Dasar Dasar Perpajakan
Dasar Dasar Perpajakan
BAB I
DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pengertian pajak yang berlaku saat ini didefinisikan dalam Undang-undang nomor 28
tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi sebagai
berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam menetapkan fungsi dan citra hukum pajak, maka terdapat beberapa syarat dalam
pembuatan undang-undang pajak yaitu :
a) Syarat Yuridis, yaitu sesuai dengan UUD 1945 pasal 23 ayat 2 bahwa: “segala
pajak untuk keperluan negara diatur berdasarkan Undang-undang”.
b) Syarat Ekonomi, yaitu pembuatan undang-undang perpajakan harus dapat
mencerminkan keseimbangan yang mendukung perkembangan kehidupan
perekonomian masyarakat, hal ini sesuai dengan fungsi pajak yang mengatur.
c) Syarat Sosiologis, yaitu dalam menerapkan undang-undang perpajakan selayaknya
berorientasi kepada aspek-aspek yang berhubungan dengan adanya kepentingan
masyarakat dan penggunaan hasil penerimaan pajak adalah untuk kepentingan
masyarakat secara luas.
d) Syarat Finansial, yaitu hasil pemungutan pajak harus dapat mencukupi dan
mendukung pengeluaran-pengeluaran negara, baik untuk pengeluaran rutin maupun
untuk pengeluaran pembangunan.
Selain itu prosedur administrasi penagihan pajak harus bersifat efisien dan efektif.
Adam Smith dalam bukunya “Wealth of Nation” mengatakan bahwa supaya peraturan
pajak yang dibuat itu adil, harus memenuhi 4 syarat seperti berikut :
b) Certainty, yaitu suatu kepastian hukum, dimana setiap Undang-undang perpajakan dan
ketentuan perpajakan harus mengandung kepastian hukum, baik untuk para wajib
pajak, untuk negara dan aparat pajak yang melaksanakan tugas pemungutan pajak.
c) Convenience of Payment, yaitu saat pemungutan pajak harus tepat sesuai dengan
kondisi ekonomi para wajib pajak yang memungkinkn dapat membayar hutang
pajaknya.
Fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam 2 jenis fungsi yaitu :
1. Fungsi Budgeter yaitu fungsi pajak yang bertujuan untuk memasukkan penerimaan
uang untuk kas negara sebanyak-banyaknya dalam mengisi RAPBN, sesuai dengan
target penerimaan pajak yang telah ditetapkan. Fungsi Budgeter ini berlaku baik
penerimaan pajak pusat dalam APBN maupun untuk penerimaan pajak daerah dalam
APBD.
Tujuannya secara budgeter yaitu agar supaya terdapat posisi anggaran pendapatan dan
pengeluaran yang berimbang (balanced-budget)
2. Fungsi Regulered (mengatur) yaitu fungsi tidak langsung untuk memasukkan uang
sebanyak mungkin, tetapi pajak dipakai sebagai alat untuk menggerakkan sarana
perekonomian yang produktif karena adanya fasilitas-fasilitas pajak, maka kondisi
demikian dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak baru yang lebih banyak
lagi sehingga tumbuhnya basis pajak lebih meningkat. Dengan demikian peranan
fungsi regulerend, dipakai sebagai alat :
a. Memberikan proteksi terhadap barang-barang hasil produksi dalam negeri,
misalnya dengan mengenakan PPN dan Pajak Penjualan yang tinggi untuk barang-
barang yang tertentu.
b. Pajak dapat dipakai untuk menghambat lajunya inflasi yaitu hasil penerimaan pajak
dengan penggunaan yang tepat, merupakan suatu alat yang ampuh dan aman untuk
mengatur posisi ekonomi dan moneter nasional.
4
c. Pajak dipakai sebagai alat untuk mendorong volume ekspor, seperti pada PPN
Ekspor menurut UU PPN dikenakan tarif 0%. Dengan demikian kegiatan ekspor
dapat lebih meningkat, sehingga menambah volume untuk penerimaan negara.
d. Untuk menarik investasi modal yang dapat menunjang pengembangan sarana
perekonomian yang produktif.
Hal ini pernah diterapkan di Indonesia dalam Undang-undang PMA (Penanaman
Modal Asing) nomor 1 tahun 1967, dengan tujuan menarik investasi modal asing
dari luar negeri (foreign private investment) dan UU nomor 6 tahun 1968 tentang
penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
undang nomor 28 tahun 2007 menetapkan lewat waktu (daluwarsa) pajak adalah
untuk masa 5 tahun.
5. Adanya pembebasan-pembebasan dalam hutang pajak pada umumnya hanya
mengenai jumlah kenaikan hutang pajak yang disebabkan karena adankya denda
keterlambatan pembayaran pajak dan denda administrasi.
Hal ini secara teknis diatur dalam ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak ? Terdapat beberapa
teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk
memungut pajak. Teori-teori antara lain adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena
itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
Contoh :
Tuan A Tuan B
Penghasilan / bulan Rp 4 juta Rp 4 juta
Status menikah dengan 3 anak bujangan
7
Secara objektif, pajak untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai
penghasilan yang sama besarnya.
Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil daripada tuan B, karena kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.
Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara
hukum-hukum sebagai berikut :
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut ;
• Hukum Tata Negara
• Hukum Tata Usaha (Hukum Administrasi)
• Hukum Pajak
• Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Dalam
mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogate Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pda peraturan umum atau
jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku
ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini peraturan khusus adalah
hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hukum publik.
8
Hukum pajak menganut paham Imperatif, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda.
Misalnya dalam hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktoral Jenderal
Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang mengajukan keberatan
terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan
hukum pidana yang menganut paham oportunistis, yakni pelaksanaanya dapat ditunda
setelah ada keputusan lain.
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel riil (riel stelsel) :
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutan itu baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan
lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajaknya baru dapat dikenakan
pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
c. Stelsel campuran :
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada
akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila
besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan,
maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali.
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun di luar negeri, asa ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak
bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan
berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku
untuk Wajib Pajak luar negeri.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya :
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggarkan
Undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-
undang (menggelapkan pajak).
1. Tarif sebanding/proporsional :
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlahnya yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai
yang dikenal pajak.
Contoh : Untuk menyerahkan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
2. Tarif tetap :
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap beberapa jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contohnya : Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal
berapapun adalah Rp. 6.000,-
3. Tarif progresif :
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.
11
4. Tarif degresif :
Persentase tariff yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.