami secara bahasa makna
Kesulitan subjek camper dalam
kecukupan data. Permasalahan ini sejalan
menyederhanakan bentuk akar dan operasi
dengan pernyataan Lerner (1981), bahwa
bentuk akar disebabkan lupa konsep. Hal
kesulitan dalam bahasa dan membaca
ini senada dengan pernyataan Widdiharto
termasuk karakteristik siswa yang
(2008:15) bahwa “kesulitan dalam
berkesulitan dalam belajar matematika.
matematika ditandai oleh tidak mengingat
Hasil penelitian Prakitipong dan Nakamura
satu syarat atau lebih dari suatu konsep”.
(2006) juga menyimpulkan bahwa kinerja
Kesulitan yang dialami oleh ketiga buruk siswa dalam menyelesaikan masalah
subjek (quitter, camper dan climber) juga matematika sangat jelas sekali berkaitan
terdapat pada permasalahan yang pertama, dengan bahasa dan pemahaman
yaitu kesulitan dalam memahami makna konseptual. Hal inilah yang menyebabkan
kecukupan data. Subjek climber tidak guru bahasa Thailand dan matematika
berani mengatakan datanya sudah cukup, harus bekerja sama dalam
karena untuk menyelesaikan masalah mempertimbangkan metode pengajaran
selanjutnya masih ada data yang belum yang sesuai bagi siswa.
diketahui. Subjek camper juga kurang
Pada permasalahan yang kedua,
yakin kalau data yang diberikan sudah
subjek quitter juga kurang lancar dalam
cukup, sehingga subjek camper
memecahkan masalah matematika yang
mengatakan sepertinya data sudah cukup
diberikan. Hal ini dikarenakan subjek
tapi data lain yang diperlukan untuk
quitter banyak mengalami kesulitan,
menyelesaikan masalah masih belum
seperti sulit dalam memberikan definisi
diketahui. Sedangkan subjek quitter
tinggi limas, memahami limas segi empat,
mengatakan datanya lebih dari cukup,
bentuk prisma, limas terpancung, dan
karena ia berpikir bahwa volume udara
operasi bentuk akar. Akibat kesulitan ini,
diluar prisma dapat ditentukan karena
subjek quitter melakukan beberapa
prisma berada di dalam limas. Oleh sebab
kesalahan ketika memecahkan masalah.
itu, subjek quitter mengatakan datanya

53
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

Kesulitan dan kesalahan yang dilakukan siswa kurang teliti dalam memecahkan
oleh subjek quitter senada dengan hasil masalah, dan (2) siswa kesulitan
penelitian Muzangwa dan Chifamba (2012) memahami beberapa makna soal dari
bahwa miskonsepsi merupakan salah satu masalah yang diberikan.
akibat dari pemahaman yang buruk
terhadap konsep dari materi tersebut.
SIMPULAN
Subjek camper juga mengalami
Dari analisis dan pembahasan yang telah
kesulitan dalam memecahkan
diuraikan, maka dapat ditarik simpulan
permasalahan yang kedua, yaitu kesulitan
sebagai berikut: (1) Proses berpikir secara
dalam menggunakan sifat pangkat pada
asimilasi dilakukan oleh subjek climber
bentuk akar dan terjadi kesilapan ketika
dan camper dalam memahami, menyusun
mensubtitusikan volume emas dan piala.
rencana penyelesaian, dan memeriksa
Kesulitan dalam menggunakan sifat
kembali penyelesaian masalah. Sementara
pangkat pada bentuk akar disebabkan
subjek quitter melakukan proses berpikir
subjek camper telah lupa konsep.
secara asimilasi dalam menyusun rencana
Pada permasalahan kedua, ketiga penyelesaian dan memeriksa kembali
subjek (climber, camper, quitter) juga penyelesaian masalah. (2) Proses berpikir
kesulitan dalam memahami makna soal: secara asimilasi dan akomodasi dilakukan
jika piala adipura akan diberikan kepada oleh subjek climber dan camper dalam
20 kota di tahun 2015, maka hitunglah melaksanakan rencana penyelesaian
volume keseluruhan emas dan perak yang masalah. Sementara subjek quitter
dibutuhkan?. Hal ini sesuai dengan melakukan proses berpikir secara asimilasi
pernyataan Lerner (1981), bahwa kesulitan dan akomodasi dalam memahami dan
dalam bahasa dan membaca termasuk salah melaksanakan rencana penyelesaian
satu karakteristik siswa yang berkesulitan masalah. (3) Kesulitan yang dialami oleh
dalam belajar matematika. subjek climber dalam memecahkan
masalah matematika adalah kesulitan
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dalam memahami beberapa makna soal
diketahui bahwa kesulitan yang dialami
dari masalah yang diberikan. Kesulitan
siswa dalam memecahkan masalah
yang dialami oleh subjek camper dalam
matematika ditinjau dari AQ disebabkan:
memecahkan masalah matematika
(1) siswa belum memahami dengan baik
disebabkan lupa konsep, kesulitan
dan lupa konsep prisma, limas, limas
memahami makna soal dari masalah yang
terpancung, garis/bidang sejajar,
diberikan dan terkadang juga kurang teliti
kesebangunan, dan operasi bentuk akar, (2)
ketika memecahkan masalah. Sementara
54
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

kesulitan yang dialami oleh subjek quitter An, S., & Wu, Z. (2012). Enhanching
Mathematics Teachers’ Knowledge
dalam memecahkan masalah matematika
of Students’ Thinking from
disebabkan belum memahami dengan baik Assessing and Analyzing
Misconceptions in Homework.
beberapa konsep dalam matematika,
International Journal of Science
kesulitan memahami makna soal dari and Mathematics Education, 10,
717-753.
masalah yang diberikan dan kurang teliti
Blake, B., & Pope, T. (2008).
ketika memecahkan masalah.
Developmental Psychology:
Incorporating Piaget’s and
Berdasarkan simpulan di atas,
Vygotsky’s Theories in
maka disarankan beberapa hal sebagai Classrooms. Journal of Cross-
Disciplinary Perspectives in
berikut: (1) Dalam pembelajaran
Education, 1 (1), 59-67.
matematika, guru hendaknya membiasakan
Firmanti, P. (2014). The Process of
siswa dalam menyelesaikan permasalahan Deductive Thinking at 8th Grade
Students with High Math Skill in
yang berkaitan dengan problem solving
Completing Geometric Proof.
dengan tahapan penyelesaian masalah yang Proceeding of International
Conference on Research,
ditawarkan oleh Polya. (2) Dalam
Implementation and Education of
pembelajaran matematika, guru hendaknya Mathematics and Sciences 2014,
Yogyakarta State University, 391-
memperhatikan proses berpikir siswa
398.
ketika menyelesaikan masalah matematika.
Gage, N. L. & Berliner, D. (1984).
(3) Dalam pembelajaran matematika, guru Educational Psychology Third
Edition. Boston: Houghton Mifflin
hendaknya memperhatikan kemampuan
Company.
siswa dalam mengatasi kesulitan (tipe AQ Harian Kompas, ( 14 Desember 2012).
siswa). (4) Dalam pembelajaran Prestasi Sains dan Matematika
Indonesia Menurun.
matematika, guru dapat menjadikan tipe
_______, (5 Desember 2013). Skor PISA:
AQ siswa sebagai salah satu alternatif di Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru
dalam membentuk kelompok belajar. (5) Kunci.
Dalam pembelajaran matematika, guru Herawati, S. (1994). Penelusuran
Kemampuan Siswa Sekolah Dasar
harus dapat memberikan motivasi dan dalam Memahami Bangun-bangun
perhatian yang lebih kepada siswa tipe Geometri. (Studi Kasus di kelas V
SD No. 4 Purus Selatan). Tesis
quitter ketika menyelesaikan soal magister, tidak diterbitkan, IKIP
pemecahan masalah. Malang.

DAFTAR PUSTAKA

55
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

Jazuli, A. (2009). Berpikir Kreatif dalam Prakitipong, N., & Nakamura, S. (2006).
Kemampuan Komunikasi Analysis of Mathematics
Matematika. Prosiding Seminar Performance of Grade Five
Nasional Matematika dan Students in Thailand Using
Pendidikan Matematika Jurusan Newman Procedure. Journal of
Pendidikan Matematika FMIPA International Cooperation in
UNY, Volume 2, 209-220. Education, 9(1), 111-122.
Lerner, J. W .(1981). Learning disabilities Santrock, J. W. (2009). Psikologi
: Theories, diagnosis, dan teaching Pendidikan. Jakarta: Salemba
strategies. Boston: Houghton Humanika.
Mifflin Company.
Serambi Nasional, (7 Desember 2013).
Miles, M. B., & Huberman. A. (1992) . Mutu Pendidikan RI Terendah di
Analisis Data Kualitatif. Dunia.
Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi
Siswono, T. Y. E. (2002). Proses Berpikir
Rohidi. Jakarta: Unversitas
Siswa dalam Pengajuan Soal.
Indonesia.
Konferensi Nasional Matematika
Muzangwa, J., & Chifamba, P. (2012). XI, 22-25 Juli 2002, Malang.
Analyis of Errors and
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan
Misconceptions in the Learning of
Matematika di Indonesia:
Calculus by Undergraduate
Konstatasi Keadaan Masa Kini
Students. Acta Didactica
Menuju Harapan Masa Depan.
Napocencia, 5(2), 1-10.
Jakarta: Direktorat Jenderal
NCTM. (2010). Why is Teaching with Pendidikan Tinggi Departemen
Problem Solving Important to Pendidikan Nasional.
Student Learnig?. Diakses pada
Soedjono. (1994). Diagnosis Kesulitan
tanggal 28 Februari 2014, dari
Belajar dan Pengajaran Remedial
http://www.nctm.org
Matematika. Jakarta: Depdikbud.
/Research_brief_14_-
_Problem_Solving.pdf Someren, V., Maarten, W.Y.F.B., &
Jacobijn A.C.S. (1994). The Think
Ngilawajan, D. A. (2013). Proses Berpikir
Aloud Method: A Pratical Guide
Siswa SMA dalam Memecahkan
to Modelling Cognitive Processes.
Masalah Matematika Materi
London: Academic Press.
Turunan Ditinjau dari Gaya
Kognitif Field Independent dan Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient:
Field Dependent. Pedagogia, 1 (2), Mengubah Hambatan Menjadi
71-83. Peluang. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan
(Membantu Siswa Tumbuh dan Sudarman. (2011). Proses Berpikir Siswa
Berkembang). Penerjemah: Amitya Quitter pada Sekolah Menengah
Kumara. Jakarta: Erlangga. Pertama dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika. Edumatica,
Piaget, J., & Inhelder, B. (1969). The
1 (2), 15-24.
Psychology of the Child. London
and Henley: Routledge & Kegan Supardi, U. S. (2013). Pengaruh Adversity
Paul Quotient Terhadap Prestasi Belajar
Matematika. Formatif, 3(1), 61-71.
Polya, G. (1973). How to Solve It: A New
Aspect of Mathematical Method. Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan
New Jersey: Priceton University Kognitif Jeans Piaget. Yogyakarta:
Press. Kanisius.

56
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 10 No.1 Januari 2016

Widdiharto, Rachmadi. (2008). Diagnosis


Kesulitan Belajar Matematika
SMP dan Alternatif Proses
Remidinya. Jakarta: Depdiknas.
Widodo, S.A. (2012). Proses Berpikir
Mahasiswa dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika Berdasarkan
Dimensi Healer. Prosiding,
FMIPA UNY, 85,796-800.
Yulaelawati. E. (2004). Kurikulum dan
Pembelajaran: Filosofi Teori dan
Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.

57
Yani, Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama…

58

Anda mungkin juga menyukai