Anda di halaman 1dari 2

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian-Pengertian

2.1.1 Mineral

Benda padat homogen bersifat takorganis yang terbentuk secara alamiah dan mempunyai
komposisi kimia tertentu, jumlahnya sangat banyak. Zat organik yang dalam jumlah tertentu
diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme normal yang diperoleh melalui makanan sehari-
hari.

2.1.2 Kadar Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan
dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik
terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga biasanya
berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah
mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan
(Anonim, 2010a).

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu
merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang
diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di
dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu
berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari
K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti
Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya
berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998)

Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan
makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanandipijarkan dan dibakar
pada suhu sekitar 500-800°C. dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah
dengan cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600-750oC hingga bahan berwarna abu-abu.
Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-
elemen tertinggal sebagai oksidannya. Dengan mengetahui berat cawan ketika mula-mula
kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat dinyatakan dalam persen berat asal
sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan
penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik,
sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air
dari udara
Sediaoetomo (2000).

Menurut Winarni (1991), kadar abu yang terukur merupkan bahan-bahan anorganik yang
tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.

Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus


dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry
ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan,
mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al,1989).

Dafus :

Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB-press

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi. 1989. Analisa Bahan makanan dan Pertanian. Liberty:
Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai