Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN TEORITIS

A.KONSEP DASAR

1. Defenisi

-Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun yang


ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. (Sudoyo Aru,dkk 2009)

-Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan
menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa
bermacam - macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.

-Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem yang


sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminant atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam
autoantibodi dalam tubuh.

2.Etiologi

Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui,Diduga


ada beberapa paktor yang terlibat seperti faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut
berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan
jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan
antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun
sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan
dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance
bersama aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :

1.Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B


2.Hiperaktivitas sel T helper
3.
Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1.Infeksi
2.Antibiotik
3.Sinar ultraviolet
4.Stress yang berlebihan
5.Obat-obatan yang tertentu
6.Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria.Lupus
bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali
sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering
terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone
(terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang
obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus,yang akan menghilang
bila pemakaian obat dihentikan.

3.Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya
matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid,
isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau
obat-obatan. Pada SLE,peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi
serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Kerusakan organ
pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini menimbulkan abnormalitas
respons imun didalam tubuh yaitu :
1)Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
2)Pembentukan sitokin yang berlebihan
3)Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :
-Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun
sitokin dalam tubuh
-Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
-Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen
karena adanya mimikri molekuler.
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang tersebut
membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan/organ
yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.

4.Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai
dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun
dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang terkenanya
sistem imun.
Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung
bertahun-tahun. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi
seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat.Setiap serangan
biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang,
kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam,
kadang-kadang disertai menggigil.
1.Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,berupa artritis
(93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh
lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain
pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris,
tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul
reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada
pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang
paling sering terkena ialah kaput femoris.
2.Gejala mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus SLE.Lesi kulit
yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut,subakut, diskoid dan livido
retikularis. Ruam kulit yang dianggap khas dan
banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-
kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi.
Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian
tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena
hipersensitivitas (photo-hypersensitivity).Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit
subakut yang khas berbentuk anular.Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu
eritema, hyperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang
meninggi,tertutup sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah
berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi
dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan
eritema periungual.Livido retikularis, suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering
ditemui pada SLE. Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah bulla (dapat menjadi
hemoragik), ekimosis, petekie dan purpura. Kadang-kadang terdapat urtikaria yang
tidak berperan terhadap kortikosteroid dan antihistamin. Biasanya menghilang
perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang secara klinis dan serologis.
Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi.
Ulserasi selaput lendir paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri.
Terjadi perbaikan spontan kalau penyakit mengalami remisi.Fenomen Raynaud pada
sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit, sedangkan pada
sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda.
3.Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE.Manifestasi paling sering ialah
proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang
terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan
nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelainan
yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta
gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih
jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan
serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik,
tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab
kematian SLE kronik.
4.Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard), iskemia
miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).
5.Paru
Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral.Mungkin
ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura.Biasanya efusi menghilang dengan
pemberian terapi yang adekuat.Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat
ditegakkan jika faktor-faktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan
sebagainya telah disingkirkan.
6.Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang)
dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat
pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau
arteritis pembuluh darah kecilmesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi
usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
7.Hati dan Limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang disertai ikterus.
Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/ kembali normal.
8.Kelenjer Getah Bening
Pembesaran kelenjer getah bening sering ditemukan (50 %). Biasanya berupa limfa
denopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Limfadenopati difus ini kadang-kadang
disangka sebagai limfoma.
9.Kelenjer Parotis
Kelenjer parotis membesar pada 6 % kasus SLE.
10.Susunan Saraf Tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik.Biasanya bersifat
sementara
11.Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan
kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala
aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala delusi/ halusinasi
disamping gejala khas kelainan organic otak seperti disorientasi, sukar menghitung dan
tidak sanggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat. Psikosis steroid
juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan
psikosis penyakit SLE. Perbedaan Antara keduanya baru dapat diketahui dengan
menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis penyakit SLE
membaik jika dosis steroid dinaikkan, sedangkan psikosis steroid sebaliknya. Kejang-
kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin
ditemukan ialah korea, kejang tipe Jackson, paraplegia karena mielitis transversal,
hemiplegia, afasia dan sebagainya. Mekanisme terjadinya kelainan susunan saraf pusat
tidak selalu jelas. Faktor - faktor yang memegang peran antara lain vaskulitis, deposit
gamaglobulin di pleksus koroideus.

5.Klasifikasi
Penyakit Lupus yang diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
1.Dicoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas erythema yang meninggi,
skuama, sumbatan falikuler dan telangiektasia. Lesi ini timbul dikulit kepala, telinga,
wajah, lengan, punggung dan dada. Penyakit ini menimbulkan kecacatan karena lesi ini
memperlihatkan jaringan parut.
2.Sistemik lupus erythematous
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor dan karekteristik oleh adanya gangguan disgerulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi.Autoantibody yang berlebihan terbentuknya auto
antibodi terhadap dSDNA,berbagai macam ribonuklea protein intraseluler, sel-sel darah
dan fosfolipid dan dapat menyebabkan jaringan melalui mekanisme pengaktifan
komplemen
3.Lupus Yang diinduksikan oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DP-4 menyebabkan asetilatasi akan menjadi lambat. Obat banyak
terakumulasi ditubuh sehinggan memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan
protein tubuh. Hal ini direspon benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
manusiamembentuk kompleks antibody antinuklir( ANA ) untuk menyerang benda asing
tersebut.

6.Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihans ecara penurunan
berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis.Tidak ada 1
terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat,trombositopenia,
leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang positif. Tes imunologi
diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan diagnostik.
a)Anti ds DNA
Batas normal : 70 – 200 iu/mL
Negatif : < 70 iu/mL
Positif : > 200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE aktif dan jarang pada
penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE
sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderitadengan
penyakit reumatik dan lain-lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis
bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat
meningkat pada penyebaran penyakit terutama Lupus glomerulonetritis. Jumlahnya
mendekati negativ pada penyakit SLE yang tenang.
b)Antinuklear antibodies ( ANA )
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimunyang lain.ANA adalah
sekelompok antibody protein yang beraksi menyerang inti dari suatu sel. Ana cukup
sensitif untuk mendektisi adanya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95% penderita
SLE tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan
kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah pemberian terapi maka
penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun.Jika hasil test
negativ, maka pasien belum tentu negativ terhadap SLE karena harus dipertimbangkan
juga data klinis dan test laboratorium yang lain,jika hasil test posotof maka sebaiknya
dilakukan test laboratorium yang lain tetapi jika hasil test negativ maka sebaiknya
dilakukan test serelogi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut
menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-smith ( anti SM ). Anti RNP/antiribonukleo
protein.
c)Test laboratorium lain
Test laboratorium lainya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta untuk
monitoring tetapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P,antikardiolipin,
lupus antikoagulan, urinalisis, serum kreatinin, test fungsi hepar.
6.Patway

7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab :
a.Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada
hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada penyakit
lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear,harus dilakukan juga pemeriksaan
untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini
hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam
sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan
untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b.Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
c.Radiology :
-Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
B.Asuhan Keperawatan Teoritis

1. PENGKAJIAN
1) Anamnese
a. Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir,
alamat.
b. Keluhan utama
 Keluhan utama saat MRS :
Keluhan utama yang biasa muncul adalah demam
 Keluhan utama saat pengkajian :
Keluhan utama yang biasa muncul saat pengkajian tidak pasti, tergantung kapan
dilakukan pengkajian tersebut. Biasanya adalah demam, kelemahan, nafsu makan
menurun dan BB menurun.

c. Riwayat kesehatan :
 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat dari dimulainya gejala penyakit sampai pasien atau keluarga memutuskan
untuk dibawa ke RS. Yang biasa muncul adalah riwayat demam, kelemahan sampai
intoleransi aktifitas, penurunan nafsu makan dan penurunan BB.
 Riwayat penyakit dahulu :
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui apakah pernah mengalami
hipertensi,gangguan pada mata, dan adanya nyeri sendi.
 Riwayat penyakit keluarga :
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada anggota yang
pernah menderita penyakit yang sama.
 Riwayat psikososial :
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah hubungan klien dengan
keluarga dan masyarakat. Pasien dapat menunjukkan gejala mudah marah dan
fluktuasi, takut akan penolakan dari orang lain, harga diri rendah, kekawatiran menjadi
beban orang lain.
Tanda yang dapat ditunjukkan adalah ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus
pada diri
sendiri.
d. Kebiasaan sehari – hari
I. Nutrisi : Makan ; yang dikaji adalah frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan
makanan yang disukai dan tidak disukai. Minum ; yang dikaji adalah
frekuensi, jumlah, komposisi.
II. Eliminasi : BAB dan BAK ; yang dikaji adalah frekuensi, pola eliminasi,
konsistensi, warna, bentuk.
III. Istirahat : jumlah jam tidur siang ataupun malam, adanya gangguan tidur atau tidak.
IV. Aktivitas : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai tidur kembali
V. Personal hygiene : bagaimana kebiasaan dalam kebersihan diri sendiri ataupun
lingkungan.

2) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : dikaji bagaimana keadaan umum klien saat pengkajian dilakukan
 TTV : tanda- tanda vital sangat penting untuk mengetahui kondisi umum pasien.
Tindakan yang dilakukan adalah pengukuran tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.
 Integumen : kulit tampak adanya ruam, ada luka pada bibir atau mulut.
 Thoraks : paru ; rriwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, dapat juga ditemukan
adanya cairan dalam paru, nafas pendek saat istirahat dan aktivitas, takipneu, distess
pernapasan akut, dan penurunan buyi napas. Jantung dan sirkulasi ; nyeri dada,
tekanan nadi melebar, desiran ( menunjukkan mekanisme anemia ), warna kulir
pucat, ruam, sianosis.
 Abdomen : adanya nyeri tekan abdomen,
 Ekstremitas : menahan sendi pada posisi yang nyaman,
 Persyarafan/ neurosensori : sakit kepala, penurunan penglihatan, keseimbangan
buruk,kesemutan pada ekstremitas, kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang.

Data dasar pengkajian pasien


1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan
Tanda : Penurunan semangat bekerja, toleransi terhadap aktivitas rendah, penurunan
rentang gerak sendi, gangguan gaya berjalan.

2. Sirkuasi
Gejala : Nyeri dada
Tanda :TD : tekanan nadi melebar, desiran (menunjukkan mekanisme anemia), warna
kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa, kulit terdapat ruam.
3. Integritas Ego
Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain, harga diri
buruk, kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat
Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri
4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
Tanda : Nyeri tekan pada abdomen, urine encer : terdapat darah atau protein.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah, anoreksia, haus, kesulitan menelan, adanya penurunan BB
Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam, lidah tampak merah daging, bibir :disudut
bibir terdapat luka.
6. Higiene
Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat), berbagai kesulitan
untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi.
Tanda : ceroboh, tak rapih, kurang bertenaga.
7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing, penurunan penglihatan, bayangan pada mata,
kelemahan, keseimbangan buruk, kesemutan pada ekstremitas.
Tanda : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang, pembekakan sendi simetri.
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi, sakit kepala berulang,
tajam, sementara, nyeri tekan abdomen, nyeri dada
Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap palpitasi pada area
yang sakit.
9. Penapasan
Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda : takipnea, distres pernapasan akut, bunyi napas menurun.
10. Keamanan
Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam ringan menetap, lesi
kulit, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk
Tanda : berkeringat, mengigil berulang, gemetar, luka pada wajah
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi, riwayat adanya masalah dengan
penyembuhan luka/perdarahan, pertimbangan rencana pemulangan : lama perawatan:
4-8hari, memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah.

3) Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan pada sendi.
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah berlebihan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesit pada wajah.
5. Kelebihan volume cairan intertisial berhubungan dengan oliguria.

4.Intervensi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
http.www.google/sistemics lupus erythematosus.com
MD. Daniel J.Wallace.THE LUPUS BOOK.B first.2007 Jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai