Disusun Oleh:
1. Annisa Kurniasari (R0218014)
2. Denny Anwar Ramadhan (R0218032)
3. Mey Puspita Sari (R0218074)
4. Syifa Farida Ashaar (R0218114)
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah populasi penduduk
terbesar di dunia terus membenahi diri. Dilansir dari data BPS per 2017, bahwa
jumlah penduduk Indonesia mencapai 261, 9 juta jiwa dengan laju pertumbuhan
sekitar 1,34%. Pesatnya laju pertumbuhan penduduk sebanding dengan laju
perekonomian yang terus menggeliat membangun infrastuktur guna mendukung
kehidupan masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan.
Guna menghadapi tantangan pasar global yang saat ini tengah menggempur
Indonesia, setiap pelaku industri dituntut untuk mampu meningkatkan hasil produksi
dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
Selain kelalaian saat bekerja faktor manusia yang lain yaitu perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia
mempunyai peran yang penting dalam rangka mengembangkan dan memajukan suatu
industri. Oleh sebab itu pekerja harus diberi perlindungan melalui usaha-usaha
peningkatan dan pencegahan. Sehingga semua perusahaan, baik formal maupun
informal diharapkan dapat menerapkan K3 di lingkungan kerjanya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan karyawan di PT. Kereta Api Daerah Operasi VI Yogyakarta DIPO
Kereta Solo Balapan pada bidang pengecekan, perbaikan, pengawas dan manager
DIPO ada pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap.
Penggunaan alat pelindung diri ini dimaksudkan untuk melindungi pekerja dari risiko
kecelakaan akibat kerja. Hal ini dapat menyebabkan para pekerja mengalami
gangguan kesehatan, seperti pada saat tidak menggunakan masker pekerja mengalami
batuk dan bersin-bersin.
Adapun risiko kecelakaan kerja yang sering terjadi pada pekerja saat tidak
menggunakan sarung tangan dan alas kaki seperti luka tergores, terjepit pintu
gerbong, terjepit kampas rem, terbentur dan kejatuhan benda seperti besi. Dalam
waktu satu bulan ada 7 orang yang mengalami kecelakaan kerja seperti 2orang
mengalami kecelakaan kerja terjepit pintu, 3 orang terjepit kampas rem dan 2 orang
lagi terbentur besi. Apalagi pada bulan ramadhan dan lebaran risiko kecelakaan kerja
cenderung lebih tinggi terutama pada shift malam karena pencahayaan yang kurang
dan adanya penambahan gerbong kereta api yang harus diperiksa dan diperbaiki
sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan karyawan menjadi lebih banyak, dengan
begitu daya konsentrasi karyawan dapat menurun karena lelah dan dapat
menimbulkan kecelakaan kerja.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Berdasar beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku berbahaya
adalah kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja
baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat mengakibatkan terjadinya
kecelakaan kerja di tempat kerja.
Menurut Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation Model
menyebutkan jenis-jenis perilaku aman, meliputi :
j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
a. Pengetahuan
b. Sikap
Sikap lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan
bukan pelaksana motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan,
namun merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
c. Persepsi
d. Motivasi
e. Umur
f. Lama Bekerja
g. Ketersediaan APD
h. Peraturan Keselamatan
Sialagan (2008) menjelaskan bahwa Peraturan memiliki peran besar dalam
menentukan perilaku aman yang mana dapat diterima dan tidak dapat
diterima.
k. Peran Pengawas
Seringkali pekerja berperilaku tidak aman karena rekannya yang lain juga
berperilaku demikian.
Menurut Griffin & Neal (2003) ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku
keselamatan (Safety behavior), yaitu :
Jadi, organisasi membutuhkan baik itu SMS dan Budaya Keselamatan yang
sehat guna mencapai performa keselamatan yang layak. Namun dalam kasus
penerbangan, masalahanya adalah dunia penerbangan umumnya sangatlah aman, dimana
kecelakaan serius sangat jarang terjadi. Sehingga, hampir semua organisasi di dalamnya
akan mengasumsikan kalau dirinya sudah aman. Bisa jadi ada beberapa laporan
kecelakaan, namun tingkatnya tidak membahayakan; kasus-kasus keselamatan biasanya
bisa ditangani. Kecelakaan pesawat umumnya disebabkan berbagai faktor yang terlalu
kompleks, sehingga tidak selalu mudah untuk memprediksikannya.
Situasi yang lebih susah diprediksi adalah berbagai situasi yang berkontribusi
yang bisa berdampak pada visi kemajuan organisasi atas keselamatan. Sebagai contoh,
penyembunyian kecelakaan yang harusnya dilaporkan karena takut akan adanya serangan
atau tuntutan hukum; orang-orang mengambil risiko karena percaya bahwa hal itu yang
seharusnya mereka lakukan; berbagai sub-grup dalam organisasi tidak saling berbagi
informasi karena kurangnya saling percaya diantara mereka, dll.
Budaya Keselamatan, seperti budaya pada umumnya, susah dilihat dari dalam.
Layaknya ikan berenang di dalam air—ikan tidak berpikir banyak tentang air.
Karenanya, Budaya Keselamatan, umumnya pada sebagian besar industri merupakan
kombinasi perspektif internal dan eksternal: pandangan ‘pihak luar’ digunakan untuk
membantu pihak internal mempunyai pandangan yang lebih obyektif. Juga penting
kiranya untuk mempunyai seorang ‘juara’ keselamatan di dalam organisasi yang
berperan sebagai penghubung antara hasil survei dengan staff di semua level. Sosok juara
ini bisanya diperankan oleh Direktur Keselamatan atau Manager Keselamatan.
Ini adalah proses coba dan uji yang dimulai dengan diskusi ‘prapeluncuran’ guna
menjelaskan proses, menentukan skala pekerjaan dan mengkopi survei. Dan untuk
memastikan ANSP pendekatan ini harus:
a. Anonymous (Anonim)
b. Confidential to the organisation (Rahasia untuk organisasi)
c. Independent - not favouring any particular group (Independen—tidak berpihak
pada kelompok manapun)
Proses survei haruslah mengarah pada tindakan jelas dan menyeluruh yang dibangun
organisasi untuk menentukan dan mengindentifikasikan potensi masalah. Hal ini bisa
terkait dengan kelompok fungsional pegawai atau proses operasional atau bisnis tertentu.
Alur waktu pendekatan ini bisa dilihat dalam gambar berikut:
Tindakan tidak aman adalah suatu tindakan yang tidak memenuhi keselamatan
sehingga berisiko menyebabkan kecelakaan kerja (Ramli, 2010).
Menurut Pratiwi (2012), mengutip dari H.W Heinrich (1928) menyatakan bahwa
jenis-jenis tindakan tidak aman (unsafe action) adalah sebagai berikut
Sedangkan menurut Bird and Germain (1990) jenis-jenis tindakan tidak aman adalah
sebagai berikut
14. bercanda
Tindakan tidak aman (Unsafe action) adalah tindakan yang dapat membahayakan
pekerja dan orang yang berada di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja. Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan tindakan tidak aman
(unsafe action)
Cacat sementara
2. Pendidikan
Kurang terampil
Tindakan tidak aman disebabkan oleh banyak faktor yang termasuk dalam multiple
cause theory , beberapa faktor tersebut adalan sebagai berikut.
a. Man (Mansusia)
Faktor mesin meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energy, cara kerja,
tipe gerakan, dan bahan mesin itu sendiri.
c. Media
d. Managemen
1. Faktor manajemen
3. Individu
Dikutip dari Yusri (2011) Budaya keselamatan adalah sikap dalam suatu
organisasi dan individu yang menekankan pentingnya keselamatan. Budaya
keselamatan mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan
keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung
jawab
Sifat universal budaya keselamatan untuk semua jenis kegiatan, baik untuk
organisasi maupun untuk individu pada semua tingkatan, mencakup berbagai unsur,
seperti yang tercantum dalam Safety Report 75-INSAG-4 (IAEA, 1991), yaitu:
1. Kepedulian individu terhadap pentingnya keselamatan.
A. Kesimpulan
Dalam menghadapi tantangan pasar bebas, Indonesia dituntut untuk mampu
memutakhirkan teknologi dalam melakukan proses produksi guna mendapatkan kualitas dan
kuantitas produk terbaik. Penggunaan teknologi dalam proses industri dapat memberian
dampak positif dan negatif.
Perilaku berbahaya dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor seperti rendahnya
kompetensi dalam bekerja, tingkat pendidikan yang rendah, bekerja tidak sesuai dengan
standar operasional, penggunaan APD yang kurang benar, dan kelelahan akibat waktu kerja
berlebih.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
Upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit di area kerja harus didukung oleh semua
kalangan baik dari pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan pekerja untuk bersama-sama
bersinergi berkontribusi dalam pembuatan regulasi yang nantinya akan diimplementasikan
ditempat kerja agar idak terciptanya ketimpangan dan kesalahapahaman saat dilapangan.
DAFTAR PUSTKA
Pratama, Aditya Kurnia. 2015. Hubungan karakteristik pekerja dengan unsafe action
pada tenaga kerja bongkar muat di PT. Terminal Petikemas Surabaya. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health 4.1 (2015): 64-73.
Kania, Dinar Dewi, Eko Probo, and Hanifah Hanifah. 2016 "Analisis Faktor Budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Penanganan Kargo Di Bandara
Soekarno Hatta International Airport." Jurnal Manajemen Transportasi &
Logistik 3(1): 77-88.
http://ssp.hubud.dephub.go.id/id/news/budaya-keselamatan
diakses pada tangal
10 Maret 2019