DI SUSUN OLEH
NAMA : AINUN MARDIYAH
NIM : 18001
PRODI : D III KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan di definisikan sebagai penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan
dengan nidasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi sampai dengan lahirnya bayi, kehamilan
normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester,
dimana trimester 1 berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-
13 sampai ke-27) dan trimester ketiga berlangsung 13 minggu (minggu ke-28 sampai
minggu ke-40) (Sarwono, 2010).
Salah satu masalah yang sering mengancam kehamilan yaitu adanya indikasi ketuban
pecah dini. Ketuban pecah dini (KPD) atau sering disebut dengan premature repture of the
membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya
melahirkan (Rohmawati, 2018). Ketuban pecah dini sering menyebabkan dampak yang
serius pada morbiditas dan mortalitas ibu serta bayinya, terutama dalam kematian
perinatal yang cukup tinggi (Legawati, 2018). Menurut World Health Organization(WHO)
kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM (prelobour rupture of membrane)
berkisar antara 30% dari semua kelahiran dan 15-20% lainnya disebabkan oleh persalinan
premature yang di inidikasikan secara medis atau elektif (WHO, 2014). Di Indonesia
sebanyak 35% penyebab kematian ibu pada tahun 2014 disebabkan oleh lain-lain, salah
satunya KPD (Profil Indonesia, 2016). 2 Profil Dinas Kesehatan Kalimantan Timur tahun
2015 mengungkapkan, data AKI untuk Kalimantan Timur berkisar sekitar 100 kasus
kematian ibu terkait penanganan selama kehamilan atau faktor gangguan kehamilan (Dinas
Kesehatan Kalimantan Timur, 2016
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Sebagian
besar ketuban pecah dini yang terjadi pada umur kehamilan diatas 37 minggu, sedangkan
pada umur kehamilan kurang 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversial obstetric dalam kaitannya dengan penyebabnya.
Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi dalam
rahim, persalinan prematur yang akan meningkatkan kesakitan dan kematian ibu maupun
janinnya (Manuaba, 2009).
Ketuban pecah dini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi Ada 2 komplikasi
yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh
merupakan penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. kedua adalah kurang bulan
atau prematur, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang
sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory
Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru (Legawati, 2018).
Mekanisme ketuban pecah dini yaitu terjadinya pembukaan prematur serviks dan
membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan nekrosisserta dapat diikuti
pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang.
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim
proteolitik (Ayu, 2010).
Infeksi dalam rahim membahayakan ibu dan janin yang akan menyebabkan penyulit
pada persalinan bahkan kematian. Infeksi pada ibu bisa terjadi pada masa antenatal,
intranatal dan postnatal. Salah satu penyebab infeksi adalah pada masa nifas yang dapat
terjadi karena pertolongan persalinan yang tidak bersih dan aman, partus lama, ketuban
pecah dini atau sebelum waktunya (Prawiroharjo, 2018).
Belum ada cara pasti untuk mencegah kebocoran kantung ketuban. Namun, untuk
menurunkan resikonya adalah dengan berhenti merokok dan menghindari lingkungan
perokok agar tidak menjadi perokok pasif. Disamping itu, pemberian suplemen Vitamin C
dapat membantu para ibu mencegah terjadinya ketuban pecah dini, sehingga kehamilan
dapat dipertahankan hingga tiba masa persalinan (Legawati, 2018).
Peran perawat sebagai pelaksana adalah memberikan asuhan keperawatan untuk
menjaga kesehatan ibu dan bayi serta mencegah terjadinya komplikasi pasca persalinan.
Oleh sebab itu asuhan keperawata ibu post partum dengan ketuban pecah dini dilakukan
dengan tujuan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk
merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kabutuhan hidup,
memelihara kesehatan dan kesejahteraannya
Berdasarkan hasil data studi pendauluan yang dilakukan peneliti di RSUD dr.Kanujoso
Djatiwibowo Baikpapan terdapat ruangan perawatan ibu daan anak di Flamboyan C Data
yang di peroleh pada tanggal 15 januari 2020 ada sebanyak 8 kasus post partum dengan
ketuban pecah dini pada bulan 4 Oktober sampai dengan Desember 2019, dan 4 kasus pada
bulan Januari sampe dengan Maret 2020.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk memberikan asuhan
keperawatan pada klien secara profesional sekaligus menyusun laporan karya tulis ilmiah
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Indikasi Ketuban Pecah Dini Di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan”.
B. Rumusan Masalah Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien post partum indikasi
ketuban pecah dini yang di rawat di rumah sakit?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah :
Tujuan Umum Meningkatkan ketrampilan, kemampuan mengetahui dan menerapkan
asuhan keperawatan pada klien post partum indikasi ketuban pecah dini yang di rawat di
rumah sakit
Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada klien post partum indikasi ketuban pecah dini yang
di rawat di rumah sakit
b) Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada klien post partum indikasi ketuban
pecah dini yang di rawat di rumah sakit
c) Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan klien post partum indikasi
ketuban pecah dini yang di rawat di rumah sakit 5
d) Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan pada klien post
partum indikasi ketuban pecah dini yang di rawat di rumah sakit
e) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien post partum indikasi ketuban
pecah dini yang di rawat di rumah sakit
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian karya tulis ini adalah :
a) Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti
tentang Asuhan Keperawatan pada klien post partum indikasi ketuban pecah dini yang
di rawat di rumah sakit.
b) Bagi Perawat Ruangan Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah keluasan ilmu
Asuhan keperawatan pada klien post partum indikasi ketuban pecah dini yang di rawat
di rumah sakit
c) Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah keluasan ilmu dibidang keperawatan dalam asuhan keperawatan pasien
post partum indikasi ketuban pecah dini dan sebagai literatur dalam pembuatan karya
tulis ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
e) Klitoris : Organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah
arkus pubis
f) Vestibulum : Ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette..
g) Fourchette : Lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora.
h) Perineum : Daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus
3. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan
atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan
bantuan.
Partus dibagi menjadi 4 kala
a) kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap.
b) Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3
menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah
yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan.
c) Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan
lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. 11
d) Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin,
dan faktor persalinan pervaginam.
Faktor Ibu
a) Paritas : Jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim
(lebih dari 28 minggu).
b) Meneran : Proses persalinan normal berlangsung, ibu akan mengejan dan
mendorong bayi keluar dari rahim, vagina dan perineumnya akan mengalami
tekanan yang sangat kuat. Hal ini berisiko tinggi menyebabkan luka robekan
pada vagina dan perineum yang dapat menyebabkan perdarahan
pascapersalinan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki bagian yang robek
tersebut, dengan melakukan penjahitan. Selain robekan alami akibat proses
mengejan, jahitan pasca melahirkan normal (Kevin Andrian, 2020).
Faktor Janin
a) Berat Badan Bayi Baru lahir : Berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram.
Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui
vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula,
dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan
pada perineum. 12
b) ) Presentasi : Letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu
memanjang panggul ibu.
a) Presentasi Muka : Letak janin memanjang, sikap extensi sempurna dengan
diameter pada waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika
sebesar 9,5 cm.
b) Presentasi Dahi : Sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan
dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.
Faktor Persalinan Pervaginam
a) Vakum ekstrasi : Tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan ekstrasi
menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya.
b) Ekstrasi Cunam/Forsep : Suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam
yang dipasang di kepala janin.
c) Embriotomi : Prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan
pengurangan volume dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar
untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifuddin, 2009).
d) Persalinan Presipitatus : Persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung
kurang dari 3 jam, dapat 13 disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan
rahim yang terlau kuat. (Cunningham, 2009).
4. Patofisiologi
a. Adaptasi Fisiologi
1) Infolusi uterus adalah Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus
berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus
bersandar pada promontorium sakralis. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama
masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
2) Kontraksi intensitas meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga
terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera
setelah 14 plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada
payudara merangsang pelepasan oksitosin.
b. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi
menjadi 3 fase yaitu :
1) Fase taking in / ketergantungan Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua
setelah melahirkan dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
2) Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada
hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai
kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar
tentang semua halhal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat
bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan
fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
3) Fase letting go / saling ketergantungan Dimulai sekitar minggu kelima sampai
keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan
anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah
kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
4) Manifestasi klinik Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan.
a. Sistem reproduksi
1) Proses involusi : Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus.
2) Kontraksi :Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis.
3) Tempat plasenta : Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi
dan bernodul tidak teratur.
4) Lochea : Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris trofoblastik.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan.
Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.
5) Serviks : Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
6) Vagina : Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
b. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta : Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik
kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada
masa puerperium.
2) Hormon hipofisis : Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar
follikelstimulating hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak
menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika
kadar prolaktin meningkat
3) Abdomen : Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih
hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hami.
4) Sistem urinarius : Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan.
5) Sistem cerna : Nafsu makan, Mortilitas, Defekasi
6) Payudara : Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin,
prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a) Ibu tidak menyusui : Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada
wanita yang tidak menyusui
b) Ibu yang menyusui : Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan
suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum.
7) Sistem kardiovaskuler
a) Volume darah : Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor
misalnya Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total
yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan
tubuh yang menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada
minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b) Curah jantung : denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung
meningkat sepanjang masa hamil.
c) Tanda-tanda vital : Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika
wanita dalam keadaan normal
5. Komplikasi
a. Perdarahan : Kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria
perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kehilangan darah lebih dai 500 cc
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
3) Hb turun sampai 3 gram %.
2. Etiologi
Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi faktor predesposisi adalah:
a) Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
b) Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma. Trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
d) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
3. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan terjadi
pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi. Setelah
kulit ketuban mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami
nekrosis sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang.
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mengeluarkan enzim yaitu enzim proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh
ketuban pecah spontan.
4. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk
atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi (Sunarti,2017).
5. Komplikasi
a) Komplikasi pada janin Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009)
komplikasi yang sering terjadi pada janin karena KPD adalah sindrom distres
pernapasan dan prematuritas. Sindrom distres penapasan terjadi karena
pada ibu dengan KPD mengalami oligohidramnion.
b) Komplikasi pada ibu Menurut (Achadiat, 2010) komplikasi yang sering terjadi
adalah infeksi sampai dengan sepsis. membran janin berfungsi sebagai
penghalang untuk menghalangi merambatnya infeksi. Setelah ketuban
pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi hal ini terjadi karena setelah
ketuban pecah maka akan ada jalan masuk mikroorganisme dari luar uterus
apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi yang kedua
adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan komplikasi 26
yang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada
pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah
mengalami kerusakan
6. Penatalaksannan Medis
Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :
a) Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
b) Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
c) Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak
tertekan kepala janin
d) Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi plastic
e) Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau KPD
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
f) Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan posisi
berbaring miring, berikan antibiotik.
g) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis
h) Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan.
i) Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan akselerasi
bila ada inersia uteri.
j) Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban pecah
kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dini lebih
dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5.
k) Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan
Aktif
a) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan
diakhiri.
c) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
d) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
1. Definisi
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian
Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pa da usia
kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram (Dewi, 2010).
Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm,
lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60
x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang
dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (rooting,
sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada
skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta
adanya labia minora dan 30 mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama
berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010)
2. Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir
Ciri-ciri bayi normal antara lain (kementerian kesehatan ri, 2010):
dilahirkan pada umur kehamilan antara 37-42 minggu, berat lahir 2500-4000
gram, panjang badan waktu lahir 48 – 51 cm, warna kulit merah muda / pink, kulit
diliputi verniks caseosa, lanugo tidak severapa lagi hanya pada bahu dan punggung,
pada dahi jelas perbatasan tumbuhnya rambut kepala, bayi kelihatan montok karena
jaringan lemak di bawah kulit cukup, tulang rawan pada hidung dan telinga sudah
tumbuh jelas, kuku telah melewati ujung jari, menangis kuat, refleks menghisap
baik, pernapasan berlangsung baik (40-60 kali/menit), pergerakan anggota badan
baik, alat pencernaan mulai berfungsi sejak dalam kandungan ditandai dengan
adanya / keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama, alat perkemihan sudah
berfungsi sejak dalam kandungan ditandai dengan keluarnya air kemih setelah 6 jam
pertama kehidupan. pada bayi laki-laki testis sudah turun ke dalam skrotum dan
pada bayi perempuan labia minora ditutupi oleh labia mayor, anus berlubang
3. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
a. Pemotongan dan perawatan tali pusat
Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau
mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI,
2013). Perawatan rutin untuk tali 31 pusat adalah selalu cuci tangan sebelum
memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara,
membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat
pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013).
b. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam.
Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Jika bayi belum
menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan
puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan
perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep
mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu
untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
c. Pencegahan kehilangan panas
Melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti
kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2013)
d. Pemberian salep mata/tetes mata
Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri
bayi salep atau tetes mata antibiotika, Pemberian salep atau tetes mata harus
tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika
diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
e. Pencegahan perdarahan
Melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri Semua bayi baru lahir
harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di
paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat
dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease of the
newborn, dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir (Lissauer, 2013).
f. Pemberian imunisasi
Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha Kanan Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2
jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk
mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi. (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
g. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada
bayi. (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
h. Pemberian ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain
pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika 33 memungkinkan dilanjutkan dengan
pemberian ASI dan makanan pendamping sampai usia 2 tahun.
1. Definisi
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Kriteria Mayor & Minor Kriteria
mayor adalah tanda dan gejala yang ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi
diagnosa. Sedangkan kriteria minor adalah tanda dan gejala yang tidak harus
ditemukan, namun dapat mendukung penegakan diagnosis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Ansietas (D.0080):
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab :
a) Krisis situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisis maturasional
d) Ancaman terhadap konsep diri
e) Ancaman terhadap kematian
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan
g) Disfungsi sistem keluarga
h) Hubungan orangtua-anak yang tidak memuaskan
i) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
j) Penyalahgunaan zat
k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan) 38 12) Kurang terpapar
informasi
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, social dan spiritual. Kemampuan perawat yang diharapkan dalam
melakukan pengkajian adalah mempunyai kesadaran/tilik diri, kemampuan
mengobservasi dengan akurat, kemampuan berkomunikasi terapeutik dan
senantiasa mampu 45 berespon secara efektif. Pada dasarnya tujuan pengkajian
adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien
Aplikasi pengkajian yaitu :
a) Pengkajian data dasar (nama, umur, sex, status kesehatan, status
perkembangan, orientasi sosio-kultural, riwayat diagnostik dan pengobatan,
faktor sistem keluarga); Pola hidup; Faktor lingkungan
b) Observasi status kesehatan klien Untuk menemukan masalah keperawatan
berdasarkan self-care defisit, maka perawat perlu melakukan pengkajian kepada
klien melalui observasi berdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan klien yang
terdiri dari Minimal Care, Partial Care, Total Care
c) Pengembangan masalah fisiologis yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan
oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,, gangguan mengunyah,
gangguan menelan, pemenuhan kebutuhan eliminasi /pergerakan bowel,
urinary, excrements, menstruasi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat.
Secara rinci pengembangan teori dengan masalah fisiologis adalah sebagai.
berikut :
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah menggunakan pengkajian Teori dorothea orem penegakan diagnosa
mengacu pada diagnosa keperawatan yang aktual, resiko tinggi dan kemungkinan.
Teori Orem masih lebih berfokus pada masalah fisiologis, namun diagnosa dapat
dikembangkan ke masalah lain sesuai kebutuhan dasar.
Diagnosa Ibu
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).
2) Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan (D.0074).
3) Kesiapan persalinan b.d status kesehatan ibu dan janin sehat (D.0070).
4) Ansietas b.d kondisi kehamilan perinatal (D.0080).
5) Risiko infeksi d.d Ketuban pecah sebelum waktunya (D.0142).
6) Defisit pengetahuan b.d ketidaktahuan menemukan sumber informasi (D.0111).
Diagnosa Bayi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas (D.0001). 53
2) Pola nafas tidak efektif b.d sindrom ventilasi (D.0005).
3) Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah (D.0131).
4) Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0032).
3.Intervensi Keperawatan
Diberikan jika kemampuan merawat diri pada klien berkurang dari yang
dibutuhkan untuk memenuhi self care yang sebenarnya sudah diketahui. Berikut
intervensi yang dapat dilakukan sesuai standar intervensi keperawatan Indonesia
(Tim Pokja Siki DPP PPNI, 2018).
Intervensi ibu
a) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan
tingkat nyeri dapat menurun (L.08066).
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Kesulitan tidur menurun
Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
a. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status
kenyamanan pasien meningkat(L.08064).
Kriteria Hasil :
1) Keluhan tidak nyaman menurun
2) Gelisah menurun
Rencana tindakan I.14561 :
Observasi
1) Monitor tanda tanda vital
2) Timbang berat badan
Terapeutik
1) Pertahankan postur tubuh yang benar
2) Lakukan perawatan kebersihan gigi dan mulut secara teratur
3) Jaga kebersihan vulva dan vagina
Edukasi
1) Anjurkan menghindari kelelahan
2) Ajarkan teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemeriksaan labolatorium
b. Kesiapan persalinan b.d status kesehatan ibu dan janin sehat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status
antepartum pasien membaik(L.07059).
Kriteria hasil:
1) Nausea menurun
2) Muntah menurun
3) Tekanan darah membaik
Rencana tindakan I.12437 :
Observasi
1) Identivikasi tingkat pengetahuan pasien
1) Terapeutik
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
a) Jelaskan metode persalinan yang ibu inginkan
b) Anjurkan ibu cukup nutrisi
c) Anjurkan ibu mengenali bahaya persalinan
d. Ansietas b.d kondisi kehamilan perinatal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status tingkat ansietas pasien menurun(L.09093).
1) Kriteria hasil :
2) Prilaku gelisah menurun
3) Pola tidur membaik
Rencana tindakan I.09314
Observasi
1) dentifikasi saat tingkat ansietas berubah
2) Monitor tanda tanda ansietas
Terapeutik
1) Pahami situasi yang membuat ansietas
2) Dengarkan dengan penuh perhatian
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
1) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
2) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu
Intervensi bayi
a. Bershihan jalan napas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan nafas
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan
bersihan jalan nafas pasien meningkat(L.01001).
Kriteria hasil :
1) Produksi sputum menurun
2) Frekuensi nafas membaik
3) Pola nafas membaik
Rencana tindakan I.01011
Observasi
1) Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2) Monitor bunyi nafas tambahan
3) Monitor sputum
Terapeutik
1) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 15 ml/hari
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu
b. Pola nafas tidak efektif b.d Sindrom hipoventilasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan pola
nafas pasien membaik(L.01004).
Kriteria hasil :
1) Dipsnea menurun
2) Frekuensi nafas membaik
3) Kedalaman nafas membaik
Rencana tindakan I.01011 :
Observasi
1) Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2) Monitor bunyi nafas tambahan
3) Monitor sputum
Terapeutik
1) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 15 ml/hari
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu
c. Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan
termoregulasi pasien membaik(L.14134).
Kriteria hasil :
1) Menggigil menurun
2) Suhu tubuh membaik
3) Suhu kulit membaik
Rencana tindakan I.14507
1) Monitor suhu tubuh
2) Identifikasi penyebab hipotermi Observasi
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan, incubator)
2) Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, menutup kepala, pakaian
tebal)
3) Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat, botol
hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)
Edukasi
1) Anjurkan makan atau minum hangat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status nutrisi Kriteria hasil :
1) Berat badan membaik
2) Indeks massa tubuh / IMT membaikpasien membaik(L.03030).
Rencana tindakan I.03119 :
Observasi
1) Monitor berat badan
4. Implementasi
Keperawatan Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini
dilaksanakan sesuai intervensi keperawatan yang sudah dibuat, setiap implementasi,
akan ada respon hasil dari pasien setiap harinya. keperawatan ini dilakukan dengan
tujuan pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (Self care) dengan
penyakit yang ia alami sehingga pasien mencapai derajat kesembuhan yang optimal
dan efektif
5. Evaluasi
Keperawatan Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien
atas tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat disimpulkan apakah tujuan
asuhan keperawatan tercapai atau belum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada BAB ini akan diuraikan tentang hasil penelitian Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Post partum dengan Ketuban pecah dini bentuk review kasus yang telah
dilaksanakan di Rumah Sakit. Pengambilan data dilakukan dengan jumlah sampel
sebanyak 2 klien. Guna membahas tentang keterkaitan dan kesenjangan antara teori
dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien post partum dengan ketuban pecah
dini. Selain menyesuaikan lima tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, penulis juga akan menyesuaikan
hasil diagnosa yang diambil dengan model konseptual self care Orem yang saling
berhubungan yaitu Basic Conditioning Factors, Universal Selfcare Requisites,
Developmental Selfcare Requisites, Health Deviation Selcare Requisites dengan sistem
pemberian asuhan secara wholly compensatory nursing systems, partially compensatory
nursing systems dan supportive educative.
A. Hasil
1. Gambaran Lokasi case rewiev
Penelitian dilakukan di RSUD Dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan . Pengambilan
data dilakukan pada tanggal 9 Mei 2019 hingga 11 Mei 2019 dan klien 2 dari tanggal 27
juni 2019 hingga 29 juni 2019.5
2.Gambar Asuhan Keperawatan
Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada kedua pasien
Interpretasi Data :
Pada klien 2 menunjukan 2 diagnosa keperawatan yang teratasi yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, Resiko infeksi berhubungan dengan efek
prosedur infasif.
B. Pembahasan
Peneliti akan membahas tentang literature review asuhan keperawatan pada 2 pasien
dengan ketuban pecah dini. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Adapun bahasan tiap bagian sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Pada pengkajian di temukan beberapa data yang ada pada kedua klien 1 G2 P1
A0 dengan ketuban pecah dini umur 29 tahun dan klien 2 G3 P2 A0 dengan ketuban
pecah dini umur 40 tahun, Berdasarkan dari pengkajian klien 1 dan klien 2 memiliki
keluhan yang sama yaitu pada klien 1 mengatakan pada malam hari terasa keluar
seperti cairan di vagina , dan pada klien 2 klien mengatakan keluar rembesan air
Sesuai teori Sunarti, 2017 menyatakan bahwa tanda dan gejala yang terjadi
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau,
berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi
sampai kelahiran mendatang. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi
Pada pengkajian data nyeri di ungkapkan dengan PQRST =Provokate /faktor
pencetus timbulnya nyeri, Q=Quality /kualitas nyeri yang diungkpkan oleh pasien,
R=Region /lokasi dirasakan nyeri, S=Saver/tingkat keparahan biasanya menggambarkan
nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, sedang, atau berat dan T=Timing /seberapa
sering 93 nyeri dirasakan. Pengukuran skala nyeri dapat menggunakan alat ukur NRS
(Numeric Rating Scale).
Berdasarkan data yang didapat pada klien 1 Ny.R ditemukan data P: nyeri
dirasakan ketika bergerak, Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: nyeri terasa di area jalan
lahir, S: skala nyeri 4, T: nyeri bertambah jika bergerak dan berkurang ketika istirahat,
Pada klien 2 Ny.c ditemukan data P: Klien mengelu nyeri, Q: Seperti di tusuk-tusuk, R: di
luka jalan lahir, S:Skala nyeri 4, T:Bertambah jika bergerak dan berkurang jika
berisistirahat
Menurut Andrian, 2020 proses persalinan normal berlangsung, ibu akan
mengejan dan mendorong bayi keluar dari rahim, vagina dan perineumnya akan
mengalami tekanan yang sangat kuat. Hal ini berisiko tinggi menyebabkan luka robekan
pada vagina dan perineum yang dapat menyebabkan perdarahan pascapersalinan. Oleh
karena itu, untuk memperbaiki bagian yang robek tersebut, dengan melakukan
penjahitan. Selain robekan alami akibat proses mengejan, jahitan pasca melahirkan
normal.
Pada penelitian ini menggunakan format pengkajian Self Care Orem, data dari
Ny.R dan Ny.C setelah dianalisis dapat memenuhi aspek dari Basic Conditioning Factors,
Universal Selfcare Requisites, Developmental Selfcare Requisites, Health Deviation
Selcare Requisites. Pada Ny.R dan Ny. C berdasarkan kemampuan masuk dalam kategori
partially compensatory nursing systems dimana Ny.R dan Ny.C diberikan perawatan diri
secara sebagian dan memberikan bantuan secara minimal, Kedua klien mengatakan
beberapa aktivitas yang dilakukan di bantu keluarga karena mengatakan keterbatasan
bergerak jahitan perineum.
Pengkajian pada kedua klien post partum dengan ketuban pecah dini menurut
penulis tanda dan gejala yang di raasakan sudah sesuai dengan teori yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil analisa data pada kedua klien post partum dengan ketuban pecah
dini dalam penegakan diagnosa keperawatan yang ditegagakkan sesuai dengan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia SDKI Menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017 indikator penegakkan diagnosa keperawatan terdiri atas penyebab,
tanda/gejala dan faktor risiko, dimana terdapat kriteria mayor dan minor dalam
menegakkan diagnosa. Kriteria mayor adalah tanda dan gejala yang ditemukan
sekitar 80%-100% untuk validasi diagnosa. Sedangkan kriteria minor adalah
tanda dan gejala yang tidak harus ditemukan, namun dapat mendukung
penegakan diagnosis.
Berdasarkan hasil pengkajian keperawatan yang telah dilakukan peneliti
dapat menegakkan diagnose keperawatan pada post partum dengan ketuban
pecah dini menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) diagnosa keperawatan yang
muncul pada ibu yaitu nyeri akut D.0077, gangguan rasa nyaman D.0074,
kesiapan persalinan D.0070, ansietas D.0080, resiko infeksi D.0142, defisit
pengetahuan D.0111.
Hasil analisa data pengkajian diagnosa keperawatan yang sesuai teori
pada klien 1 dan klien 2 post partum dengan ketuban pecah dini yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, Berdasarkan teori 95 diagnosa yang
diangkat penyebab dari nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis, sedangkan penyebab dari diagnosa yang diangkat adalah agen
pencedera fisik /trauma, dan diagnosa resiko infeksi, Sedangkan diagnose
gangguan rasa nyaman, kesiapan persalinan, ansietas, defisit pengetahuan
diagnosa tersebut tidak muncul dikarenakan data mayor dam minor pada pasien
tidak mendukung..
Pada Klien 1 diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik, Data Subjektif klien mengeluh nyeri di bagian perutnya, Data Objektif klien
tampak meringis, klien tampak gelisah, diagnosa nyeri akut pada pasien 1
terdapat gejala/tanda mayor 80/100% untuk validasi diagnosis dan terdapat
tanda minor: tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosa, Pada Klien
2 diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, Data subjektif
klien mengeluh nyeri pada jalan lahir seperti di tusuk-tusuk, Objektif klien
bersikap protektif seperti posisi menghindari nyeri, tampak meringis, klien
tampak gelisah, terdapat gejala/tanda mayor 80/100% untuk validasi diagnosis
dan terdapat tanda minor: tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika
ditemukan dapat mendukung penegakan diagnose
Menurut asumsi peneliti Diagnosa keperawatan yang sesuai teori pada
klien 1 dan klien 2 post partum dengan ketuban pecah dini yaitu Resiko Infeksi
dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (Ketuban pecah
sebelum waktunya). Saat pengkajian pada kedua klien didapatkan data subjektif
sama sama mengeluarkan cairan dari jalan lahir dan nyeri. Resiko infeksi adalah
berisiko mengalami peningkatan 96 terserang organisme patogenik. Faktor
resiko salah satunya adalah ketuban pecah sebelum waktunya, dan kondisi klinis
terkait salah satunya ialah ketuban pecah sebelum waktunya KPSW.
Menurut asumsi peneliti penegakkan diagnosa sudah memenuhi validasi
penegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan teori dimana pada diagnosa
resiko infeksi tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala namun memiliki faktor
resiko berupa ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.
3. Perencanaan
Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, perencanaan
tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 disusun setelah semua data yang
terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan. Langkah-langkah dalam
perencanaan keperawatan ini terdiri dari: menegakkan diagnosa keperawatan,
menentukan sasaran dan tujuan, menentukan kriteria dan evaluasi, menyusun
intervensi dan tindakan keperawatan.
Menurut penulis didapatkan data bahwa kriteria hasil yang sesuai data
dibuat tidak berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia SLKI,
sedangkan pada Intervensi ada beberapa yang sesuai dengan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia SIKI, berikut adalah intervensi menurut penulis yang
sudah di sesuaikan dengan SLKI & SIKI.
Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik pada Klien 1 peneliti mencantumkan tujuan L.08066 97 setelah
melakukan tindakan keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan
diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil : keluhan nyeri
menurun, meringis menurun, gelisah menurun, Sedangkan pada klien 2 peneliti
mencantumkan tujuan L.08066 setelah melakukan tindakan keperawatan dalam
waktu yang telah ditentukan diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan
kriteria hasil : keluhan nyeri menurun, meringis menurun,sikap protektif
menurun,
Intervensi Manajemen nyeri I.08238 yang telah disusun oleh peneliti
pada klien 1 dan klien 2 menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018): Meliputi
Observasi (Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi,kualitas dan
intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, identifikasi respons nyeri non verbal,
identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri), Teraupetik
(Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri), Edukasi (Ajarkan
teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri), Kolaborasi (Kolaborasi
pemberian analgetik)
Diagnosa pada klien 1 dan klien 2 yaitu, Resiko infeksi di buktikan dengan
ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (ketuban pecah sebelum waktunya)
peneliti mencantumkan tujuan L.14137 setelah melakukan tindakan
keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil : tidak terjadi demam, tidak ada bengkak, nyeri menurun.
Intervensi tindakan pencegahan infeksi yang telah disusun oleh peneliti
pada klien 1 dan klien 2 menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018): Observasi
(Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik), 98 Teraupetik (cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien, batasi
jumlah pengunjung), Edukasi (Jelaskan tanda dan gejala infeksi, ajarkan cara
mencuci tangan dengan benar) Kolaborasi (kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu)
5. Evaluasi
Menurut Setiadi dalam Februanti, 2019 tahapan penilaian atau evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien 1, pada post partum
dengan ketuban pecah dini terdapat dua masalah keperawatan yang ditegakkan,
dua masalah keperawatan yang teratasi yaitu nyeri akut, dan resiko infeksi. Pada
diagnosa nyeri akut, masalah dapat teratasi ditandai dengan nyeri berkurang,
klien tampak rileks, tandatanda vital normal, pasien menyatakan nyaman setelah
nyeri berkurang dan sikap protektif klien berkurang. Pada diagnosa resiko infeksi,
masalah dapat teratasi ditandai dengan klien tidak ada mengalami tanda tanda
infeksi, pasien mengatakan paham bagaiama cara membasuh vulva dengan
benar.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien 2, pada post partum
dengan ketuban pecah dini terdapat dua masalah keperawatan yang ditegakkan,
dua masalah keperawatan yang teratasi yaitu nyeri akut dan resiko infeksi. Pada
diagnosa nyeri akut, masalah dapat teratasi 101 ditandai dengan nyeri
berkurang, klien tampak rileks, skala nyeri berkurang, pasien menyatakan
nyaman setelah nyeri berkurang. Pada diagnosa resiko infeksi, masalah dapat
teratasi ditandai dengan klien tidak ada mengalami tanda tanda infeksi,tidak ada
perdarahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan
Post partum dengan ketuban pecah dini peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut
1) Peneliti mampu melakukan pengkajian review kasus asuhan keperawatan kedua
klien menunjukan keluhan yang sama. Pengkajian menggunakan format
pengkajian menurut konsep teori self care Orem.
2) Pada klien 1 dan klien 2 diagnosa keperawatan sudah menguunakan SDKI dan
sesuai dengan teori.
3) Perencanaan yang digunakan pada klien 1 dan klien 2 tidak menggunakan SIKI
dan SLKI.
4) Implementasi keperawatan pada kasus ini di laksanakan sesuai dengan intervensi
yang sudah dibuat, sesuai dengan kebutuhan kedua klien post partum dengan
ketuban pecah dini. Pelaksanaan tindakan keperawat tersebut dapat dilakukan
dan berjalan dengan baik berkat kerja sama dari klien, keluarga, perawat
ruangan dan pembimbing lapangan.
5) Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada klien 1 dan klien 2 di temukan dua
masalah keperawatan yaitu nyeri akut dan resiko infeksi yang masalah tersebut
telah teratasi.
B. Saran
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian yang peneliti lakukan diharapkan dapat menjadi acuan dan
menjadi bahan pembanding pada peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pada
klien dengan Post Partum dengan Ketuban Pecah Dini.
2. Bagi tempat penelitian
Studi kasus yang peneliti lakukan tentang Asuhan keperawatan klien dengan post
partum dengan ketuban pecah dini di harpakan dapat menjadi nahan informasi bagi
perawat maupun pihak rumah sakit untuk dapat menjadi acuan bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara professional dan komprehensif.
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ibu post partum
dengan ketuban pecah dini secara komprehensif dan mengikuti perkembangan literature –
literatur keperawatan yang terbaru serta memacu pada peneliti selanjutnya sehingga
menjadi bahan pembanding dalam melakukan penelitian pada Ibu dengan ketuban pecah
dini
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat. (2010). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Alodokter. (2018).
Prosedur induksi untuk mempercepat persalinan. Retrieved from
https://www.alodokter.com/proses-induksi-untuk-mempercepat-persalinan Ayu. (2010).
Asuhan Kebidanan Patologi. Bararah dan Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan
Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Prestasi Pustaka Raya. Bobak. (2005). Keperawatan
Maternitas. Jakarta. Bobak. (2010). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta.
Cunningham. (2009). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta. Dewi. (2010). Asuhan Neonatus Bayi
dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika. Heldayani. (2009). Laporan asuhan keperawatan
pada ibu dengan sectio caesarea. Banjar Baru