Kartosuwiryo
RAGAM, TERORIS EDIT
Saat interogasi, salah satu dari kedua orang itu meminta petugas memberi makan. Dia berjanji
akan membongkar semua rahasia setelah diberi makan.
Kejadian itu mengingatkan kembali kepada upaya TNI dalam menghadapi pemberontakan
DI/TII di Jawa Barat. Pemberontakan yang dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosoewirdjo ini
paling lama diredakan, meski TNI sudah menggelar operasi militer besar-besaran namun tetap
sulit diberantas.
Maka kemudian selain operasi tempur, TNI menggelar operasi teritorial. Secara persuasif,
anggota gerombolan diminta turun gunung dan kembali ke masyarakat. TNI juga aktif
melakukan pembangunan dan bakti sosial di desa-desa yang semula mendukung DI/TII.
Masyarakat mulai berbalik bersimpati pada TNI dan mulai berhenti membantu DI/TII. Ribuan
orang berhasil dipanggil untuk kembali ke masyarakat.
Namun tetap ada yang meneruskan perlawanan. Maka TNI bersama rakyat bersama-sama
menggelar operasi pagar betis.
"Kita membangun puluhan pos dengan jarak 25-50 meter mengelilingi gunung. Anggota DI/TII
tak bisa meloloskan diri. Mereka terkurung di lereng-lereng. Lama-lama kehabisan makanan,"
kisah Ajat (82), pensiunan prajurit Kujang Siliwangi yang mengikuti operasi Pagar Betis di
sekitar wilayah Tasikmalaya dan Garut.
Pria berpangkat Pembantu Letnan Satu itu menceritakan saat itu sebenarnya pasukan DI/TII
pun sudah lelah bertempur. Apalagi sebagian keluarga mereka sudah kembali ke pangkuan
Republik Indonesia.
TNI tahu pihak DI/TII sudah kelaparan di gunung. Maka setiap malam setiap pos biasanya
memasak nasi liwet. Beras yang dicampur santan, bumbu repah dan ikan asin itu wanginya
sangat harum saat dimasak. Angin menerbangkan wangi nasi liwet dan ikan asin hingga ke
puncak gunung tempat para pemberontak bersembunyi.
"Banyak yang akhirnya menyerah dan turun ke pos-pos di kaki gunung," kata Ajat.