Anda di halaman 1dari 31

2.1.

Konsep Dasar Demam Thypoid

2.1.1. Definisi

Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang terhadap ketiga macam antigen

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu

minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam

thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).

Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus

halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada

saluran pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika

sari, 2013).

2.1.2. Etiologi

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi.

Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan

rambut getar, tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu

antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen

H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin)

tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat Celsius

(optimum 37 derajat

celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang

rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari

Titik, 2016).
7

2.1.3. Manifestasi klinis

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari,

yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang

terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak

badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang

biasanya di temukan, yaitu: (Lestari Titik, 2016)

2.1.3.1. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak

tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi

hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun

dan normal kembali.

2.1.3.2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah

tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan

keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.

2.1.3.3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor,

koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga

dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbasil kuman).

Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang

ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan

pula trakikardi dan epistaksis.

2.1.3.4. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid,

akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada


diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam

organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh 8

Jika zat anti.imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus
respon

selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid

2.1.4.plak
Patofisiologi
peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).

Proses perjalanan
Jaringan penyakit
limfoid plak kuman
peyeri masuk kegetah
dan kelenjar dalam mulutmesenterika
bening melalui mengalami hiperplasia. Basil
makanan dan minuman g tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000
tersebut masuk ke aliranyan
darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ

retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus.

(Lestari Titik, 2016).

Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear.

Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella

thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua

yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).

Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeriyang sedang

mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler

dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan,

dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak

peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke

tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan

meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan
9

melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
10

2016)

(lalat) dan mFese.


11
12

2.1.6. Komplkasi

2.1.6.1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.

2.1.6.2. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,

tromboplebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma

uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan

kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan

perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan

arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,

polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia.

(Lestari Titik, 2016).

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada anak dengan dengan typoid antara lain:

2.1.7.1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan

limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
13

kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal

bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.

Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2.1.7.2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

2.1.7.3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi

bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi

demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai

beberapa faktor :

1) Tehnik pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium

yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan

yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada

saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan

berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif

kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam

darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba


14

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil

biakan mungkin negatif.

5) Uji widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi.

Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam

serum klien dengan demam typhoid juga terdapat pada orang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah

suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi

oleh salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal

dari tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari flagel kuman).

3) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari simpai kuman). Dari

ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin

O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien

menderita typhoid.

2.1.7.4. Kultur

Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir minggu kedua,

dan kultur feses bisa positif pada minggu


15

kedua hingga minggu ketiga.

2.1.7.5. Anti Salmonella typhi IgM

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut

Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4

terjadinya demam.

2.1.8. Penatalaksanaan

Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid

yaitu:

2.1.8.1. Perawatan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah

komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya

tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

2.1.8.2. Diet

1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

2.1.8.3. Obat-obatan

Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid.


16

Waktu penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.

Antibiotika, seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim

sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat

demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah:

1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi

dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.

2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol,

diberikan ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3-

4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21

hari.

3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.

Pemberian oral/intravena selama 21 hari.

4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali

pemberian, oral, selama 14 hari.

5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali

sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari.

6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem,

azithromisin, dan fluoroquinolon.

Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan.

Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan penyulit

tergantung macamnya. yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).

Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi

deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB, intravena

perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis

1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian.

Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit

perforasi usus.
2.2.1. Pengkajian
17
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam
Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data

tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat,


2.2.1.1. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
singkat, dan berkesinambungan. Pengumpulan data ini juga harus dapat

menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan masalah-masalah


2.2.1.2. Keluhan utama

Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang bersemangat,

serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). Pada kasus yang khas, demam

berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali.

rambut.

Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik setiap

harinya biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore

dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam

keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan normal

kembali pada akhir minggu ke tiga.

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam

kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor, koma, atau

gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan

pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala

lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada

anak besar.

2.2.1.3. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan warna

2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.


18

3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil mengecil ketika terkena

sinar.

4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan pecah-pecah (ragaden).

Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan

jarang disertai tremor.

5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.

6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi

konstipasi, atau mungkin diare atau normal.

7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.

9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan

anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan

karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada

minggu pertama demam).

2.2.1.4. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,

limfositosis relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.

3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam

darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering

ditemukan dalam urine dan feses.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap

antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam

Susianingrum,
19

Rekawati Utami, Sri, 2008).

2.2.2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan adekuat dan peningkatan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan

diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir

kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam

medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010)

Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016 diagnosa keperawatan yang muncul

yaitu :

2.2.2.1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2.2.2.2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

2.2.2.3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi

nutrisi.

2.2.2.4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan.

2.2.2.5. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan

yang asing, prosedur-prosedur tindakan.

2.2.2.6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak

suhu tubuh.

2.2.3. Intervensi
20

Berdasarkan NANDA NIC NOC 2016, intervesi keperawatan antara lain adalah:

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

o
1. Hipertermia NIC (Nursing

berhubungan Intervention

dengan proses Classification) :

penyakit. 1.1. Kaji warna kulit

Batasan 1.2. Monitor suhu


karakteristik: tubuh minimal tiap

• Konvulsi 2 jam.

• Kulit 1.3. Monitor TD, N

kemerahan dan RR.

• Peningkatan 1.4. Identifikasi


suhu tubuh di adanya
atas kisaran penurunan
normal. tingkat

• Kejang kesadaran.

• Takikardi 1.5. Tingkatkan

• Takipnea intake cairan dan

• Kulit nutrisi.

terasa 1.6. Beri kompres

hangat. hangat pada

sekitar axilla dan

lipatan paha.

1.7. Beri pakaian


21

yang tipis dan

menyerap

keringat.

1.8. Kolaborasi

pemberian

oabt antiperetik.
2. Nyeri akut NOC (Nursing NIC (Nursing

berhubungan Outcome Intervention

dengan agen Classification) : Kriteria Classification) :

pencedera hasil : 2.1. Lakukakan

fisiologis. • Mampu pengkajian nyeri

Batasan mengontrol nyeri secara

karakteristik : komprehensif
• Melaporkan nyeri
• Perubahan berkurang dengan termasuk lokasi,

selera menggunakan karakteristik,

makan. menegemen nyeri. durasi,

• Perubahan frekuensi,
• Mampu
tekanan kualitas dan
mengenali nyeri.
darah faktor
• Menyatakan rasa
presipitasi.
• Perubahan nyaman setelah nyeri
2.2. Observasi reaksi
frekuensi berkurang.
non verbal
pernafasan.
dari
• Perilaku
ketidaknyamanan.
distraksi
2.3. Gunakan
(berjalan
komunikasi
mondar-
22

mandir).

• Mengekpresika terapeutik untuk

n mengetahui

perilaku pengalaman nyeri

(gelisah, pasien.

meringis). 2.4. Kontrol

• Masker wajah lingkungan yang

(mata kurang dapat

bercahaya, mempengaruhi

gerakan mata nyeri seperti suhu

berpencar atau ruangan,

tetap pada satu pencahayaan dan

fokus kebisingan.

meringis). 2.5. Ajarkan tehnik non

• Sikap farmakologi.

melindungi 2.6. Kolaborasi

nyeri. pemberin obat

• Melaporkan analgetik.

nyeri secara

verbal.

• Perubahan

posisi untuk

menghindari

nyeri.
23

NOC 3. Defisit
(Nursing nutrisi NIC (Nursing
Outcome
Classification)
berhubungan
: dengan Intervention
 Adanya
ketidakmampuan
peningkatan berat Classification) :
badan.
 Mampu mengabsorbsi nutrisi 3.1. Kaji adanya alergi
mengidentifikasi
kebutuhan Batasan karakteristik
nutrisi, makanan.
tidak ada tanda
:
malnutrisi. 3.2. Monitor adanya
 Tidak terjadi
penurunan • Nyeri berat
abdomen penurunan berat
badan berarti.
pasien terhadap tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi
• Menghindari badan.
data dasar dan perencanaan (Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah
makanan. 3.3. Monitor
untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa
• Diare interaksi anak
dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan dengan klien, macam-macam
• Bising usus dengan orang tua.
evaluasi:
hiperaktif. 3.4. Monitor kulit
2.2.5.1. Evaluasi formatif
• Kurang minat kering, turgor kulit.
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
pada makanan. 3.5. Catat jika ada mual
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan
• Membran dan muntah.
perawatan.
mukosa pucat. 3.6. Anjurkan makan
2.2.5.2. Evaluasi sumatif SOAP
sedikit tapi sering
• Cepat
Kesimpulan kenyang dan analisa status kesehatan sesuai waktu
dari observasi

setelah makan 3.7. Kolaborasi dengan


pada tujuan, ditulis pada catatan perkembangan.
ahli gizi untuk
Hasil yang• diharapkan
Kelemahanpada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan
menentukan
adalah orang tua mengatakan demam berkurang dengan suhu 36,5 °C, orang tua
otot menelan.
jumlah kalori dan
• Kelemahan
nutrisi yang
otot
dibutuhkan.
mengunyah.

2.2.5. Evaluasi

2.2.4. Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun.
24
Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual untuk
rencana asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan mengatakan nyeri sudah
memfasilitasi koping klien (Hutahaean Serri, 2010).
berkurang dan membantu mengontrol nyeri dengan tehnik non farmakologi, orang tua mengatakan tidak
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak demam
terjadi penurunan BB secara signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi keluhan klien dan
typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam
pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
BAB III

METODE PENULISAN
3.1. Pendekatan /Desain Penelitian

untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada anak dengan

demam typoid. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.

3.2. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan peneliti, menggunakan dua responden yang

sedang berada di Ruang Perawatan Anak RS Samarinda Medika Citra, yang

telah dilakukan pengkajian dan mengalami demam typhoid.

3.2.1. Kriteria Inklusi

Pasien anak dengan usia 6-12 tahun dan dirawat antara minggu pertama,

ke dua dan ketiga serta pada anak dengan demam Typhoid yang

relaps/kambuh.

3.2.2. Kriteria Ekslusi


27

Penulisan ini merupakan penulisan deskriptif dalam bentuk studi kasus

Pasien anak dengan gangguan kesadaran dan pasien anak demam typhoid yang sudah ditahap

penyembuhan.

26

3.3. Batasan Istilah (Definisi Operasional)

Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi.

Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, di topang dengan bakterimia tanpa keterlibatan

struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit

pengukuran, observasi dan wawancara yang dijadikan subjek penulisan.

monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus dan dapat menularkan pada

orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi. (Nanda Nic Noc,

2016).

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Perawatan anak Rumah Sakit

Samarinda Medika Citra. Dalam jangka waktu dari tanggal 7 Januari sampai

27 April 2019.

3.5. Prosedur Penelitian

Penulisan diawali dengan penyusunan usulan penulisan dengan

menggunakan studi kasus. Studi kasus di awali dengan adanya rancangan


dalam pengumpulan data. Dengan terkumpulnya data berupa hasil

28

3.6. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.6.1. Tehnik Pengumpulan Data

3.6.1.1. Wawancara

Menanyakan identitas klien, menanyakan keluhan utama, menanyakan riwayat penyakit sekarang,

dahulu dan riwayat keluarga.

Sumber data yang diperoleh baik dari catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang

merupakan penyakit dan perawatan klien pada saat ini.

3.8. Analisis Data

Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu

keadaan secara objektif.


29

Analisa data dalam karya tulis ilmiah ini digunakan untuk mengetahui

penerapan asuhan keperawatan pada kedua pasien anak demam typoid.

Dari hasil analisa data ke dua responden didapatkan diagnosa

keperawatan berupa aktual, resiko, dan potensial. Kemudian dibandingkan

apakah terdapat perbedaan antara teori demam typoid dengan kondisi pasien.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan studi kasus tentang asuhan keperawatan

pada anak dengan demam typhoid diRuang Perawatan Anak RS SMC Samarinda, yang dilakukan pada

tanggal 18 April – 10
Mei 2019 dengan jumlah sampel sebanyak dua pasien Dengan hasil sebagai
.
berikut:

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokasi Studi Kasus

Studi kasus ini dilakukan di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra

yang terletak di Jl. Kadrie Oening No. 85 RT. 35 kelurahan air putih

Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.

RS Samarinda Medika Citra adalah salah satu RS milik Perusahaaan

swasta milik PT. Pandan Harum dan tercatat kedalam RS tipe C.

Rumah Sakit ini telah teregistrasi mulai 12 juli 2013 dengan Nomor

Surat Ijin 503/RS-002/DKK/VI/2013 dan tanggal surat ijin 16 April 2014

dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda dengan sifat tetap, dan berlaku

sampai 2019. Lulus akreditas Rumah Sakit Di RS SMC memilki fasilitas

pelayanan IGD 24 jam, instalansi Radiologi, Instalasi Bedah Sentral,

Apotek, Instalansi Gizi, Histologi/kamar Jenazah, Fisioterapi, Ruang

Kemoterapi, CSSD, Ruang Intensif Terpadu, ruang Hemodialisa, Ruang Bersalin/VK, Instalansi

Rawat Inap (kelas, I,II,III, VIP dan VVIP Kasus penyakit yang terdapat di ruang perawatan anak

yang diterima langsung berupa kasus penyakit diantaranya Demam Typoid, Kejang deman, ISPA,

infeksi bakterial, Gasteroenteritis, DHF, dan bronko pneumonia.


4.2 Pembahasan

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas tentang adanya kesesuain maupun kesenjangan

antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada tanggal 18 – April 2019 dan tanggal 8 Mei 2019

diruang perawatan anak RS Samarinda Medika Citra. Kegiatan yang dilakukan melalui pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

4.2.1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada kedua pasien penulis menemukan masalah hipertermi

pada kedua pasien dengan data yang menunjang seperti munculnya tanda dan gejala seperti ibu

mengatakan demam pasien mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu, ibu mengatakan demam

terjadi pada malam hari, KU compos mentis, GCS: E 4V5M6, akral teraba hangat dan pasien terlihat

lemas dan hasil tandatanda vital N: 89x/menit, RR: 23x/menit dan T: 37, 4°C. Sedangkan pasien 2,

ibu mengatakan pasien mengalami demam sejak 6 hari yang lalu, KU: compos mentis, GCS: E 4V5M6,

akral teraba hangat, pasien terlihat lemas dan hasil tanda-tanda vital N: 92x/menit, RR: 21x/menit, T:

37, 6°C.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hipertermi masalah yang muncul pada

demam typhoid, Menurut Sudoyo A. W.,(2010), demam merupakan keluhan dan gejala klinis

terpenting yang timbul pada semua penderita demam typhoid yang memiliki tanda dan gejala

demam berangsur selama 3 minggu suhu bersifat remitem. Pada kasus yang khas, demam

berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu
tubuh berangsurangsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan

malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali. Lestari Titik (2016).

Penulis memprioritaskan masalah ini untuk menurunkan suhu tubuh ke dalam batas normal.

Karena jika tidak di atasi dengan segera akan mengakibatkan dehidrasi. Pasien demam typhoid

akan mengalami demam yang khas dikarenakan kemampuan tubuh mengatur suhu tubuh sedang

terganggu.

Terkait dengan di tegakkan diagnosa ini, diagnosa yang muncul di kedua pasien cenderung

sama. Oleh karna itu intervensi yang dijalankan di kedua pasien pun sama seperti melihat warna

kulit, mengukur suhu tubuh, menghitung TD, N dan RR, menganjurkan intake cairan dan nutrisi,

menganjurkan orang tua memberi kompres hangat pada sekitar axilla dan memberikan pakaian

yang tipis dan menyerap keringat.

Kesembuhan pasien demam typoid dapat diukur dengan suhu tubuh dalam rentang normal, antara

36, 5° C – 37, 5°C, nadi dan pernafasan dalam rentang normal dan tidak ada perubahan warna kulit.

Setelah tiga hari masa perawatan, peneliti mendapatkan hasil evaluasi bahwa masalah hipertermi

ini berhasil teratasi pada pasien 1 dan pasien 2 menggunakan intervensi yang telah direncanakan

dan diterapkan.

Dimana suhu tubuh pada pasien 1 T: 37,5 °C dan pasien 2 T: 37, 4°C.

4.2.2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi

Nutrisi

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2, diangkatlah masalah

berupa defsit nutrisi. Hal ini karena pada pasien 1 dan pasien 2 ditemukan tanda dan gejala yang

sama. Pada pasien 1, ibu mengatakan nafsu makan pasien berkurang dan ibu mengatakan pasien

makan hanya 5 sendok, ibu mengatakan pasien mengalami penurunan berat badan dan keluhan

obyektif pemeriksaan antropometri, lingkar lengan 15 cm, Berat badan 14 kg, tinggi badan 96 cm,
pemeriksaan hemoglobin 11,6 mg/dl, hematokrit 35,5%, pasien terlihat lemas dan diet makanan

lunak 1600 kkal, protein 359, lemak 69 gr, KH 220 gr. Sedangkan pada pasien 2, ibu mengatakan

nafsu makan pasien berkurang dan ibu mengatakan pasien makan hanya 7 sendok, ibu mengatakan

pasien mengalami penurunan berat badan, data obyektif antropometri lingkar lengan 15 cm, berat

badan 19 kg, tinggi badan 102 cm, pemeriksaan hemoglobin 10,3 mg/dl, hematokrit 33, 1%, pasien

terlihat lemas, dan diet berupa makanan lunak 1600 kkal, protein 359, lemak 69 gr, KH 220 gr.

Hal ini sesuai dengan teori, salah satu faktor yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi adalah faktor

infeksi atau penyakit. Infeksi yang sering diderita oleh anak ialah demam tiphoid yang merupakan

infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan. Menurut jurnal Pratama Bayu, (2018), defisit

nutrisi pada anak demam typhoid dapat terjadi mual, muntah, bibir kering, mengalami penurunan

nafsu makan dan penurunan berat badan.

Menurut penulis, defisit nutrisi dapat terjadi karena mual, muntah dan penurunan nafsu makan

akibat terjadinya peradangan pada usus halus dan menyebabkan malabsorbsi sehingga kebutuhan

nutrisi tidak terpenuhi dan terjadilah penurunan berat badan.

Terkait diagnosa ini, keluhan yang muncul di kedua pasien cenderung sama. Oleh karena itu,

intervensi yang dijalankan dikedua pasien pun sama seperti menanyakan adanya alergi makanan,

menanyakan adanya penurunan berat badan, melihat interaksi anak dengan orang tua, memeriksa

kulit kering dan turgor kulit, menanyakan jika ada mual dan muntah, menganjurkan makan sedikit

tapi sering dan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan.

Hasil evaluasi setelah peneliti melakukan perawatan selama 3 hari, masalah defisit nutrisi teratasi,

baik pada pasien 1 dan pada pasien 2.

Terlihat pada pasien 1 dan pasien 2 menghabiskan porsi makan yang diberikan dan nafsu makan

membaik.
4.2.3. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan, penurunan motilitas usus

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 berupa ibu mengatakan pasien belum

ada BAB selama 3 hari ini, dan data obyektif peristaltik usus 4x/menit, perut pasien kembung.

Menurut Akmal (2010), konstipasi adalah keadaan tertahan feses (tinja) dalam usus besar dalam

cukup lama dan kerena kesulitan dalam

mengeluarkanya, ditandai dengan feses keras, sulit dikeluarkan, dan terjadi penurunan frekuensi

buang air besar.

Menurut penulis terjadinya konstipasi akibat kurangnya asupan cairan, makanan berserat serta

aktivitas yang kurang. Dikarenakan pada pasien demam typhoid tidak dianjurkan mengkonsumsi

makanan yang berserat karena akan menperberat kerja dari usus sendiri dan diharuskan istirahat dan

mengurangi aktivitas dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi perdarahan pada usus. Selain

itu faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi adalah asupan air. Air memiliki banyak

fungsi salah satunya mempermudah dalam pengeluaran feses.

Dengan adanya masalah berupa konstipasi, maka langkah yang dilakukan berupa menanyakan

faktor penyebab konstipasi, mendengarkan bising usus, menanyakan feses, frekuensi, konssistensi,

dan volume.

Berdasarkan tindakan yang dilakukan pada pasien 1 maka evaluasi perawatan selama 3 hari yaitu

pasien sudah ada BAB dengan konsistensi lembek dan bising usus 8x/menit.

4.2.4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh Berdasarkan hasil

pengkajian yang dilakukan pada pasien 2 berupa ibu mengatakan pasien sulit tidur, ibu

mengatakan pasien terbangunbangun dan ibu mengatakan istirahat tidak cukup, pasien terlihat

lemas dan pasien terlihat berbaring saja ditempat tidur.

Menurut Sdki (2017), gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur.

Ditandai dengan mengeluh sulit tidur, sering terjaga, pola tidur berubah, tidak puas tidur dan

istirahat tidak cukup. Penulis berasumsi bahwa pasien demam typoid dapat terjadi gangguan
pola tidur akibat demam yang tinggi sehingga mengakibatkan pasien sering terbangun – bangun

serta mengakibatkan pola tidur pun berubah. Berdasarkan hasil pengkajian yang diperolah maka

diangkatlah masalah berupa gangguan pola tidur. Kemudian dibuatlah sebuah perencanaan dengan

tujuan agar tidur pasien dapat terpenuhi dan jumlah tidur dalam batas normal dengan bertanya

bagaimana pola tidur pasien selama dirawat.

Hasil evaluasi selama 3 hari perawatan, masalah gangguan pola tidur teratasi, dimana ibu

mengatakan pasien tidur malam selama 8 jam, pasien tidur nyenyak, pasien terlihat segar dan

terlihat nyaman. Ini sesuai dengan kriteria yang ada berupa jumlah jam tidur dalam batas normal

yaitu 6-8 jam, serta perasaan segar sesudah tidur.

4.2.5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 dan 2 subyektif ibu tidak mengetahui

apa yang dimaksud dengan typhoid dan ibu tidak mengetahui apa tandanya, cara mengatasi dan

pencegahan demam typhhoid, terlihat ibu selalu bertanya terkait dengan demam typhoid dan terlihat

ibu antusias ingin mengetahui tentang demam typhoid. Saat dikaji tentang pendidikan orang tua yaitu

hanya lulusan SMA pada pasien 1 dan pasien 2 kedua orang tua hanya lulusan SMP dan ini kali

pertama anak di rawat di Rumah Sakit serta belum pernah mendapat informasi tentang Demam

Typhoid sebelumnya.

Menurut Notoadmodjo (2004), kurangnya pengetahuan orang tua tentang demam typhoid

mengakibatkan orang tua baru sadar terkena penyakit demam typhoid setelah mengalami sakit.

Terjadinya demam typhoid antara lain perubahan gaya hidup, tidak mencuci tangan sebelum dan

sesudah makan, sanitasi lingkungan yang buruk (tidak menggunakan jamban ketika buang air besar),

mengkonsumsi makanan yang mentah, minum air tidak direbus dan pengetahuan orang tua mengenai

demam typhoid. Berdasarkan hasil penelitian dari Riandita, (2012) diperoleh kesimpulan semakin

tinggi pengetahuan ibu tentang demam maka pengelolaan demam pada anak akan semakin biak. Ibu

dengan tingkat pengetahuan rendah meliliki 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam
anak yang buruk dibandingkan tingkat pengetahuan ibu. Menurut Pramitasari (2013) faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien pertama ditemukan ibu mengatakan

anak susah untuk minum serta dipaksa ketika minum sedangkan obyektif mukosa bibir terlihat

kering, pasien terlihat lemas, terlihat pasien terpasang IFVD RL 500 ml/21 tpm.

Tubuh manusia yang kekurangan air akan menyebabkan berbagai macam penyakit namun juga

dapat mengakibatkan berbagai komplikasi salah satunya dehidrasi. Dehidrasi merupakan kondisi

kekurangan cairan yang disebabkan oleh asupan yang tidak memadai atau kehilangan cairan berlebih

melalui demam tinggi. Menurut sodikin 2011 tindakan menganjurkan meningkatkan intake cairan

bertujuan agar tidak terjadi dehidrasi pada pasien karena suhu tubuh meningkat mengakibatkan

hilanngnya cairan tubuh melalui penguapan dan keringat serta membantu menurunkan panas. Hal ini

disebabkan air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dan air sendiri diperlukan

untuk mencegah dehidrasi akibat keringat.

Menurut penulis kekurangan volume cairan dapat terjadi apabila tidak diatasi dengan cepat.

Karena demam tinggi secara terus – menerus dan komsumsi air yang sedikit akan mengakibat pasien

demam typhoid mengalami kekurangan volume cairan didalam tubuhnya. Sesuai dengan pengkajian

yang dilakukan maka dibuatlah sebuah intervensi dan dilaksana berupa kaji status cairan termasuk

intake dan output, monitor vital sign, monitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa),

dorong keluarga untuk membantu pasien minum, kolaborasi pemberian cairan IV.

Berdasarkan tindakan yang diberikan selama 3 hari pada pasien 1 masalah kekurangan volume

cairan, ini sesuai dengan kriteria hasil yang direncana yaitu tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor

kulit baik, mukosa bibir lembab, dan tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai