Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

Tumor ovarium adalah neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium,

berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid atau kistik. Tumor ovarium menurut

histopatologinya bisa bersifat jinak atau ganas. Tumor ovarium terbagi atas tiga

kelompok berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor itu berasal, yaitu tumor epitelial

ovarium, tumor germ sel, tumor sex cord-stromal. Kanker ovarium adalah kanker ketujuh

yang paling sering terjadi pada wanita dan penyebab kematian ke delapan yang paling

sering dari kanker pada wanita di dunia Pada 2018 ada 300.000 kasus baru. Berdasarkan

data Globocan 2018, kasus baru kanker ovarium di Indonesia mencapai 13.310 kasus

setiap tahunnya. Jumlah ini mewakili 4,3% dari total kasus kanker baru dan menempati

urutan No. 10 kasus kanker baru terbanyak. Berdasarakan data gambaran penderita

kanker di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang tahun

2015-2018 didapatkan jumlah penderita kanker ovarium menempati urutan ke 2 jumlah

kanker terbanyak di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes dengan jumlah 93 orang (33,2%).

Kehamilan dengan keganasan merupakan hubungan 2 hal yang berlawanan antara

pertumbuhan yang terkontrol pada kehamilan dan pertumbuhan yang tidak terkontrol

pada keganasan. Tumor ovarium ganas adalah kanker ginekologi kedua yang paling

sering didiagnosis selama kehamilan setelah karsinoma serviks. Kejadian kanker ovarium

0,02-0,38 per 10.000 kehamilan, dan massa ovarium dengan potensi keganasan rendah

adalah 0,11-0,24 per 10.000 kehamilan. Meskipun insiden keganasan ovarium gestasional

rendah, hal ini menjadi tantangan dalam manajemen ibu dan perinatal. Di Indonesia data
mengenai kehamilan dengan keganasan ovarium belum terdokumentasi dengan baik,

khususnya di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Kehamilan dengan keganasan ovarium

terjadi pada usia reproduktif. Dari berbagai jenis keganasan ovarium, jenis sel epitel

merupakan varian paling sering dan menyumbangkan morbiditas dan mortalitas

terbanyak. Tumor epitel serous memiliki insidensi tertinggi sekitar 70% jenis tumor epitel

origin dan selebihnya subtipe lain yang paling sering mucinous, endometrioid dan clear

cell.

Kehamilan yang terjadi pada wanita yang menderita keganasan ovarium memiliki

risiko terhadap janin berupa terjadinya keguguran, kelahiran prematur, pertumbuhan

janin terhambat sampai dengan kelainan kongenital.


BAB 2

PENDAHULUAN

2.1 Anatomi & Fisiologi

2.1.1 Ovarium

Ovarium adalah organ reproduksi wanita yang mempunyai fungsi menghasilkan

serta melepaskan oosit dan hormon. Ovarium normal memiliki lebar 2,0 cm, panjang 3,5

cm, dan ketebalan 1,0 cm sebanding dengan ukuran bola golf. Biasanya ovarium

ditemukan di dekat tuba falopi di dalam fossa ovarium. Di anterior ovarium adalah

ligamentum umbilikalis medial. Di posterior ada ureter dan arteri iliaka interna. Di atas

ovarium terdapat infundibulum tuba uterus bersama dengan suspensori atau ligamentum

infundibulopelvis, yang merupakan ekstensi posterior ligamentum latum uterus dan juga

disebut mesovarium. Ovarium memiliki dua ligament yaitu ligamentum suspensori

membawa arteri dan vena ovarium serta pleksus simpatis dan parasimpatis. Ligamentum

ovarium tidak mengandung pembuluh apa pun.

Secara histologi dari luar ovarium terdiri dari lapisan epitel germinal, tunika

albugenia, korteks yang berisi folikel ovarium, dan bagian terdalam yaitu medulla yang

terdiri dari jaringan ikat longgar dan terdapat pembuluh darah utama.

Ovarium memiliki suplai darah ganda dari arteri ovarium dan arteri uterine. Arteri

mengalir melalui ligamentum suspensori ovarium, yang kemudian memasuki

mesovarium. Arteri ovarium dapat membuat anastomosis dengan arteri uterina di dalam
ligamentum latum. Vena ovarium yang berjalan ke ovarium oleh ligamentum suspensori

menyediakan drainase ke parametrium, serviks, mesosalpinx, dan juga pleksus

pampiniformis. Vena ovarium kiri mengosongkan isinya ke vena ginjal kiri, sedangkan

vena ovarium kanan bermuara langsung ke vena kava inferior.

Ada dua sumber persarafan simpatis pada ovarium; salah satunya melalui pleksus

ovarium. Asal usul pleksus ovarium adalah pleksus ginjal yang juga menginervasi bagian

fundus rahim. Sumber kedua dari persarafan simpatis adalah melalui saraf ovarium

superior, dibawah dalam ligamentum ovarium. Persarafan parasimpatis berasal dari

pleksus uterus (pelvis), yang muncul dari saraf splanknikus panggul.

Gambar 1. Ovarium

2.1.2 Fisiologi Ovarium

Fungsi reproduksi wanita memiliki siklus aktivitas yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan dari folikel dominan. Normalnya ovarium akan

memproduksi satu folikel dominan yang akan mengalami ovulasi pada setiap siklus

menstruasi. Menstruasi merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari

hypothalamus-pituitary-ovarian endocrine axis.


Hipotalamus memacu kelenjar hipofisis dengan mensekresi gonadotropin-

releasing hormone (GnRH) suatu deka-peptide yang disekresi secara pulsatif oleh

hipotalamus. Pulsasi sekitar 90 menit, mensekresi GnRH melalui pembuluh darah kecil di

sistem portal kelenjar hipofisis anterior, gonadotropin hipofsis memacu sintesis dan

pelepasan follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing-hormone (LH). FSH adalah

hormon glikoprotein yang memacu pematangan folikel selama fase folikuler dari siklus.

FSH juga membantu LH memacu sekresi hormon steroid, terutama estrogen oleh sel

granulosa dari folikel matang. LH berperan dalam steridogenesis dalam folikel dan

penting dalam ovulasi yang tergantung pada mi-cycle surge dari LH. Aktivitas siklik

dalam ovarium atau siklus ovarium dipertahankan oleh mekanisme umpan balik yang

bekerja antara ovarium, hipotalamus, dan hipofisis.

Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di

ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di

endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi, fase

proliferasi dan fase ekskresi

1. Siklus Ovarium

a. Fase Folikuler

Siklus pertama terjadi dari hari 0-14 dari siklus menstruasi, selama fase ini,

hipotalamus melepaskan gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang dapat

menstimulasi pituitari untuk melepaskan follicle stimulating hormone (FSH) dan

luteinizing hormone (LH). Kedua hormon ini khususnya FSH dapat mempercepat

pertumbuhan 10-20 folikel ovarium primer setiap bulan yang menyebabkan terjadinya

proliferasi sel-sel granulosa sehingga terbentuklah masa granulosa. Kemudian masa


granulosa ini akan menyekresikan cairan folikular yang mengandung estrogen dalam

konsentrasi tinggi. Estrogen yang disekresikan akan menyebabkan sel-sel granulosa

membentuk jumlah reseptor FSH yang semakin banyak, keadaan ini menyebabkan suatu

efek umpan balik positif karena estrogen membuat sel-sel granulose lebih sensitif

terhadap FSH. FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH

sel-sel granulosa sehingga terjadi peningkatan jumlah estrogen. Peningkatan estrogen dan

FSH/LH akan merangsang pertumbuhan folikel lebih banyak lagi. Dimana setiap 1

folikel mengandung 1 ovum tetapi hanya satu folikel yang akan terus tumbuh.

Gambar 2. Kontrol feedback FSH & LH dalam fase folicular

b. Fase Ovulasi

Fase kedua, yaitu fase ovulasi terjadi pada 14 hari setelah menstruasi dimulai.

Pada fase ini, terjadi peningkatan kadar LH yang mengakibatkan pembengkakan folikel

yang berlangsung cepat dan juga terjadi penonjolan pada stigma (daerah kecil pada

bagian tengah kapsul folikel) selama beberapa hari sebelum ovulasi. Setelah

pembengkakan, cairan akan mengalir dari folikel melalui stigma dan sekitar 2 menit
kemudian stigma akan robek yang menyebabkan cairan yang lebih kental akan

mengalami evaginasi keluar. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya, yang

dikelilingi oleh massa dari beberapa ratus sel granulose kecil yang disebut korona radiate.

Gambar 3. Kontrol feedback FSH & LH dalam fase ovulasi

c. Fase Luteal

Fase ketiga yaitu fase luteal. Setelah beberapa jam ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel

granulose dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel lutein yang

mengandung lipid sehingga memberi tampilan kekuningan disebut korpus luteum.

Korpus luteum ini mengeluarkan hormon progesterone dan estrogen. Setelah 2 minggu

kemudian, korpus luteum akan berdegenerasi, sedangkan hormon ovarium yaitu estrogen

dan progesteron akan berkurang jumlahnya dan akan terjadi menstruasi. Keadaan ini

diikuti dengan siklus ovarium yang baru. Selama fase luteal, kadar gonadotropin akan

tetap rendah sampai terjadinya regresi korpus luteum pada hari ke 26-28. Bila terjadi

konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak akan mengalami regresi oleh karena
keberadaanya dipertahankan oleh gonadotropin yang diproduksi oleh trofoblas. Namun

bila tidak terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum akan mengalami regresi dan

siklus haid akan mulai berlangsung kembali.

Gambar 4. Kontrol feedback FSH & LH dalam fase luteal

2. Siklus Endometrium

a. Fase proliferatif

Setelah masing-masing daerah endometrium mengelepuas sewaktu menstruasi,

mulai terjadi proses perbaikan regeneratif di endometrium, permukaan endometrium

dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan dengan pertumbuhan keluar sel-

sel epitel kelenjar endometrium. Pada fase proliferative dini yang berlangsung antara hari

ke-4 sampai hari ke-7 dengan keadaan endometrium tipis, kelenjarnya sedikit, sempit,

lurus, dilapisi sel kuboid, dan stromanya padat. Pada fase lanjut, proliferasi terjadi

semakin cepat, kelenjar-kelenjar epitelial bertambah besar dan tumbuh ke bawah tegak

lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi kolumnar dengan nuklei di basal. Sel-sel

stroma berproliferasi, tetap padat dan berbentuk kumparan. Mitosis terjadi pada kelenjar
dan stroma. Endometrium disuplai oleh arteri-arteri basal di miometrium. Fase ini

diperngaruhi oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel baru yang sedang

tumbuh, berlangsung dari akhir menstruasi sampai ovulasi.

b. Fase Sekresi

Fase sekresi Setelah ovulasi, pada saat korpus luteum terbentuk, uterus memasuki

fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal

ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen.

Progesteron berkerja mengubah endometrium yang tebal menjadi jaringan yang kaya

pembuluh darah dan glikogen. Jika tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus

luteum berdegenerasi sehingga sekresi estrogen dan progesteron menurun. Kemudian

fase folikel dan menstruasi kembali dimulai

c. Fase Menstruasi

Fase ini bersamaan dengan berakhirnya fase luteal ovarium dan permulaan fase

folikel. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, penurunan kadar hormone-hormon

ovarium merangsang oengeluaran prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokontriksi

pembuluh-pembuluh endometrium, sehingga aliran darah ke endometrium terganggu

yang menyebabkan kematian endometrium. Prostaglandin uterus juga menyebabkan

kontraksi ritmik ringan miometrium untuk mengeluarkan darah dan debris endometrium

dari rongga uterus melalui vagina. Menstruasi biasanya berlangsung selama lima sampai

tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikel

ovarium
Gambar 5. Siklus Mestruasi

2.2 Neoplasma Ovarium

Tumor ovarium adalah neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium, berdasarkan

konsistensinya bisa bersifat solid atau kistik. Tumor ovarium menurut histopatologinya

bisa bersifat jinak atau ganas. Tumor ovarium terbagi atas tiga kelompok berdasarkan

struktur anatomi dari mana tumor itu berasal, yaitu tumor epitelial ovarium, tumor germ

sel, tumor sex cord-stromal

2.3 Epidemiologi

Kanker ovarium adalah kanker ketujuh yang paling sering terjadi pada wanita dan

penyebab kematian ke delapan yang paling sering dari kanker pada wanita di dunia. Pada

2018 ada 300.000 kasus baru. Berdasarkan studi baru-baru ini yang mengumpulkan data

dari 1.000 wanita di 39 negara menyatakan bahwa jumlah wanita yang didiagnosis

dengan kanker ovarium kemungkinan akan meningkat menjadi 371.000 kasus baru per
tahun pada tahun 2035. Kanker ovarium menempati urutan ketiga kejadian kanker

ginekologi paling sering setelah kanker serviks dan uterus. Kanker ovarium juga

memiliki prognosis terburuk dan tingkat kematian tertinggi. Meskipun kanker ovarium

memiliki prevalensi yang lebih rendah dibanding kanker payudara, kanker ini tiga kali

lebih mematikan dan diperkirakan bahwa pada tahun 2040 angka kematian kanker

ovarium akan meningkat secara signifikan.

Berdasarkan data Globocan 2018, kasus baru kanker ovarium di Indonesia mencapai

13.310 kasus setiap tahunnya. Jumlah ini mewakili 4,3% dari total kasus kanker baru dan

menempati urutan No. 10 kasus kanker baru terbanyak. Sedangkan jika diurutkan dalam

kategori kanker yang diderita oleh wanita, kanker ovarium menempati urutan No. 3

kanker terbanyak setelah kanker payudara dan kanker serviks di Indonesia. Sedangkan

tingkat kematiannya, tiap tahun diperkirakan terdapat 7.842 wanita yang meninggal

akibat kanker ovarium, mewakili 4,34% kematian akibat kanker. Kematian akibat kanker

ovarium menempati urutan No. 8 terbanyak di Indonesia.

Berdasarkan data laporan Registrasi Kanker Berbasis Rumah Sakit periode Januari 2020

yang memuat akumulasi data pasien yang terdiagnosis kanker di RSUP Dr Sardjito dalam

kurun waktu 2008-2017 kanker ovarium umumnya ditemukan pada usia 41-50 tahun

(33,1% atau 403 kasus) dan 51-60 tahun (30,8% atau 777 kasus). Di antara pasien yang

diketahui hasil pemeriksaan jaringannya (30,5% atau 384 kasus), sebagian besar pasien

memiliki hasil pemeriksaan dengan diferensiasi jaringan buruk (61.0% atau 227 kasus).
Gambar 6. Distribusi kasus Kanker Ovarium

Berdasarakan data gambaran penderita kanker di Laboratorium Patologi Anatomi

RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang tahun 2015-2018 didapatkan jumlah penderita

kanker ovarium menempati urutan ke 2 jumlah kanker terbanyak di RSUD Prof. Dr. W.Z.

Johannes dengan jumlah 93 orang (33,2%).

Tabel 1. Distrubusi Kanker di RSUD Prof. W.Z. Johannes


2.4 Faktor Risiko

a. Usia

Menurut penelitian di laboratorium PA Fakultas Kedokteran Universitas Andalas periode

Januari 2011-Desember 2012, penderita tumor ovarium terbanyak pada umur 31-50

tahun, sedangkan menurut literature bahwa penderita tumor ovarium banyak ditemukan

pada umur 30-50 tahun dan meningkat dengan cepat sesudah usia 40 tahun, usia puncak

adalah 50-60 tahun. Hal ini disebabkan karena aktivitas ovarium dikontrol oleh

gonadotropin. Pada sat menopause, gonadotropin yang minigkatkan akan menyebabkan

keganasaan ovarium yang meningkat. Pengaruh gonadotropin dapat baik secara langsung

melalui aktivasi gen gonadotropin- responsive dalam sel-sel yang mengalami

transformasi maligna atau tidak langsung melalui stimulasi produksi ovarium steroid seks

yang bisa mempengaruhi transformasi maligna melalui paarakrin atau mekanisme

endokrin.

b. Genetik

Factor genetic tueut adil dalam pathogenesis terjadinya kanker ovarium, dimana terjadi

akibat akumulasi perunahan genetic yang mengarah ke transformasi keganasan yang

berasal dari kista jinak kemudian bermodifikasi menjadi tumor yang berpotensi

keganasan rendah dan pada akhirnya berkembang menjadi kanker ovarium

invasive.vpada jenis tumor ini ditemukan mutase dari K-ras, H-ras dan N-ras.

Menurut American Cancer Society (ACS), sekitar 10% penderita kanker ovarium

ternyata memiliki anggota keluarga yang terkena penyakit yang sama. Umumnya, pasien

yang memiliki sejatah keluarga yang menderita kanker akibat gen mutasi BRCA1 dan
BRCA2 memiliki risiko sangat tinggi menderita kanker ovarium dan diperkirakan

mencapai 50-70% pasien kanker ovarium. Menurut Winata (2014) di FK Udayana bahwa

adanyamutasi gen BRCA berhubungan dengan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar

27-44% dibandingkan dengan risiko terjadinya kanker ovarium pada populasi normal

yakni 1,4%.

Beberapa studi genetik mengungkapkan bahwa adanya riwayat keluarga yang menderita

kanker ovarium atau kanker payudara telah menyebabkan terjadinya mutasi pada gen

BRCA 1 dan BRCA 2. Gen BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan gen yang memiliki fungsi

untuk mendeteksi terjadinya kerusakan dalam untai ganda DNA sel, mekanisme kerjanya

adalah berikatan dengan protein RAD51 selama perbaikan untai ganda DNA, dimana gen

ini mengadakan perbaikan didalam inti sel dengan mekanisme rekombinasi homolog

yang berdasarkan dari sel sebelumnya, rekombinasi ini menyesuaikan dengan kromosom

dari sel induk, sehingga kerusakan pada gen ini menyebabkan tidak terdeteksinya

kerusakan gen didalam sel dan sel yang mengalami mutasi tidak dapat diperbaiki

sehingga tumbuh sel yang bersifat ganas yang berpoliferasi menjadi jaringan kanker.

c. Paritas

Dalam paritas terjadi pelepasan sel ovum dari ovarium sehingga menyebabkan produksi

estrogen untuk poliferasi epitel ovarium. Walaupun ada beberapa hipotesis yang

menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium namun etiologi pasritas dengan

kanker ovarium belum begitu jelas. Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya

paritas justru menjadi faktor protektif terhadap kanker ovarium, salah satunya adalah

adalah hipotesis incessant ovulation yang menyebutkan bahwa pada saat terjadinya

ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium. Untuk proses perbaikan kerusakan ini
diperlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika

sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak

adekuat,maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi

transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa wanita yang

memiliki paritas ≥ 2 kali akan menurunkan risiko terkena kanker ovarium Peningkatan

paritas diduga dapat mengurangi risiko terkena kanker ovarium ini dikaitkan dengan teori

incessant ovulation, yang menyatakan bahwa berkurangnya jumlah ovulasi akan

menurunkan paparan ovarium terhadap kemungkinan mutasi gen akibat perbaikan sel

epitel setelah ovulasi yang terus – menerus. Pada masa kehamilan terjadi penghambatan

proses ovulasi dan peningkatan hormon progesteron yang diduga protektif terhadap

kanker ovarium, serta pembersihan sel – sel yang telah mengalami malignansi di

ovarium. Pada masa laktasi juga terjadi peningkatan kadar hormon prolaktin yang

menghambat produksi hormon gonadotropin sehingga menghambat ovulasi. Selain itu

peningkatan paritas juga dikaitkan dengan teori hormon gonadotropin, dimana rendahnya

konsentrasi hormon gonadotropin saat masa kehamilan dan menyusui membuat risiko sel

epitel ovarium terperangkap dalam jaringan ikat sekitarnya dan menyebabkan

terbentuknya kista inklusi di ovarium berkurang.

2.5 Patofisologi

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari tumor ovarium. Namun

beberapa teori yang digunakan utuk menjelaskan pathogenesis terjadinya tumor ovarium,

seperti incessant ovulation, inflamasi, dan gonadotropin.

Teori incessant ovulation, dimana sel kanker berasal dari epitel permukaan ovarium

sendiri, saat terjadi ovulasi akan terjadi trauma pada epitel permukaan ovarium yang
perlu di reparasi. Selama siklus reproduksi wanita siklus ini akan terus terjdi sehibgga

epitel permukaan ovarium akan rentan mengalami kerusakan DNA dan transformasi.

Selain itu peningkatan usia akan mengakibtakan permukaan ovarium membentuk

invaginasi pada stroma kortikal yang menyebabkan epitel permukaan terperangkap

kedalam stroma dan menjadi kista inklusi. Akibat paparan hormone-hormon ovarium,

kista inklusi tersebut dapat berproliferasi dan jika terjadi kerusakan DNA akan mengarah

menjadi suatu keganasan.

Teori inflamasi, hal ini akibat terjadinya paparan karsinogen yang dapat mencapai

ovarium melalui saluran genitalia. Contoh akibat keadaan infeksi radang panggul.

Teori gonadotropin, kadar gonadotropin yang tinggi berkaitan dengan lonjakan yang

terjadi selama ovulasi dan hilangnya negative feedback pada menopause serta kegagalan

ovarium premature memegang peranan penting dalam perkembangan kanker ovarium.

Adanya sekresi dari gonadotropin dalam jumlah yang banyak mengakibatkan stimulasi

esterogen pada epitel permukaan ovarium.

2.6 Klasifikasi

WHO membagi klasifikasi tumor ovarium menurut gambaran histologi yaitu yang bersala

dari surface epithelial (65%), germ cell, (15%) , sex cord stromal (10%), metastases

(5%). Tumor epitel permukaan diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan jenis sel (serous,

musinous, endometrioid, dll) dan atipia (jinak, borderline [proliferasi atipikal, potensi

ganas rendah] atau ganas; ganas mungkin invasif atau non-invasif). Kebanyakan tumor

ganasa berasala dari sel epital permukaan.

 Surface epithelial - stromal tumors


 Serous tumors:

o Benign (cystadenoma)

o Borderline tumors (serous borderline tumor)

o Malignant (serous adenocarcinoma)

 Mucinous tumors, endocervical-like and intestinal type:

o Benign (cystadenoma)

o Borderline tumors (mucinous borderline tumor)

o Malignant (mucinous adenocarcinoma)

 Endometrioid tumors:

o Benign (cystadenoma)

o Borderline tumors (endometrioid borderline tumor)

o Malignant (endometrioid adenocarcinoma)

 Clear cell tumors:

o Benign

o Borderline tumors

o Malignant (clear cell adenocarcinoma)

 Transitional cell tumors:

o Brenner tumor

o Brenner tumor of borderline malignancy

o Malignant Brenner tumor

o Transitional cell carcinoma (non-Brenner type)

 Epithelial-stromal:
o Adenosarcoma

o Carcinosarcoma (formerly mixed Müllerian tumors)

 Sex cord - stromal tumors

 Granulosa tumors:

o Fibromas

o Fibrothecomas

o Thecomas

 Sertoli cell tumors:

o Sex cord tumor with annular tubules

o Gynandroblastoma

o Steroid (lipid) cell tumors

o Leydig cell tumors

 Germ cell tumors

o Teratoma:

 Immature

 Mature

 Solid

 Cystic (dermoid cyst)

o Monodermal (e.g., struma ovarii, carcinoid)

o Dysgerminoma

o Yolk sac tumor (endodermal sinus tumor)

o Mixed germ cell tumors


2.7 Maninfestasi Klinis

Stadium awal kanker ovarium menunjukan gejala yang minimal, tidak spesifik, atau tidak

ada gejala sama sekali. Pasien mungkin merasakan massa perut. Sebagian besar kasus

didiagnosis pada stadium lanjut. Kanker ovarium muncul dengan berbagai gejala yang samar

dan tidak spesifik, termasuk yang berikut ini:

o Kembung; perut kembung atau tidak nyaman

o Efek tekanan pada kandung kemih dan rektum

o Sembelit

o Pendarahan vagina

o Gangguan pencernaan dan refluks asam

o Sesak napas

o Kelelahan

o Penurunan berat badan

Gejala yang secara independen terkait dengan keberadaan kanker ovarium termasuk nyeri

panggul dan perut, peningkatan ukuran perut dan kembung, dan kesulitan makan atau merasa

kenyang. Gejala yang terkait dengan penyakit stadium lanjut termasuk gejala gastrointestinal

seperti mual dan muntah, sembelit, dan diare.

2.8 Kehamilan dengan kanker ovarium

Kehamilan dengan keganasan merupakan hubungan 2 hal yang berlawanan antara

pertumbuhan yang terkontrol pada kehamilan dan pertumbuhan yang tidak terkontrol pada

keganasan.
Tumor ovarium ganas adalah kanker ginekologi kedua yang paling sering didiagnosis

selama kehamilan setelah karsinoma serviks. Kejadian kanker ovarium 0,02-0,38 per 10.000

kehamilan, dan massa ovarium dengan potensi keganasan rendah adalah 0,11-0,24 per

10.000 kehamilan. Meskipun insiden keganasan ovarium gestasional rendah, hal ini menjadi

tantangan dalam manajemen ibu dan perinatal. Di Indonesia data mengenai kehamilan

dengan keganasan ovarium belum terdokumentasi dengan baik, khususnya di RSUP dr.

Sardjito Yogyakarta. Kehamilan dengan keganasan ovarium terjadi pada usia reproduktif.

Dari berbagai jenis keganasan ovarium, jenis sel epitel merupakan varian paling sering

dan menyumbangkan morbiditas dan mortalitas terbanyak. Tumor epitel serous memiliki

insidensi tertinggi sekitar 70% jenis tumor epitel origin dan selebihnya subtipe lain yang

paling sering mucinous, endometrioid dan clear cell. Keganasan ovarium menjadi jenis

kanker ke-5 yang terdiagnosis selama kehamilan. Meskipun prevalensi EOC rendah pada

wanita usia reproduksi, jenis sel epitel memberikan sekitar 25–50% keganasan ovarium yang

terdiagnosis dalam kehamilan.

Kehamilan yang terjadi pada wanita yang menderita keganasan ovarium memiliki risiko

terhadap janin berupa terjadinya keguguran, kelahiran prematur, pertumbuhan janin

terhambat sampai dengan kelainan kongenital.

2.9 Diagnosa

a. Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gelaja klinis dan faktor-faktor risiko yang mendukung seperti

adanya onset munculnya perut membesar ataupun munculnya benjolan di perut, perdarahan

dari jalan lahir, siklus menstruasi, berapa usia menarke, nyeri perut khususnya nyeri perut
bagian bawah dan nyeri pelvis, riwayat keluarga dengan kanker ovarium, dan lain

sebagainya.

b. Pemeriksaan Fisik

Temuan fisik jarang ditemukan pada pasien dengan stadium awal. Pasien dengan

penyakit yang lebih parah mungkin datang dengan massa ovarium atau pelvis, asites, efusi

pleura, atau massa abdomen atau obstruksi usus dan gangguan ginjal. Kanker ovarium

stadium lanjut dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologis dengan dikeluarkannya

ovum dan dilakukan pengambilan sampel jaringan atau cairan asites.

c. USG

USG transvaginal dan abdomen adalah teknik pencitraan yang lebih disukai untuk

mengevaluasi massa panggul pada kehamilan, karena aman, dapat dinilai secara luas dan

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

d. Tumor marker

Dari berbagai macam modalitas ini, CA 125 paling banyak digunakan karena tidak

invasif, relatif murah, dan paling sering digunakan. CA 125 jika digunakan sebagai

marker untuk penapisan mempunyai nilai positif prediktif value yang rendah. Sebagai

contoh, dengan sensitivitas 80%, danprevalensi kanker ovarium 0,0003, CA 125

mempunyai positive predictive valuesebesar 2,3 %. Hal ini berarti bahwa 50 wanita

membutuhkan laparoskopi ataulaparotomi untuk mendeteksi 1 kankerovarium.

2.10 Tatalaksana
Perawatan standar untuk wanita dengan kanker ovarium melibatkan operasi debulking

yang agresif dan kemoterapi. Tujuan dari operasi sitoreduktif adalah untuk memastikan

diagnosis, menentukan tingkat penyakit, dan mereseksi semua tumor yang terlihat.

Kemoterapi neoadjuvan semakin banyak digunakan.

2.11 Prognosis

Meskipun tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk kanker ovarium telah meningkat

secara signifikan dalam 30 tahun terakhir, prognosis untuk kanker ovarium tetap buruk

secara keseluruhan, dengan tingkat kelangsungan hidup relatif 5 tahun sebesar 48,6%.

Prognosis kanker ovarium terkait erat dengan stadium saat diagnosis, [31, 32]

sebagaimana ditentukan menurut sistem stadium yang dikembangkan oleh Federasi

Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO).

Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun (dibulatkan ke bilangan bulat terdekat) untuk

karsinoma ovarium epitel pada tahap FIGO adalah sebagai berikut:


 Stage IA - 87%

 Stage IB - 71%

 Stage IC - 79%

 Stage IIA - 67%

 Stage IIB - 55%

 Stage IIC - 57%

 Stage IIIA - 41%

 Stage IIIB - 25%

 Stage IIIC - 23%

 Stage IV - 11%

 Overall survival rate – 46%

Prognosis untuk tumor yang berpotensi rendah menjadi malignant. Tingkat

kelangsungan hidup keseluruhan pada 5 tahun menurut FIGO ditunjukkan di bawah

ini. Yang lain telah melaporkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik dengan

kelangsungan hidup 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun untuk pasien dengan

LMP serosa masing-masing 97%, 95%, 92%, dan 89%

Tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk tumor LMP menurut stadium FIGO

(persentase kelangsungan hidup dibulatkan ke bilangan bulat terdekat) adalah sebagai

berikut:

 Stage IA - 93%

 Stage IB - 90%
 Stage IC - 91%

 Stage IIA - 88%

 Stage IIB - 86%

 Stage IIC - 100%

 Stage IIIA - 29%

 Stage IIIB - 75%

 Stage IIIC - 62%

 Stage IV - 30%

 Overall survival rate - 86%


BAB III

LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. RM

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 35 tahun

Alamat : Larantuka

Agama : Islam

Status : Sudah Menikah

NO. MR : 54 13 76

MRS : 27/02/2021 Jam 08.00 (TRIASE)

27/02/2021 Jam 15.15 WITA (VK)

3.2 Anamnesis dan Pemeriksaan

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29/02/2021 di Ruangan VK


3.2.1 Anamnesis

 RPS: Pasien rujukan dari RSUD Larantuka dengan diagnosis G2P1A0 gravid 28-29

minggu + Neoplasma ovarium curiga ganas.

Desember 2020 : Pasien pergi ke dr. SpOG untuk memeriksa kehamilan. Hasil USG

menunjukkan hamil dengan kista pada indung telur sebelah kanan. Dokter menyarankan untuk

segera dirujuk ke Kupang tetapi keluarga masih berunding . Pasien juga mengeluh nyeri perut

bagian bawah (+) dan bengkak pada kedua kaki.

Januari 2021 : Perut dirasakan membesar dengan cepat, kedua kaki makin bengkak sehingga

pasien sulit berjalan, serta sesak yang muncul hilang timbul dan memberat bila pasien berbaring.

19 Februari 2021 : Pasien mengeluh sesak yang makin memberat sehingga pasien dibawa ke

RSUD Larantuka. Pasien dirawat selama 1 minggu dan dilakukan punksi ascites dengan volume

± 1800 cc. Setelah itu dilakukan USG kembali dan didapatkan masih terdapat cairan. Pasien

kemudian dirujuk ke RSUD WZ Johannes Kupang untuk tatalaksana lebih lanjut

Nyeri kepala (-), kencang-kencang (-), keluar darah dari jalan lahir (-), pandangan berkabur (-),

nyeri ulu hati (-), mual/muntah (-), gerakan janin dirasakan aktif . BAB (+) sulit , BAK (+) nyeri.

Pasien tidak merasakan penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir. Batuk (+) sesekali, lendir

(+) putih kental, sejak 3 hari SMRS

 RPD : HT (-), DM (-), Asma (-), Kista Ovarium Sinistra tahun 2019

 RPK : HT (-), DM (-), Asma (-)

 R. Pengobatan :
RSUD Larantuka :

o Punksi Ascites

o IVFD RL 16 tpm

o SF 1x1

o Kalk 1x1

o Transfusi albumin

 R. Operasi : Operasi Kista Ovarium Sinistra tahun 2019

• Riwayat ANC: 6x di PKM Lite , 2x di dr. SpOG

• Riwayat Kontrasepsi: IUD (2015-2018)

• Riwayat Imunisasi : -

• Menarche : 15 tahun

• Siklus haid : 30 hari , lama haid 7 Hari

• Riwayat Persalinan :

1. 9 bulan/PKM/Bidan/Spontan/Laki-laki/3200gram/2012/sehat

2. Hamil ini :

HPHT : 07-08-2020

TP : 14-05-2021
UK : 29-30 minggu

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

• Keadaan umum : Tampak sakit berat

• Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)

• TTV :

• TD : 126/101 mmHg

• S : 36.5°C

• N : 102x/menit

• RR : 26x/menit

• SpO2 : 99%

• Skor covid : 9 (keganasan/hamil 1, menghadiri perkumpulan massa 4, batuk 4)

Status generalis :

• Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

• Leher : Pembesaran KGB -/-, pembesaran kel. tiroid (-)

• Thoraks :

• Cor S1S2 T/R, gallop (-), murmur (-)


• Pulmo : Vocal fremitus melemah/normal, Vesikuler +/+ menurun, Rhonki -/-,

Wheezing -/-

• Abdomen :

– Inspeksi : Tampak cembung, venektasi (+), bekas luka operasi, pus (+)

– Auskultasi : BU (+) kesan normal

– Palpasi : Nyeri tekan (+) regio lumbalis dextra. Shifting dullnes (-). Hepar dan

lien sulit dievalusi

• Ekstremitas : Akral hangat (+/+), Edema ekstremitas inferior (+/+) pitting setinggi

inguinal , CRT < 2 detik

• Status Obstetri :

• Leopold I : sulit dievalusi

• Leopold II : punggung kiri

• Leopold III : sulit dievaluasi

• Leopold IV : sulit dievaluasi

• DJJ :-

• HIS :-

• Lingkar Perut : 109 cm


3.2.3 Pemeriksaan Penunjang
 Hasil USG 04/12/2020

Ibu : Riw. Operasi cyst ovarium sinistra (kiri)

HPHT : Agustus 2020

• Janin ….

UK : 18-19 minggu

TP : 3-5-2021
BB : 262 gr

Plasenta di corpus

• Cyst ovarium dextra curiga ganas


3.3 Assesment : G2P1-1 29-30 minggu T/H + Neoplasma Ovarial Kistik+ Post

salfingoooforektomi sinistra + Ascites + susp.efusi pleura + Hipoalbuminemia + ILO +

ISPA + Usia Ibu ≥ 35 tahun + TBJ 911 gram

3.4 Terapi

Planning DPJP:

KIE utamakan keselamatan ibu daripada janin

Kaltrofen supp

VIP albumin 3x2 caps

Boleh MRS di VK

3.5 Follow Up:


 Minggu, 28 Februari 2021 (VK)

S : Sesak (+), mual (-), muntah (-), batuk (+) sesekali, lendir (-), gerak janin dirasakan aktif (+).

 O : KU : tampak sakit sedang

 Kesadaran: compos mentis

 TTV :

TD : 100/80 mmHg

N : 103 x/menit

Suhu : 36,5C

RR : 28 x/menit

SpO2 : 98% (O2 NK 4 lpm)

DJJ : 141 dpm

 Cor : S1S2 tunggal m(-) g(-)

 Pulmo : Vokal fremitus melemah/normal, Vesikular +/+, rh -/- wh-/-

 Abdomen : Tampak cembung, venektasi (+), bekas luka operasi, pus (-), BU (+),

Hepar dan lien tidak teraba

 Extremitas : CRT<2”, akral hangat, edema pitting +/+

Laboratorium :

SGOT/PT: 38,70/ 45,80 u/l

Protein : +3

Darah : +3
A: G2P1-1 29-30 minggu T/H + Neoplasma ovarium kistik (STGO) + Post salfingoooforektomi

sinistra + Ascites + susp.efusi pleura + Hipoalbuminemia + ILO + ISPA + Usia Ibu ≥ 35 tahun +

TBJ 911 gram

P:

KIE utamakan keselamatan ibu daripada janin

- Kaltrofen supp

- VIP Albumin 3x2 caps

- Rawat luka 2x sehari

Transfusi Albumin hingga Albumian > 3

Senin, 01 Maret 2021 (VK)

 S : Sesak berkurang, batuk (+) sesekali, lendir (-), gerak janin dirasakan aktif (+), nyeri

pada tempat pemasangan kateter(+)

 O : KU : tampak sakit sedang

 Kesadaran: compos mentis

 TTV :

TD : 110/80 mmHg

N : 108 x/menit

Suhu : 36,5C

RR : 25 x/menit

SpO2 : 98% (O2 NK 4 lpm)

DJJ : 137 dpm

o Cor : S1S2 tunggal m(-) g(-)


o Pulmo : Vokal fremitus melemah/normal, Vesikular +/+, rh -/- wh-/-

o Abdomen : Tampak cembung, venektasi (+), bekas luka operasi, pus (-), BU (+),

Hepar dan lien tidak teraba

o Extremitas : CRT<2”, akral hangat, edema pitting +/+

Lab DL 01/03/21:

Albumin 3,328 mg/L

 A : G2P1-1 29-30 minggu T/H + STGO (NOK) + Post salfingoooforektomi sinistra +

Pneumonia + Edema Anasarka + transaminitis + Hipoalbuminemia + ILO + Usia Ibu ≥

35 tahun + TBJ 911 gram

 P : Planning DPJP :

o Rencana Surgical Staging + Histerektomi

o O2 4 lpm

o Transfusi Albumin seri 1 selesai

o Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV

o Konsul TS IPD dan Jantung

o Kaltrofen supp prn

o VIP Albumin 3x2 caps

o Rawat luka 2x sehari


Selasa, 02 Maret 2021 (VK)

 S : Sesak (+), batuk (+) sesekali,, gerak janin dirasakan aktif (+), nyeri pada tempat

pemasangan kateter(+)
 O : KU : tampak sakit sedang

 Kesadaran: compos mentis

 TTV :

TD : 110/80 mmHg

N : 105 x/menit

Suhu : 36,5C

RR : 26 x/menit

SpO2 : 98% (O2 NK 4 lpm)

DJJ : 120 dpm

o Cor : S1S2 tunggal m(-) g(-)

o Pulmo : Vokal fremitus melemah/normal, Vesikular +/+, rh -/- wh-/-

o Abdomen : Tampak cembung, venektasi (+), bekas luka operasi, pus (-), BU (+),

Hepar dan lien tidak teraba

o Extremitas : CRT<2”, akral hangat, edema pitting +/+

 A : G2P1-1 29-30 minggu T/H + STGO (NOK) + Post salfingoooforektomi sinistra +

Pneumonia + Edema Anasarka + transaminitis + Hipoalbuminemia + ILO + Usia Ibu ≥

35 tahun + TBJ 911 gram

 P : Planning
DPJP Obgyn:

o Rencana Surgical Staging + Histerotomi

o O2 4 lpm

o Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV

o Inj. Ketorolac 3x1 amp

o VIP Albumin 3x2 caps

o Rawat luka 2x sehari

o Konsul TS Paru

Visite Sp.PD :

Pasien didapatkan dengan:

• STGO pro operasi

• Hipoalbuminemia Ringan

• Bronkopneumonia

Saran: Konsul Paru

Saat ini tidak ada kontraindikasi tindakan operasi di bidang IPD

Visite Sp.JP :

Pada pemeriksaan kami dapatkan dengan:

• G2P1A0 uk 29-30 mgg

• STGO pro Histerektomi


• Hipoalbuminemia

• Bronkopneumonia

Saat ini tidak ada tatalaksana dibidang kardio. Pasien dapat dilakukan tindakan sesuai TS Obgyn

dengan Cardiac Risk Index Sedang

Rabu, 03 Maret 2021 (VK)

 S : Sesak (+), batuk (+) sesekali,, gerak janin dirasakan aktif (+), nyeri pada tempat

pemasangan kateter(+)

 O : KU : tampak sakit sedang

 Kesadaran: compos mentis

 TTV :

TD : 100/80 mmHg

N : 111 x/menit

Suhu : 36,3C

RR : 25 x/menit

SpO2 : 98% (O2 NK 4 lpm)

DJJ : 137 dpm

o Cor : S1S2 tunggal m(-) g(-)

o Pulmo : Vokal fremitus melemah/normal, Vesikular +/+, rh -/- wh-/-


o Abdomen : Tampak cembung, venektasi (+), bekas luka operasi, pus (-), BU (+),

Hepar dan lien tidak teraba

o Extremitas : CRT<2”, akral hangat, edema pitting +/+

Hasil Swab PCR 03/03/2021

SARS COV 2 Real Time PCR : Negatif

 A : G2P1-1 29-30 minggu T/H + STGO (NOK) + Post salfingoooforektomi sinistra +

Pneumonia + Edema Anasarka + transaminitis + Hipoalbuminemia + ILO + Usia Ibu ≥

35 tahun + TBJ 911 gram

 P : Planning

DPJP Obgyn:

- Rencana Surgical Staging + Histerotomi 04/03/21

- Konsul Sp.An

- O2 4 lpm

- Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

- VIP Albumin 3x2 caps

- Rawat luka 2x sehari

Visite Sp.P 03/03/21:


S: Sesak (+) Batuk sesekali, Demam (-)

O: TD: 110/70 mmHg, N: 100x/mnt, RR: 26 x/mnt, SpO2: 97%

Pulmo: Vesikuler menurun, Rh: +/+ Wh(-/-)

A:

• Congestive Pulmonary

• Susp Efusi Pleura D

• Bronkopneumonia

P:

Antibiotika sesuai TS Obgyn

Risiko tindakan di bidang paru sedang-berat

Jawaban Konsul Sp.An :

Kepada Yth. dr. Laurens, Sp.OG (K)

Dengan hormat

Terimakasih atas konsulannya, tindakan anestesi risiko berat

Kamis, 04 Maret 2021 (VK)

Durante Operasi : Pada tanggal 04/03/2021 jam 09.03 WITA telah lahir bayi jenis kelamin laki-

laki secara SC + Surgical Staging a.i NOK dengan BBL 1100 gram, PB 38 cm, A/S 1/3/8, BS

28-29 minggu.
 S : Pasien tidak sadar , terpasang ventilator

 O : KU : tampak sakit sedang

 Kesadaran: coma

 TTV :

TD : 86/54 mmHg

N : 131 x/menit

Suhu : 35,8C

RR : 12 x/menit

SpO2 : 92%

o Cor : S1S2 tunggal m(-) g(-)

o Pulmo : Vokal fremitus melemah/normal, Vesikular +/+, rh -/- wh-/-


o Abdomen : Tampak cembung, venektasi (+), bekas luka operasi, pus (-), BU (+),

Hepar dan lien tidak teraba

o Extremitas : CRT<2”, akral hangat, edema pitting +/+

 A : P2-2 Post Sc ai STGO (NOK) + Debulking massa ovari D/ H0 + Bronkopneumonia

+ Edema Anasarka + Transaminitis + Hipoalbuminemia pasca transfusi

 P : Planning :

Terpasang :Ventilator

Drip Oxytocin 20 iu dalam RL 20 tpm

Drip analgetik dalam D5% 20 tetes micro

Planning DPJP :

IVFD RL 20 tpm

Cefotaxime 3 x1 g IV
Ketorolac 3 x1 amp IV

Kalnex 3 x 500 mg IV

Metoclopramid 3 x 1 amp IV

Omeprazole 2 x 40 mg IV

dr. Sp An

-Matikan Atracurium

-Guyur NaCl 0,9 % 500 cc dalam 30 menit

-Pasang fentanyl 20 mg/jam

-midazolam 1 mg/jam

-Cek TD post guyur lapor dr.Sp.An


Tg Jumat, 05 Maret 2021 Sabtu , 06 Maret 2021 Minggu,07 Maret 2021

l (ICU) (14.00) (ICU)

S Pasien sadar, mengeluhkan Pasien sudah sadara Terpasang Ventilator


sesak nafas namun ditidurkan kembali
karena gelisah

O  KU : tampak sakit berat  KU : tampak sakit  KU : tampak sakit


 Kesadaran: compos berat berat
mentis E4VxM6  Kesadaran: DPO  Kesadaran: DPO
 TTV : ExVxMx ExVxMx
TD : 84/49 mmHg  TTV :  TTV :
N : 121 x/menit TD : 100/64 mmHg TD : 113/53 mmHg
Suhu : 36,0C N : 125 x/menit N : 108 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36,3C Suhu : 36,3C
SpO2 : 98% RR : 23 x/menit RR : 23 x/menit
UO : 100 cc/jam SpO2 : 98% SpO2 : 99%
Drain : +/- 10 cc/jam  Mata : Isokhor,  Mata : Isokhor,
 Mata : Isokhor, Refleks Refleks cahaya Refleks cahaya
cahaya langsung +/+, langsung +/+, langsung +/+,
Refleks cahaya tidak Refleks cahaya Refleks cahaya tidak
langsung +/+ tidak langsung +/+ langsung +/+
 Pulmo : Vokal fremitus  Pulmo : Vokal  Pulmo : Vokal
melemah/normal, fremitus fremitus
Vesikular +/+, rh -/- melemah/normal, melemah/normal,
wh-/- Vesikular +/+, rh Vesikular +/+, rh -/-
 Cor : S1S2 tunggal m(-) -/- wh-/- wh-/-
g(-)  Cor : S1S2 tunggal  Cor : S1S2 tunggal
 Abdomen : Tampak m(-) g(-) m(-) g(-)
cembung, venektasi (+),  Abdomen :  Abdomen : Tampak
bekas luka operasi, pus Tampak cembung, cembung, venektasi
(-), BU (+), Hepar dan venektasi (+), (+), bekas luka
lien tidak teraba bekas luka operasi, operasi, pus (-), BU
 Extremitas : CRT<2”, pus (-), BU (+), (+), Hepar dan lien
akral hangat, edema Hepar dan lien tidak teraba
pitting +/+ tidak teraba  Extremitas :
 PPV : Lokia rubra  Extremitas : CRT<2”, akral
Laboratorium : CRT<2”, akral hangat, edema
Kreatini : 2,66 mg/dl hangat, edema pitting +/+
Urea N : 66,00 mg/dl pitting +/+  PPV : Lokia rubra
 PPV : Lokia rubra
Albumin : 2,51 mg/L

A P2-2 Post Sc ai STGO P2-2 Post Sc ai STGO P2-2 Post Sc ai STGO


(NOK) + Debulking massa
ovari D/ H1 + (NOK) + Debulking (NOK) + Debulking massa
Bronkopneumonia + Syok massa ovari D/ H2 + ovari D/ H3 +
Hipovolemik + Edema
Anasarka + Transaminitis + Bronkopneumonia + Syok Bronkopneumonia + Syok
Hipoalbuminemia pasca
transfusi Hipovolemik + Edema Hipovolemik + Edema

Anasarka + Transaminitis Anasarka + Transaminitis +

+ Hipoalbuminemia dalam Hipoalbuminemia dalam

terapi terapi

P DPJP : Terpasang :Ventilator Terpasang :Ventilator


- Terapi ̴ Ts Sp.An + Planning DPJP : Planning DPJP :
Furosemid 5 mg/ jam - Terapi ̴ Ts Sp.An - Terapi ̴ Ts Sp.An +
- Inj. Meropenem 3x1 + Furosemid 5 mg/ Furosemid 5 mg/
g IV jam jam
- Inj. Levofloxacin - Inj. Meropenem - Inj. Meropenem 3x1
1x750 mg IV 3x1 g IV g IV
- Inj Kalnex 3x500 mg - Inj. Levofloxacin - Inj. Levofloxacin
IV 1x750 mg IV 1x750 mg IV
- Inj. Metoclopramid - Inj Kalnex 3x500 - Inj Kalnex 3x500 mg
3x1 amp IV mg IV IV
- Inj Omeprazole 2x40 - Inj. - Inj. Metoclopramid
mg IV Metoclopramid 3x1 amp IV
- Transfusi Albumin 3x1 amp IV - Inj Omeprazole 2x40
s.d Albumin= 3 mg/L - Inj Omeprazole mg IV
Sp.An : 2x40 mg IV - Transfusi Albumin
- Ventilator : SCMV - Transfusi Albumin s.d Albumin= 3
TV 350 RR 12 PEEP s.d Albumin= 3 mg/L
6 mg/L dr. Sp An
FiO2 : 50% dr. Sp An - Ventilator : SCMV
- IVFD NS 500 cc/24 - Ventilator : SCMV TV 350 RR 12 PEEP
jam TV 350 RR 12 6
- Fentanyl 10 PEEP 6 FiO2 : 50%
mcg/j/SP/IV FiO2 : 50% - IVFD NS 500 cc/24
- Furosemid 5 - IVFD NS 500 jam
mg/j/SP/IV cc/24 jam - Furosemid 10
- Vascon 0,3 - Furosemid 10 mg/j/SP/IV
mg/KgBB/SP mg/j/SP/IV - Vascon 0,35
- Dobutamin 7 - Vascon 0,35 mg/KgBB/SP
mcg/KgBB/SP mg/KgBB/SP - Dobutamin 7
- Pasang NGT : Susu - Dobutamin 7 mcg/KgBB/SP
6x150 kkal/hari mcg/KgBB/SP - Pasang NGT : Susu
- Cek: DL, GDS, Ur, - Pasang NGT : 6x150 kkal/hari
Cr, Elektrolit Susu 6x150
Sp.P: kkal/hari
- Pemeriksaan kultur - Midazolam : 1
sputum, kultur darah mg/jam/SP
- Inj. Levofloxacin - Morfin : bolus 3 cc
1x750 mg IV
- Inj. Meropenem 3x1
g IV (drip dalam WS
100 cc) (Bila TS
Obgyn setuju) saran
cefotaxim STOP
- N-Acetil sistein
3x200 mg

Tg Senin, 08 Maret 2021 (ICU) Selasa, 09 Maret 2021 Rabu,10 Maret 2021

l (ICU)

S Pasien blm sadar backup Terpasang ventilator Terpasang Ventilator


oleh ventilator

O  KU : tampak sakit berat  KU : tampak sakit  KU : tampak sakit


 Kesadaran: E2VxM5 berat berat
 TTV :  Kesadaran: DPO  Kesadaran: DPO
TD : 107/61 mmHg ExVxMx ExVxMx
N : 102 x/menit  TTV :  TTV :
Suhu : 36,0C TD : 98/43 mmHg TD : 89/47 mmHg
RR : 20 x/menit N : 120 x/menit N : 112 x/menit
SpO2 : 99% Suhu : 36,0C Suhu : 36,0C
 Mata : Isokhor, Refleks RR : 20 x/menit RR : 25 x/menit
cahaya langsung +/+, SpO2 : 92% SpO2 : 92%
Refleks cahaya tidak Drain : 30 cc/24 jam  Mata : Isokhor,
langsung +/+  Mata : Isokhor, Refleks cahaya
 Pulmo : Vokal fremitus Refleks cahaya langsung +/+
melemah/normal, langsung +/+, minimal, Refleks
Vesikular +/+, rh -/- Refleks cahaya cahaya tidak
wh-/- tidak langsung +/+ langsung +/+
 Cor : S1S2 tunggal m(-)  Pulmo : Vesikular minimal
g(-) +/+, rh -/- wh-/-  Pulmo : Vokal
 Abdomen : Tampak  Cor : S1S2 tunggal fremitus
cembung, bekas luka m(-) g(-) melemah/normal,
operasi tertutup kassa (+),  Abdomen : Vesikular +/+, rh -/-
rembesan darah (-), BU Tampak cembung, wh-/-
(+), Hepar dan lien tidak bekas luka operasi  Cor : S1S2 tunggal
teraba. tertutup kassa (+), m(-) g(-)
 Extremitas : CRT<2”, rembesan darah  Abdomen : Tampak
akral hangat, edema (-), BU (+), Hepar cembung, bekas luka
pitting +/+ dan lien tidak operasi tertutup
 PPV : Lokia rubra teraba. kassa (+), rembesan
 Extremitas : darah (-), BU (+),
DL 08/03/21: CRT<2”, akral Hepar dan lien tidak
Hb: 8,6 g/dl WBC : hangat, edema teraba.
27,19X103/ul pitting +/+  Extremitas :
Ht : 27,0% PLT :  PPV : Lokia rubra CRT<2”, akral
47.000/ul hangat, edema
Mcv : 90,3 fl Cr: 4,70 pitting +/+
mg/dl  PPV : Lokia rubra
Mch : 28,8 pg Bun : 83,20  Drain : 30 cc/24 jam
mg/dl  UO : 50 cc/24 jam

A P2-2 Post Sc ai STGO P2-2 Post Sc ai STGO P2-2 Post Sc ai STGO


(NOK) + Debulking massa
ovari D/ H4 + (NOK) + Debulking (NOK) + Debulking massa
Bronkopneumonia +
Azotemia Renal + Syok massa ovari D/ H2 + ovari D/6 +
Hipovolemik + Edema
Anasarka + Transaminitis + Bronkopneumonia + Syok Bronkopneumonia +
Hipoalbuminemia dalam
terapi Hipovolemik + Edema Azotemia Renal + Anemia

Anasarka + Transaminitis (Hb: 8,6) + Edema Anasarka

+ Hipoalbuminemia dalam + Transaminitis +

terapi Hipoalbuminemia dalam

terapi

P Terpasang :Ventilator Terpasang :Ventilator


Terpasang :Ventilator Planning DPJP : Planning DPJP :
Planning DPJP : - Terapi ̴ Ts Sp.An - Terapi sesuai
- Terapi ̴ Ts Sp.An + + Furosemid 5 mg/ IPD,Anestesi
Furosemid 5 mg/ jam jam - Aff drain
- Inj Kalnex 3x500 mg - Inj Kalnex 3x500 dr. Sp An:
IV mg IV - VC SIMV TV :
- Inj. Metoclopramid - Inj. 400ml, RR :
3x1 amp IV Metoclopramid 12x/menit, FiO2
- Inj Omeprazole 2x40 3x1 amp IV 60%, PEEP 3, FiO
mg IV - Inj Omeprazole 60%
- Transfusi Albumin 2x40 mg IV - Head up 30 derajat
s.d Albumin= 3 mg/L - Transfusi Albumin - Suction berkala
Sp.P s.d Albumin= 3 - NaCl 0.9%
- Inj. Meropenem 3x1 mg/L 500ml/….
g IV - inj. Ekstra Lasix 1 - Transfusi albumin 25
- Inj. Moxifloxacin 1x x injeksi %/ hari
400mg IV - Konsul TS IPD - Dobutamin 5
- N-acetil sistein 3x200 dr. Sp.An mcg/kgbb/syringe
mg/ NGT - Ventilasi TV : pump
dr. Sp An 400ml, RR : - Vascon 0,1
- Ventilator : SCMV 12x/menit, FiO2 mg/kgbb/syringe
TV 400 RR 12 PEEP 60%, PEEP 3 pump
3 - Vascon 0,1 - Omperazole 2x40
FiO2 : 60% mg/kgbb/syringe mg
- IVFD NS 1000 cc/24 pump - Perikas AGD, Na, K
jam - NaCl 0.9%
- Furosemid 20 1000ml Sp. P :
mg/j/SP/IV - Transfusi albumin - Kultur sputum (cek
- Vascon 0,1 25 % apa sudah terlampir)
mg/KgBB/SP - Dobutamin 5 - O2 ventilator sesuai
- Dobutamin 7 mcg/kgbb/syringe TS anestese
mcg/KgBB/SP pump - Meropenem 3x1 gr
- Transfusi - Periksa AGD dan IV
albumin 25 % elektrolit darah - Moxifloxacin
- Pasang NGT : Susu - KIE keluarga 1x400mg (IV) (3)
6x150 kkal/hari - NAC 3x200 mg

Tg Kamis, 11 Maret 2021 Jumat , 12 Maret 2021 Sabtu ,13 Maret 2021

l (ICU) (ICU)

S Terpasang ventilator Terpasang ventilator Terpasang Ventilator

O  KU : tampak sakit berat  KU : tampak sakit  KU : tampak sakit berat


 Kesadaran: E2VxM4 berat  Kesadaran: E2VxMx
 TTV :  Kesadaran: E2VxMx  TTV :
TD : 92/59 mmHg  TTV : TD : 91/50 mmHg
N : 114 x/menit TD : 80/49 mmHg N : 94 x/menit
Suhu : 36,4C N : 90 x/menit Suhu : 36,5C
RR : 24 x/menit Suhu : 36,2C RR : 15 x/menit
SpO2 : 94% RR : 15 x/menit SpO2 : 94%
 Mata : Isokhor, Refleks SpO2 : 93%  Mata : Isokhor, Refleks
cahaya langsung +/+  Mata : Isokhor, cahaya langsung +/+
minimal, Refleks cahaya Refleks cahaya minimal, Refleks cahaya
tidak langsung +/+ langsung +/+ minimal, tidak langsung +/+
minimal Refleks cahaya tidak minimal
 Pulmo : Vokal fremitus langsung +/+ minimal  Pulmo : Vokal fremitus
melemah/normal,  Pulmo : Vokal melemah/normal,
Vesikular +/+, rh -/- fremitus Vesikular +/+, rh -/-
wh-/- melemah/normal, wh-/-
 Cor : S1S2 tunggal m(-) Vesikular +/+, rh -/-  Cor : S1S2 tunggal m(-)
g(-) wh-/- g(-)
 Abdomen : Tampak  Cor : S1S2 tunggal  Abdomen : Tampak
cembung, bekas luka m(-) g(-) cembung, bekas luka
operasi tertutup kassa  Abdomen : Tampak operasi tertutup kassa (+),
(+), rembesan darah (-), cembung, bekas luka rembesan darah (-), BU
BU (+), Hepar dan lien operasi tertutup kassa (+), Hepar dan lien tidak
tidak teraba. (+), rembesan darah teraba.
 Extremitas : CRT<2”, (-), BU (+), Hepar dan  Extremitas : CRT<2, akral
akral hangat, edema lien tidak teraba. hangat, edema pitting
pitting +/+  Extremitas : CRT<2”, Lab : DL & Koagulasi :
Laboratorium : akral hangat, edema Hb : 11,6 g/dl wbc :
Kreatini : 5,03 mg/dl pitting +/+ 12.76x 103/ul
Kalium : 5,29 mmol/l Ht : 35,3% PLT :
Urea N : 147,5 mg/dl 35.000/UL
kalsium : 0,73 mmol/l Mcv 87,2 fl D-Dimer :
Alb : 2,85 mg/l 376.00 ng/ml
MCH : 28,5 pg

A P2-2 Post Sc ai STGO P2-2 Post Sc ai STGO P2-2 Post Sc ai STGO


(NOK) + Debulking massa
ovari D/ 7+ (NOK) + Debulking (NOK) + Debulking massa
Bronkopneumonia +
Azotemia Renal + Anemia massa ovari D/8 + ovari D/9 +
(Hb: 8,6) + Edema Anasarka
+ Transaminitis + Bronkopneumonia + Bronkopneumonia +
Hipoalbuminemia dalam
terapi Azotemia Renal + Azotemia Renal + Anemia

Anemia (Hb: 8,6) + (Hb: 8,6) + Edema Anasarka

Edema Anasarka + + Transaminitis +

Transaminitis + Hipoalbuminemia dalam

Hipoalbuminemia dalam terapi

terapi

P DPJP : Terpasang :Ventilator Planning DPJP: sesuai TS


- Terapi ̴ Ts Sp.An + Planning DPJP : IPD, Paru, Anestesi
Furosemid 5 mg/ jam - Terapi ̴ Ts Sp.An - Kumbah Lambung /6
- Inj Kalnex 3x500 mg + Furosemid 5 jam
IV mg/ jam - NGT dialirkan
- Inj. Metoclopramid - Inj Kalnex 3x500 - Inj. Omeprazole 2x40
3x1 amp IV
- Inj Omeprazole 2x40 mg IV mg
mg IV - Inj. - Inj. Metoclopramide
- Transfusi Albumin Metoclopramid 2x10mg
s.d Albumin= 3 3x1 amp IV - Inj.
mg/L - Inj Omeprazole Methylprednisolon
Sp.P: 2x40 mg IV 1x62,5 mg
- Inj. Meropenem 3x1 - Transfusi - Transfusi PRC 1 labu/
g IV Albumin s.d hari
- Inj. Moxifloxacin 1x Albumin= 3 mg/L + premedikasi
400mg IV Sp.P: - Per NGT sucralfat 4x
- N-acetil sistein - Inj. Meropenem c II
3x200 mg/ NGT 3x1 g IV (paska Kumbah Lambung)
(TundaL - Inj. Moxifloxacin - Transfusi albumin 2,5% 1
Sp.An : 1x 400mg IV botol/ hari
- P :- VC simv TV - N-acetil sistein Sp.P:
400, RR 12 x/m, 3x200 mg/ NGT Pemeriksaan DL Ulang (Cek
PEEP 3, FiO2 60 % (Tunda) Evaluasi)
- Dobutamin 5 dr. Sp An - Meropenem 3x1 gr
mcg/kgBB/menit :- VC simv TV 400, RR IV Stop
- Vaskon 0,1 12 x/m, PEEP 3, FiO2 60 - Moxifloxacin
mcg/kgBb/ menit % 1x400mg (IV) (5)
- Omeprazole 2x40 - Dobutamin 5 - NAC 3x200 mg
mg mcg/kgBB/menit dr. Sp An
- KIE keluarga - Vaskon 0,1 - VC SIMV TV :
Sp.PD mcg/kgBb/ menit 400ml, RR :
- - Cairan dan - Furosemid 20 12x/menit, FiO2 60%,
vasopressor sesuai mg/j/SP/IV PEEP 3, FiO 60%
TS anestesi - Omeprazole 2x40 - Head up 30 derajat
- Antibiotik sesuai TS mg - NaCl 0.9% 1500ml/
Paru - KIE keluarga 24 jam
- Transfusi Albumin - Transfusi albumin 25
20 % 1 botol/ hari %/ hari
- Transfusi PRC 1 - Dobutamin 5
bag/hari dengan mcg/kgbb/syringe
premed pump
difenhidramin 1 amp - Vascon 0,1
+ dexa 1 amp mg/kgbb/syringe
- Inj Metocloperamid pump
3x1 g (stop) - Omperazole 2x40 mg
- Awasi tanda - Perikas AGD
hipoglikemia - KIE Keluarga
- Kalau ada hasil lab
kabari
Tg Minggu, 14 Maret 2021 Minggu, 14 Maret 2021 Senin, 22 Maret 2021

l (ICU) 13.30

S Terpasang ventilator pasien kejang + SianosisHasil pemeriksaan Patologi


anatomi :
O  KU : tampak sakit berat Lapor Sp.An  advice Kesimpulan MUCINOUS
 Kesadaran: E2VxMx midazolam 2 mg CARNINOMA OVARIUM
 TTV : selanjutnya jalankan (HIGH GRADE)
TD : 92/62 mmHg 2mg/jam
N : 92 x/menit
Suhu : 36,3C 13.35 : pasien apnue,
RR : 23 x/menit sianosis sentral,
SpO2 : 93% bradikardi n 35x/menit 
 Mata : Isokhor, Refleks layani norepinefrin 2 amp
cahaya langsung +/+ 13.37 : nadi tidak teraba
minimal,  melakukan RJP
 Pulmo : Vesikular +/+,
rh -/- wh-/- • Pasien dinyatakan
 Cor : S1S2 tunggal m(-) meninggal pukul
g(-) 14.00
• Nadi: -
 Abdomen : Tampak
• Napas: -
cembung, bekas luka
• Irama:
operasi tertutup kassa
asistol
(+), rembesan darah (-),
• Pupil:
BU (+), Hepar dan lien
melebar
tidak teraba.
• RC : -/-
 Extremitas : CRT<2”,
• RK: -/-
akral hangat, edema
pitting +/+

DL 08/03/21:
Hb: 8,6 g/dl WBC :
27,19X103/ul
Ht : 27,0% PLT :
47.000/ul
Mcv : 90,3 fl Cr: 4,70
mg/dl
Mch : 28,8 pg Bun : 83,20
mg/dl

A P2-2 Post Sc ai STGO Cardiac arrest


(NOK) + Debulking massa
ovari D/10 +
Bronkopneumonia +
Azotemia Renal + Anemia
terkoreksi(Hb:11,6) +
Edema Anasarka +
Transaminitis +
Hipoalbuminemia dalam
terapi + Trombositopenia

P - RJP + Epinefrin
Terpasang :Ventilator
Planning DPJP: sesuai TS
IPD, Paru, Anestesi
- Kumbah Lambung /6
jam
- NGT dialirkan
- Inj. Omeprazole
2x40 mg
- Inj. Metoclopramide
2x10mg (stop)
- Inj.
Methylprednisolon
1x62,5 mg
- Transfusi PRC 1
labu/ hari
+ premedikasi
- Per NGT sucralfat 4x
c II
(paska Kumbah Lambung)
- Transfusi albumin 2,5% 1
botol/ hari
Sp.P:
Pemeriksaan DL Ulang (Cek
Evaluasi)
- Meropenem 3x1 gr
IV Stop
- Moxifloxacin
1x400mg (IV) (5)
- NAC 3x200 mg
dr. Sp An :
- VC SIMV TV : 400
ml, RR : 12x/menit,
PEEP 3, FiO 60%
- NaCl 0.9% 1500ml/
24 jam
- Dobutamin 5
mcg/kgbb/syringe
pump
- Vascon 0,1
mg/kgbb/syringe
pump
- Omperazole 2x40
mg
- KIE Keluarga
Sp.PD hasil lab
Advis:
- Infus ganti NS
- Koreksi
hiperkalemia 2 siklus
- Injeksi Ca Glukonas
1 amp, D40% 50ml,
Novorapid 10iu/iv
interval 2 jam ->
layani siklus ke dua
- 4 jam post siklus ke
2 cek elektrolit (hasil
lapor dokter)
- Selanjutnya Ca
Glukonas 1x 1
amp/iv (regular)
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien berusia 32 tahun, sudah menikah. rujukan dari RSUD Larantuka dengan diagnosis

G2P1A0 gravid 28-29 minggu + Neoplasma ovarium curiga ganas. Tumor ovarium adalah

neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium, berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid

atau kistik. Tumor ovarium menurut histopatologinya bisa bersifat jinak atau ganas. Menurut

penelitian di laboratorium PA Fakultas Kedokteran Universitas Andalas periode Januari 2011-

Desember 2012, penderita tumor ovarium terbanyak pada umur 31-50 tahun, sedangkan menurut

literature bahwa penderita tumor ovarium banyak ditemukan pada umur 30-50 tahun. Hal ini

disebabkan karena aktivitas ovarium dikontrol oleh gonadotropin. Pengaruh gonadotropin dapat

baik secara langsung melalui aktivasi gen gonadotropin-responsive dalam sel-sel yang
mengalami transformasi maligna atau tidak langsung melalui stimulasi produksi ovarium steroid

seks yang bisa mempengaruhi transformasi maligna melalui paarakrin atau mekanisme endokrin.

Pasein mengatakan saat ini sedang hamil anak kedua, Tumor ovarium ganas adalah

kanker ginekologi kedua yang paling sering didiagnosis selama kehamilan setelah karsinoma

serviks. Kejadian kanker ovarium 0,02-0,38 per 10.000 kehamilan, dan massa ovarium dengan

potensi keganasan rendah adalah 0,11-0,24 per 10.000 kehamilan. Meskipun insiden keganasan

ovarium gestasional rendah, hal ini menjadi tantangan dalam manajemen ibu dan perinatal. Di

Indonesia data mengenai kehamilan dengan keganasan ovarium belum terdokumentasi dengan

baik, khususnya di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Kehamilan dengan keganasan ovarium terjadi

pada usia reproduktif. Kehamilan yang terjadi pada wanita yang menderita keganasan ovarium

memiliki risiko terhadap janin berupa terjadinya keguguran, kelahiran prematur, pertumbuhan

janin terhambat sampai dengan kelainan kongenital.

Pasien mengeluhkan perut dirasakan membesar dengan cepat, kedua kaki makin bengkak

sehingga pasien sulit berjalan, serta sesak yang muncul hilang timbul dan memberat bila pasien

berbaring. Stadium awal kanker ovarium menunjukan gejala yang minimal, tidak spesifik, atau

tidak ada gejala sama sekali. Pasien mungkin merasakan massa perut. Sebagian besar kasus

didiagnosis pada stadium lanjut. Kanker ovarium muncul dengan berbagai gejala yang samar dan

tidak spesifik Temuan fisik jarang ditemukan pada pasien dengan stadium awal. Pasien dengan

penyakit yang lebih parah mungkin datang dengan massa ovarium atau pelvis, asites, efusi

pleura, atau massa abdomen atau obstruksi usus dan gangguan ginjal.

Pasien pergi ke dr. SpOG untuk memeriksa kehamilan. Hasil USG menunjukkan hamil

dengan kista pada indung telur sebelah kanan curiga ganas. USG transvaginal dan abdomen
adalah teknik pencitraan yang lebih disukai untuk mengevaluasi massa panggul pada kehamilan,

karena aman, dapat dinilai secara luas dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

Pasien telah dilakukan tatalaksana berupa debulking massa ovarium dan dilakukan

section cesaria. Perawatan standar untuk wanita dengan kanker ovarium melibatkan operasi

debulking yang agresif dan kemoterapi. Tujuan dari operasi sitoreduktif adalah untuk

memastikan diagnosis, menentukan tingkat penyakit, dan mereseksi semua tumor yang terlihat.

Kemoterapi neoadjuvan semakin banyak digunakan.

Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi mennunujukan suatu keganasan ovarium yaitu

mucinous carninoma ovarium (high grade) yang merupakan salah bentuk keganasaan kanker

ovarium dari sel epitel. Dari berbagai jenis keganasan ovarium, jenis sel epitel merupakan varian

paling sering dan menyumbangkan morbiditas dan mortalitas terbanyak. Tumor epitel serous

memiliki insidensi tertinggi sekitar 70% jenis tumor epitel origin dan selebihnya subtipe lain

yang paling sering mucinous, endometrioid dan clear cell. Keganasan ovarium menjadi jenis

kanker ke-5 yang terdiagnosis selama kehamilan.


BAB 5

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien an. Ny. RM, 32 tahun masuk rumah sakit tanggal 27 Februari 2021

dengan diagnosa akhir P2-2 Post Sc ai STGO (NOK) + Debulking massa ovari D/10 +

Bronkopneumonia + Azotemia Renal + Anemia terkoreksi (Hb:11,6) + Edema Anasarka +

Transaminitis + Hipoalbuminemia dalam terapi + TrombositopeniaPasien menjalani perawatan

selama 15 hari di VK bersalin dan ruang ICU RSUD W.Z. Johannes dengan kondisi terakhir

pasien meniggal karena didapatkan cardiac arrest pada tanggal 14 Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai