LANDASAN TEORI
8
9
box girder yaitu ketahanan torsi yang lebih baik, yang sangat bermanfaat untuk aplikasi
jembatan yang melengkung. Bentuk penampang dari box girder umumnya adalah
persegi atau trapesium dan dapat direncanakan dengan single sel maupun multi sel.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini
L L
H (3.1)
15 30
b. Jika pada flange diletakkan saluran atau dutch, maka bf = 200 mm.
3.4 Konsep Dasar Beton Prategang
Beton prategang adalah jenis beton di mana tulangan bajanya ditarik/ditegangkan
terhadap betonnya. Penarikan ini menghasilkan sistem kesetimbangan pada tegangan
dalam (tarik pada baja dan tekan pada beton) yang akan meningkatkan kemampuan
beton menahan beban luar. Karena beton cukup kuat dan daktail terhadap tekanan dan
sebaliknya lemah serta rapuh terhadap tarikan, maka kemampuan menahan beban luar
dapat ditingkatkan dengan pemberian pratekanan (Collins & Mitchell, 1991).
Sedangkan menurut komisi ACI, beton prategang adalah beton yang mengalami
tegangan dalam dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat
mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban luar.
3.4.1 Konsep Beton Prategang
Menurut Lin dan Burns (1982), ada tiga konsep berbeda yang dapat dipakai untuk
menjelaskan dan menganalisis sifat-sifatdasar dari beton prategang.
1. Sistem prategang yang mengubah beton menjadi bahan yang elastis
Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Konsep ini
merupakan sebuah pemikiran dari Eugene Freyssinet pada tahun 1943 yang
memvisualisasikan beton prategang yang pada dasarnya adalah beton dari bahan
getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih
dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Beban yang tidak mampu menahan tarikan
dan kuat memikul tekanan (umumnya dengan baja mutu tinggi yang ditarik)
sedemikian sehingga beton yang getas dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep
inilah muncul kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton. Umumnya telah
diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi
retak, dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan bahan yang
elastis. Dalam bentuk yang sederhana, beton divisualisasikan sebagai benda yang
mengalami dua sistem pembebanan yaitu gaya internal (gaya prategang) dan beban
eksternal. Untuk lebih jelasnya distribusi tegangan akibat gaya-gaya di atas dapat
dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini.
13
sendiri sehingga elemen struktur yang mengalami lenturan seperti pelat (slab), balok
dan gelagar (girder) tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi
pembebanan yang terjadi. Ini memungkinkan trasformasi dari batang lentur menjadi
batang yang mengalami tegangan langsung dan menyederhanakan persoalan baik
dalam desain maupun analisis dan struktur yang rumit penerapan dari konsep ini
menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan
gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang elemen struktur. Sebagai contoh
tendon dengan profil parabola ditarik, maka untuk dapat tetap mempertahankan
posisinya diperlukan gaya vertical ke bawah. Karena tendon terbungkus beton,
maka akan timbul gaya keatas menekan beton, yang berlawanan arah dengan gaya
untuk mmpertahankan posisi tendon. (Aboe, 2006)
3.4.2 Sistem Penarikan Baja Prategang
Penarikan baja prategang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Pratarik (pretensioning) dan pengangkuran ujung
Pada sistem pratarik, stage 1 baja prategang ditarik/diregangkan terlebih dahulu
sebesar Po dan dijangkarkan pada tembok/dinding penahan (bulkhead), baru
kemudian Stage 2 beton dicor. Stage 3 beton mencapai umur/kekuatan tertentu, baja
prategang menekan komponen/balok sebesar Pi. Transfer gaya prategang umumnya
melalui ikatan/lekatan antara baja prategang dengan beton yang mengelilinginya
(Aboe, 2006), untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.6 di bawah ini.
pada beton menjadi kritis. Untuk mempercepat proses penarikan pada sistem
penarikan awal (pre tensioning), tendon dilepaskan pada saat beton mencapai 60-
80% kekuatan yang disyaratkan yaitu pada umur 28 hari. Kemudian pada sistem
penarikan akhir (post tensioning), tendon tidak ditarik sekaligus tetapi ditarik dalam
dua atau tiga tahap penarikan, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan
kepada beton dalam mencapai kekuatan yang diisyaratkan saat gaya prategang
diterapkan sepenuhnya.
2. Final stage
Tahap ini merupakan kondisi paling berat untuk kondisi masa pelayanan, dengan
asumsi bahwa semua kehilangan prategang telah terjadi sehingga gaya prategang
telah mencapai nilai terkecil dan kombinasi beban luar mencapai nilai terbesar yaitu
meliputi berat sendiri, beban mati, beban hidup, beban kejut dan sejenisnya.
3.6 Pembebanan
Peraturan pembebanan jembatan di Indonesia mengacu pada Peraturan Standar
Pembebanan Untuk Jembatan (SNI 1725 2016), Peraturan Perencanaan Jembatan Bina
Marga (Bridge Management System 1992), Perencanaan Struktur Beton Untuk
Jembatan (RSNI T-12-2004), dan Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan
Raya SKBI– 1.3.28.1987.
Pada desain struktur balok Jembatan Sirnoboyo ini, beban rencana
diperhitungkan berdasarkan Peraturan Standar Pembebanan Untuk Jembatan (SNI
1725 2016) yang terdiri dari :
1. Beban permanen,
2. Beban lalu lintas,
3. Beban dari lingkungan.
3.6.1 Beban Permanen
1. Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri jembatan merupakan berat elemen struktural ditambah dengan elemen
non struktural yang dipikul dan bersifat tetap
a. Perencanaan lantai kendaraan
18
15
L ≥ 30 m q = 9,0 . (0,5 ) kPa (3.3)
L
19
a. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR atau,
b. 25% dari berat gandar truk desain.
5. Pembebanan Untuk Pejalan Kaki (TP)
Semua elemen dari trotoar yang lebih lebar dari 600 mm atau jembatan
penyebrangan yang langsung memikul pejalan kaki, harus direncanakan untuk
beban nominal 5 kPa dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan kendaraan
pada masing-masing lajur kendaraan
3.6.3 Beban Lingkungan
1. Beban Angin
a. Beban Angin Pada Kendaraan (AW I)
Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun
pada kendaraan yang melintas jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul
gaya akibat tekanan angin yang diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar
1,46 N/mm.
2. Pengaruh Beban Gempa (EQ)
Besarnya Beban Gempa (EQ) diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan
berdasarkan perkalian antara koefisien respons elastis (C sm) dengan berat struktur
ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan factor modifikasi respon (R d) dengan
formulasi sebagai berikut:
C
EQ sm Wt
Rd
(3.7)
Keterangan :
Wt = berat total struktur dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)
22
Koefisien Respon Elastic (Csm) diperoleh dari peta percepatan bantuan dasar
dan spectra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa
cara analisis, peta gempa, dan detail struktur mengacu pada SNI 2833:2008 Standar
jembatan berasal dari struktur atas yang kemudian akan diteruskan ke struktur bawah
jembatan. Perencanaan struktur atas jembatan Sirnoboyo meliputi perencanaan tiang
sandaran, slab lantai kendaraan dan perencanaan balok prategang dengan bentang 50
m.
3.8.1 Perancangan Penampang Balok Prestressed
Balok/gelagar pada jembatan berfungsi mendukung semua beban yang bekerja
pada struktur atas jembatan, kemudian diteruskan ke struktur bawah jembatan. Desain
struktur atas Jembatan Sirnoboyo ini menggunakan prestressed concrete T girder dan
Box girder.
Perencanaan balok beton prategang didasarkan atas beban kerja, tegangan ijin
dan asumsi yang didasarkan pada RSNIT-12-2004. Persamaan terdiri atas beberapa
tahapan, yaitu :
1. pemilihan bentuk dan ukuran penampang,
2. peninjauan besar gaya prategang dan eksentrisitas tendon,
3. penentuan tata letak/layout tendon disepanjang balok,
4. pemeriksaan terhadap tegangan-tegangan yang terjadi, kuat/kapasitas penampang
pada kondisi batas, lendutan, geser dan sebagainya.
Menurut SK-SNI-03-1726-2002 3.11.4, tegangan ijin beton untuk komponen
struktur lentur dan tegangan ijin tendon prategang seperti berikut ini.
1. Tegangan ijin beton saat transfer untuk struktur lentur tidak boleh melebihi nilai
berikut.
a. Serat terluar mengalami tegangan tekan (fci) ≤ 0,60 . fc’i
a. Akibat gaya pengangkuran tendon ≤ 0,94 . fpy, tetapi tidak lebih besar dari 0,85 .
fpu.
b. Sesaat setelah pemindahan gaya pratekan ≤ 0,82 . fpy, tetapi tidak lebih
besar dari 0,74 . fpu.
c. Tendon paskatarik pada daerah angkur dan sambungan sesaat setelah
penyaluran gaya ≤ 0,70 fpu.
dengan:
fps : tegangan pada tulangan prategang disaat penampang mencapai kuat tarik
nominalnya,
fpy : kuat leleh tendon prategang yang disyaratkan,
fpu : kuat tarik tendon prategang yang disyaratkan.
3.8.2 Pemeriksaan Tegangan
Pada dasarnya baik pada sistem pratarik maupun sistem paskatarik, pola
tegangan umumnya ditinjau/diperiksa pada dua keadaan yang berbeda, yaitu pada saat
awal (saat transfer) dan saat akhir. Pada desain struktur atas Jembatan Sirnoboyo ini
menggunakan sistem paskatarik.
1. Pemeriksaan tegangan pada saat keadaan awal (saat transfer)
Pemeriksaan tegangan saat transfer adalah pemeriksaan tegangan pada saat awal
penarikan tendon. Beban-beban yang diperhitungkan yaitu gaya prategang awal dan
berat sendiri balok dan dimungkinkan sebagian beban mati dan hidup telah bekerja.
Penampang netto/bersih digunakan untuk perhitungan mencari propertis
penampang. Berikut ini rumus yang digunakan untuk mendesain tegangan-tegangan
beton yang terjadi pada serat atas dan serat bawah pada saat transfer. Beban-beban
yang diperhitungkan adalah seperti di bawah ini.
a. Gaya prategang awal Pt (gaya prategang sebelum terjadi kehilangan
tegangan/gaya prategang).
b. Beban berat sendiri dan pada sistem paskatarik dimungkinkan sebagai beban mati
dan beban hidup yang telah bekerja MMS.
Tegangan – tegangan awal di tengah bentang
Pada serat atas,
25
Pt Pt.e s M MS
ft (3.8)
A Wa Wa
Pt Pt.es M MS
fb (3.9)
A Wb Wb
Keterangan :
Pt = Gaya prategang awal,
A = Luas penampang balok prategang,
es = Eksentrisitas,
MMS = Beban berat sendiri,
Wb = Tahanan momen sisi bawah,
Wa = Tahanan momen sisi atas.
2. Pemeriksaan tegangan pada saat akhir (saat layan/service)
Pemeriksaan tegangan pada saat keadaan akhir (saat layan) adalah pemeriksaan
pada saat seluruh beban transversal sudah bekerja. Penampang yang digunakan
untuk perhitungan propertis yaitu penampang transformasi untuk tendon terekat
(bounded) dan penampang netto untuk tendon tak terekat (unbounded). Beban-
beban yang bekerja/diperhitungkan adalah:
a. Gaya prategang efektif Pe (gaya prategang setelah terjadi seluruh kehilangan
tegangan).
Pe = R . P t (3.10)
R = 1 – LOF (3.11)
keterangan :
R = Rasio kehilangan gaya prategang,
Pt = Gaya prategang awal,
26
keterangan :
MMS = Beban berat sendiri,
MMA = Beban mati,
ML = Beban hidup.
Pada serat atas,
Pe Pe.es MT
ft (3.13)
A Wa Wa
serat bawah,
Pe Pe .es MT
fb (3.14)
A Wb Wb
Keterangan :
Pe = Gaya prategang akhir,
A = Luas penampang balok prategang,
es = Eksentrisitas,
MS = Beban berat sendiri,
Wb = Tahanan momen sisi bawah,
Wa = Tahanan momen sisi atas.
27
Ix
Radius girasi, r 2 (3.15)
A
r2
Batas kern atas, k t (3.16)
ya
r2
Batas kern bawah, k b (3.17)
yb
Letak tendon (cgs) dipengaruhi oleh besar momen pada setiap titik, maka
eksentrisitas tendon e berubah sesuai dengan besar momen. Perencanaan tata letak
tendon dilakukan dengan peninjauan sebagai berikut.
1. Batas bawah didasarkan saat transfer, agar tegangan pada serat atas ≤ tegangan ijin.
Lengan minimum dari kopel tendon,
M0
a min (3.18)
Pt
f . A.kb
esb' ti (3.20)
Pt
2. Batas atas didasarkan saat layan. Jika tendon diletakkan di luar batas ini maka beban
yang dapat dipikul berkurang atau tegangan serat bawah yang terjadi > tegangan
ijin.
MT
a max (3.22)
Pe
f .A.k
est ' ts t (3.24)
Pe
Untuk lebih jelasnya keterangan rumus di atas dapat dilihat pada Gambar 3.11 di bawah
ini.
29
A
f .E
pA L s
(3.26)
30
Keterangan :
∆fpA = Kehilangan gaya prategang karena slip angkur
∆A = Deformasi pengangkuran/slip
Es = Modulus elastic kabel
L = Panjang tendon
b. Friction/gesekan ( F )
Kehilangan gaya prategang terjadi pada komponen struktur paskatarik akibat
adanya gesekan antara tendon dan beton di sekelilingnya. Besarnya kehilangan
ini merupakan fungsi dari formasi tendon atau yang disebut curvature effect dan
simpangan lokal yang disebut wobble effect.
Dengan menggabungkan curvature effect, loss of prestress akibat gesekan kabel
dapat dirumuskan seperti di bawah ini:
Px = P0.e-(k.Lx+φ.α) (3.27)
( Po Px)
f pF (3.28)
Ap
Keterangan :
f pF = Kehilangan tegangan akibat gesekan kabel
Px = Gaya prategang setelah kehilangan friksi
Po = Gaya prategang awal
L = Panjang kabel yang diukur dari ujung kabel ke lokasi x, tapi karena tinggi
puncak lengkung relative kecil dibandingkan bentang maka bisa didekati
dengan panjang proyeksi (panjang bentang balok)
K = Wobble effect
Φ = Koefisien gesek kabel dan material
α = Sudut kabel (radian)
Koefisien friksi tendon paska tarik dapat dilihat pada Tabel 3.2 Di bawah ini
31
0,0066 0,15
0,0010 – 0,05 –
greased
Es
f pES = x f cgp (3.29)
Ec
32
Es N 1
f pES = x f cgp x (3.30)
Ec 2 xN
keterangan :
Ec = Modulus elastis beton prategang (MPa)
Ec = Modulus elastisitas tendon (MPa)
fcgp = Total tegangan beton pada titik berat tendon karena gaya prategang
saat transfer (untuk pretension members) dan berat sendiri pada
penampang momen maksimum. (MPa)
N = Jumlah tendon yang sama
Total tegangan beton pada level baja ( f cgp ) dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
Pi Pi .e2 M G .e
f cgp (3.31)
A Ix Ix
Keterangan :
Pi = Gaya prategang awal
MG = Momen akibat berat gelagar beton
Ix = Inersia penampang balok
e = Eksentrisitas tendon pada momen maksimum
2. Kehilangan gaya prategang yang bergantung dengan waktu atau relaksasi tendon
Kehilangan gaya prategang yang bergantung dengan waktu antara lain.
a. Susut pada beton (SH)
Untuk komponen struktur paskatarik, kehilangan beton prategang akibat susut
agak kecil karena sebagaian susut telah terjadi sebelum pemberian paskatarik.
Metode bergantung waktu untuk kehilangan gaya prategang disebabkan susut
adalah.
33
t
.
SH , t t 35 SHu
(3.32)
Keterangan :
SHu= regangan susut ultimit (820.10-6mm/mm)
t = umur jembatan
Sehingga kehilangan tegangan akibat susut,
f .E
pSH SH , t ps
(3.32)
E
f pCR K cr . s f cgp f csd
Ec
(3.33)
Kehilangan gaya prategang akibat rangkak didapati persamaan untuk tendon tal
terekat (unbounded),
Keterangan :
Kcr = Komponen struktur pratarik (2,0) dan komponen struktur paska-tarik
(1,6)
34
fcsd = Tegangan beton level pusat berat tendon akibat seluruh beban mati
log t 2 log t1 f pi
f pR f pi .
f 0 , 55
45
py (3.35)
Keterangan :
fpi = Tegangan awal tendon
p . f ps
wp 0,361 (3.36)
f 'c
Keterangan :
fps = Tegangan dalam tulangan prategang pada saat M n dicapai
1 = Konstanta yang tergantung pada mutu beton
f’c ≤ 30 MPa , 1 = 0,85 (3.37)
A ps
p = = Rasio tulangan prategang (3.39)
Ag
C = Tps (3.40)
Keterangan :
C = Gaya tekan beton prategang (MPa)
Tps = Gaya internal tendon prategang (MPa)
Gaya internal tendon baja prategang,
Keterangan :
Aps = Luas penampang baja prategang
Dengan menggunakan pendekatan Whitney tegangan desak beton adalah:
C = 0,85.f’c.b.a (3.42)
Keterangan :
a = Tinggi balok beton tekan
b = Lebar beton dengan lebar ekivalen (Beq) untuk penampang box girder
Untuk penampang tanpa tulangan non-prategang
36
Aps . f ps
a (3.44)
0,85. f ' c.b
a
M n A ps . f ps . d (3.45)
2
M uk ..M n (3.46)
4
5 Pe .e s .L
c .
48 E c .I x (3.47)
Sedangkan untuk lendutan dengan beban merata pada simple beam dihitung dengan
rumus:
5 W .L4
D .
384 E c .I x (3.48)
Di mana :
𝛿 = Lendutan pada gelagar
𝑤 = Baban merata yang bekerja pada gelagar
𝐿 = Panjang bentang gelagar
𝐸 = Modulus elastisitas gelagar prategang
𝐼 = Momen inersia dalam arah sumbu x
𝑄 = Beban merata akibat gaya prategang
𝑃 = Gaya prategang yang diterima gelagar
𝑒 = Eksentrisitas tendon
prinsip superposisi.
3.8.7 Perhitugan Pembesian T-Girder
Ketentuan perhitungan tulangan non-prategang minimum pada balok prategang
yaitu luas tulangan non-prategang minimum harus dihitung dari 0,4% A menurut
RSNI-T-12-2004 pasal 6.8.9.8. Maka digunakan rumus-rumus sebagai berikut..
As = ρ . t . b (3.49)
As
n = (3.50)
A1D
38
dengan :
As = Luas tulangan susut (mm2),
A1D = Luas satu diameter tulangan (mm2),
ρ = Rasio tulangan susut,
t = Tebal pelat dinding (mm),
b = Lebar pelat dinding (mm).
3.8.8 Tinjauan Slab Lantai Jembatan
Lantai jembatan merupakan pelat yang berfungsi sebagai lantai lalu lintas
sehingga mampu mendukung beban lalu lintas yang ada. Pada umumnya pelat lantai
dipasang pada arah melintang jembatan di atas gelagar. Pada perencanaan struktur atas
jembatan Sirnoboyo ini direncanakan dengan pelat satu arah, yaitu pelat yang ditumpu
pada keempat sisi tetapi Ly/Lx>2. Perhitungan tulagan pada lantai jembatan ditinjau
selebar 1 m2. Tahapan perencanaan lantai jembatan sebagai berikut:
1. Pembebanan pelat lantai
Perhitungan pembebanan pada pelat lantai ini dilanjutkan dengan mencari momen
ultimate rencana slab kendaraan dengan menggunakan rumus-rumus dan tahapan
sebagai berikut:
Keterangan :
MS = Momen yang ditimbulkan akibat berat sendiri
MA = Momen yang ditimbulkan akibat beban mati tambahan
TT = Momen yang ditimbulkan akibat beban truk
EWl = Momen yang ditimbulkan akibat angina pada kendaraan
K = Faktor beban ultimate
2. Perencanaan tulangan pelat lantai
Perhitungan tulangan pelat lantai dengan menggunakan rumus-rumus dan tahapan
sebagai berikut:
Nilai Momen ultimit sudah di dapatkan dengan langkah pertama, maka momen
nominal dihitung dengan rumus seperti berikut.
39
M
Mn = (3.52)
Momen nominal (mn) maka dicari faktor tahanan momen dengan rumus seperti
berikut.
M
Rn = , Rn < Rmax (3.53)
(b.d 2 )
0,5.0,75. b . fy
Rmax = 0,75 . b . fy ( 1 - ) (3.54)
0,85. f ' c
f 'c 2.Rn
= 0,85. .(1 1 ) (3.56)
fy (0,85. f ' c )
Rasio tulangan yang digunakan harus lebih besar atau sama dengan ρ min dan
harus lebih kecil atau sama dengan ρmax. Adapun rumus untuk ρmin dan ρmax seperti
berikut.
1,4
Rasio tulangan minimum, min = (3.57)
fy
Setelah diperoleh rasio tulangan yang memenuhi syarat, maka dapat dihitung
luas tulangan pakai dengan rumus seperti berikut.
Berikutnya dapat dicari jumlah tulangan yang dibutuhkan (n) dengan cara
membagi luas tulangan pakai (As) dengan luas tulangan yang ditentukan dan nilai
n dibulatkan ke atas.
As
Jumlah tulangan yang diperlukan, n = (3.60)
1
. ..D 2
4
Keterangan:
f’c : Kuat tekan beton
fy : Tegangan leleh baja
b : Lebar dinding pagar tepi
d : Tebal efektif dinding pagar tepi
D : Diameter tulangan yang digunakan
3.8.9 Desain Geser Balok
Berikut gambar diagram gaya geser yang di tahan oleh tulangan sengkang yang
dapat di lihat pada gambar 3.12 di bawah ini.
0,3Nu fc'
Vc = (1 + ) bw d (5.61)
Ag 6
2
Vs maksimum = fc' bw d (5.62)
3
bw.s
Av (min) = (5.63)
3. fy
Keterangan :
Vc = Kempampuan beton menahan geser (Mpa)
Nu = Gaya prategang efektif (kN)
Ag = Luas penampang balok (mm2)
f’c = Mutu bahan beton (Mpa)
bw = Lebar balok yang menahan geser (mm)
d = Tinggi efektif balok prategang (mm)
s = Jarak sengkang (mm)
fy = Mutu baja (Mpa)