IKTERUS OBSTRUKTIF
Disusun Oleh:
Khoerunnisa Cahyani Kurnia
2016730056
Pembimbing:
dr. Tuti Sri Hastuti, Sp.PD-KHOM, M.Kes
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya pada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kepaniteraan klinik
ilmu penyakit dalam serta penyusun berharap pembaca bisa mengetahui serta
memahami lebih dalam tentang pembahasan penyusun yaitu tentang dasar-dasar ilmu
kedokteran (preklinik) yang berkaitan dengan Ikterus Obstruktif.
Terimakasih penulis ucapkan pada pembimbing dr. Tuti Sri Hastuti, Sp.PD-
KHOM yang telah membantu penyusun hingga penyusun dapat menyelesaikan
pembuatan laporan kasus serta membantu dalam kelancaran pembuatan laporan
kasus. Terimakasih juga pada semua pihak yang telah membantu penyusun dalam
mencari informasi dan mengumpulkan data guna kelengkapan isi laporan kasus.
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
No RM : 94.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 01/10/1966
Usia : 54 tahun
Alamat : Soreang 01/07 Cilaku, Munji
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 22 Januari 2021
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan metode autoanamnesis pada pasien.
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati sejak 3 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
3 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati.
Nyeri dirasakan pasien hilang timbul. Nyeri timbul secara tiba-tiba dan
menjalar ke bagian perut kanan disertai dengan mual dan muntah serta
nafsu makan menurun. Nyeri perut tidak dipengaruhi oleh makanan dan
minuman.
1 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati
semakin memberat dan sering timbul, keluhan disertai dengan tubuh yang
menguning, dimulai dari mata lalu, lama kelamaan kuning di seluruh
tubuh. Keluhan lain berupa demam, mual, muntah, BAB berwarna dempul
konsistensi lembek dan BAK seperti teh, pasien juga mengeluhkan gatal-
1
gatal di seluruh tubuh disertai penurunan berat badan. Pasien kemudian
berobat ke klinik dokter dan diberi obat, namun pasien tidak rutin
meminum obat tersebut dan lebih nyaman jika menggunakan obat suntik.
1 hari SMRS, pasien dating ke poli penyakit dalam RSUD sayang
Cianjur karena keluhannya tidak kunjung membaik, lalu dokter
menyarankan kepada pasien untuk dirawat di Rumah Sakit.
Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke klinik dokter umum, namun tidak rutin
mengkonsumsi obat
Riwayat Alergi
Alergi makanan, obat-obatan, debu dan cuaca disangkal
Riwayat Psikososial
Pasien merupakan ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan kedua
anaknya. Pasien senang makan makanan yang berlemak dan jarang
memakan sayuran dan buah-buahan. Pasien tidak merokok dan meminum
alcohol.
2
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang dan lemas,
Kesadaran : Composmentis (E4V5M6)
Tanda Vital
Status Gizi
Berat Badan : 46 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 20,44 (normal)
Status Generalisata
3
Palpasi : Vocal fremitus terasa sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV aksilaris anterior sinistra
Perkusi : Redup
Batas jantung kanan : ICS IV parasternal dextra ke arah
lateral
Batas jantung kiri : ICS IV linea aksilaris anterior
Batas jantung atas : ICS II parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I II regular (+), gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Ikterik (+), massa (-), scar (-), hematoma (-), spider navi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal
Palpasi : supel (+), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan RUQ
dextra (+), Murphy sign (+), Hepar teraba 3 jari di bawah
arkus costae, splenomegali (-)
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, Ikterik (+/+), CRT< 2 detik, edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (+), Ikterik (+/+), CRT < 2detik, edema (-/-)
4
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 22/01/2021
NILAI SATUAN
PEMERIKSAAN HASIL
RUJUKAN HASIL
Hematologi Rutin
Hematokrit 34.8 37 - 47 %
MCV 86.3 80 – 94 fL
MCH 30.4 27 – 31 Pg
MCHC 35.2 33 – 37 %
PDW 15.5 9 – 14 fL
MPV 8.7 8 – 12 fL
Diferential
5
Limfosit % 14.9 26 – 36 %
Neutrofil % 75.8 40 – 70 %
Absolut
Kimia Klinis
Fungsi Hati
6
SGOT 61 15 – 37 U/L
SGPT 39 14 – 59 U/L
Fungsi Ginjal
b. Pemeriksaan Thorax
Kesan :
Suspek bronkopneumonia kanan
Kardiomegali tanpa bendungan paru disertai aterosklerosis aorta
7
Kuning di seluruh badan
Demam
VI. Diagnosis Kerja
Ikterus obstruktif ec suspek Ca Caput Pankreas
Ikterus ec cholesistitis
VII. Tatalaksana
- IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/24 jam 20 tpm
- Omeprazole 40 mg 1 x 1
- Vit K 3 x 1
- Ondansentron 8 mg 2 x 1
- Cefotaxime 1 gr 3 x1
VIII. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad malam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
IX. Follow Up
Tanggal S O A P
23/01/21 Nyeri ulu hati TD : 100/70 mmHg Icterus OMZ 40 mg 1 x
disertai mual dan HR : 59x/min obstruktif ec. 1
muntah dan RR : 18x/min Susp Vit K 3 x 1
badan SpO2 : 98% free air cholelithiasis Ondansentron 8
menguning. To : 37,5o C cholesistitis mg 1 x 1
Pasien Mata : SI (+/+), CA Cefotaxime 1 gr
mengeluhkan (-/-) 3x1
gatal, BAB Thorax: ikterik
berwarna dempul Abdomen : NTE (+)
dan BAK seperti nyeri tekan RUQ
teh (+),Murphy sign (+),
hepatomegaly teraba
8
3 jari di atas arcus
costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s
9
disertai dengan Thorax: ikterik R/ CT-scan
mual, BAB masih Abdomen : NTE (+) abdomen
berwarna dempul nyeri tekan RUQ
dan BAK seperti (+),Murphy sign (+),
teh hepatomegaly teraba
3 jari di atas arcus
costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s
27/01/21 Pasien TD : 100/70 mmHg Icterus OMZ 40 mg 1 x
mengatakan HR : 65x/min obstruktif ec. 1
keluhan nyeri RR : 20x/min Susp Vit K 3 x 1
perut sudah tidak To : 36,6o C cholelithiasis Ondansentron 8
dirasakannya, SpO2 : 98% free air cholesistitis mg 1 x 1
BAB masih Thorax: ikterik Cefotaxime 1 gr
berwarna dempul Abdomen : NTE (+) 3x1
konsitensi nyeri tekan RUQ R/ CT-scan
lembek, BAK (+), Murphy sign abdomen
seperti teh (+), hepatomegaly
teraba 3 jari di atas
arcus costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Cholesistitis
A. Definisi
Kolesistitis atau radang kandung empedu merupakan reaksi inflamasi
pada dinding kandung empedu yang diesertai dengan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan demam.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering
terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita – wanita
hamil dan yang mengkonsumsi obat – obat hormonal, insidensi kolesistitis
akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan
dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis aliran
kandung empedu.
B. Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan
empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan
11
– lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga
permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang
membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam
kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak
di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk
duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum
terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
12
fosfolipid lainnya serta 0,7% kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur
lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit, mukus,
dapat pula obat atau hasil metabolisme lainnya.. Cairan empedu
ditampung dalam kandung empedu yang memiliki kapasitas ± 50 ml.
Selama empedu berada di dalam kandung empedu, maka akan terjadi
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorpsi
sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difusi
air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik
C. Epidemiologi
Pada populasi umum 90% hingga 95% orang dengan kolesistitis akut
memiliki batu empedu pada saat didiagnosis. Sekitar 10 – 20% warga
Amerika menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga
menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita,
usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita,
terutama pada wanita – wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat – obat
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori
mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang
menyebabkan statis aliran kandung empedu.
Akalkulus kolesistitis menyumbang 10% dari semua kasus kolesistitis
akut dan 5% hingga 10% dari semua kasus kolesistitis. Kejadian akalkulus
kolesistitis memiliki predisposisi yang sama antara laki-laki dan
perempuan. Kejadian kolesistitis meninglat pada HIV dan pasien dengan
imunosupresi lainnya. Pasien dengan HIV atau imunosupresan rentan
terhadap infeksi seperti Mikrosporidia, Cytomegalovirus (CMV) dan
Cryptosporodium yang dapat tumbuh di dalam kantung empedu. Infeksi
13
Giardia lamblia, H.pylori, dan Salmonela typhi juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko terjadinya kolesistitis.
D. Faktor risiko dan Etiologi
Banyak factor yang dapat menyebabkan disfungsi kandung empedu.
Puasa yang lama, nutrisi parenteral total dan penurunan berat bada yang
drastis dapat meningkatkan kejadian kolesistitis akalkulus. Kondisi lain
yang lebih serius juga sering muncul, pasien yang di rawat di unti
perawatan intensif atau pasien dengan penyakit serius lainnya seperti
stroke, serangan jantung, sepsis, luka bakar yang parah, atherosclerosis,
dan trauma ekstensif semuanya berisiko tinggi untuk terjadi kolesistitis
akalkulus. Statis kandung empedu akibat kurangnya stimulasi kandung
empedu menyebabkan konsentrasi garam empedu dengan peningkatan
tekanan di dalam organ. Hal ini menyebabkan iskemia, nekrosis dan
akhirnya perforasi. Kondisi statis ini juga meningkatkan pertumbuhan
pathogen enteric seperti E.coli, Klebsiella, Bacteroides, Proteus,
Pseudomonas, dan Enterococcus faecalis. Individy dengan kolesistitis
akalkulus kronis mungkin mengalami penurunan fungsi penurunan fungsi
pengesongan kandung empedu, dyskinesia bilier hipokinetik yang
mungkin terjadi karena berbagai factor termasuk hormone, vaskulitis dan
penurunan persarafan saraf dari kondisi seperti diabetes. Seringkali
etiologi pasti dari kolesistitis akalkulus kronis tidak diketahui.
14
E. Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan
suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya
keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi
ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita
kadang mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia,
demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya
pada perut kanan atas.
F. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang
khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran
kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi
leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per
mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum
sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien,
sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum
(biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase
biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan
enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila
15
keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung
empedu dipertimbangkan
16
o Dinding kandung empedu menebal
3. Temuan computed tomography (CT)
o Dinding kandung empedu menebal
o Pengumpulan cairan pricholecystic
o Kantung empedu yang membesar dengan kepadatan tinggi
linier di jaringan lemak pericholecystic
4. Pemindaian Tc-HIDA
o Kantung empedu yang tidak divisualisasikan dengan serapan
dan ekskresi radioaktif normal
o Rim-sign (augmentasi radioaktif di sekitar fossa kandung
empedu)
G. Klasifikasi
Pasien dengan kolesisititis akut dapat datang dengan spektrum stadium
penyakit mulai dari ringan yang dapat sembuh sendiri hinnga penyakit
fulminan yang berpotensi mengancam nyawa. Klasifikasi ini dibagi
kedalam 3 bagian yaitu ringan (grade I), sedang (grade II), berat (grade
III).
17
H. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama
untuk kolestasis akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode
stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum
termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian
nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa
nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada
fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti
peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.
Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan
pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih
dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.
18
2. Terapi Bedah
19
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih
diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau
ditunggu 6 – 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum
pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan
bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren
dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan
lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya daat
ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan
menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan anatomi.
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin
perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami
komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis
emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis akut
nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi
medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi
menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72
jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien
yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang
tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan
untuk (1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko
besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis
kolesistitis akutnya masih meragukan.
Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi
sebagian besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra
kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3
%, sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini
mendekati 0,5 % pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja,
resiko operasi meningkat seiring dengan adanya penyakit pada organ
20
lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek atau
jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis
yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan
kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung empedu.
Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain waktu.
Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi
laparoskopik di Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering
dilakukan di pusat – pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini
hampir mencapai angka 90% dari seluruh kolesitektomi. Konversi ke
tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A. dkk,
sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali
duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%), perdarahan
dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai
pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan,
kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan
kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai
kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Menurunkan
angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama
perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien. Pada
wanita hamil, laparaskopi kolesistektomi terbukti aman dilakukan
pada semua trimester.
I. Prognosis
Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik,
dengan angka kematian yang sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan
kolesistitis akut sembuh total dalam 1-4 hari. Namun, 25-30% pasien
memerlukan pembedahan atau mengalami beberapa komplikasi.
Jika terdapat komplikasi seperti perforasi/gangrene berkembang,
prognosisnya menjadi kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-
15% kasus. Pasien dengan kolesistitis akalkulus memiliki angka kematian
mulai dari 10%-50%. Pada pasien yang sakit kritis dengan kolesistitis
21
akalkulus dan perforasi atau gangrene, mortalitas bisa mencapai 50%-
60%. Pasien dengan kolesistitis akut Tokyo derahat II dan III memiliki
risiko tinggi terjadinya cedera saluran empedu.
22
(pankreatitis kronik, diabetes melitus), dan mutasi gen (p16, p53). Faktor
eksogen yang berperan dalam terjadinya karsinoma pankreas antara lain
kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan terpajan zat
karsinogen industri.
23
juga dapat ditemukan faktor predileksi (endogen dan eksogen) karsinoma
kaput pankreas, kebiasaan serta riwayat penyakit, misalnya kebiasaan
merokok, minum minuman beralkohol, diabetes melitus, nyeri abdomen,
steatorea. Pada pemeriksaan fisik, dicari tanda-tanda karsinoma kaput
pankreas, yang paling sering adalah ikterus, gizi kurang, dan tanda-tanda
komplikasi dan metastasis, seperti hepatomegali, edema, perdarahan, dan
pembesaran kelenjar getah bening.
D. Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah; pada sebagian besar pasien didapatkan tanda-tanda anemia
karena defisiensi nutrisi atau perdarahan per anal, atau akibat penyakit
menahun.
- Serum amilase dan lipase meningkat.
- Tes faal hati meningkat, terutama pada kolestasis ekstrahepatik
(bilirubin, ALP, AST, ALT, hasil elektroforesis protein).
- Kadar glukosa darah meningkat (± 20%).
- CEA (carcino-embryonic antigen), merupakan glikoprotein yang
dibentuk di saluran gastrointestinal dan pankreas sebagai antigen
permukaan sel yang disekresikan ke dalam cairan tubuh. CEA
meningkat dapat mendeteksi karsinoma kaput pankreas, tetapi tidak
cukup sensitif untuk deteksi dini.
- CA 19-9 (Carbohydrate Antigen 19-9) merupakan substansi yang
dihasilkan oleh sel-sel kanker kelenjar eksokrin pankreas dan dapat
dideteksi pada pemeriksaan darah. Penanda tumor CA 19-9 meningkat
pada karsinoma kaput pankreas dan dianggap paling baik untuk
diagnosis dengan spesifisitas 60-70% dan sensitivitas 80%.
- Urin: ditemukan hasil urinalisis bilirubin positif dalam urin
(bilirubinuria).
24
- Feses: ditemukan tanda-tanda steatorea, yaitu tinja terapung dan kadar
lemak yang tinggi.
25
apakah terdapat peningkatan prothrombin time (PT) atau tidak , karena
apabila prothrombin time meningkat , maka perlu dicurigai adanya
penyakit hepar , atau obstruksi bilier. Dari hasi penelitian peneliti
berpendapat adanya korelasi yang signifikan antara peningkatan kadar
leukosit pada ikterus obstruktif yang disebabkan oleh tumor pankreas,
dikarenakan ini berhubungan dengan pelepasan mediator inflamasi dimana
akan terjadi kadar leukosit serum di darah mengalami peningkatan.
26
duktus bilier secara klinis tidak tampak sampai muncul tanda dan gejala ketika
tumor telah meluas dan dalam stadium lanjut yang sulit untuk diterapi.
Tumor pankreas adalah tumor yang berasal dari jaringan eksokrin dan
endokrin pankreas. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel
duktus dan sel asiner. Berdasarkan histopatologinya, tumor pankreas dibagi
menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Menurut klasifikasi WHO tumor
primer eksokrin pankreas dibagi 3 bagian yaitu jinak, borderline, dan ganas.
27
Di Indonesia, kanker pankreas tidak jarang ditemukan dan merupakan
tumor ganas ketiga terbanyak pada pria setelah tumor paru dan tumor kolon.
Insidensi tertinggi terjadi pada usia 50-60 tahun. Namun, data kepustakaan
kanker pankreas di Indonesia masih sangat sedikit.
Dari hasil penelitian sebagain besar kadar leukosit meningkat dari nilai
normal, diketahui leukosit atau sel darah putih berfungsi untuk melawan
berbagai penyakit infeksi dan sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Hidup sel leukosit tidak lama dan jumlahnya diperlukan di tempat inflamasi
dipertahanankan oleh infurk sel-sel baru dari persediaan sumsum tulang. Pada
infeksi akut neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dengan segera,
peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi dari
sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskular.
28
bilirubin telah mencapai > 5 mg/dl. Terjadinya ikterus dapat disebabkan oleh
peningkatan dari kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin) dan atau kadar
bilirubin indirek (unconjugated bilirubin).
BAB III
ANALISA KASUS
29
muntah kolik perut di sebelah
kanan atas epigastrium
dan nyeri tekan serta
kenaikan suhu tubuh.
Penderita kadang
mengalami demam,
mual, dan muntah.
- Ikterus disebabkan
karena lokasi tumor
yang biasanya pada
caput pankreas
sehingga menekan
saluran empedu dan
terjadi obstruksi, yang
ditandai dengan
peningkatan bilirubin,
terutama bilirubin
direk
30
empedu menebal, tidak tampak empedu menebal
massa/batu, tampak koleksi - Pengumpulan cairan
cairan di sekitar duktus biliaris pricholecystic
- Kantung empedu yang
membesar dengan
kepadatan tinggi linier
di jaringan lemak
pericholecystic
- Kolesistitis grade II
diberikan antibiotik
ceftriaxone, or
cefotaxime or cefepime
or cefozopran or
ceftazidime +
metronidazole
31
DAFTAR PUSTAKA
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar – Dasar Penyakit.
EGC. Jakarta. 2006.
32
4. Giles, A. E., Godzisz, S., Nenshi, R., Forbes, S., Farrokhyar, F., Lee, J., &
Eskicioglu, C. (2020). Diagnosis and management of acute cholecystitis: a single-
centre audit of guideline adherence and patient outcomes. Canadian journal of
surgery. Journal canadien de chirurgie, 63(3), E241–E249.
https://doi.org/10.1503/cjs.002719
6. Jones MW, Ferguson T. Acalculous Cholecystitis. [Updated 2020 Oct 1]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459182/
7. Liqva Nurul Fadhilah, The Leukocytes and Total Bilirubin Levels in Obstructive
Jaundice Caused by Pancreatic Tumors,jiksh Vol.11 No.1 Juni 2020.
8. Shen, Z., Tian, L., & Wang, X. (2018). Treatment of pancreatic head cancer with
obstructive jaundice by endoscopy ultrasonography-guided gastrojejunostomy: A
case report and literature review. Medicine, 97(28), e11476.
https://doi.org/10.1097/MD.0000000000011476
33