Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kondisi meningkatnya kadar gula


darah yang dapat meningkatkan risiko kerusakan makrovaskular dan
mikrovaskular sehingga menurunkan kualitas hidup penderitanya. 1

DM adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa
menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang ditandai
dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah. Insulin adalah suatu hormon
pencernaan, yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk
memasukkan gula kedalam sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi.
Pada pengidap DM, insulin yang dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula
menumpuk dalam darah. Hal ini menimbulkan risiko terjadinya kerusakan
berbagai jaringan dan organ dalam tubuh dan bisa menyebabkan komplikasi yang
dapat mengancam kesehatan. 2

Hasil laporan lembaga penelitian kesehatan dan kualitas dunia pada


penderita DM yang menerima pelayanan medis prevalensi penderita ulkus kaki
diabetik berdasarkan usia pada tahun 2008 paling banyak pada interval usia >95
tahun (15,0%), berdasarkan jenis kelamin paling banyak diderita laki-laki (8,2%)
dibandingkan dengan perempuan (7,2%), sedangkan berdasarkan etnik, yang
paling banyak terdapat pada etnik Indian Amerika/Alaska (9,6%). Berdasarkan
penelitian Purwanti (2013) responden yang mengalami ulkus kaki diabetik
sebanyak 35,3% berjenis kelamin laki-laki, sedangkan perempuan sebanyak
(64,7%). Berdasarkan lama menderita DM, responden yang menderita DM lebih
atau sama dengan 5 tahun mengalami ulkus lebih banyak sebanyak (70,6%)
sedangkan yang tidak mengalami ulkus 55,9%. 3

Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan


metabolisme yang berbahaya, anatara lain ketoasidosis diabetik dan status

1
hiperglikemik hipersomolar, yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa
kematian. 4

Selain komplikasi akut, pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi


kronik, yaitu komplikasi yang terjadi pada semua tingkat sel dan semua tingkat
anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh
darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal,
syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar,
manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral,
jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). 5
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkolosis paru dan infeksi kaki,
yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus atau ganggren diabetes. Kaki
diabetes merupakan salah satu komplikasi DM yang paling ditakuti karena sering
berakhir dengan kecacatan dan kematian. 5

Berdasarkan penjelasan diatas, mengingat DM dapat menimbulkan banyak


komplikasi termasuk dapat berkembang menjadi kaki diabetes serta dapat
menyebabkan terjadinya kematian maka dari itu pengetahuan tentang DM dan
kaki diabetes beserta pengobatannya perlu untuk diketahui.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
No. RM : 55.48.96
Nama lengkap : Ny. M
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Lorong Perbatasan RT 31 RW 06, 5 ULU
Tanggal Masuk : 26 Mei 2019
Diagnosis Masuk : DM tipe II + gangren pedis dextra

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Os mengeluh badan terasa lemas, terlihat pucat dan nyeri pada luka
di kaki kanan SMRS

2.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


Os datang ke IGD RSUD Palembang BARI dengan keluhan badan
terasa lemas, terlihat pucat SMRS. Os juga mengeluh kaki kanan terasa
nyeri seperti terbakar/panas. Pada kaki kanan terdapat luka yang
disebabkan karena penggunaan sepatu boots dan high heels 1 bulan yang
lalu. Awalnya luka berukuran kecil yang kemudian semakin lama semakin
meluas dan menjalar sampai ke punggung kaki dan tumit. Os mengeluh
luka tersebut awalnya berwarna kemerahan, bengkak yang kemudian
pecah dan menyebabkan luka menjadi berwarna kehitaman. Pada bagian
tumit ditemukan luka membentuk seperti lubang dan masih mengeluarkan
cairan berwarna kekuningan dan berbau. Sebelumnya os mengeluh

3
kesemutan didaerah kaki tersebut. 2 minggu SMRS Os mengeluh sering
berkeringat, sakit kepala, mual dan muntah apa yang dimakan. Kadang
mengeluh demam sampai menggigil, batuk (-), sesak (-),
Os mengeluh sering BAK pada malam hari banyak makan, banyak
minum, sering sakit kepala dan BAB biasa. Os mengatakan bahwa ia
sering kesemutan dan kebas pada ujung-ujung jari.
Os juga mengatakan bahwa saat berobat ke puskemas 9 tahun yang
lalu ia didiagnosis oleh dokter menderita kencing manis (DM) dan
diberikan obat namun os hanya mengkonsumsi obat tersebut saat ada
keluhan saja, saat keluhan tersebut hilang os mengatakan bahwa ia tidak
mengkonsumsi obat tersebut lagi. Os mengatakan bahwa setiap ia kembali
mengalami keluhan serupa ia baru datang untuk berobat dan
mengkonsumsi obat.
Riwayat Diabetes Melitus (+) sejak 9 tahun yang lalu dan tidak
terkontrol.
Riwayat hipertensi dan kencing manis disangkal. Riwayat sakit
ginjal dan sakit jantung disangkal. Dan riwayat asma juga disangkal.
Riwayat merokok disangkal.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit diabetes melitus : (+) 9 tahun, tidak terkonrol
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : ibu kandung
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal

4
Riwayat penyakit paru : disangkal

2.2.5 Riwayat Kebiasaan


Riwayat Merokok : tidak
Kopi : tidak
Teh : tidak
Jamu : tidak
Obat : tidak
Olahraga : tidak

2.3 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 26 Mei 2019
Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Berat badan : 50 kg
4. Tinggi badan : 165 cm
5. Keadaan Gizi : Normal
6. Bentuk tubuh : Astenikus
7. Tekanan darah : 120/80 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 76 kali per menit
- Irama : reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 22 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : thoraco-abdominal

5
10. Temperatur : 37,1 °C

Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai
2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Palpebra : edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (+/+)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : refleks cahaya (+/+), isokor.
3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang telinga : Lapang
- Sekret : (-/-)
- Nyeri Tekan Tragus : (-/-)
- Gangguan Pendengaran : (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung :
- Deformitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Deviasi Septum : Tidak ada
5. Pemeriksaan Mulut dan tenggorokan:
- Bibir : Sianosis tidak ada
- Gigi –geligi : Lengkap
- Gusi : Perdarahan (-/-), normal.
- Lidah : Atrofi papil lidah (-), bercak putih (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang

6
- Faring : Hiperemis (-/-), normal.

6. Pemeriksaan Leher :
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan, lesi pada kulit (-)
- Palpasi : Pembesaran Tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O
7. Kulit :
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat
8. Pemeriksaan Thorax:
a. Paru-paru
Paru depan
Inspeksi : Statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
tertinggal, sela iga melebar (-), retraksi intercostae (-), benjolan
(-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-), wheezing (-/-)

Paru belakang
Inspeksi : Statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
teringgal.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-), wheezing (-/-)

b. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba

7
Perkusi : atas : ICS II linea parasternalis dextra
kanan bawah : ICS IV linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR: 76x/menit, S1- S2 reguler, S3 (-) murmur (-), gallop (-)

9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar (+), lemas (+), caput medusa (-), benjolan(-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), pembesaran lien
(-), massa (-), ballotement (-)
Perkusi : Tympani (+), undulasi (-), pekak berpindah (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal

10. Pemeriksaan Genitalia


Tidak diperiksa

11. Ekstremitas:
Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2”
Inferior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-/-), CRT < 2”

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin (Tanggal Pemeriksaan 26 Mei 2019)
Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi

Hemoglobin 6,7 g/dL 12 – 14 g/dL Anemia


Trombosito
Trombosit 530.000/uL 150.000-400.000 /uL
sis

Leukosit 6.800 /uL 5.000 -10.000 /uL Normal

Hematokrit 21% 37-43% Menurun


Basofil 0% 0 -1 % Normal
Eosinofil 0% 1–3 Normal
Batang 0% 2-6% Normal

8
Segmen 66% 50 – 70% Normal

Limfosit 31% 20 – 40 % Normal

Monosit 3% 2–8% Normal

Kimia Darah

Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi


Glukosa

Darah 392 mg/dL <180 mg/dl Hiperglikemia

Sewaktu
Ureum 15 mg/dL 20 – 40 mg/dL menurun
Creatinin 0,9 mg/dL 0,6 – 1,1 mg/dL Normal

2.5 Resume
Os datang ke IGD RSUD Palembang BARI dengan keluhan badan terasa
lemas dan pucat. Os juga mengeluh adanya nyeri pada luka di kaki kanan
seperti terbakar/panas. Luka awalnya berukuran kecil dan kemerahan pada
kaki bagian atas bengkak, kemudian menjalar sampai ke kaki bagian bawah
pecah dan menjadi berwarna kehitaman. SMRS os mual dan muntah apa yang
dimakan, sering berkeringat dan kadang mengeluh adanya demam. Os kadang-
kadang juga merasa sakit kepala. Os memiliki riwayat Diabetes Melitus sejak
9 tahun yang lalu namun tidak terkontol, Os mengatakan bahwa ia hanya
datang berobat ke dokter jika terdapat keluhan saja misalnya merasa sakit
kepala dan lain-lain, saat berobat os mengatakan bahwa gula darahnya selalu
diatas 300 mg/dl. Os tidak diet, tidak olahraga dan tidak rutin mengkonsumsi
obat. Dan didapatkan juga gula darah sewaktu 392 mg/dL menunjukkan
adanya hiperglikemia
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi: 76x/menit, respiration
rate: 22x/menit dan temperature: 37,1 C. Status generalis didapatkan

9
konjungtiva anemis (+/+), leher, thoraks, abdomen dalam batas normal. Pada
status lokalis regio pedis dextra, terdapat luka berbentuk ulkus menjalar
hingga ke dorsum pedis dextra. Pada luka terdapat edema (+), warna
kehitaman (+), pus (+), darah (-), bau (+). Nyeri tekan (+). Sensorik sekitar
luka mulai menurun akibat terasa sakit. Pada pemeriksaan laboratorium
terdapat Anemia, hematokrit menurun dan trombositosis serta hiperglikemia.

2.6 Diagnosis Banding


DM DM tipe II + gangren pedis dextra
Ulkus ec. Peripheral Arterial Occlusive Disease (PAOD)

2.7 Diagnosis Kerja


DM tipe II + gangren pedis dextra

2.8 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
1. Edukasi
2. Tirah baring
3. Diet
4. PRC 2 kolf
Farmakologi
1. IVFD NaCI gtt 20x/m
2. Inj. Noverapid 3x12 iu
3. Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
4. Inj. Metronidazole 3x1 fls
5. Inj.Ranitidine 2x1 amp
6. Oral Cilostazole 2x100 mg
7. Inj. Levemir 1x10 iu

2.9 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

10
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.10 Follow Up
Tanggal Catatan Terapi
27 Mei S: Nyeri pada luka seperti terbakar  IVFD NaCl gtt 20x/m
2019 O:  inj Noverapid 3x12 iu
KU : Tampak sakit sedang  Inj ceftriaxone 2x1 gr
Sensorium: composmentis  inj metronidazole 3x1 fls
TD: 120/70 mmHg; T : 36,6 0C  inj ranitidine 2x1 amp
N : 98x/m reguler; RR: 20x/m  oral cilostazole 2x100
mg
- Kepala: Normocephali  inj levemir 1x10 iu
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera  transfusi PRC
Ikterik (-/-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2
cmH20
- Thoraks: Simetris kanan dan kiri statis dan
dinamis tidak ada yang tertinggal
- Paru: Stem fremitus kanan sama dengan
kiri, Sonor pada kedua lapang paru kanan
kiri, Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar
(-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : iktus cordis tidak tampak dan
tidak teraba, HR: 98x/menit, BJ I&II
normal murmur (-), gallop (-)
- Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-),
timpani (+), Bising usus (+) normal
- Genitalia: Tidak diperiksa
- Ekstremitas : sianosis (-) terdapat gangren
pada dorsum pedis dextra

A : DM tipe II + gangren pedis dextra

11
28 Mei S: Nyeri pada luka seperti terbakar  IVFD NaCl gtt 20x/m
2019 O:  inj Noverapid 3x12 IV
KU : Tampak sakit sedang  Inj ceftriaxone 2x1 gr
Sensorium: composmentis  inj metronidazole 3x1 fls
TD: 110/70 mmHg; T : 36,8 0C  inj ranitidine 2x1 amp
N : 101x/m reguler; RR: 17x/m  oral cilostazole 2x100
mg
- Kepala: Normocephali  inj levemir 1x10 IV
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera  transfusi PRC
Ikterik (-/-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2
cmH20
- Thoraks: Simetris statis dan dinamis tidak
ada yang tertinggal
- Paru: Stem fremitus kanan sama dengan
kiri, Sonor pada kedua lapang paru kanan
kiri, Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar
(-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : iktus cordis tidak tampak dan
tidak teraba, HR: 101x/menit, BJ I & II
normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-),
timpani (+), Bising usus (+) normal
- Genitalia: Tidak diperiksa
- Ekstremitas : sianosis (-) terdapat gangren
pada dorsum pedis dextra

A : DM tipe II + gangren pedis dextra

29 Mei S: Nyeri pada luka seperti terbakar, mual  IVFD NaCl gtt 20x/m
2019 O:  inj Noverapid 3x12 IV

12
KU : Tampak sakit sedang  Inj ceftriaxone 2x1 gr
Sensorium: composmentis  inj metronidazole 3x1 fls
TD: 120/70 mmHg; T : 36,8 0C  inj ranitidine 2x1 amp
N : 112x/m reguler; RR: 20x/m  oral cilostazole 2x100
mg
- Kepala: Normocephali  inj levemir 1x10 IV
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera  transfusi PRC
Ikterik (-/-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2
cmH20
- Thoraks: Simetris statis dan dinamis tidak
ada yang tertinggal
- Paru: Stem fremitus kanan sama dengan
kiri, Sonor pada kedua lapang paru kanan
kiri, Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar
(-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : iktus cordis tidak tampak dan
tidak teraba, HR: 112x/menit, BJ I & II
normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-),
timpani (+), Bising usus (+) normal
- Genitalia: Tidak diperiksa
- Ekstremitas : sianosis (-) terdapat gangren
pada dorsum pedis dextra

A : DM tipe II + gangren pedis dextra

31 Mei S: Nyeri pada luka berkurang  IVFD NaCl gtt 20x/m


2019 O:  inj Noverapid 3x12 IV
KU : Tampak sakit sedang  Inj ceftriaxone 2x1 gr
Sensorium: composmentis  inj metronidazole 3x1 fls
TD: 120/70 mmHg; T : 36,9 0C  inj ranitidine 2x1 amp
N : 110x/m reguler; RR: 18x/m  oral cilostazole 2x100

13
mg
- Kepala: Normocephali  inj levemir 1x10 IV
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera  transfusi PRC
Ikterik (-/-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2
cmH20
- Thoraks: Simetris statis dan dinamis tidak
ada yang tertinggal
- Paru: Stem fremitus kanan sama dengan
kiri, Sonor pada kedua lapang paru kanan
kiri, Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar
(-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : iktus cordis tidak tampak dan
tidak teraba, HR: 110x/menit, BJ I & II
normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-),
timpani (+), Bising usus (+) normal
- Genitalia: Tidak diperiksa
- Ekstremitas : sianosis (-) terdapat gangren
pada dorsum pedis dextra

A : DM tipe II + gangren pedis dextra

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. 6

14
Sedangkan menurut International Diabetes Federation (2015) DM adalah
suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup
insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang ditandai dengan peningkatan
7
konsentrasi glukosa darah. Insulin adalah suatu hormon pencernaan, yang
dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula kedalam
sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada pengidap DM, insulin
yang dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula menumpuk dalam darah. Hal ini
menimbulkan risiko terjadinya kerusakan berbagai jaringan dan organ dalam
tubuh dan bisa menyebabkan komplikasi yang dapat mengancam kesehatan.

Kaki diabetes adalah suatu luka terbuka berbentuk ulserasi, yang terkait
dengan kerusakan pada kulit, kuku, atau bagian dalam jaringan kaki karena infeksi
yang disebabkan oleh invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan
disertai dengan kerusakan jaringan atau respon inflamasi host. 8

Ulkus kaki diabetik adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes pada
area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit, sampai
luka dengan ketebalan penuh (full thickness), yang dapat meluas kejaringan lain
seperti tendon, tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa penatalaksanaan
yang baik akan mengakibatkan infeksi atau gangrene. Ulkus kaki diabetik
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya kadar glukosa darah yang tinggi dan
tidak terkontrol, neuropati perifer atau penyakit arteri perifer. Ulkus kaki diabetik
merupakan salah satu komplikasi utama yang paling merugikan dan paling serius
dari diabetes melitus, 10% sampai 25% dari pasien diabetes berkembang menjadi
ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka. 9

3.2 Klasifikasi

American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in


Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe : 10
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh
adanya destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan
defisiensi insulin.

15
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya
kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa
faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan
genetik pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic
fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi
pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau
dialami selama masa kehamilan.
Tabel 1 Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetik Wagner Meggitt
Grade Deskripsi
0 Tidak terdapat luka, gejala hanya seperti nyeri
1 Ulkus dangkal atau superficial
2 Ulkus dalam mencapai tendon
3 Ulkus dengan kedalaman mencapai tulang
4 Terdapat gangrene pada kaki bagian depan
5 Terdapat gangren pada seluruh kaki
(James, 2008)

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3


Stage Pre/post Luka Luka Luka
A ulserasi, superfisial, menembus ke menembus
dengan tidak tendon atau ke tulang
jaringan melibatkan kapsul tulang atau sendi
epitel yang tendon atau Stage
lengkap tulang
Stage infeksi infeksi infeksi infeksi
B
Stage iskemia iskemia iskemia iskemia

16
C
Stage Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
D iskemia iskemia iskemia iskemia
(James, 2008)

3.3 Faktor risiko


Faktor risiko DM ulkus
a. Usia
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada
usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. 11
b. Durasi penyakit Diabetes Melitus yang lama
Lamanya durasi DM menyebabkan keadaan hiperglikemia yang lama.
Keadaan hiperglikemia yang terus menerus menginisiasi terjadinya hiperglisolia
yaitu keadaan sel yang kebanjiran glukosa. Hiperglosia kronik akan mengubah
homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya
perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik DM. Seratus pasien penyakit
DM dengan ulkus diabetikum, ditemukan 58% adalah pasien penyakit DM yang
telah menderita penyakit DM lebih dari 10 tahun. 12

c. Neuropati
Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik dan otonom.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, perubahan
biomekanika kaki dan distribusi tekanan kaki terganggu sehingga menyebabkan
kejadian ulkus meningkat. Gangguan sensorik disadari saat pasien mengeluhkan
kaki kehilangan sensasi atau merasa kebas. Rasa kebas menyebabkan trauma yang
terjadi pada pasien penyakit DM sering kali tidak diketahui. Gangguan otonom
menyebabkan bagian kaki mengalami penurunan ekskresi keringat sehingga kulit
kaki menjadi kering dan mudah terbentuk fissura. Saat terjadi mikrotrauma
keadaan kaki yang mudah retak meningkatkan risiko terjadinya ulkus diabetikum.

17
Menurut Boulton AJ pasien penyakit DM dengan neuropati meningkatkan
risiko terjadinya ulkus diabetikum tujuh kali dibanding dengan pasien penyakit
DM tidak neuropati. 12
d. Penyakit arteri perifer
Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di ektremitas
bawah yang disebakan oleh atherosklerosis. Gejala klinis yang sering ditemui
pada pasien PAD adalah klaudikasio intermitten yang disebabkan oleh iskemia
otot dan iskemia yang menimbulkan nyeri saat istirahat. Iskemia berat akan
mencapai klimaks sebagai ulserasi dan gangren. Pemeriksaan sederhana yang
dapat dilakukan untuk deteksi PAD adalah dengan menilai Ankle Brachial Indeks
(ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan kemudian nilai
sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi di
tungkai. Nilai normalnya dalah O,9 - 1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan
bawah pasien penderita DM memiliki penyakit arteri perifer. 12
e. Kontrol glikemik buruk
Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP >
144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik
makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika. 11
f. Perawatan kaki
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral Artery disease (PAD).
Menurut penelitian Purwanti OK perawatan kaki terdiri dari perawatan perawatan
kaki setiap hari, perawatan kaki reguler, mencegah injuri pada kaki, dan
meningkatkan sirkulasi. 12
g. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat
Penderita diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa
menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang
mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. 11

3.4 Etiologi
Ulkus kaki diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor: 13
1. Neuropati

18
2. Trauma
3. Deformitas kaki
4. Tekanan tinggi pada telapak kaki
5. Penyakit vaskuler perifer

3.5 Patofisiologi
 Diabetes Mellitus Tipe 2
Proses pencernaan dan pengolahan bahan makanan dimulai di mulut
kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan
makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Didalam
tubuh, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, dan
hasil akhirnya timbulnya energi. Insulin bertugas memasukkan glukosa ke dalam
14
sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin memainkan
peranan sebagai transportasi untuk menghantar glukosa memasuki ke dalam sel-
sel. Tanpa insulin, sel-sel akan kekurangan glukosa untuk digunakan sebagai
sumber energi meskipun adanya glukosa di dalam aliran darah. Akhirnya, glukosa
yang lebih ini atau glukosa yang tidak digunakan ini akan diekskresikan dalam
14
urin. Selain membantu glukosa memasuki sel-sel, insulin juga penting dalam
mengatur tingkat glukosa dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa darah akan
meningkat, untuk mengatasi peningkatan kadar glukosa, pankreas biasanya
melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa
memasuki sel-sel dan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Ketika
kadar glukosa darah diturunkan, maka pelepasan insulin dari pankreas dihentikan.
Dalam DM tipe II, pasien dapat memproduksi insulin, tetapi tidak dapat
menggunakannya secara adekuat, terutama pada pasien yang mengalami resistensi
insulin. 14
 Diabetes DM ulkus
- Neuropati Perifer
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan
merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi
endotel, defisiensi mioinositol-perubahan sintesis mielin dan menurunnya

19
aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf
tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.15
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga
menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol
intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya.
Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik,
perubahan metabolisme lemak, stres oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif
seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang
tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE)
yang terlihat pada molekul kolagen yannmengeraskan ruangan-ruangan yang
sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel).
Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan
penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush
syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik.16
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan
akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan
autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan
anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya
bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan
tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada
kaki.17 Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan
arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot
intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis
pada masing-masing lubangnya (tunnel). 16
- Penyakit Arterial
Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan
menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada
aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada
penderita diabetes adalah hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi
kadar Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL),
peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin,
peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara
keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita

20
atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar,
dan proliferasi endotel. 18

Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul


berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan
aggregasi eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika
melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah dapat menyebabkan
hambatan aliran dan kerusakanpada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein
spectrin membran sel darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan
peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut
adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti
yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa
17
darah.
Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu
meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan
transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah.
Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas
hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan
olehhiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah
signifikan.17

3.6 Manifestasi Klinis


 Diabetes Melitus
Diabetes Melitus sering muncul tanpa gejala. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat gejala klasik DM seperti dibawah ini : 19
a. Gejala klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Gejala lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria serta pruritas vulvae pada wanita.
 DM ulkus
Tanda dan gejala ulkus kaki diabetika yaitu sering kesemutan, nyeri kaki
saat istirahat, sensasi rasa berkurang. kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan
denyut nadi arteri dorsalis pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan

21
11
kuku menebal serta kulit kering. Telapak kaki terasa sakit setelah berjalan; luka
sukar sembuh; kaki tampak pucat atau kebiru- biruan ketika dielevasikan,dan
sensasi rasa berkurang. 13
3.7 Diagnosis klinis
Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa
riwayat dan pemeriksaan fisik yang cermat.5
1. Anamnesis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: 1)
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya; 2) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan,
gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanit
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia,
disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita
penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri
iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram,
kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita
diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal.

2. Pemeriksaan Fisik
Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu
pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan.
Pada pemeriksaan ekstremitas, ulkus diabetes mempunyai kecenderungan
terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit,
area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan
kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering
mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa
fisik: seperti callus hipertropik, kuku yang rapuh atau pecah, hammer toes dan
fissure.
3. Pemeriksaan Laboratorium

22
 Pemeriksaan Darah: leukositosis mungkin menandakan adanya abses
atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh
adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan
anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
 Profil metabolik: pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin
dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan
regulasi glukosa dan fungsi ginjal
 Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : pulse volume
recording (PVR), atau plethymosgrafi.

3.8 Tatalaksana

 Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabtes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap
kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus ditingatkan
kembali tanpa bosan. Berbagai kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele
dapat mengakibatkan kejadian yang fatal. Demikian pula pemeriksaan yang
tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang sangat besar. 5 Keadaan
kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan
risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes
berdasar risiko terjadinya masalah (Freyberg) : 1) sensasi normal tanpa
deformitas; 2) sensasi normal dengan deformitasatau tekanan plantar tinggi;
3) insensitivitas tanpa deformitas; 4) iskemia tanpa deformitas; 5)
kombinasi/complicated; (a)kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau
deformitas, (b) riwayat adanya tukak, deformitas Charchot. 5
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: Untuk
kaki yang kurang merasa/insentif (kategori 3 dan 4), alas kaki perlu
diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insentif tersebut. Kalau
sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus
mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan
vaskular), latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki

23
vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, tentu saja Semua usaha
dana seyogyanya perlu dikerahkan untuk mencoba menyelamatkan kaki.5
 Pencegahan sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan
semua harus dikelola bersama:
a. Metabolic Control (Kontro Metabolik)
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti
pengendalian kadar glukosa darah, lipid dan sebagainya (PERKENI, 2011).
Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat mengahambat
penyembuhanluka Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi
konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi juga harus diperhatikan dan
diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka.5

b. Vascular Control (Kontrol Vaskular)

Perbaikan suplai vaskular (dengan operasi atau angioplasti),


biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik. Keadaan vaskular yang
buruk akan menghambat kesembuhan luka. 19

c. Infection Control-Microbiological Control


Pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda klinis infeksi
(indikasi adanya kolonisasi dari pertumbuhan organisme pada hasil usap
bukan merupakan infeksi, jika tidak terdapat tanda klinis). 19 Data mengenai
pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang
berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil
biakan kuman dan resistensinya. Pemberian antibiotik harus diberikan
antibiotik dengan spectrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif
(seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang
bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol)
(Waspadjl, 2009). Berbagai bakteri yang sering menjadi penyebab
terjadinya infeksi pada ulkus kaki diabetik adalah gabungan antara bakteri

24
gram positip dan gram negatif. Menurut Leicter dkk dalam Aulia (2008)
penyebab ulkus kaki diabetik 72% adalah gram positif (Staphylococcus
aureus 45%, Streptococcus sp 27%) dan 49% adalah disebabkan oleh
bakteri gram negatif (Proteus sp 23%, Pseudomonas sp 26%). Sedangkan
menurut Manchester UK dalam Aulia (2008) menjumpai 56,7% infeksi
gangren diabetik disebabkan oleh kuman gram positif aerob
(Staphylococcus sp 30,4%, Streptococcus sp 23,65%), kuman gram negatip
aerob 29,8% (Pseudomonas sp 20,8%, Proteus sp 9%) dan 13,5%
disebabkan oleh kuman anaerob (Bakterioides fragilis).

d. Wound Control

Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur.


Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Debridement yang baik dan adekuat tentu
akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi
pus/cairan dari ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih
luka, atau iodine encer dan senyawa silver sebagai bagian dari dressing
(Waspadjl, 2009). Berdasarkan pembagian kaki diabetik oleh Wagner, maka
tindakan pengobatan atau pembedahan luka dapat ditentukan sebagai
berikut:

1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

2) Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

3) Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan


tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah
lutut. Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

1) Insisi : abses atau selullitis yang luas

2) Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

25
3) Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V

4) Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

5) Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

e. Pressure Control (Mengurangi Tekanan)

Tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus


dihindari. Hal itu sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik dan
diperlukan pembuangan kalus dan memakai sepatu yang pas yang berfungsi
untuk mengurangi tekanan. 19

f. Educational Control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki


diabetes. Dengan penyuluhan yang baik. Penyandang DM dan
ulkus/ganggren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.

 Pencegahan tersier
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan
terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan,
keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi
kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Keterlibatan ahli rehabilitasi
medis berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan
bagi para amputee menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas
kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat
membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang terjadi berikutnya
akan memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus yang
pertama. 5

26
3.9 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV

ANALISA KASUS

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya . Hiperglikemia yang berlangsung lama
dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, anatara lain
ketoasidosis diabetik dan status hiperglikemik hipersomolar, yang keduanya dapat
berakibat fatal dan membawa kematian. Komplikasi lain DM dapat berupa
kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi

27
saluran kemih, tuberkolosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
berkembang menjadi ulkus atau ganggren diabetes.

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi DM yang paling ditakuti


karena sering berakhir dengan kecacatan dan kematian. Penegakkan diagnosis
pada pasien ini didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: 1) Keluhan klasik
DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya; 2) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Pada pasien ini didiagnosis kaki diabetikum regio pedis dextra dengan DM
tipe 2 dikarenakan berdasarkan anamesis pasien menderita DM tipe 2 sejak 9
tahun yang lalu tetapi tidak rutin kontrol dan minum obat jika ada keluhan saja.
Sebelumnya pasien memiliki keluhan sesuai dengan keluhan klasik DM yaitu
sering berkemih, selalu merasa haus dan lapar. Selain itu juga pasien memiiki
keluhan lainya seperti kesemutan dan kebas pada kaki (+), riwayat mual (+),
riwayat lemas badan (+).Dikarenakan pasien kurang dalam pengendalian gula
darah, pasien mengalami komplikasi yaitu terdapat luka di bagian kaki kanan
bagian dalam yang dialami sejak ± 2 minggu yang lalu yang tidak sembuh dan
bertambah berat. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau berkurangnya rasa
nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak
merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan temperature 37,1 derajat celcius. Untuk pemeriksaan kepala
didapatkan konjungtiva anemis, leher, thoraks, abdomen tidak ada kelainan, tetapi
ditemukan ulkus pada ekstrimitas inferior dextra. Pada status lokalis regio pedis
dextra, terdapat luka berbentuk ulkus pada dorsum pedis dextra. Pada luka
terdapat edema (+), kehitaman (+), pus (+), darah (-), bau (+). Nyeri tekan (+).
Sensorik sekitar luka mulai menurun akibat terasa sakit. Sensorik sekitar luka
mulai menurun akibat terasa sakit. Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki
pasien ini merupakan salah satu gejala dari komplikasi kronik DM. Ulkus diabetes

28
mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan
beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang
menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh
proses neuropati perifer, penyakit arteri perifer, ataupun kombinasi keduanya.
Pada pemeriksaan Laboratorium pasien ini didapatkan adanya anemia dan
peningkatan kadar BSS. peningkatan kadar BSS menunjukkan adanya
hiperglikemia. Gula darah yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi ginjal
(diabetic neuropathy). Akibatnya, ginjal tidak dapat menghasilkan cukup
eritropoietin, yaitu hormon yang mengontrol produksi sel darah merah. Salah satu
fungsi utama dari sel darah merah adalah untuk mengangkut oksigen dan jika
jumlah sel darah merah sedikit berarti jumlah oksigen yang dipasok ke organ-
organ tubuh akan lebih rendah pula, sehingga menyebabkan anemia, Selain itu,
diabetes dan gula darah tinggi juga mempengaruhi saraf sehingga menghambat
produksi eritropoietin dalam menanggapi anemia.
Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kesemutan dan kebas
pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, membuktikan bahwa pasien ini telah
mengalami berbagai komplikasi DM.
Pada pasien ini diberikan Novorapid dan Levemir, Novorapid dan Levemir
merupakan golongan insulin yang berguna dapat pengobatan diabetes mellitus.
Pada pasien ini juga diberikan antibitotik kombinasi berupa metronidazole
dan ceftriaxone. Pada pengobatan DM ulkus diberikan antibiotic baik golongan
tunggal maupun kombinasi. Antibiotik yang sering diberikan yaitu golongan
sefalosporin (ceftriaxone), quinolol (siprofloxacin dan levofloxacin),
aminoglikosida (gentamicin), sulfonamide dan trimetropin (kotrimoksazol) dan
golongan lain (metronidazole, vankomicin, klindamicin).
Pada pasien juga diberikan cilostazole dan sering mengeluh adanya nyeri
tungkai. Cilostazole merupakan golongan antiplatelet dan vasodilator, bekerja
dengan menghambat platelet sehingga mencegah terjadinya penggumpalan darah
selain itu juga membuat pembuluh darah melebar (vasodilator) sehingga
memperlancar aliran darah dan menambah pasokan oksigen pada sel tubuh.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, International Diabetes Federation. Definition and


diagnosis of Diabetes Mellitus and intermediate hyperglicaemia. Report of
WHO/IDF Consultation [internet]. 2006
2. Agoes, A., Achdiat, A., Arizal, A. Penyakit di Usia Tua. 2013. Jakarta : EGC
3. Purwanti, O.S. Analisis Gaktor-faktor risiko terjadi ulkus kaki pada pasien
diabetes mellitus di RSUD Dr. Moewardi. 2013. Jakarta : Universitas
Indonesia
4. Batubara, Jose RL. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Pada Anak, Dalam :
Soegondo, S., Soewondo,P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. 2010. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

30
5. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. 2006. Jakarta : balai
penerbit FKUI
6. Purnamasari, D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. 2009. Jakarta: Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
7. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition 2015.
Dunia : IDF
8. International Working Group on the Diabetic Foot. Kaki Diabetes. 2017.
[diakses tanggal 24 Maret 2019]. Tersedia dari:
https://iwgdfguidance.org/guidance/guidance-documents/
9. Fernando, M. E., Crowther, R. G., Pappas, E., Lazzarini, P. A., Cunningham,
M., et al. (2014). Plantar Pressure in Diabetic Peripheral Neuropathy Patients
with Active Foot Ulceration, Previous Ulceration and No History of
Ulceration: A MetaAnalysis of Observational Studies.
10. James, W. B. (2008). Classification of foot lesions in Diabetic patients. Levin
and O’Neals The Diabetic Foot, 9:221-226
11. Hastuti, R.T. Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetika pada penderita Diabetes
Melitus. 2008. Tesis. Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
12. Roza, Rizky Loviana, dkk,. Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum pada
Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr. M.
Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. 2015. Jurnal Kesehatan Andalas Volume
4 Nomor 1
13. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine
17th Edition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
14. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III Edisi V. 2009. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.
15. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam
Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62
16. H.Thorne, Charles . Grab's and Smith Plastic Surgery. 6th Edition. p 704-706.
17. Mathes. Plastic Surgery. Trunk and Lower Extremity Vol 6, Second Edition.
P 1443 – 1450
18. Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Jun 2008. Available at : URL http
://www.emedicine.com

31
19. PERKENI. 2011. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di indonesia
2011. Semarang: PB PERKENI.

32

Anda mungkin juga menyukai