2.1.1. Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang terhadap ketiga macam antigen
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
sari, 2013).
2.1.2. Etiologi
Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat Celsius
(optimum 37 derajat
celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang
rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari
Titik, 2016).
7
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari,
yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang
2.1.3.1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak
tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan
keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga
dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbasil kuman).
Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang
2.1.3.4. Relaps
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh 8
Jika zat anti.imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus
respon
selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid
2.1.4.plak
Patofisiologi
peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Proses perjalanan
Jaringan penyakit
limfoid plak kuman
peyeri masuk kegetah
dan kelenjar dalam mulutmesenterika
bening melalui mengalami hiperplasia. Basil
makanan dan minuman g tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000
tersebut masuk ke aliranyan
darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ
retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear.
Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella
thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua
yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeriyang sedang
mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler
dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak
peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke
tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan
9
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
10
2016)
2.1.6. Komplkasi
2.1.6.1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
tromboplebitis.
uremia hemolitik.
kolesistitis.
perinepritis.
arthritis.
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
13
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
beberapa faktor :
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan
Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi.
serum klien dengan demam typhoid juga terdapat pada orang pernah
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari simpai kuman). Dari
O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
2.1.7.4. Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir minggu kedua,
Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam.
2.1.8. Penatalaksanaan
yaitu:
2.1.8.1. Perawatan
2.1.8.2. Diet
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
2.1.8.3. Obat-obatan
hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem,
Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan.
Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan penyulit
perforasi usus.
2.2.1. Pengkajian
17
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam
Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang bersemangat,
serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). Pada kasus yang khas, demam
berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali.
rambut.
harinya biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam
keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan normal
kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor, koma, atau
anak besar.
1) Kepala
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil mengecil ketika terkena
sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
4) Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap
antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam
Susianingrum,
19
2.2.2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan adekuat dan peningkatan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010)
yaitu :
nutrisi.
2.2.2.6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
suhu tubuh.
2.2.3. Intervensi
20
Berdasarkan NANDA NIC NOC 2016, intervesi keperawatan antara lain adalah:
o
1. Hipertermia NIC (Nursing
berhubungan Intervention
• Konvulsi 2 jam.
• Kejang kesadaran.
• Kulit nutrisi.
lipatan paha.
menyerap
keringat.
1.8. Kolaborasi
pemberian
oabt antiperetik.
2. Nyeri akut NOC (Nursing NIC (Nursing
karakteristik : komprehensif
• Melaporkan nyeri
• Perubahan berkurang dengan termasuk lokasi,
• Perubahan frekuensi,
• Mampu
tekanan kualitas dan
mengenali nyeri.
darah faktor
• Menyatakan rasa
presipitasi.
• Perubahan nyaman setelah nyeri
2.2. Observasi reaksi
frekuensi berkurang.
non verbal
pernafasan.
dari
• Perilaku
ketidaknyamanan.
distraksi
2.3. Gunakan
(berjalan
komunikasi
mondar-
22
mandir).
n mengetahui
(gelisah, pasien.
bercahaya, mempengaruhi
fokus kebisingan.
• Sikap farmakologi.
• Melaporkan analgetik.
nyeri secara
verbal.
• Perubahan
posisi untuk
menghindari
nyeri.
23
NOC 3. Defisit
(Nursing nutrisi NIC (Nursing
Outcome
Classification)
berhubungan
: dengan Intervention
Adanya
ketidakmampuan
peningkatan berat Classification) :
badan.
Mampu mengabsorbsi nutrisi 3.1. Kaji adanya alergi
mengidentifikasi
kebutuhan Batasan karakteristik
nutrisi, makanan.
tidak ada tanda
:
malnutrisi. 3.2. Monitor adanya
Tidak terjadi
penurunan • Nyeri berat
abdomen penurunan berat
badan berarti.
pasien terhadap tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi
• Menghindari badan.
data dasar dan perencanaan (Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah
makanan. 3.3. Monitor
untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa
• Diare interaksi anak
dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan dengan klien, macam-macam
• Bising usus dengan orang tua.
evaluasi:
hiperaktif. 3.4. Monitor kulit
2.2.5.1. Evaluasi formatif
• Kurang minat kering, turgor kulit.
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
pada makanan. 3.5. Catat jika ada mual
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan
• Membran dan muntah.
perawatan.
mukosa pucat. 3.6. Anjurkan makan
2.2.5.2. Evaluasi sumatif SOAP
sedikit tapi sering
• Cepat
Kesimpulan kenyang dan analisa status kesehatan sesuai waktu
dari observasi
2.2.5. Evaluasi
2.2.4. Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun.
24
Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual untuk
rencana asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan mengatakan nyeri sudah
memfasilitasi koping klien (Hutahaean Serri, 2010).
berkurang dan membantu mengontrol nyeri dengan tehnik non farmakologi, orang tua mengatakan tidak
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak demam
terjadi penurunan BB secara signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi keluhan klien dan
typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam
pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1. Pendekatan /Desain Penelitian
Pasien anak dengan usia 6-12 tahun dan dirawat antara minggu pertama,
ke dua dan ketiga serta pada anak dengan demam Typhoid yang
relaps/kambuh.
Pasien anak dengan gangguan kesadaran dan pasien anak demam typhoid yang sudah ditahap
penyembuhan.
26
Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi.
Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, di topang dengan bakterimia tanpa keterlibatan
struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit
monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus dan dapat menularkan pada
orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi. (Nanda Nic Noc,
2016).
Studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Perawatan anak Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra. Dalam jangka waktu dari tanggal 7 Januari sampai
27 April 2019.
28
3.6.1.1. Wawancara
Menanyakan identitas klien, menanyakan keluhan utama, menanyakan riwayat penyakit sekarang,
Sumber data yang diperoleh baik dari catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang
Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu
Analisa data dalam karya tulis ilmiah ini digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan antara teori demam typoid dengan kondisi pasien.
BAB IV
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan studi kasus tentang asuhan keperawatan
pada anak dengan demam typhoid diRuang Perawatan Anak RS SMC Samarinda, yang dilakukan pada
tanggal 18 April – 10
Mei 2019 dengan jumlah sampel sebanyak dua pasien Dengan hasil sebagai
.
berikut:
4.1 Hasil
yang terletak di Jl. Kadrie Oening No. 85 RT. 35 kelurahan air putih
Rumah Sakit ini telah teregistrasi mulai 12 juli 2013 dengan Nomor
dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda dengan sifat tetap, dan berlaku
Kemoterapi, CSSD, Ruang Intensif Terpadu, ruang Hemodialisa, Ruang Bersalin/VK, Instalansi
Rawat Inap (kelas, I,II,III, VIP dan VVIP Kasus penyakit yang terdapat di ruang perawatan anak
yang diterima langsung berupa kasus penyakit diantaranya Demam Typoid, Kejang deman, ISPA,
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas tentang adanya kesesuain maupun kesenjangan
antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada tanggal 18 – April 2019 dan tanggal 8 Mei 2019
diruang perawatan anak RS Samarinda Medika Citra. Kegiatan yang dilakukan melalui pengkajian,
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada kedua pasien penulis menemukan masalah hipertermi
pada kedua pasien dengan data yang menunjang seperti munculnya tanda dan gejala seperti ibu
mengatakan demam pasien mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu, ibu mengatakan demam
terjadi pada malam hari, KU compos mentis, GCS: E 4V5M6, akral teraba hangat dan pasien terlihat
lemas dan hasil tandatanda vital N: 89x/menit, RR: 23x/menit dan T: 37, 4°C. Sedangkan pasien 2,
ibu mengatakan pasien mengalami demam sejak 6 hari yang lalu, KU: compos mentis, GCS: E 4V5M6,
akral teraba hangat, pasien terlihat lemas dan hasil tanda-tanda vital N: 92x/menit, RR: 21x/menit, T:
37, 6°C.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hipertermi masalah yang muncul pada
demam typhoid, Menurut Sudoyo A. W.,(2010), demam merupakan keluhan dan gejala klinis
terpenting yang timbul pada semua penderita demam typhoid yang memiliki tanda dan gejala
demam berangsur selama 3 minggu suhu bersifat remitem. Pada kasus yang khas, demam
berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu
tubuh berangsurangsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali. Lestari Titik (2016).
Penulis memprioritaskan masalah ini untuk menurunkan suhu tubuh ke dalam batas normal.
Karena jika tidak di atasi dengan segera akan mengakibatkan dehidrasi. Pasien demam typhoid
akan mengalami demam yang khas dikarenakan kemampuan tubuh mengatur suhu tubuh sedang
terganggu.
Terkait dengan di tegakkan diagnosa ini, diagnosa yang muncul di kedua pasien cenderung
sama. Oleh karna itu intervensi yang dijalankan di kedua pasien pun sama seperti melihat warna
kulit, mengukur suhu tubuh, menghitung TD, N dan RR, menganjurkan intake cairan dan nutrisi,
menganjurkan orang tua memberi kompres hangat pada sekitar axilla dan memberikan pakaian
Kesembuhan pasien demam typoid dapat diukur dengan suhu tubuh dalam rentang normal, antara
36, 5° C – 37, 5°C, nadi dan pernafasan dalam rentang normal dan tidak ada perubahan warna kulit.
Setelah tiga hari masa perawatan, peneliti mendapatkan hasil evaluasi bahwa masalah hipertermi
ini berhasil teratasi pada pasien 1 dan pasien 2 menggunakan intervensi yang telah direncanakan
dan diterapkan.
Dimana suhu tubuh pada pasien 1 T: 37,5 °C dan pasien 2 T: 37, 4°C.
Nutrisi
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2, diangkatlah masalah
berupa defsit nutrisi. Hal ini karena pada pasien 1 dan pasien 2 ditemukan tanda dan gejala yang
sama. Pada pasien 1, ibu mengatakan nafsu makan pasien berkurang dan ibu mengatakan pasien
makan hanya 5 sendok, ibu mengatakan pasien mengalami penurunan berat badan dan keluhan
obyektif pemeriksaan antropometri, lingkar lengan 15 cm, Berat badan 14 kg, tinggi badan 96 cm,
pemeriksaan hemoglobin 11,6 mg/dl, hematokrit 35,5%, pasien terlihat lemas dan diet makanan
lunak 1600 kkal, protein 359, lemak 69 gr, KH 220 gr. Sedangkan pada pasien 2, ibu mengatakan
nafsu makan pasien berkurang dan ibu mengatakan pasien makan hanya 7 sendok, ibu mengatakan
pasien mengalami penurunan berat badan, data obyektif antropometri lingkar lengan 15 cm, berat
badan 19 kg, tinggi badan 102 cm, pemeriksaan hemoglobin 10,3 mg/dl, hematokrit 33, 1%, pasien
terlihat lemas, dan diet berupa makanan lunak 1600 kkal, protein 359, lemak 69 gr, KH 220 gr.
Hal ini sesuai dengan teori, salah satu faktor yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi adalah faktor
infeksi atau penyakit. Infeksi yang sering diderita oleh anak ialah demam tiphoid yang merupakan
infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan. Menurut jurnal Pratama Bayu, (2018), defisit
nutrisi pada anak demam typhoid dapat terjadi mual, muntah, bibir kering, mengalami penurunan
Menurut penulis, defisit nutrisi dapat terjadi karena mual, muntah dan penurunan nafsu makan
akibat terjadinya peradangan pada usus halus dan menyebabkan malabsorbsi sehingga kebutuhan
Terkait diagnosa ini, keluhan yang muncul di kedua pasien cenderung sama. Oleh karena itu,
intervensi yang dijalankan dikedua pasien pun sama seperti menanyakan adanya alergi makanan,
menanyakan adanya penurunan berat badan, melihat interaksi anak dengan orang tua, memeriksa
kulit kering dan turgor kulit, menanyakan jika ada mual dan muntah, menganjurkan makan sedikit
tapi sering dan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
Hasil evaluasi setelah peneliti melakukan perawatan selama 3 hari, masalah defisit nutrisi teratasi,
Terlihat pada pasien 1 dan pasien 2 menghabiskan porsi makan yang diberikan dan nafsu makan
membaik.
4.2.3. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan, penurunan motilitas usus
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 berupa ibu mengatakan pasien belum
ada BAB selama 3 hari ini, dan data obyektif peristaltik usus 4x/menit, perut pasien kembung.
Menurut Akmal (2010), konstipasi adalah keadaan tertahan feses (tinja) dalam usus besar dalam
mengeluarkanya, ditandai dengan feses keras, sulit dikeluarkan, dan terjadi penurunan frekuensi
Menurut penulis terjadinya konstipasi akibat kurangnya asupan cairan, makanan berserat serta
aktivitas yang kurang. Dikarenakan pada pasien demam typhoid tidak dianjurkan mengkonsumsi
makanan yang berserat karena akan menperberat kerja dari usus sendiri dan diharuskan istirahat dan
mengurangi aktivitas dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi perdarahan pada usus. Selain
itu faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi adalah asupan air. Air memiliki banyak
Dengan adanya masalah berupa konstipasi, maka langkah yang dilakukan berupa menanyakan
faktor penyebab konstipasi, mendengarkan bising usus, menanyakan feses, frekuensi, konssistensi,
dan volume.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan pada pasien 1 maka evaluasi perawatan selama 3 hari yaitu
pasien sudah ada BAB dengan konsistensi lembek dan bising usus 8x/menit.
4.2.4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh Berdasarkan hasil
pengkajian yang dilakukan pada pasien 2 berupa ibu mengatakan pasien sulit tidur, ibu
mengatakan pasien terbangunbangun dan ibu mengatakan istirahat tidak cukup, pasien terlihat
Menurut Sdki (2017), gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur.
Ditandai dengan mengeluh sulit tidur, sering terjaga, pola tidur berubah, tidak puas tidur dan
istirahat tidak cukup. Penulis berasumsi bahwa pasien demam typoid dapat terjadi gangguan
pola tidur akibat demam yang tinggi sehingga mengakibatkan pasien sering terbangun – bangun
serta mengakibatkan pola tidur pun berubah. Berdasarkan hasil pengkajian yang diperolah maka
diangkatlah masalah berupa gangguan pola tidur. Kemudian dibuatlah sebuah perencanaan dengan
tujuan agar tidur pasien dapat terpenuhi dan jumlah tidur dalam batas normal dengan bertanya
Hasil evaluasi selama 3 hari perawatan, masalah gangguan pola tidur teratasi, dimana ibu
mengatakan pasien tidur malam selama 8 jam, pasien tidur nyenyak, pasien terlihat segar dan
terlihat nyaman. Ini sesuai dengan kriteria yang ada berupa jumlah jam tidur dalam batas normal
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 dan 2 subyektif ibu tidak mengetahui
apa yang dimaksud dengan typhoid dan ibu tidak mengetahui apa tandanya, cara mengatasi dan
pencegahan demam typhhoid, terlihat ibu selalu bertanya terkait dengan demam typhoid dan terlihat
ibu antusias ingin mengetahui tentang demam typhoid. Saat dikaji tentang pendidikan orang tua yaitu
hanya lulusan SMA pada pasien 1 dan pasien 2 kedua orang tua hanya lulusan SMP dan ini kali
pertama anak di rawat di Rumah Sakit serta belum pernah mendapat informasi tentang Demam
Typhoid sebelumnya.
Menurut Notoadmodjo (2004), kurangnya pengetahuan orang tua tentang demam typhoid
mengakibatkan orang tua baru sadar terkena penyakit demam typhoid setelah mengalami sakit.
Terjadinya demam typhoid antara lain perubahan gaya hidup, tidak mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, sanitasi lingkungan yang buruk (tidak menggunakan jamban ketika buang air besar),
mengkonsumsi makanan yang mentah, minum air tidak direbus dan pengetahuan orang tua mengenai
demam typhoid. Berdasarkan hasil penelitian dari Riandita, (2012) diperoleh kesimpulan semakin
tinggi pengetahuan ibu tentang demam maka pengelolaan demam pada anak akan semakin biak. Ibu
dengan tingkat pengetahuan rendah meliliki 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam
anak yang buruk dibandingkan tingkat pengetahuan ibu. Menurut Pramitasari (2013) faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien pertama ditemukan ibu mengatakan
anak susah untuk minum serta dipaksa ketika minum sedangkan obyektif mukosa bibir terlihat
kering, pasien terlihat lemas, terlihat pasien terpasang IFVD RL 500 ml/21 tpm.
Tubuh manusia yang kekurangan air akan menyebabkan berbagai macam penyakit namun juga
dapat mengakibatkan berbagai komplikasi salah satunya dehidrasi. Dehidrasi merupakan kondisi
kekurangan cairan yang disebabkan oleh asupan yang tidak memadai atau kehilangan cairan berlebih
melalui demam tinggi. Menurut sodikin 2011 tindakan menganjurkan meningkatkan intake cairan
bertujuan agar tidak terjadi dehidrasi pada pasien karena suhu tubuh meningkat mengakibatkan
hilanngnya cairan tubuh melalui penguapan dan keringat serta membantu menurunkan panas. Hal ini
disebabkan air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dan air sendiri diperlukan
Menurut penulis kekurangan volume cairan dapat terjadi apabila tidak diatasi dengan cepat.
Karena demam tinggi secara terus – menerus dan komsumsi air yang sedikit akan mengakibat pasien
demam typhoid mengalami kekurangan volume cairan didalam tubuhnya. Sesuai dengan pengkajian
yang dilakukan maka dibuatlah sebuah intervensi dan dilaksana berupa kaji status cairan termasuk
intake dan output, monitor vital sign, monitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa),
dorong keluarga untuk membantu pasien minum, kolaborasi pemberian cairan IV.
Berdasarkan tindakan yang diberikan selama 3 hari pada pasien 1 masalah kekurangan volume
cairan, ini sesuai dengan kriteria hasil yang direncana yaitu tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor
kulit baik, mukosa bibir lembab, dan tidak ada rasa haus yang berlebihan.