Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

IKTERUS OBSTRUKTIF

Disusun Oleh:
Khoerunnisa Cahyani Kurnia
2016730056

Pembimbing:
dr. Tuti Sri Hastuti, Sp.PD-KHOM, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya pada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kepaniteraan klinik
ilmu penyakit dalam serta penyusun berharap pembaca bisa mengetahui serta
memahami lebih dalam tentang pembahasan penyusun yaitu tentang dasar-dasar ilmu
kedokteran (preklinik) yang berkaitan dengan Ikterus Obstruktif.

Penyusun mengakui masih banyak terdapat kesalahan di dalam pembuatan


laporan kasus ini sehingga laporan kasus ini masih belum sempurna. Penyusun
harapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah kesempurnaan laporan ini.

Terimakasih penulis ucapkan pada pembimbing dr. Tuti Sri Hastuti, Sp.PD-
KHOM yang telah membantu penyusun hingga penyusun dapat menyelesaikan
pembuatan laporan kasus serta membantu dalam kelancaran pembuatan laporan
kasus. Terimakasih juga pada semua pihak yang telah membantu penyusun dalam
mencari informasi dan mengumpulkan data guna kelengkapan isi laporan kasus.

Penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun


khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Cianjur, Februari 2021

Khoerunnisa Cahyani Kurnia

i
DAFTAR ISI

ii
iii
BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. I
No RM : 94.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 01/10/1966
Usia : 54 tahun
Alamat : Soreang 01/07 Cilaku, Munji
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 22 Januari 2021

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan metode autoanamnesis pada pasien.
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati sejak 3 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
3 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati.
Nyeri dirasakan pasien hilang timbul. Nyeri timbul secara tiba-tiba dan
menjalar ke bagian perut kanan disertai dengan mual dan muntah serta
nafsu makan menurun. Nyeri perut tidak dipengaruhi oleh makanan dan
minuman.
1 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati
semakin memberat dan sering timbul, keluhan disertai dengan tubuh yang
menguning, dimulai dari mata lalu, lama kelamaan kuning di seluruh
tubuh. Keluhan lain berupa demam, mual, muntah, BAB berwarna dempul
konsistensi lembek dan BAK seperti teh, pasien juga mengeluhkan gatal-

1
gatal di seluruh tubuh disertai penurunan berat badan. Pasien kemudian
berobat ke klinik dokter dan diberi obat, namun pasien tidak rutin
meminum obat tersebut dan lebih nyaman jika menggunakan obat suntik.
1 hari SMRS, pasien dating ke poli penyakit dalam RSUD sayang
Cianjur karena keluhannya tidak kunjung membaik, lalu dokter
menyarankan kepada pasien untuk dirawat di Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang mengeluhkan gejala yang sama.

Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke klinik dokter umum, namun tidak rutin
mengkonsumsi obat

Riwayat Alergi
Alergi makanan, obat-obatan, debu dan cuaca disangkal

Riwayat Psikososial
Pasien merupakan ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan kedua
anaknya. Pasien senang makan makanan yang berlemak dan jarang
memakan sayuran dan buah-buahan. Pasien tidak merokok dan meminum
alcohol.

2
III. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang dan lemas,
 Kesadaran : Composmentis (E4V5M6)

Tanda Vital

 Nadi : 59x/ menit


 Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Pernapasan : 18x/menit
 Suhu : 37,5o C

Status Gizi

 Berat Badan : 46 kg
 Tinggi Badan : 150 cm
 IMT : 20,44 (normal)

Status Generalisata

 Kepala : Normocephal (+)


 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (+/+), refleks
cahaya (+/+), pupil bulat isokor (+/+)
 Telinga : Normotia (+/+), discharge (-/-), membrane timpani
intake
 Hidung : Napas cuping (-/-), discharge (-/-), deviasi septum (-/-)
 Mulut : Mukosa bibir kering (+), bibir sianosis (-),
perdarahan(-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-)
Thorax
 Inspeksi : Normochest (+), pergerakan dinding dada simetris
(+/+), retraksi dinding dada (-), Ikterik

3
 Palpasi : Vocal fremitus terasa sama di kedua lapang paru
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru (+/+)
 Auskultasi : Vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV aksilaris anterior sinistra
 Perkusi : Redup
Batas jantung kanan : ICS IV parasternal dextra ke arah
lateral
Batas jantung kiri : ICS IV linea aksilaris anterior
Batas jantung atas : ICS II parasternal sinistra
 Auskultasi : BJ I II regular (+), gallop (-), murmur (-)
Abdomen
 Inspeksi : Ikterik (+), massa (-), scar (-), hematoma (-), spider navi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal
 Palpasi : supel (+), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan RUQ
dextra (+), Murphy sign (+), Hepar teraba 3 jari di bawah
arkus costae, splenomegali (-)
 Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-)
Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, Ikterik (+/+), CRT< 2 detik, edema (-/-)
 Inferior : Akral hangat (+), Ikterik (+/+), CRT < 2detik, edema (-/-)

4
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 22/01/2021

NILAI SATUAN
PEMERIKSAAN HASIL
RUJUKAN HASIL

Hematologi Rutin

Hemoglobin 12.2 12 - 16 g/dL

Hematokrit 34.8 37 - 47 %

Eritrosit 4.03 4,7 - 6,1 10^6/µL

Leukosit 10.3 4.8 – 10.8 10^3/µL

Trombosit 402 150 – 450 10^3/µL

MCV 86.3 80 – 94 fL

MCH 30.4 27 – 31 Pg

MCHC 35.2 33 – 37 %

PDW 15.5 9 – 14 fL

MPV 8.7 8 – 12 fL

Diferential

5
Limfosit % 14.9 26 – 36 %

Monosit % 7.9 4–8 %

Neutrofil % 75.8 40 – 70 %

Eosinofil % 1.0 1–3 %

Basofil % 0.4 <1 %

Absolut

Limfosit # 1.54 1.00 – 1.43 103/µL

Monosit # 0.82 0.16 – 1.0 103/µL

Neutrofil # 7.84 1.8 – 7.6 103/µL

Eosinofil # 0.10 0.02 – 0.50 103/µL

Basofil # 0.04 0.00 – 0.10 103/µL

Kimia Klinis

Glukosa Darah Sewaktu 110 74 ~ 106 mg/dL

Fungsi Hati

Bilirubin Total 28.68 < 1.1 mg%

Bilirubin Direk 26.33 0 – 0.3 mg%

Bilirubin Indirek 2.35 0.2 – 0.8 mg%

6
SGOT 61 15 – 37 U/L

SGPT 39 14 – 59 U/L

Fungsi Ginjal

Ureum 21.7 10 – 50 mg%

Kreatinin 0.9 0.5 – 1.0 1 mg%

b. Pemeriksaan Thorax
Kesan :
 Suspek bronkopneumonia kanan
 Kardiomegali tanpa bendungan paru disertai aterosklerosis aorta

c. Pemeriksaan CT-Scan abdomen sampai pelvis dengan kontras


Kesan :
 Lesi hipodens inhomogen, batas tidak tegas, tepi irregular berukuran lk
3,6x4,1x4,9 cm di abdomen kanan atas e.c suspek ca caput pancreas DD/
massa periampula
 Ascites
 Hepatomegali
 Cholesistitis
 Atherosklerosis aorta abdominalis, arteri iliaka komunis, arteri iliaka
eksterna dan interna
 Scanning limpa, ginjal kanan dan kiri, vesika urinaria, uterus dan rectum
tidak tampak kelainan
V. Assesment
 Nyeri ulu hati

7
 Kuning di seluruh badan
 Demam
VI. Diagnosis Kerja
 Ikterus obstruktif ec suspek Ca Caput Pankreas
 Ikterus ec cholesistitis
VII. Tatalaksana
- IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/24 jam 20 tpm
- Omeprazole 40 mg 1 x 1
- Vit K 3 x 1
- Ondansentron 8 mg 2 x 1
- Cefotaxime 1 gr 3 x1
VIII. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad malam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
IX. Follow Up

Tanggal S O A P
23/01/21 Nyeri ulu hati TD : 100/70 mmHg Icterus OMZ 40 mg 1 x
disertai mual dan HR : 59x/min obstruktif ec. 1
muntah dan RR : 18x/min Susp Vit K 3 x 1
badan SpO2 : 98% free air cholelithiasis Ondansentron 8
menguning. To : 37,5o C cholesistitis mg 1 x 1
Pasien Mata : SI (+/+), CA Cefotaxime 1 gr
mengeluhkan (-/-) 3x1
gatal, BAB Thorax: ikterik
berwarna dempul Abdomen : NTE (+)
dan BAK seperti nyeri tekan RUQ
teh (+),Murphy sign (+),
hepatomegaly teraba

8
3 jari di atas arcus
costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s

25/01/21 Nyeri pada ulu TD : 110/70 mmHg Icterus OMZ 40 mg 1 x


hati berkurang, HR : 66x/min obstruktif ec. 1
pasien masih RR : 20x/min Susp Vit K 3 x 1
merasakan mual To : 36,7o C cholelithiasis Ondansentron 8
dan gatal pada SpO2 : 98% free air cholesistitis mg 1 x 1
seluruh badan, Mata : CA (-/-), SI Cefotaxime 1 gr
BAB berwarna (+/+) 3x1
dempul dan BAK Thorax: Ikterik R/ CT-scan
seperti teh NTE (+) nyeri tekan abdomen
RUQ (+),Murphy
sign (+),
hepatomegaly teraba
3 jari di atas arcus
costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s
26/01/21 Pasien TD : 90/60 mmHg Icterus OMZ 40 mg 1 x
mengatakan nyeri HR : 60x/min obstruktif ec. 1
pada ulu hati RR : 20x/min Susp Vit K 3 x 1
berkurang, namun To : 36,6o C cholelithiasis Ondansentron 8
saat ini SpO2 : 98% Free air cholesistitis mg 1 x 1
mengeluhkan Mata : SI (+/+), CA Cefotaxime 1 gr
perut terasa begah (-/-) 3x1

9
disertai dengan Thorax: ikterik R/ CT-scan
mual, BAB masih Abdomen : NTE (+) abdomen
berwarna dempul nyeri tekan RUQ
dan BAK seperti (+),Murphy sign (+),
teh hepatomegaly teraba
3 jari di atas arcus
costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s
27/01/21 Pasien TD : 100/70 mmHg Icterus OMZ 40 mg 1 x
mengatakan HR : 65x/min obstruktif ec. 1
keluhan nyeri RR : 20x/min Susp Vit K 3 x 1
perut sudah tidak To : 36,6o C cholelithiasis Ondansentron 8
dirasakannya, SpO2 : 98% free air cholesistitis mg 1 x 1
BAB masih Thorax: ikterik Cefotaxime 1 gr
berwarna dempul Abdomen : NTE (+) 3x1
konsitensi nyeri tekan RUQ R/ CT-scan
lembek, BAK (+), Murphy sign abdomen
seperti teh (+), hepatomegaly
teraba 3 jari di atas
arcus costae
Ekstremitas : ikterik,
akral hangat,
CRT<2s

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Cholesistitis
A. Definisi
Kolesistitis atau radang kandung empedu merupakan reaksi inflamasi
pada dinding kandung empedu yang diesertai dengan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan demam.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering
terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita – wanita
hamil dan yang mengkonsumsi obat – obat hormonal, insidensi kolesistitis
akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan
dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis aliran
kandung empedu.
B. Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan
empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan

11
– lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga
permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang
membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam
kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak
di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk
duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum
terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu


dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan
zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali
dan mengurangi volumenya 80-90%.
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi
produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Empedu hati merupakan cairan isotonik berpigmentasi dengan
komposisi elektrolit yang menyerupai plasma darah. Komponen utama
cairan empedu terdiri dari 82% air, 12% asam empedu, 4% lesitin dan

12
fosfolipid lainnya serta 0,7% kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur
lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit, mukus,
dapat pula obat atau hasil metabolisme lainnya.. Cairan empedu
ditampung dalam kandung empedu yang memiliki kapasitas ± 50 ml.
Selama empedu berada di dalam kandung empedu, maka akan terjadi
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorpsi
sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difusi
air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik

C. Epidemiologi
Pada populasi umum 90% hingga 95% orang dengan kolesistitis akut
memiliki batu empedu pada saat didiagnosis. Sekitar 10 – 20% warga
Amerika menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga
menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita,
usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita,
terutama pada wanita – wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat – obat
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori
mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang
menyebabkan statis aliran kandung empedu.
Akalkulus kolesistitis menyumbang 10% dari semua kasus kolesistitis
akut dan 5% hingga 10% dari semua kasus kolesistitis. Kejadian akalkulus
kolesistitis memiliki predisposisi yang sama antara laki-laki dan
perempuan. Kejadian kolesistitis meninglat pada HIV dan pasien dengan
imunosupresi lainnya. Pasien dengan HIV atau imunosupresan rentan
terhadap infeksi seperti Mikrosporidia, Cytomegalovirus (CMV) dan
Cryptosporodium yang dapat tumbuh di dalam kantung empedu. Infeksi

13
Giardia lamblia, H.pylori, dan Salmonela typhi juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko terjadinya kolesistitis.
D. Faktor risiko dan Etiologi
Banyak factor yang dapat menyebabkan disfungsi kandung empedu.
Puasa yang lama, nutrisi parenteral total dan penurunan berat bada yang
drastis dapat meningkatkan kejadian kolesistitis akalkulus. Kondisi lain
yang lebih serius juga sering muncul, pasien yang di rawat di unti
perawatan intensif atau pasien dengan penyakit serius lainnya seperti
stroke, serangan jantung, sepsis, luka bakar yang parah, atherosclerosis,
dan trauma ekstensif semuanya berisiko tinggi untuk terjadi kolesistitis
akalkulus. Statis kandung empedu akibat kurangnya stimulasi kandung
empedu menyebabkan konsentrasi garam empedu dengan peningkatan
tekanan di dalam organ. Hal ini menyebabkan iskemia, nekrosis dan
akhirnya perforasi. Kondisi statis ini juga meningkatkan pertumbuhan
pathogen enteric seperti E.coli, Klebsiella, Bacteroides, Proteus,
Pseudomonas, dan Enterococcus faecalis. Individy dengan kolesistitis
akalkulus kronis mungkin mengalami penurunan fungsi penurunan fungsi
pengesongan kandung empedu, dyskinesia bilier hipokinetik yang
mungkin terjadi karena berbagai factor termasuk hormone, vaskulitis dan
penurunan persarafan saraf dari kondisi seperti diabetes. Seringkali
etiologi pasti dari kolesistitis akalkulus kronis tidak diketahui.

14
E. Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan
suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya
keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi
ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita
kadang mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia,
demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya
pada perut kanan atas.
F. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang
khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran
kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi
leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per
mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum
sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien,
sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum
(biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase
biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan
enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila

15
keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung
empedu dipertimbangkan

Temuan pencitraan pada kolesistitis akut


1. Temuan ultrasonografi
o Tanda sonographic Murphy (nyeri tekan yang ditimbulkan
dengan menekan kantong empedu dengan probe ultrasound)
o Dinding kandung mepedu menebal (<4mm; jika pasien tidak
memiliki penyakit hati kronis dan/atau asites atau gagal
jantung kanan)
o Kantung empedu membesar (diameter sumbu panjang > 8 cm,
diameter sumbu pendek > 4 cm)
o Batu empedu inkaserata, debris echo, pengumpulan cairan
pericholecystic
o Laisan sonolusen di dinding kandung empedu, lurensi
intramural lurik, dan sinyal Doppler.
2. Temuan pada Magnetic Resonance Imaging (MRI)
o Sinyal tinggi pericholecystic
o Kantung empedu membesar

16
o Dinding kandung empedu menebal
3. Temuan computed tomography (CT)
o Dinding kandung empedu menebal
o Pengumpulan cairan pricholecystic
o Kantung empedu yang membesar dengan kepadatan tinggi
linier di jaringan lemak pericholecystic
4. Pemindaian Tc-HIDA
o Kantung empedu yang tidak divisualisasikan dengan serapan
dan ekskresi radioaktif normal
o Rim-sign (augmentasi radioaktif di sekitar fossa kandung
empedu)

G. Klasifikasi
Pasien dengan kolesisititis akut dapat datang dengan spektrum stadium
penyakit mulai dari ringan yang dapat sembuh sendiri hinnga penyakit
fulminan yang berpotensi mengancam nyawa. Klasifikasi ini dibagi
kedalam 3 bagian yaitu ringan (grade I), sedang (grade II), berat (grade
III).

17
H. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama
untuk kolestasis akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode
stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum
termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian
nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa
nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada
fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti
peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.
Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan
pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih
dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.

18
2. Terapi Bedah

19
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih
diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau
ditunggu 6 – 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum
pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan
bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren
dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan
lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya daat
ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan
menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan anatomi.
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin
perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami
komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis
emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis akut
nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi
medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi
menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72
jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien
yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang
tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan
untuk (1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko
besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis
kolesistitis akutnya masih meragukan.
Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi
sebagian besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra
kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3
%, sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini
mendekati 0,5 % pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja,
resiko operasi meningkat seiring dengan adanya penyakit pada organ

20
lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek atau
jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis
yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan
kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung empedu.
Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain waktu.
Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi
laparoskopik di Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering
dilakukan di pusat – pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini
hampir mencapai angka 90% dari seluruh kolesitektomi. Konversi ke
tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A. dkk,
sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali
duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%), perdarahan
dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai
pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan,
kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan
kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai
kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Menurunkan
angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama
perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien. Pada
wanita hamil, laparaskopi kolesistektomi terbukti aman dilakukan
pada semua trimester.
I. Prognosis
Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik,
dengan angka kematian yang sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan
kolesistitis akut sembuh total dalam 1-4 hari. Namun, 25-30% pasien
memerlukan pembedahan atau mengalami beberapa komplikasi.
Jika terdapat komplikasi seperti perforasi/gangrene berkembang,
prognosisnya menjadi kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-
15% kasus. Pasien dengan kolesistitis akalkulus memiliki angka kematian
mulai dari 10%-50%. Pada pasien yang sakit kritis dengan kolesistitis

21
akalkulus dan perforasi atau gangrene, mortalitas bisa mencapai 50%-
60%. Pasien dengan kolesistitis akut Tokyo derahat II dan III memiliki
risiko tinggi terjadinya cedera saluran empedu.

2. Ca. Caput Pankreas


A. Definisi
Pankreas merupakan organ penting yang berfungsi sebagai kelenjar
eksokrin dan endokrin. Karsinoma pankreas di Amerika Serikat
merupakan penyebab kematian keempat akibat keganasan setelah kanker
paru, kolon, dan payudara, baik pada pria maupun wanita. Pada tahun
2018, American Cancer Society memperkirakan terdapat sekitar 55.440
kasus baru karsinoma pankreas yang terdiagnosis (29.200 pria dan 26.240
wanita) dan 44.330 kasus yang meninggal karena karsinoma pankreas
(23.020 pria dan 21.310 wanita).
Karsinoma pancreas merupakan salah satu tumor ganas paling
mematikan dengan waktu bertahan hidup rata-rata hanya 6 bulan. Ini
karena sebagian besar kanker pancreas memiliki kecenderungan tinggi
untuk bermetastasis. Kanker pancreas tidak menunjukkan tanda-tanda
klinis yang jelas pada fase awal dan biasanya didiagnosis pada fase
lanjutdengan respon terbatas terhadap pengobatan.
Karsinoma kaput pancreas merupakan karsinoma yang tidak umum,
tetapi tingkat keganasannya sangat tinggi. Kondisi ini berkembang pesat,
dan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun pasien dengan tumor dapat
direseksi hanya <5%.
B. Etiologi

Etiologi karsinoma pankreas masih belum jelas. Penelitian


epidemiologik menunjukkan hubungan karsinoma pankreas dengan
beberapa faktor predileksi. Faktor endogen yang berperan dalam
terjadinya karsinoma pankreas antara lain usia, penyakit pankreas

22
(pankreatitis kronik, diabetes melitus), dan mutasi gen (p16, p53). Faktor
eksogen yang berperan dalam terjadinya karsinoma pankreas antara lain
kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan terpajan zat
karsinogen industri.

Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya hubungan kanker


pankreas dengan beberapa faktor eksogen (lingkungan) dan faktor
endogen pasien. Faktor eksogen meliputi kebiasaan merokok, diet tinggi
lemak, alkohol, kopi, zat karsinogen industri dan faktor endogen yaitu
usia, penyakit pankreas (pankreatitis kronik dan diabetes mellitus) dan
mutasi genetic hampir 60-70% kanker pankreas lokasinya di kaput
pankreas, 20-25% berada di korpus dan kauda pankreas. Simptom dan
gejala klinisnya berhubungan dengan lokasi kanker. Manifestasi yang
paling sering dikeluhkan pasien yaitu, nyeri abdomen, berat badan
menurun, anoreksia, dan juga icterus. Sekitar 50% pasien kanker pankreas
memiliki penyakit diabetes.

C. Gejala dan Tanda

Gejala awal penyakit ini seringkali tidak spesifik dan sering


terabaikan, sehingga pasien terlambat didiagnosis. Gejala paling khas
karsinoma kaput pankreas adalah ikterus obstruktif akibat penekanan
tumor pada duktus koledokus. Gejala klinis kembung, anoreksia, muntah,
diare, steatorea, dan badan lesu biasanya berlangsung lebih dari dua bulan
sebelum diagnosis. Ikterus, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan
merupakan gejala klasik yang sering menjadi keluhan utama.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Gejala pasien seperti penurunan


berat badan, penurunan nafsu makan, dan nyeri abdomen. Pada anamnesis

23
juga dapat ditemukan faktor predileksi (endogen dan eksogen) karsinoma
kaput pankreas, kebiasaan serta riwayat penyakit, misalnya kebiasaan
merokok, minum minuman beralkohol, diabetes melitus, nyeri abdomen,
steatorea. Pada pemeriksaan fisik, dicari tanda-tanda karsinoma kaput
pankreas, yang paling sering adalah ikterus, gizi kurang, dan tanda-tanda
komplikasi dan metastasis, seperti hepatomegali, edema, perdarahan, dan
pembesaran kelenjar getah bening.

D. Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah; pada sebagian besar pasien didapatkan tanda-tanda anemia
karena defisiensi nutrisi atau perdarahan per anal, atau akibat penyakit
menahun.
- Serum amilase dan lipase meningkat.
- Tes faal hati meningkat, terutama pada kolestasis ekstrahepatik
(bilirubin, ALP, AST, ALT, hasil elektroforesis protein).
- Kadar glukosa darah meningkat (± 20%).
- CEA (carcino-embryonic antigen), merupakan glikoprotein yang
dibentuk di saluran gastrointestinal dan pankreas sebagai antigen
permukaan sel yang disekresikan ke dalam cairan tubuh. CEA
meningkat dapat mendeteksi karsinoma kaput pankreas, tetapi tidak
cukup sensitif untuk deteksi dini.
- CA 19-9 (Carbohydrate Antigen 19-9) merupakan substansi yang
dihasilkan oleh sel-sel kanker kelenjar eksokrin pankreas dan dapat
dideteksi pada pemeriksaan darah. Penanda tumor CA 19-9 meningkat
pada karsinoma kaput pankreas dan dianggap paling baik untuk
diagnosis dengan spesifisitas 60-70% dan sensitivitas 80%.
- Urin: ditemukan hasil urinalisis bilirubin positif dalam urin
(bilirubinuria).

24
- Feses: ditemukan tanda-tanda steatorea, yaitu tinja terapung dan kadar
lemak yang tinggi.

Karsinoma kaput pankreas adalah salah satu kanker yang prognosisnya


paling buruk, karena risiko rekuren pasca-operasi sangat tinggi. Hanya
sekitar 20% pasien yang menjalani operasi Whipple (operasi kanker
pankreas) dapat bertahan hidup selama 5 tahun. Pada tumor yang telah
bermetastasis, kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata tidak lebih dari
6 bulan.

Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar penyebab dari


kondisi intrahepatik dan ekstrahepatik. Tumor pankreas bisa terjadi karena
adanya infeksi dari batu empedu. Pemeriksaan darah yang berguna pada
kolangitis akut ialah yang menandai adanya inflamasi (meningkatnya
leukosit dan/atau meningkatnya C-reactive protein/CRP) dan bukti
obstruksi komplit atau parsial duktus biliaris (meningkatnya bilirubin,
enzim hepar dan bilier, seperti aspartat alanin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, alkalin fosfatase dan GGT).

Kultur darah sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Respon inflamasi


yang terjadi pada kolangitis dapat mengakibatkan terjadinya ulkus
peptikum maupun gastritis erosive. Hal tersebut dikarenakan pada
kolangitis terjadi stres inflamasi yang dapat memicu pengeluaran mediator
inflamasi seperti TNF, TNF receptor, IL-1, IL-6, dan IL-10. Faktor ini
menyebabkan overekspresi sitokin yang berakibat kerusakan mukosa
gaster. Selanjutnya inflamasi mukosa gaster bertanggung jawab terhadap
terjadinya ulkus peptikum.

Pada pemeriksaan penunjang ikterus obstruktif terutama pada


pemeriksaan laboratorium darah. Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila
jumlahnya meningkat, maka berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga

25
apakah terdapat peningkatan prothrombin time (PT) atau tidak , karena
apabila prothrombin time meningkat , maka perlu dicurigai adanya
penyakit hepar , atau obstruksi bilier. Dari hasi penelitian peneliti
berpendapat adanya korelasi yang signifikan antara peningkatan kadar
leukosit pada ikterus obstruktif yang disebabkan oleh tumor pankreas,
dikarenakan ini berhubungan dengan pelepasan mediator inflamasi dimana
akan terjadi kadar leukosit serum di darah mengalami peningkatan.

Antigen karbohidrat serum 19-9 (CA 19-9) sering digunakan untuk


diagnosis dan penilaian prognosis dari neoplasma pankreatobilier. Kadar
CA 19-9 >1000 U/mL sering menandai adanya penyakit keganasan,
terutama sadium awal kanker pankreas. Spesifitas dari kadar CA 19-9
>1000 U/mL untuk kanker pankreas ialah 99%. Namun, kadar CA 19-9
setinggi >1000 U/mL sering juga ditemukan pada beberapa penyakit jinak,
seperti batu duktus biliaris komunis, kolangitis akut, pankreatitis akut,
diabetes, dan sirosis hepatis.

3. Ikterus akibat keganasan

Ikterus obstruktif akibat keganasan merupakan kolestasis yang sebagian


besar disebabkan karsinoma kaput pankreas dan sebagian kecil disebabkan
kolangiokarsinoma. Karsinoma pankreas disebut sebagai keganasan yang
langka karena insidensinya yang rendah. Sayangnya, meskipun dapat
didiagnosis awal, namun angka mortalitasnya tinggi. Hal ini menjelaskan
bahwa meskipun insidensinya rendah, karsinoma pankreas menduduki
peringkat ke 8 dunia untuk mortalitasnya. Keganasan kaput pankreas dan

26
duktus bilier secara klinis tidak tampak sampai muncul tanda dan gejala ketika
tumor telah meluas dan dalam stadium lanjut yang sulit untuk diterapi.

Pada ikterus obstruktif, kemampuan produksi bilirubin adalah normal,


namun bilirubin yang dibentuk tidak dapat dialirkan ke dalam usus melalui
sirkulasi darah oleh karena adanya suatu sumbatan (obstruksi). Ikterus
obstruksi dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Kasus ikterus
obstruksi post-hepatik terbanyak mengenai usia 50 – 59 tahun 29,3%. Kasus
ikterus obstruksi post-hepatik dapat mengenai jenis kelamin laki-laki dan
perempuan dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 65,9%. Hatfield et al,
melaporkan bahwa kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena
karsinoma kaput pankreas, 8% pada batu common bile duct, dan 2% adalah
karsinoma kandung empedu.

Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus


pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke
duodenum, lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu. Pasien dengan
lesi di kaput pankreas biasanya terjadi peningkatan bilirubin dan alkalin
fosfat. Pemeriksaan laboratorium rutin biasanya normal dan tumor marker
yang dilakukan adalah CEA dan CA 19-9. Dimana terjadinya peningkatan
pada kedua tumor marker tersebut. Tumor marker CA 19-9 biasanya paling
banyak digunakan karena mempunyai sensitivitas dan spesivitas tinggi
(80%dan 60-70%).

Tumor pankreas adalah tumor yang berasal dari jaringan eksokrin dan
endokrin pankreas. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel
duktus dan sel asiner. Berdasarkan histopatologinya, tumor pankreas dibagi
menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Menurut klasifikasi WHO tumor
primer eksokrin pankreas dibagi 3 bagian yaitu jinak, borderline, dan ganas.

27
Di Indonesia, kanker pankreas tidak jarang ditemukan dan merupakan
tumor ganas ketiga terbanyak pada pria setelah tumor paru dan tumor kolon.
Insidensi tertinggi terjadi pada usia 50-60 tahun. Namun, data kepustakaan
kanker pankreas di Indonesia masih sangat sedikit.

Dari hasil penelitian sebagain besar kadar leukosit meningkat dari nilai
normal, diketahui leukosit atau sel darah putih berfungsi untuk melawan
berbagai penyakit infeksi dan sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Hidup sel leukosit tidak lama dan jumlahnya diperlukan di tempat inflamasi
dipertahanankan oleh infurk sel-sel baru dari persediaan sumsum tulang. Pada
infeksi akut neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dengan segera,
peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi dari
sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskular.

Dari hasil penelitian sebelumnya sebagian besar penderita memiliki kadar


bilirubin lebih dari normal, terutama pada bilirubin total. Hal ini disebabkan
oleh obstruksi pada saluran empedu karena lokasi tumor penderita yang
berada pada caput pankreas atau pada lokasi lain selain caput pankreas yang
sudah terjadi metastasis hepar atau limfonodi hilus yang menekan saluran
empedu. Obstruksi saluran empedu tersebut menyebabkan bilirubin
meningkat, terutama bilirubin direk.

Bilirubin dibentuk dari pemecahan cincin heme pada metabolisme sel


darah merah. Keadaan ini merupakan suatu tanda penting adanya penyakit
hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah (khususnya
kelainan sel darah merah). Kadar normal bilirubin di dalam serum berkisar
antara 0,3—1,0 mg/dl, dan jumlah kadar bilirubin akan dipertahankan oleh
keseimbangan produksi bilirubin dengan penyerapannya oleh organ hati,
konjugasi, dan ekskresi dari empedu. Warna kekuningan sudah dapat terlihat
pada daerah sklera serta mukosa sklera jika kadar bilirubin telah mencapai 2
—2,5 mg/dl. Sedangkan pada kulit akan terlihat warna kuning pada saat kadar

28
bilirubin telah mencapai > 5 mg/dl. Terjadinya ikterus dapat disebabkan oleh
peningkatan dari kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin) dan atau kadar
bilirubin indirek (unconjugated bilirubin).

Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk


sehingga bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan
akibatnya terjadi aliran balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar
bilirubin direk meningkat dalam aliran darah dan penderita menjadi ikterik.
Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi bilirubin
dari ginjal akan meningkat sehingga urine akan menjadi gelap dengan
bilirubin urin positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses
berkurang, maka pewarnaan feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi
berwarna pucat seperti dempul (acholis). Peningkatan kadar bilirubin indirek
lebih sering terjadi akibat adanya penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila
terjadi peningkatan bilirubin direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi
pada aliran ekskresi empedu.

Ikterus disebabkan karena lokasi tumor yang biasanya pada caput


pankreas sehingga menekan saluran empedu dan terjadi obstruksi, yang
ditandai dengan peningkatan bilirubin, terutama bilirubin direk. Ikterus dapat
terjadi pada kadar bilirubin total minimal 2-2,5 mg/dL.

BAB III

ANALISA KASUS

Kasus Tinjauan Pustaka


Pasien seorang wanita berusia 54 Insidensi kolesistitis lebih sering
tahun terjadi pada wanita, usia tua
Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, - Keluhan yang agak
demam dan seluruh badan khas untuk serangan
menguning disertai mual dan kolesistitis akut adalah

29
muntah kolik perut di sebelah
kanan atas epigastrium
dan nyeri tekan serta
kenaikan suhu tubuh.
Penderita kadang
mengalami demam,
mual, dan muntah.

- Ikterus disebabkan
karena lokasi tumor
yang biasanya pada
caput pankreas
sehingga menekan
saluran empedu dan
terjadi obstruksi, yang
ditandai dengan
peningkatan bilirubin,
terutama bilirubin
direk

Pada pemeriksaan fisik ditemukan Kriteria diagnosis TG18 yang


Murphy sign (+), nyeri tekan terpenuhi adalah : Murphy sign (+)
RUQ, ikterus dan demam dan demam. Interpretasi : suspect
kolesistitis
Pada Rontgen Thorax ditemukan Faktor risiko terjadinya kolelitiasis
kardiomegali tanpa adanya akalkulus stroke, serangan jantung,
bendungan paru dan sepsis, luka bakar yang parah,
atherosclerosis aorta atherosclerosis, dan trauma ekstensif
Pada pemeriksaan bilirubin total, Terdapat peningkatan bilirubin pada
diriek dan indirek meningkat. kolesistitis dan Ca caput pancreas
Pada pemeriksaan CT scan Temuan computed tomography (CT)
didapatkan dinding kantung - Dinding kandung

30
empedu menebal, tidak tampak empedu menebal
massa/batu, tampak koleksi - Pengumpulan cairan
cairan di sekitar duktus biliaris pricholecystic
- Kantung empedu yang
membesar dengan
kepadatan tinggi linier
di jaringan lemak
pericholecystic

Pasien mengeluh nyeri ulu hati Termasuk kedalam kolesistitis Grade


sejak 3 bulan SMRS II karena keluhan > 72 jam
Pasien termasuk class ASA II dan - Pada akut kolesistitis
diberikan antibiotic cefotaxime grade II dengan ASA
II dan respon diberikan
antibiotic maka
laparoskopi
kolesistektomi dapat
dilakukan elektif

- Kolesistitis grade II
diberikan antibiotik
ceftriaxone, or
cefotaxime or cefepime
or cefozopran or
ceftazidime +
metronidazole

31
DAFTAR PUSTAKA

1. okoe M, Hata J, Takada T, Strasberg SM, Asbun HJ, Wakabayashi G,


et al. Tokyo Guidelines 2018: diagnostic criteria and severity grading of acute
cholecystitis (with videos). J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2018;25:41–54.

2. Okamoto K, Suzuki K, Takada T, Strasberg SM, Asbun HJ, Endo I, et al. Tokyo


Guidelines 2018: flowchart for the management of acute cholecystitis. J
Hepatobiliary Pancreat Sci. 2018;25:55–72.

3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar – Dasar Penyakit.
EGC. Jakarta. 2006.

32
4. Giles, A. E., Godzisz, S., Nenshi, R., Forbes, S., Farrokhyar, F., Lee, J., &
Eskicioglu, C. (2020). Diagnosis and management of acute cholecystitis: a single-
centre audit of guideline adherence and patient outcomes. Canadian journal of
surgery. Journal canadien de chirurgie, 63(3), E241–E249.
https://doi.org/10.1503/cjs.002719

5. Indar, A. A., & Beckingham, I. J. (2002). Acute cholecystitis. BMJ (Clinical


research ed.), 325(7365), 639–643. https://doi.org/10.1136/bmj.325.7365.639

6. Jones MW, Ferguson T. Acalculous Cholecystitis. [Updated 2020 Oct 1]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459182/

7. Liqva Nurul Fadhilah, The Leukocytes and Total Bilirubin Levels in Obstructive
Jaundice Caused by Pancreatic Tumors,jiksh Vol.11 No.1 Juni 2020.

8. Shen, Z., Tian, L., & Wang, X. (2018). Treatment of pancreatic head cancer with
obstructive jaundice by endoscopy ultrasonography-guided gastrojejunostomy: A
case report and literature review. Medicine, 97(28), e11476.
https://doi.org/10.1097/MD.0000000000011476

33

Anda mungkin juga menyukai