R DENGAN
MASALAH ALERGI
ERNIWATI ENGYANI.S
2117014
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi
kulit terhadap unsure – unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami
kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak
dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non- allergic terjadi akibat
pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak allergic)
yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak
(Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2017).
Prevalensi dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk
dermatitis atopik 0.69%, dermatitis numuler 0,17%, dan dermatitis seboroik
2,82%. (Marwali, 2000). Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat
kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Antigen
penyebab utamanya adalah nikel, potassium dikromat dan parafenilendiamin.
Konsultasi ke dokter kulit sebesar 4-7% diakibatkan oleh dermatitis kontak.
Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi dan 20% wanita akan terkena
setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak-anak dengan dermatitis kontak
60% akan positif hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang telah lama
memakai uji tempel sebagai standar, maka insiden dermatitis kontaknya lebih
tinggi dari pada Amerika. Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak
dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik
akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak
akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90% dari
dermatitis akibat kerja (DAK) prevalensi DKAAK berbeda-beda di tiap Negara
tergantung macam serta derajat industrialisasi Negara tersebut. Di Eropa
insiden juga tinggi seperti Swedia dermatitis kontak dijumpai pada 48% dari
populasinya. Di belanda 6% di Stockholm 8% dan Bergen 12%. Menurut
Survei Rumah Tangga dari beberapa Negara menunjukkan penyakit alergi
adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke
dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua
kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% dantaranya menunjukkan
gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi. Penderita alergi di
Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat
tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi
alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20%
mempunyai asma, 6 juta orang mempunyai Dermatitis (alergi kulit). Di
Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat Manado
dari tahun 1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di
RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992
dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr.
Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54%
tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data
kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000
terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%)
dengan diagnosis dermatitis kontak dari bulan Januari hingga Juni 2001
terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis
kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731
pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita
dermatitis kontak. Dari bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien
dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak.
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan
seperti sabun, detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta
adanya factor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu
dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi
pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai
melalui hipersensitifitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
D. Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan
seperti sabun, detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta
adanya factor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu
dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi
pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai
melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV.
a. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik.
Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau
beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran
untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel.
Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan
diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem
kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast
yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan
mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan rperubahan vaskuler.
Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase
sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat
akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir
semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang
b. Dermatitis Kontak Alergik
Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
1. Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu.
Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten masuk ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang
lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh
makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu reaksi limfosit T
yang belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada
limfosit T. melalui saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke
darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel
tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan
sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan
sensitisasi yang sama di seluruh kulit tubuh.
2. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada
pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel
langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat
oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya
kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang
telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga
terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara
24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan
infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat
pada permukaan dorsal tangan.
E. Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda
radang akut terutama pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan,
edema misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir), gangguan fungsi
kulit dan genitalia eksterna.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,
erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering
menjadi kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul
dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal
dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium
kronis.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
gangguan integument yaitu :
a. Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan
dari kulit yang terdapat lesi. Biopsi kulit digunakan untuk menentukan
apakah ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan
jamur.
b. Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan
jamur pada kulit. Kegunaan lain adalah untuk mengetahui apakah
mikroorganisme tersebut resisten pada obat – obat tertentu. Cara
pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat
pada lesi kulit.
c. Pemeriksaan Darah
Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
d. Uji temple
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi. Untuk
mengetahui apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan factor imunologis,
mengidentifikasi respon alergi. Uji ini menggunakan bahan kimia yang
ditempelkan pada kulit, selanjutnya dilihat bagaimana reaksi local yang
ditimbulkan. Apabila ditemukan kelainan pada kulit, maka hasilnya positif.
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien
untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat
berupa pengobatan topikal dan sistemik.
a. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres
terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin
rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :
1. Kortikosteroid
2. Radiasi ultraviolet
3. Siklosporin A.
4. Antibiotika dan antimikotika
5. Imunosupresif topical
6. Pengobatan sistemik
b. Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
1. Antihistamin.
2. Kortikosteroid
3. Siklosporin
4. Pentoksifilin
5. FK 506 (Takrolimus)
6. Ca++ antagonis
7. Derivat vitamin D3
8. SDZ ASM 981
H. PENCEGAHAN
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan
bahan yang telah disebutkan di atas. Program perawatan kulit sebaiknya
diikutsertakan dalam program pendidikan, memuat informasi tentang kulit
sehat dan penyakit kulit yang terkait dengan pekerjaan. Juga pengenalan diri
penyakit kulit dan kegunan prosedur perlindungan, sebagai contoh program
perlindungan kulit pada pekerja di “pekerjaan basah”, yaitu mencuci tangan
dengan air biasa, lalu bilas dan keringkan tangan dengan sempurna setelah
mencuci, karena kulit yang tidak dilindungi lebih mudah terkena iritasi, maka
disarankan memakai sarung tangan untuk melindungi kulit terhadap air,
kotoran, deterjen, sampo, dan bahan makanan.
Yang juga penting diperhatikan, hindari pemakaian cincin selagi
bekerja, karena dermatitis umumnya dimulai pada jari yang memakai cincin
sebagai reaksi terhadap iritan yang terjebak dibawah cincin. Pemakaian
disinfektan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tempat kerja. Sebab,
umumnya disinfektan bersifat iritan dan turut berperan terhadap
perkembangan menjadi dermatitis kontak di tangan.
Cara lainnya gunakan pelembab sewaktu bekerja atau setelah bekerja.
Pilih pelembab yang banyak mengandung lemak dan bebas parfum, serta
bahan pengawet berpotensi alergenik terendah. Pelembab terbukti dapat
mempermudah regenerasi fungsi sawar kulit dan kandungan lemak
berhubungan dengan kecepatan proses regenerasi tersebut. Pelembab
sebaiknya dipakai diseluruh tangan, termasuk sela jari, ujung jari, dan
punggung tangan. Pekerja yang mempunyai riwayat alergi pada kulit
cenderung terkena dermatosis daripada yang tidak mempunyai riwayat alergi
kulit. Pekerja yang kebersihan perorangannya buruk lebih banyak yang
dermatosis daripada yang kebersihan perorangannya baik atau sedang.
Strategi pencegahan meliputi:
a. Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun.
Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan
dan alergen dari kulit.
b. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah
tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
c. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung
tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau
iritan.
d. Pekerja dengan usia di atas 40 tahun atau usia lanjut sebaiknya
mengurangi kontak dengan bahan kimia. Karena semakin tua
usia kulit menjadi semakin menipis dan kehilangan kelenturan.
Hal ini memudahkan terjadinya dermatitis.
I. Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom
pernapasan akut, gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim
dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya
herpes simpleks.
BAB III
FORMAT PENGKAJIAN
A. PENGKAJIAN
Unit :
Tgl masuk RS :
I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama initial : Nn.R
Umur : 17 th
Jumlah anak :
Agama/suku : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
B. TANDA-TANDA VITAL
2) Kesadaran:
Skala koma glaslow
b) Respon bicara :5
c) Respon membuka mata :4
Jumlah :15
Kesimpulan :
T Kuat Lemah
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas : 17 cm
2. Tinggi badan : 170 cm
3. Berat badan : 55 kg
4. IMT : 16 kg/m²
Kesimpulan :
D. GENOGRAM
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
3) Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan rambut : Bersih dan hitam
b) Hidrasi kulit : kulit kering
c) Palpebra/conjungtiva : Merah muda
d) Sclera : putih
e) Hidung : simestris tidak ada serat di lubang
dan dapat mengidentifikasi bau dengan benar
f) Rongga mulut : Bersih
g) Gusi :-
h) Gigi : Bersih putih dan tidak ada
lubang
i) Kemampuan mengunyah keras: Mampu mengunya keras
j) Lidah : Bersih
k) Pharing :-
l) Kelenjar getah bening : Normal
m) Kelenjar parotis : Tidak ada benjolan
n) Abdomen :
- Inspeksi : -
- Auskultasi
- Palpasi :
Kulit
- Edema negatif √
√
- Ikterik negatif
o) Lesi:
5. Pemeriksaan diagnostik :
a) Laboratorium :-
b) USG :-
c) Lain-lain :-
4) Terapi :-
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit : BAB 2x dalam sehari dan BAK 3x dalam sehari
2. Keadaan sejak sakit : BAB 2x dalam sehari dan BAK 3x dalam sehari
Observasi : Tidak ada gangguan dalam pola eliminasi
3. Pemeriksaan fisik :
a) peristaltik usus : x/menit.
b) palpasi kandung kemih , penuh kosong.
c) nyeri ketuk ginjal, positif negatif
d) mulut uretra :
e) anus:
- peradangan :
- Hemoroid :
- Fistula :
-
4. Pemeriksaan diagnostik :
o) Laboratorium :
p) USG :
q) Lain-lain :
5. Therapi :
D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
1. Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan beraktivitas seperti biasa
2. Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan lebih banyak diam di rumah
3. Observasi :
4. Akitivitas harian :
5. - Makan : mandiri
6. - Mandi : mandiri
7. - Pakaian : mandiri
1. mandiri
8. - Kerapihan : mandiri 2. bantuan dengan
9. - Buang air besar : mandiri alat
3. bantuan orang
10. - Buang air kecil : mandiri 4. bantuan alat dan
orang
11. - Mobilisasi ditempat tidur : mandiri
e) Fiksasi :-
f) Tracheostomi :-
Pemeriksaan fisik
a) JVP :
Kesimpulan :
Sianosis :
Stridor :
- Palpasi :
Vocal fremitus :
Kesimpulan :
- Auskultasi :
Suara napas :
Suara ucapan :
Suara tambahan :
d) Jantung
- Inspeksi :
Ictus cordis :
- Palpasi :
Ictus cordis :
- Perkusi :
Batas atas jantung :
- Auskultasi :
Bunyi jantung II A : -
Bunyi jantung II P : -
Bunyi jantung I T : -
Bunyi jantung I M : -
Murmur : -
HR : x/menit
Bruit : Aorta :-
A. Renalis : -
B. Femoralis : -
- Rentang gerak :-
Kanan : - 1 2 3 4 5
- Refleks fisiologi : -
- Refleks patologi :-
- Babinski, kiri : positif negatif
Kanan : positif negatif
- Clubbing jari-jari :-
- Varises tungkai : -
f) Columna vertebralis :-
- Inspeksi : -
- Palpasi : -
N. III-IV-VI :-
N. VIII Romberg Test : positif negatif.
N. XI :
5. Pemeriksaan diagnostik :
a) Laboratorium :
6. Hasil pemeriksaan:
a) Lain-lain :-
6. Terapi medik :
c. Therapi : -
F. POLA PERSEPSI KOGNITIF
1. Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi
dengan baik
b) Pendengaran :-
- Pina : -
- Kanalis :-
- Membran timpani :-
- Tes pendengaran : -
c) N. I :
d) N.II :
e) N.V :
f) N.VII :
g) N.VIII :
h) Test Romberg :
4) Pemeriksaan diagnostik :
a) laboratorium :
b) Lain-lain :
c) Therapi :
b). HR : x/menit
c). Kulit :
Keringat dingin :-
Basah :-
6 Therapi :
( Erniwati Engyani.S )
ANALISA DATA
DO:
1. Pasien tampak
tidak nyaman
2. Pasien tampak
meringis
3. Pengukuran ttv
S : 37°C
N : 70xm
P : 20xm
TD : 110/90 mmHg
DO:
4. Pasien tampak
tidak nyaman
5. Pengukuran ttv
S : 37°C
N : 70xm
P : 20xm
TD : 110/90 mmHg
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit
2. Integritas kulit b/d resiko alergi
INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional
O Keperawata Hasil
n
1 Gangguan Setelah di lakukan Observasi: agar
rasa tindakan selama Identifikasi kesiapan pasien dapat
nyaman 2X24 jam di dan kemampuan mengetahui
harapkan pasien
b/d gejala menerima informasi informasi
mampu :
penyakit Identifikasi faktor-faktor mengenai
Gangguan rasa
yang dapat kesehatan nya
nyaman kembali
meningkatkan dan agar
normal dengan
menurunkan motivasi pasien dapat
kriteria hasil :
perilaku hidup bersih termotivasi
1. Wajah klien
tampak tidak dan sehat perilaku hidup