TM KE-3
Oleh :
NIM : 132011133096
Kelas : A2
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
1. Bahan-bahan beracun bagi kesehatan (Mutagenesis, Carcinogenesis, Teratogenesis
and Reproductive effects)
Atau melalui autooksidasi dengan mediator bahan logam berat atau quinines
Dalam konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi
mahluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel
Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya. Radikal bebas
juga suatu kelompok bahan kimia dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau
lebih elektron bebas.
1. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua, jarang terjadi
pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet,
panas, dan radiasi ion
Sumber endogen
Sumber Eksogen
3. Asap rokok : tiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang
sangat besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang
mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan
alveoli. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang
mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang
relatif stabil dalam fase tar. Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang
sangat mungkin dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok.
Bentuk dari Arsen yang menyebabkan toksik adalah garam (As2O3), asam arsenat
(H4AsO4), dan Oksida (A2O5). Gejala apabila keracunan Arsen :
Akut : Bila termakan sedikit (gejala tidak jelas) dan bila termakan banyak (kematian).
Bau nafas khas seperti bawang bau bawang putih Kematian terjadi karena kolapsnya
sistem peredaran darah.
Kronis : Kelemahan, kelelahan, kurang nafsu makan, berat badan menurun, iritabilitas
warna kulit coklat gelap, kuku menebal, ada garis putih didaerah persambungan kuku
gangguan saraf perifer, saraf kaki lebih parah daripada tangan, kelumpuhan terjadi ulser
dalam saluran cerna timbul kanker paru, kanker limfa dan kanker kulit.
Sumber keracunan Timbal berasal dari produksi baterai, solder, kabel listrik, palapis
PVC (pipa), campuran bahan bakar minyak, dan produksi cat)
Mekanisme toksisitas Pb :
Sistem saraf pusat dan tepi ensepalopaty dan neuropaty tidak terkoordinasi
Gejala toksisitas Pb :
Pada anak : Nafsu makan menurun, sakit perut, muntah-muntah, lemah, bergerak kaku,
sempoyongan, sulit bicara, terbata-bata, ensepalopaty (degenerasi otak), dan koma.
Pada orang dewasa : Sakit perut, mual, diare, neuropaty saraf perifer, lemah otot, tangan
dan kaki, sakit kepala, anemia, hiper-iritasi, dan depresi.
Mekanisme toksisitas Fe ;
1) Fase 1. Terjadi 2 jam setelah makan makanan tercemar Fe Sakit perut, diare,
muntah berwarna kecoklatan, perdarahan saluran cerna menyebabkan shock
2) Fase 2. Pasien terlihat membaik bila tidak akan berlanjut ke
3) Fase 3. terjadi 8-16 jam setelah fase 1 Terjadi shock, asidosis, hipoglikemik,
sianosis dan demam
4) Fase 4. terjadi 2-4 hari setelah makan makanan tercemar Terjadi kerusakan hati,
reaksi langsung dari Fe pada mitokondria dalam sel hati menyebabkan nekrosis
5) Fase 5. Teradi 2-4 minggu setelah makian makanan tercemar Terjadi obstruksi
saluran cerna, stenosis piloris dan fibrosis lambung
Biotransformasi belangsung dalam dua tahap, yaitu reaksi fase I dan fase II.
Rekasi-reaksi pada fase I biasanya mengubah molekul xenobiotika menjadi metabolit
yang lebih polar dengan menambahkan atau memfungsikan suatu kelompok fungsional (-
OH, -NH2, -SH, - COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Pada fase
II ini xenobiotik yang telah siap atau termetabolisme melalui fase I akan terkopel
(membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis dengan senyawa endogen tubuh,
seperti: Konjugasi dengan asam glukuronida asam amino, asam sulfat, metilasi, alkilasi,
dan pembentukan asam merkaptofurat.
Reaksi Fase I
1) Reaksi Oksidasi
2) Reaksi Reduksi
3) Biohidrolisis
Ester atau amida dihidrolisis oleh enzim yang sama, namun pemutusan ester
jauh lebih cepat dari pada amida. Enzim-einzim ini berada di intradan juga
ekstraselular, baik dalam keadaan terikat dengan mikrosomal maupun terlarut.
Enzim hidrolitik terdapat juga di saluran pencernaan. Enzim-enzim ini akan
menghidrolisis metabolit fase II (bentuk konjugat menjadi bentuk bebasnya).
Selanjutnya bentuk bebas ini dapat kembali terabsorpsi menuju sistem peredaran
darah. Proses ini dikenal dengan siklus entero-hepatik.
Reaksi Fase II
1) Glukoronidasi
2) Konjugasi Sulfat
Konjugasi ini dikatalisis oleh konjugat asam amino dan koenzim-A. Asam
karboksilat, asam arilasetat dan asam akrilat yang mengalami substitusi aril dapat
membentuk konjugat dengan asam amino, terutama glisin.
6) Metilasi
Penanganan Keracunan
Prinsipnya :
6) Bila tidak berhasil, cegah absorbs racun dengan memberikan (susu+kaolin) atau
adsorben (norit+activated carcoal).
3. Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia dalam
keadaan pingsan. Jangan berusaha memuntahkannya jika tidak tahu racun apa yang
ditelan.
4. Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan kimia seperti pembersih
toilet, cairan antikarat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah, tiner serta
pemantik api. Zat asam akan menyebabkan kerusakan lebih parah pada lambung atau
esofagus jika dimuntahkan. Sedangkan BBM yang dimuntahkan dapat masuk ke paru-
paru dan menyebabkan pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Suhadi. (2012). Mengawal Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Kawasan Sekaran untuk
Masa Depan yang Lebih Baik. Indonesian Journal of Conservation, 92.
Rahayu, M., & Solihat, M. F. (2018). Toksikologi Klinik. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan .