Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK XVII

KELOMPOK 6
Dosen Pembimbing : Dr. dr. Raden Pamudji, Sp. KK
1. Dea Awrel Titania (702017088)
2. Vena Putri Mulya Nuralgisca (702018006)
3. Yolanda Fitriani (702018012)
4. Fransiska Delvia (702018020)
5. Radicha Maurisha (702018027)
6. Putri Saudah Wulandari (702018030)
7. Dinda Putri Kencana Ningrum (702018045)
8. Imam Sandi Pratama (702018048)
9. Putra Pratama Adi Candra (702018054)
10. Shafa Almira (702018097)
11. Isina Gustri (702018099)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B Blok 17 Semester 6.
Shalawat seiring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW
beserta para keluarga,sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna perbaikan tugas-tugas
selanjutnya .
Dalam penyelesain tugas tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan inikami sampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Raden Pamudji, Sp. KK selaku pembimbing tutorial kami
2. Semua Anggota dan pihak yang terkait dalam pembuatan laporan ini
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT.Amin.

Palembang, 30 Maret 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Maksud dan Tujuan...................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Data Tutorial ............................................................................................... 4
2.2 Skenario Kasus ............................................................................................ 5
2.3 Klarifikasi Istilah......................................................................................... 6
2.4 Identifikasi Masalah .................................................................................... 8
2.5 Prioritas Masalah ..................................................................................... 10
2.6 Analisis Masalah ....................................................................................... 10
2.7 Kesimpulan ............................................................................................... 60
2.8 Kerangka Konsep ..................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 62

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Sistem Reproduksi pada semester VI dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada
kesempatan ini dilaksanakan studi kasus skenario B yang Ny. Susi, berusia 32 tahun
P3A0 diantar oleh bidan desa ke Ruang PONEK RSUD karena mengalami perdarahan
15 menit setelah melahirkan spontan pervaginam. Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram,
bugar dan langsung menangis. Menurut bidan, proses pengeluaran janin berlangsung
cepat pada pembukaan 9-10cm yang seharusnya pasien belum boleh mengejan dan anak
langsung lahir. Plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa ternyata lengkap.
Pada pemeriksaan uterus ternyata uterus berkontraksi sangat baik, sehingga uterus teraba
2 jari di bawah pusat. 15 menit setelah plasenta dilahirkan, perdarahan terus mengalir
banyak dan tidak berhenti. Setelah 15 menit kemudian perdarahan yang ditampung
sudah mencapai 500ml.
Ny. Susi selalu teratur memeriksakan kehamilannya setiap 1 bulan sekali pada
bidan desa tersebut. Pada saat pemeriksaan kehamilan Ny. Susi tidak ada keluhan
apapun dan bidan desa memberikan asam folat, vitamin B kompleks, vitamin C dan
tablet sulfas ferosus (penambah darah). Karena semuanya dalam keadaaan baik-baik saja
maka Ny. Susi memang dianjurkan untuk melahirkan pada bidan desa tersebut. Ketika
mulai ada persalinan Ny. Susi tidak bisa menahan rasa sakit sehingga selain dia selalu
menangis dia juga selalu mengejan padahal pembukaan belum lengkap. Bidan desa
tersebut sudah memberi tahu bahwa tidak boleh mengejan sebelum pembukaan lengkap.
Pada waktu pembukaan 9-10cm (pembukaan belum lengkap) Ny. Susi terus mengejan
walaupun sudah dilarang oleh bidan. Karena pembukaan sudah hampir lengkap bidan
melakukan episiotomy. Setelah plasenta lahir episiotomy tersebut dijahit dan pada
tempat tersebut tidak lagi mengeluarkan darah, tetapi ternyata perdarahan masih saja
berlangsung. Bidan memberikan infus dan obat-obatan, karena bidan melihat perdarahan
banyak dan Ny. Susi kelihatan pucat, langsung Ny. Susi dibawa kerumah sakit.

3
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada 4upture4 dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : Dr. dr. Raden Pamudji, Sp.KK
Moderator : Putra Pratama Adicandra
Sekretaris meja : Radicha Maurisha
Sekretaris papan : Isina Gusti
Waktu : Senin, 29 maret 2021
Pukul: 08.00 – 10.30 WIB
Rabu, 31 maret 2021
Pukul: 08.00 – 10.30 WIB

Peraturan tutorial :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat dan pertanyaan yang
relevan.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
4. Saling menghargai pendapat peserta lain dan tetap tenang serta tidak ribut.

5
2.1 Skenario Kasus
“ Persalinan ku Bermasalah”
Ny. Susi, berusia 32 tahun P3A0 diantar oleh bidan desa ke Ruang PONEK
RSUD karena mengalami perdarahan 15 menit setelah melahirkan spontan
pervaginam. Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram, bugar dan langsung menangis.
Menurut bidan, proses pengeluaran janin berlangsung cepat pada pembukaan 9-
10cm yang seharusnya pasien belum boleh mengejan dan anak langsung lahir.
Plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa ternyata lengkap. Pada
pemeriksaan uterus ternyata uterus berkontraksi sangat baik, sehingga uterus teraba 2
jari di bawah pusat. 15 menit setelah plasenta dilahirkan, perdarahan terus mengalir
banyak dan tidak berhenti. Setelah 15 menit kemudian perdarahan yang ditampung
sudah mencapai 500ml.
Ny. Susi selalu teratur memeriksakan kehamilannya setiap 1 bulan sekali pada
bidan desa tersebut. Pada saat pemeriksaan kehamilan Ny. Susi tidak ada keluhan
apapun dan bidan desa memberikan asam folat, vitamin B kompleks, vitamin C dan
tablet sulfas ferosus (penambah darah). Karena semuanya dalam keadaaan baik-baik
saja maka Ny. Susi memang dianjurkan untuk melahirkan pada bidan desa tersebut.
Ketika mulai ada persalinan Ny. Susi tidak bisa menahan rasa sakit sehingga
selain dia selalu menangis dia juga selalu mengejan padahal pembukaan belum
lengkap. Bidan desa tersebut sudah memberi tahu bahwa tidak boleh mengejan
sebelum pembukaan lengkap.
Pada waktu pembukaan 9-10cm (pembukaan belum lengkap) Ny. Susi terus
mengejan walaupun sudah dilarang oleh bidan. Karena pembukaan sudah hampir
lengkap bidan melakukan episiotomy. Setelah plasenta lahir episiotomy tersebut
dijahit dan pada tempat tersebut tidak lagi mengeluarkan darah, tetapi ternyata
perdarahan masih saja berlangsung. Bidan memberikan infus dan obat-obatan, karena
bidan melihat perdarahan banyak dan Ny. Susi kelihatan pucat, langsung Ny. Susi
dibawa kerumah sakit.
Pemeriksaan fisik (Post partum)
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran somnolen.
Tanda vital: TD: 80/50 mmHg; N:120x/menit, lemah, reguler, isi kurang;
RR:30x/menit; T:350C
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: konjungtiva pucat

6
Thoraks: jantung dan paru-paru dalam batas normal
Abdomen: hepar dan lien dalam batas normal
Ekstremitas: akral dingin.
Status Obstetrikus:
Palpasi: teraba fundus uteri 2 jari dibawah pusat dan kontraksi sangat baik.
Inspeculo: fluksus (+) darah aktif, banyak, stolsel (+), robekan jalan lahir pada porsio
pukul 3 dan pukul 6, bekas episiotomi sudah dijahit dengan baik.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 4 gr%, gol. Darah: B, rhesus (+), Trombosit 90.000/mm3, Leukosit: 15.000 /mm3,
Ht: 18 mg%, LED 25 mm/jam.

2.2 Klarifikasi Istilah:


No. Klarifikasi istilah Arti
1. Episiotomy Insisi bedah pada perineum dan vagina
untuk mencegah robekan traumatik selama
persalinan. (Dorland, 2015)
2. Pendarahan kebocoran darah dari pembuluh darah
(Dorland, 2015)
3. Plasenta Organ pada saat kehamilan menghubungkan
ibu dan bayi mengadakan sekresi endokrin
dan pertukaran substansi melalui lapisan
rahim dan bagian trofoblast yang
mengandung pembuluh darah. (Dorland,
2015)
4. Rhesus protein atau antigen yang terdapat pada
permukaan eritrosit. Sistem golongan darah
berdasarkan ada tidaknya protein antigen
dipermukaan sel darah merah. (Dorland,
2015)
5. Somnolen penurunan kesadaran berupa mengantuk
yang berlebihan (Dorland, 2015)
6. Stolses Bekuan darah yang terdeteksi pada ibu
hamil tepatnya pada plasenta setelah

7
melahirkan atau bisa juga diketahui pada
saat pemeriksaan (Dorland, 2015)
7. Fluksus Cairan yang keluar dari vagina dalam
jumlah yang banyak (Dorland, 2015)
8. Janin Perkembangan janin didalam uterus
khususnya keturunan yang belum lahir
dalam masa pasca embrionik. (Dorland,
2015)
9. Porsio Bagian atau divisi; porsio supra vaginalis
servicis, bagian surfiks uteri yang tidak
menonjol dalam vagina. Poriso vaginalis
servicis, bagian serviks uteri yang menonjol
kedalam vagina. (Dorland, 2015)
10. Bidan seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan Bidan yang diakui pemerintah
dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat
lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan.

2.3 Identifikasi Masalah


1. Ny. Susi, berusia 32 tahun P3A0 diantar oleh bidan desa ke Ruang PONEK
RSUD karena mengalami perdarahan 15 menit setelah melahirkan spontan
pervaginam. Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram, bugar dan langsung
menangis.
2. Menurut bidan, proses pengeluaran janin berlangsung cepat pada pembukaan 9-
10cm yang seharusnya pasien belum boleh mengejan dan anak langsung lahir.
Plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa ternyata lengkap. Pada
pemeriksaan uterus ternyata uterus berkontraksi sangat baik, sehingga uterus
teraba 2 jari di bawah pusat. 15 menit setelah plasenta dilahirkan, perdarahan

8
terus mengalir banyak dan tidak berhenti. Setelah 15 menit kemudian perdarahan
yang ditampung sudah mencapai 500ml.
3. Ny. Susi selalu teratur memeriksakan kehamilannya setiap 1 bulan sekali pada
bidan desa tersebut. Pada saat pemeriksaan kehamilan Ny. Susi tidak ada keluhan
apapun dan bidan desa memberikan asam folat, vitamin B kompleks, vitamin C
dan tablet sulfas ferosus (penambah darah). Karena semuanya dalam keadaaan
baik-baik saja maka Ny. Susi memang dianjurkan untuk melahirkan pada bidan
desa tersebut.
4. Ketika mulai ada persalinan Ny. Susi tidak bisa menahan rasa sakit sehingga
selain dia selalu menangis dia juga selalu mengejan padahal pembukaan belum
lengkap. Bidan desa tersebut sudah memberi tahu bahwa tidak boleh mengejan
sebelum pembukaan lengkap. Pada waktu pembukaan 9-10cm (pembukaan belum
lengkap) Ny. Susi terus mengejan walaupun sudah dilarang oleh bidan. Karena
pembukaan sudah hampir lengkap bidan melakukan episiotomy. Setelah plasenta
lahir episiotomy tersebut dijahit dan pada tempat tersebut tidak lagi
mengeluarkan darah, tetapi ternyata perdarahan masih saja berlangsung. Bidan
memberikan infus dan obat-obatan, karena bidan melihat perdarahan banyak dan
Ny. Susi kelihatan pucat, langsung Ny. Susi dibawa kerumah sakit.
5. Pemeriksaan fisik (Post partum)
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran somnolen.
Tanda vital: TD: 80/50 mmHg; N:120x/menit, lemah, reguler, isi kurang;
RR:30x/menit; T:350C
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: konjungtiva pucat
Thoraks: jantung dan paru-paru dalam batas normal
Abdomen: hepar dan lien dalam batas normal
Ekstremitas: akral dingin.
6. Status Obstetrikus:
Palpasi: teraba fundus uteri 2 jari dibawah pusat dan kontraksi sangat baik.
Inspeculo: fluksus (+) darah aktif, banyak, stolsel (+), robekan jalan lahir pada
porsio pukul 3 dan pukul 6, bekas episiotomi sudah dijahit dengan baik.
7. Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 4 gr%, gol. Darah: B, rhesus (+), Trombosit 90.000/mm3, Leukosit: 15.000
/mm3, Ht: 18 mg%, LED 25 mm/jam.

9
2.4 Prioritas Masalah
Identifikasi masalah nomor 2, dikarenakan apabila tidak di tangani dengan tepat dan
cepat maka akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas

2.5 Analisis Masalah


1. Ny. Susi, berusia 32 tahun P3A0 diantar oleh bidan desa ke Ruang PONEK
RSUD karena mengalami perdarahan 15 menit setelah melahirkan spontan
pervaginam. Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram, bugar dan langsung
menangis.
a. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi terkait kasus?
Jawab :

(Gambar 1. Genetalia interna)

A. Organ Genitalia Interna


1. Vagina (Liang Sanggama)
Vagina merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus.
Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing-
masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7-10 cm. Bentuk vagina
sebelah dalam yang berlipat-lipat dinamakan rugae. Di tengah-tengahnya
ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Lipatan ini
memungkinkan vagina dalam persalinan melebar sesuai dengan
fungsinya sebagai bagian lunak jalan-lahir. Di vagina tidak didapatkan

10
kelenjar bersekresi. Vagina dapat darah dari (1) arteri uterine, yang
melalui cabangnya ke serviks dan vagina memberikan darah ke vagina
bagian tengah 1/3 atas; (2) arteria vesikalis inferior, yang melalui
cabangnya memberikan darah ke vagina bagian 1/3 tengah; (3) arteria
hemoroidalis mediana dan arteria pedundus interna yang memberikan
darah ke bagian 1/3 bawah. ( Snell R, 2012)
2. Uterus
Berbentuk advokat atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan
belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-
7,5 cm, lebar diatas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm.
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks
ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri
ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). Uterus terdiri atas
(1) fundus uteri; (2) korpus uteri dan (3) serviks uteri. ( Snell R, 2012)
3. Tuba Fallopi
Tuba Fallopi terdiri atas (1) pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat
di dindinguterus (2) pars ismikia, merupakan bagian medial tuba yang
sempit seluruhnya; (3) pars ampularis, yaitu bagian yang berbentuk
sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi; dan (4)
infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen
dan mempunyai fimbria ( Snell R, 2012).
4. Ovarium (indung telur)
Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri.
Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum
latum kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari
tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira
1,5 cm( Snell R, 2012)

11
(Gamabar 2. Genetalia Externa)

B. Organ Genitalia Eksterna


1. Vulva atau pudenda
Vulva meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari
pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia
minora, klitoris, selaput darah (hymen), vestibulum, muara uretra,
berbagai kelenjar dan struktur vascular. ( Snell R, 2012)
2. Mons veneris (mons pubis)
Mons veneris (mons pubis) adalah bagian yang menonjol di atas simfisis
dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan.
Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir
atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha. ( Snell
R, 2012)
3. Labia mayora
Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri,
lonjong mengecil kebawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa
dengan yang ada di mons veneris. Kebawah dan ke belakang kedua labia
mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.Labia mayora
analog dengan skrotum pada pria. ( Snell R, 2012)

12
4. Labia minora (nymphae)
Labia minora (nymphae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah
dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang diatas
klitoris membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris
membentuk frenulum klitoridis. Ke belakang kedua bibir kecil juga
bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi labia
minora mengandung banyak glandula sebasea dan juga ujung-ujung
saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensistif. ( Snell R, 2012)
5. Klitoris
Klitoris kira-kira sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium
klitoridis dan terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis dan dua krura
yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas
jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan ujung saraf, sehingga
sangat sensitif. ( Snell R, 2012)
6. Vestibulum
Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke
belakang dan dibatas di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua
bibir kecil dan di belakang oleh perineum (fourchette). ( Snell R, 2012)
7. Introitus Vagina
Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara. ( Snell R, 2012)
8. Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan
diafragma urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas otot levator ani dan
otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua otot ini.
Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di
daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma
urogenitalis meliputi muskulus transverses perinea profunda, otot
konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang menutupinya
(Snell R, 2012)
C. Fisiologi Kehamilan
Proses kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai satu
kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, pemeliharaan

13
kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong
kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi
(Sherwood, L. 2014)
1. Ovulasi
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem
hormonal yang kompleks. Selama masa subur berlangsung 20-35 tahun,
hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses pematangan dan
terjadi ovulasi. Setiap bulan wanita melepaskan satu sampai dua sel telur
dari indung telur (ovulasi) yang ditangkap oleh umbai-umbai (fimbriae)
dan masuk ke dalam sel telur . Pelepasan telur (ovum) hanya terjadi satu
kali setiap bulan, sekitar hari ke-14 pada siklus menstruasi normal 28
hari (Sherwood, L. 2014)
2. Spermatozoa
Sperma bentuknya seperti kecebong terdiri atas kepala berbentuk
lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus). Leher yang menghubungkan
kepala dengan bagian tengah dan ekor yang dapat bergetar sehingga
sperma dapat bergerak dengan cepat. Panjang ekor kira-kira sepuluh kali
bagian kepala. Secara embrional, spermatogonium berasal dari sel-sel
primitive tubulus testis. Setelah bayi laki-laki lahir, jumlah
spermatogonium yang ada tidak mengalami perubahan sampai akil balig
(Dewi dkk, 2011). Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses
yang kompleks, spermatogonium berasal dari primitive tubulus, menjadi
spermatosid pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid,
akhirnya spermatozoa. Sebagian besar spermatozoa mengalami kematian
dan hanya beberapa ratus yang dapat mencapai tuba falopii.
Spermatozoa yang masuk ke dalam alat genetalia wanita dapat hidup
selama tiga hari, sehingga cukup waktu untuk mengadakan konsepsi .
3. Pembuahan (Konsepsi/Fertilisasi)
Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/koitus) terjadi
ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita,
dimana akan melepaskan cairan mani berisi sel sel sperma ke dalam
saluran reproduksi wanita. Jika senggama terjadi dalam masa ovulasi,
maka ada kemungkinan sel sperma dlm saluran reproduksi wanita akan
bertemu dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.

14
Pertemuan sel sperma dan sel telur inilah yang disebut sebagai
konsepsi/fertilisasi. Fertilisasi adalah penyatuan ovum (oosit sekunder)
dan spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampula tuba. (Sherwood,
L. 2014)
Menurut Manuaba dkk (2010), keseluruhan proses konsepsi berlangsung
seperti uraian dibawah ini:
a) Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona
radiate yang mengandung persediaan nutrisi.
b) Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah
sitoplasma yang vitelus.
c) Dalam perjalanan, korona radiata makin berkurang pada zona
pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran zona
pelusida.
d) Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang paling luas
yang dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel yang mempunyai silia.
Ovum mempunyai waktu hidup terlama di dalam ampula tuba.
e) Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.
4. Nidasi atau implantasi
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke dalam
endometrium. Umumnya nidasi terjadi pada depan atau belakang rahim
dekat fundus uteri. Terkadang pada saat nidasi terjadi sedikit perdarahan
akibat luka desidua yang disebut tanda Hartman (Sherwood, L. 2014)
Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut
blastokista, suatu bentuk yang di bagian luarnya adalah trofoblas dan di
bagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell ini
berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi
plasenta. Sejak trofoblas terbentuk, produksi hormone Hcg dimulai,
suatu hormone yang memastikan bahwa endometrium akan menerima
(reseptif) dalam proses implantasi embrio (Sherwood, L. 2014)
5. Plasentasi
Plasenta adalah organ vital untuk promosi dan perawatan kehamilan dan
perkembangan janin normal. Hal ini diuraikan oleh jaringan janin dan
ibu untuk dijadikan instrumen transfer nutrisi penting (Afodun et al ,
2015). Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta.

15
Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada
manusia plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi
(Saifuddin, 2010).Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan
luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan
sekitar 16 minggu. (Sherwood, L. 2014)
D. Perubahan Fisiologi pada Saat kehamilan.
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita mengalami
perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya
mengeluarkan hormone somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang
menyebabkan perubahan pada:
1. Rahim atau uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan.
Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar
dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan
semula dalam beberapa minggu setelah persalinan. Pada perempuan
tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan kapasitas 10 ml atau
kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu organ
yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata
pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat
mencapai 20 liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram
(Prawirohardjo, 2008).
2. Vagina (liang senggama)
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas
pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina
akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks.
Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah
jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.
3. Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel
baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di
ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal

16
kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone
dalam jumlah yang relative minimal (Prawirohardjo, 2008).
4. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat
dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen,
progesterone, dan somatromatropin (Prawirohardjo, 2008).
5. Sirkulasi darah ibu
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi
kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro
plasenter.
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat.
Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran
darah.
6. Ovarium
Ovarium dilapisi oleh sel epitel selapis kubis yang disebut dengan
germinal epithelium. Jaringan ikat padat (Tunica Albuginea) terletak di
bawah lapisan epitel tersebut. Ovarium terdiri dari dua bagian yaitu
korteks dan medula.
7. Korteks Ovarium
Pada korteks ovarium dapat ditemukan sel epitel selapis kubis yang
melapisi permukaan ovarium, tunica albuginea yang merupakan jaringan
ikat padat tidak teratur dan folikel-folikel ovarium, corpus luteum dan
corpus albicans.
▪ Folikel primordial
Folikel ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari folikel
ovarium. Folikel ini terdiri dari oosit I (primer) yang dikelilingi oleh
selapis sel folikel pipih.
▪ Folikel primer
Folikel primordial akan tumbuh dan berkembang menjadi folikel primer.
Folikel primer memiliki ukuran yang lebih besar dari folikel primordial.
Oosit akan tumbuh dan membesar, sel-sel folikel pipih akan berkembang

17
dan menjadi sel-sel folikel kubis. Folikel primer terdiri dari oosit primer
yang dikelilingi oleh satu lapis sel folikel kubis (unilaminar) atau
beberapa lapis sel folikel kubis (multilaminar)
▪ Folikel sekunder
Folikel sekunder merupakan perkembangan lebih lanjut dari folikel
primer. Folikel ini ditandai dengan oosit primer yang dikelilingi oleh
beberapa lapis sel folikel kubis yang disertai dengan struktur lain seperti
zona pelucida, Call-Exner bodies dan lapisan theca foliculi (theca interna
dan theca eksterna).
▪ Folikel de Graaff
Folikel ini merupakan folikel ovarium yang matur dan siap untuk
mengalami ovulasi. Folikel ini ditandai dengan adanya corona radiata,
cumulus oophorus, ruang anthrum foliculi, membrana granulosa dan
lapisan theca foliculi.
▪ Corpus Luteum
Setelah ovulasi, sisa folikel de Graaff yang terdiri dari dinding anthrum
akan kolaps/melipat dan membentuk struktur yang besar, pucat, bentuk
tidak teratur yang disebut corpus luteum. Corpus luteum terdir dari sel-
sel granulosa lutein yang menghasilkan progesteron; dan sel-sel theca
lutein yang berasal dari sel theca interna dan menghasilkan estrogen. Sel
granulos lutein berasal dari sel yang menyusun membrana granulosa,
terletak pada bagian tengan corpus luteum dengan ukuran sel besar,
pucat dan mengandung lipids droplets serta pigmen lipofuschin. Sel-sel
Theca lutien terletak pada bagian tepi corpus luteum dengan ukuran sel
yang kecil dan inti gelap.
▪ Corpus Albicans
Corpus albicans memiliki bentukan yang besar, tidak teratur, pucat,
tanpa adanya sel dan hanya terdapat jaringan ikat serta sabut kolagen.
▪ Folikel Atretik
Folikel ovarium yang tidak mencapai ovulasi akan mengalami
degenerasi menjadi folikel atretik. Folikel atretik bisa terjadi pada semua
tingakatan folikel sehingga memiliki bermacam-macam bentuk. Folikel
atretik ditandai dengan adanya sisa zona pelucida dam sel folikular yang
berserakan.

18
8. Medula Ovarium
Terdiri dari jaringan ikat longgar fibro-elastik dan mengandung banyak
pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf dan otot polos.
( Eroschenko, V.P. 2015)

(Gambar 3. Histologi Ovarium)

E. Histologi
1. Tuba uterina
Dinding tuba uterina terdiri dari tiga lapisan yaitu tunica mucosa, tunica
muscularis dan tunica serosa.
2. Tunica Mucosa
3. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang tidak sama pada setiap
segmen tuba. Struktur tunica mucosa tuba uterina terdiri dari:
4. Epitel
Epitel pada tunica mucosa terdir dari epitel selapis columnar yang terdiri
dari sel peg dan sel bersilia. Kedua sel tersebut dipengaruhi oleh siklus
reproduksi.
5. Peg sel
Sel ini bersifat sekretorik dan jumlahnya meningkat pada kehamilan
sehingga sekret meningkat dan menghambat masuknya sperma. Sel ini
berbentuk columnar/silindris dan tanpa silia.

19
6. Sel epitel columnar dengan kinosilia
Sel ini memiliki silia yang bergerak (kinosilia). Sel ini paling banyak
terdapat pada daerah infundibulum dan paling sedikit pada daerah
isthmus.
7. Lamina Propria
Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat seluler dengan sedikit sel fusiformis.
8. Tunica muscularis
Lapisan inti terdiri dari dua lapisan otot polos. Lapisan bagian dalam
terdiri dari sel otot polos yang arahnya melingkar/sirkular, sedangkan
lapisan bagian luar terdiri dari sel otot polos yang arahnya longitudinal.
Tunica Serosa
Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar dan dilapisi oleh
mesohtelium.
( Eroschenko, V.P. 2015)
9. Uterus
Uterus terdiri dari lima bagian yaitu fundus uteri, corpus uteri, isthmus
uteri, cervix uteri dan portio vaginalis.
10. Corpus uteri
Corpus uteri memiliki struktur histologi yang sama denga fundus dan
isthmus uteri.
11. Endometrium
Lapisan ini mengalami perubahan siklik sehingga memiliki gambaran
mikroskopis yang berbeda-beda, tergantung pada fase siklus reproduksi.
Lapisan ini terdiri dari lapisan epitel dan lamina propria.
• Epitel
Lapisan ini terdiri dari epitel selapis columnar/silindris dengan beberapa
sel memiliki silia. Epitel permukaan endometrium akan membentuk
lekukan yang masuk ke dalam lamina propria sehingga membentuk
kelenjar endometrium.
• Lamina propria
Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat dengan sel berbentuk seperti
bintang. Kelenjar endometrium terdapat pada lamina propria dan

20
membentuk percabangan pada lapisan basal sehingga tampak lebih
banyak pada lapisan basal.
Endometrium pada fase proliferasi akan memiliki gambaran permukaan
yang utuh dan kelenjar endometrium berbentuk bulat atau lonjong.
Endometrium pada fase sekresi akan memiliki gambaran permukaan
yang masih utuh dan kelenjar endometrium yang bergerigi seperti
gergaji. Endometrium pada fase menstruasi memiliki gambaran
permukaan yang tidak utuh karena ruptur, ditemukan eritrosit pada
permukaan dan leukosit pada lamina propria serta kelenjar endometrium
yang berbentuk seperti gergaji.
12. Myometrium
Lapisan ini terdiri dari lapisan otot polos yang dapat mengalami
proliferasi dan hipertrofi selama kehamilan. Lapisan ini terdiri dari tiga
lapisan (dari dalam ke luar) yaitu lapisan subvascular, lapisan vascular
dan lapisan supravascular. Lapisan subvascular merupakan lapisan
paling dalam dengan otot polos tersusun longitudinal. Lapisan vascular
merupakan lapisan tengah dengan otot polos tersusun sirkular atau
serong, banyak mengandung pembuluh darah dan merupakan lapisan
yang paling tebal. Lapisan supravascular merupakan lapisan paling luar,
berhubungan langsung dengan perimetrium, tipis dan tersusun secara
longitudinal.
13. Perimetrium (Serosa)
Merupakan lapisan paling luar yang terdiri jaringan ikat tipis dan
ditutupi oleh lapisan meshothelium kecuali bagian corpus uteri yang
terletak di bawah vesica urinaria.
( Eroschenko, V.P. 2015)
14. Cervix uteri
Cervix uteri adalah segmen paling bawah dari uterus. Dinding cervix
uteri terdiri dari tiga lapisan yaitu mukosa, myometrium dan adventitia.
a. Mukosa
Lapisan mukosa terdiri dari lapisan epitel dan lamina proprisa.
Lapisan epitel tersusun oleh epitel selapis columnar dengan beberapa
sel memiliki silia. Epitel mukosa akan melipat ke arah lamina
propria dan langsung bercabang-cabang saat memasuki lamina

21
propria membentuk kelenjar cervix. Kelenjar cervix dapat
memgalami sumbatan sehingga membentuk gambaran kista besar
yang disebut Ovula Naboth. Lamina propria cervix uteri
mengandung jaringan ikat tanpa coiled arteri sehingga tidak pernah
mengalami peluruhan saat menstruasi.
b. Myometrium
Lapisan ini terdiri dari lapisan otot polos dengan susunan yang tidak
teratur. Lapisan otot terluar dengan arah longitudinal sangat tipis
akan berlanjut ke dalam vagina.
c. Adventitia
Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat fibroelastik tanpa mesothelium
( Eroschenko, V.P. 2015)
15. Vagina
Dinding vagina terdiri dari tunica mucosa, muscularis dan adventitia.
Tunica mucosa terdiri dari epitel berlapis pipih tanpa tanduk dan lamina
propria yang terdiri dari jaringan ikat longgar dengan banyak sabut
elastin, tidak mengandung kelenjar tapi mengandung banyak pembuluh
darah. Tunica muscularis terdiri dari berkas otot polos dengan arah
longitudinal dan sirkular khususnya di lapisan terdalam. Tunica adventia
terdiri atas jaringan ikat padat yang kaya akan sabut elastin; dan pada
lapisan ini terdapat sejumlah besar pleksus venosus. ( Eroschenko, V.P.
2015)

(Gambar 4. Histologi Vagina)

22
b. Apa makna Ny. Susi, berusia 32 tahun P3A0 diantar oleh bidan desa ke
Ruang PONEK RSUD karena mengalami perdarahan 15 menit setelah
melahirkan spontan pervaginam?
Jawab : Menunjukkan bahwa Ny. Susi mengalami perdarahan postpartum.
PPP adalah perdarahan >500 cc dari traktus genitalia setelah bayi lahir.
Waktu pada kasus (15 menit setelah melahirkan spontan pervaginam)
menunjukkan bahwa Ny. Susi mengalami PPP primer. PPP primer
merupakan perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama
dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan
sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri
(Saifuddin et al, 2014).

c. Apa makna Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram, bugar dan langsung
menangis?
Jawab : Adapun makna dari kalimat tersebut adalah sebagai berikut.
1) Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram → menunjukkan bahwa bayi Ny.
Susi termasuk bayi berat lahir cukup/normal
2) Bugar dan langsung menangis → menunjukkan bahwa bayi Ny. Susi
tidak mengalami asfiksia (skor APGAR 7-10) yang dapat ditentukan
dengan menggunakan APGAR score. Skor APGAR merupakan alat klinis
yang berguna untuk mengidentifikasi neonatus yang membutuhkan
resusitasi serta menilai efektivitas setiap tindakan resusitasi (Cunningham
et al, 2012). Resusitasi merupakan suatu prosedur yang diaplikasikan
untuk neonatus yang gagal bernapas secara spontan (Saifuddin et al,
2014). Adapun tabel sistem penilaian dengan menggunakan skor APGAR
adalah sebagai berikut.
Tanda 0 poin 1 poin 2 poin
Denyut
Tidak ada <100 denyut/menit >100 denyut/menit
jantung
Usaha Lambat, tak
Tidak ada Baik, menangis
bernapas teratur
Beberapa
Tonus otot Lunak Gerakan aktif
ekstremitas fleksi

23
Refleks Tidak ada Menyeringai
Menangis aktif
iritabilitas respon (grimace)
Badan bewarna
Merah muda
Warna Biru, pucat merah muda,
seluruhnya
ekstremitas biru
Interpretasi:
0-3 : Asfiksia berat
4-6 : Asfiksia ringan
7-10 : Normal
(Saifuddin et al, 2014).

d. Apa penyebab pendarahan pervaginaan?


Jawab :
1. Tone : kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari
bekas insersi plasenta
2. Trauma : robekan jalan lahir dari perineuk, vagina dan uterus
3. Tissue : sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi
uterus yang adekuat
4. Thrombin: gangguan factor pembekuan darah ( thrombin)
( Sarwono,2014)

e. Bagaimana patofisiologi perdarahan pervaginaan secara umum?


Jawab : Adapun patofisiologi keluhan pada kasus adalah
Robekan jalan lahir, ruptur uteri
FR → peregangan paksa organ (uterus, jalan lahir [serviks, vagina],
perineum) → trauma pada organ → terjadi robekan/ruptur pada organ
tersebut → perdarahan
Retensio plasenta, sisa plasenta
FR → terdapat sisa plasenta dan jaringan/adanya adhesi kuat antara plasenta
dan desidua → perlambatan pelepasan plasenta → perdarahan
Atonia uteri
FR → tonus uteri melemah → kontraksi rahim tidak ada → uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir → perdarahan (Saifuddin et al, 2014).

24
f. Apa saja klasifikasi dari perdarahan post-partum?
Jawab : Perdarahan >500 cc dari traktus genitalia setelah bayi lahir. PPP
bukan diagnosis, harus dicari penyebabnya. Pada praktisinya tidak perlu
mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan
perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya
bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat
dingin, sesak napas, serta tensi <90 mmHg dan nadi >100x/menit), maka
penanganan harus segera dilakukan. Pascapersalinan disebut aman jika
kesadaran, tanda vital, kontraksi uterus balik dan tidak ada perdarahan.
Berdasarkan saat terjadinya PPP, dapat dibagi menjadi PPP Primer dan PPP
Sekunder (Saifuddin et al, 2014).
1) PPP Primer, merupakan perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam
24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai
robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang,
bisa karena inversio uteri. Perdarahan postpartum primer disebabkan
oleh 4T yaitu atonia uteri (Tonus), retensio plasenta dan bekuan darah
(Tissue), lesi/robekan jalan lahir (Trauma) dan gangguan pembekuan
darah (Thrombin).
2) PPP Sekunder, merupakan perdarahan pasca persalinan yang terjadi
setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
(Saifuddin et al, 2014).

g. Apa dampak dari perdarahan post-partum?


Jawab :Dampak perdarahan post partum
1. Syok hipovolemik
2. Kegagalan fungsi organ seperti gagal ginjal akut
3. Anemia berat
4. Kematian ( Sarwono,2014)

h. Apa saja klasifikasi dari berat bayi lahir ? (putri sauda, fransiska)
Jawab : Adapun klasifikasi dari berat bayi lahir adalah sebagai berikut
1. Berat badan lahir rendah : Neonatus dengan berat lahir <2500gr
2. Berat badan lahir sangat rendah : Neonatus dengan berat lahir <1500gr

25
3. Berat badan lahir ekstrem rendah : Neonatus dengan berat lahir <1000gr
4. Makrosomia : Neonatus dengan berat lahir >4000gr
Dasar Klasifikasi Bayi Baru Lahir Menurut Berat Badan, Masa Gestasi
dan Hubungan Berat Badan dengan Masa Gestasi Dasar (Damanik,
2014).
Dasar Klasifikasi Definisi
Bayi yang dilahirkan
Bayi berat lahir rendah dengan berat lahir <2500
gram
Bayi yang dilahirkan
Menurut Berat Bayi berat lahir cukup /
dengan berat lahir 2500 –
Lahir normal
4000 gram
Bayi yang dilahirkan
Bayi berat lahir lebih dengan berat lahir >4000
gram

Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan


yaitu :
1. Prematuritas murni/Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan
sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih
besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang,
tangisnya lemah dan jarang.
2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)
Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk
usia kehamilan, hal tersebut menunjukkan bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin (Damanik, 2014)

26
i. Apa hubungan usia dan status grafinda dengan keluhan pada kasus?
Jawab :
Usia
Usia aman 20-35 tahun untuk persalinan atau karena organ reproduksi wanita
dalam kondisi yang prima untuk menghadapi proses kehamilan atau
persalinan. (Winkjosastro,2010)
Usia < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan faktor resiko tinggi untuk
mengalami perdarahan post partum dikarenakan pada usia <20 tahun dimana
organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna sehingga bila
terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi.
Selain itu kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja
secara optimal sehingga sering terjadi persalinan lama yang memerlukan
Tindakan.
Usia> 35 tahun dimana fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
( Suryani,2013

j. Apa saja pelayanan dari ruangan PONEK ?


Jawab :
Ruang lingkup pelayanan di ruang PONEK terbagi atas 2 kelas antara lain
sebagai berikut (Depkes RI, 2008).
1. PONEK rumah sakit kelas C
1. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis
2. Pelayanan kehamilan
3. Pelayanan persalinan
4. Pelayanan nifas
5. Asuhan bayi baru lahir (Level 1)
6. Imunisasi dan stimuasi, deteksi, intervensi dini tumbuh kembang
(SDIDTK)
2. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi
Masa antenatal
1. Perdarahan pada kehamilan muda
2. Nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut
3. Gerak janin tidak dirasakan

27
4. Demam dalam kehamilan dan persalinan
5. Kehamilan ektopik (KE) dan kehamilan ektopik terganggu (KET)
6. Kehamilan dengan nyeri kepala, gangguan pengelihatan,
kejang/koma, tekanan darah tinggi
Masa intranatal
1. Persalinan dengan parut uterus
2. Persalinan dengan distensi uterus
3. Gawat janin dalam persalinan
4. Pelayanan terhadap syok
5. Ketuban pecah dini
6. Persalinan lama
7. Induksi dan akselerasi persalinan
8. Aspirasi vakum manual
9. Ekstraksi cunam
10. Seksio sesarea
11. Episiotomy
12. Kraniotomi dan kraniosentesis
13. Malpresentasi dan malposisi
14. Distosia bahu
15. Prolaps tali pusat
16. Plasenta manual
17. Perbaikan robekan serviks
18. Perbaikan robekan vagina dan perineum
19. Perbaikan robekan dinding uterus
20. Reposisi insersio uteri
21. Histerektomi
22. Sukar bernafas
23. Kompresi bimanual dan aorta
24. Dilatasi dan kuretase
25. Ligase arteri uterine
26. Bayi baru lahir dengan asfiksia
27. BBLR
28. Resusitasi bayi baru lahir
29. Anesthesia umum dan local untuk seksio sesaria

28
30. Anesthesia spinal, ketamine
31. Blok paraservikal
32. Blok pudendal
33. (bila memerlukan pemeriksaan spesialistik, dirujuk ke RSIA/RSU)
Masa Post Natal
1. Masa nifas
2. Demam pasca persalinan
3. Perdarahan pasca persalinan
4. Nyeri perut pasca persalinan
5. Keluarga berencana
6. Asuhan bayi baru lahir (Level 2)
3. Pelayanan kesehatan neonatal
1. Hiperbilirubinemia
2. Asfiksia
3. Trauma kelahiran
4. Hipoglikemia
5. Kejang
6. Sepsis neonatal
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
8. Gangguan pernapasan
9. Kelainan jantung (payah jantung, payah jantung bawaan, PDA)
10. Gangguan pendarahan
11. Rejatan (shock)
12. Aspirasi meconium
13. Koma
14. Inisiasi dini ASI
15. Resusitasi neonates
16. Pemberian cairan parenteral
17. Kelainan bawaan
4. Pelayanan Ginekologis
1. Kehamilan ektopik
2. Perdarahan uterus disfungsi
3. Perdarahan menoragia
4. Kista ovarium akut

29
5. Radang pelvik akut
6. Abses pelvik
7. Infeksi saluran ginetalia
8. HIV-AIDS
5. Perawatan Khusus/High Care Unit dan Transfusi Darah
(Depkes RI, 2008).

k. Apa saja kriteria ruangan PONEK ?


Jawab : Rumah Sakit PONEK 24 jam adalah Rumah Sakit yang
menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal secara
komprehensif dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu.
Hal ini harus dapat terukur melalui Penilaian Kinerja Manajemen dan
Penilaian Kinerja Klinis (berpedoman pada buku Asuhan Neonatal Essensial
dan buku Paket pelatihan PONEK: Protokol Bagi Tenaga Pelaksana. Adapun
kriteria umum rumah sakit ponek adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011).
1. Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi
baik secara umum maupun emergensi obstetrik-neonatal.
2. Dokter, bidan dan perawat terlatih melakukan resusitasi neonatus dan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatus.
3. Mempunyai Standar Operating Prosedur penerimaan dan penanganan
pasien kegawat-daruratan obstetrik dan neonatal.
4. Jika memungkinkan, terdapat kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien
kegawat-darutan obstetrik dan neonatal.
5. Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang tertentu.
6. Mempunyai standar respon time di UGD (target diupayakan selama 5
menit), di kamar bersalin (target diupayakan kurang dari 30 menit),
pelayanan darah (target diupayakan kurang dari 1 jam)
7. Tersedia kamar operasi yang siap (siaga 24 jam) untuk melakukan
operasi, bila ada kasus emergensi obstetrik atau umum.
8. Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi dengan target
dalam waktu kurang dari 30 mnit.
9. Memiliki kru/awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan
tugas sewaktu-waktu, meskipun on call.

30
10. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK, antara
lain dokter kebidanan, dokter anak, dokter/petugas anestesi, dokter
penyakit dalam, dokter spesialis lain serta dokter umum, bidan dan
perawat.
11. Mengupayakan tersedianya pelayanan darah yang siap 24 jam.
(Depkes RI, 2011).

2. Menurut bidan, proses pengeluaran janin berlangsung cepat pada pembukaan 9-


10cm yang seharusnya pasien belum boleh mengejan dan anak langsung lahir.
Plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa ternyata lengkap. Pada
pemeriksaan uterus ternyata uterus berkontraksi sangat baik, sehingga terus
teraba 2 jari di bawah pusat. 15 menit setelah plasenta dilahirkan, perdarahan
terus mengalir banyak dan tidak berhenti. Setelah 15 menit kemudian perdarahan
yang ditampung sudah mencapai 500ml.
a. Apa makna plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa ternyata
lengkap?
Jawab : Makna plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa ternyata
lengkap untuk menyingkirkan diagnosis dari retensio plasenta dimana
tertahannya atau belum lahir plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir.( Sarwono,2014)

b. Apa makna pada pemeriksaan uterus ternyata uterus berkontraksi sangat


baik, sehingga terus teraba 2 jari di bawah pusat?
Jawab : Uterus berfungsi dengan baik dan tidak terdapat gangguan. Selain itu
juga menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi bukan diakibatkan oleh
atoni uterus ataupun rupture uteri (Saifuddin et al, 2014). Selama hamil,
aliran darah ke uterus 500-800 ml/menit. Uterus yang tidak berkontraksi
dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 350-500 ml. Kontraksi uterus
akan menekan pembuluh darah uterus diantara anyaman myometrium
(Fitriahadi et al, 2019).

c. Apa makna 15 menit setelah plasenta dilahirkan, perdarahan terus mengalir


banyak dan tidak berhenti. Setelah 15 menit kemudian perdarahan yang
ditampung sudah mencapai 500ml?

31
Jawab : Menunjukkan bahwa pasien mengalami hemorrhagic postpartum
(perdarahan postpartum). Perdarahan postpartum merupakan perdarahan
>500 cc dari traktus genitalia setelah bayi lahir. PPP bukan diagnosis, harus
dicari penyebabnya. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari
normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (kesadaran
menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90
mmHg dan nadi >100x/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.
Pascapersalinan disebut aman jika kesadaran, tanda vital, kontraksi uterus
balik dan tidak ada perdarahan. Perdarahan pasca persalinan (PPP),
kausalnya dibedakan atas (Saifuddin et al, 2014).

d. Apa hubungan proses pengeluaran janin berlangsung cepat pada pembukaan


9-10cm yang seharusnya pasien belum boleh mengejan dan anak langsung
lahir dengan keluhan utama?
Jawab : Mengejan sebelum pembukaan lengkap( pembukaan 9-10 cm
merupakan kala I fase aktif) merupakan factor resiko terjadi pendarahan post
partum( robekan jalan lahir) dimana adanya tekanan yang kuat dari kepala
janin sehingga akan terjadi kontuinuitas pembuluh darah. Selain itu dapat
menyebabkan terjadi peregangan perineum yang berlebihan dan edema
sehingga mempersulit bayi untuk keluar.( Cunningham,2014)

e. Apa klasifikasi fisiologi persalinan berdasarkan waktu?


Jawab :
1. Kala I
Kala I persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan
frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan
pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala I persalinan selesai
ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga
memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala I persalinan
disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Persalinan Kala I adalah
kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his kala pembukaan berlangsung
tidak begitu kuat sehingga ibu masih dapat berjalan-jalan. Klinis

32
dinyatakan mulai terjadi partus jika timbul his dan ibu mengeluarkan
lendir yang bersemu darah (bloody show).
2. Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan
berakhir ketika janin sudah lahir. Kala II persalinan disebut juga sebagai
stadium ekspulsi janin. Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai
bayi lahir. Proses ini berlangsung jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat kurang lebih
2-3 menit sekali. Tanda dari kala II adalah:
a. Adanya dorongan mengejan
b. Penonjolan pada perineum
c. Vulva membuka
d. Anus membuka.
3. Kala III
Kala III persalinan dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala III persalinan disebut
juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta. Dimulai segera
setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri
agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi
untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Tanda-tanda pelepasan
plasenta:
a. Perubahan bentuk uterus. Bentuk uterus yang semula discoid menjadi
globuler akibat dari kontraksi uterus.
b. Semburan darah tiba-tiba.
c. Tali pusat memanjang.
d. Perubahan posisi uterus. Setelah plasenta lepas dan menempati
segmen bawah rahim, maka uterus muncul pada rongga abdomen.
4. Kala IV
Dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah:
a. Tingkat kesadaran ibu.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
c. Kontraksi uterus

33
d. Terjadinya perdarahan → Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 500 cc
(Saifuddin et al, 2014).

f. Apa saja bantuan dalam melahirkan?


Jawab : Adapun bantuan dalam persalinan adalah sebagai berikut
1. Versi sefalik luar (external cephalic version)
Merupakan upaya memutar janin dari presentasi bokong atau bahu ke
peresentasi vertex. Upaya ini dilakukan setelah usia kehamilan 37 minggu
dan dilakukan di kamar bersalin. Ultrasonography diperlukan untuk
memastikan posisi janin, usia gestasi, jumlah cairan amnion, dan
menyingkirkan diagnosis plasenta previa dan anomaly.
2. Percobaan partus (trial of partus)
Percobaan pertus dilakukan jika pelvis ibu masih dipertanyakan baik
ukuran maupun bentuknya atau jika ibu ingin melahirkan pervaginam
setelah sebelumnya melahirkan dengan SC dan bila janin menunjukkan
presentasi yang abnormal.
3. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah penggunaan stimulasi fisik atau kimiawi untuk
mempercepat intensitas kontraksi uterus.Hal ini dilakukan pada wanita
DM, penyakit kronik, penyakit ginjal, riwayat persalinan presipitatus
(kurang dari 4 jam), KPD, pre eklamsi berat/eklamasi,dan abrupsio
plasenta.Persalinan induksi juga dilakukan pada penyakit hemolitik janin
yang berat, untuk kehamilan postrem, ketika janin telah mati, dan untuk
memudahkan ibu serta dokter. Sebelum dilakukan induksi, dikaji tentang
kesiapan servik dan maturitas janin. Metode yang sering digunakan dalam
induksi adalahamniotomim, infuse oksitosin, dan pemberian
prostaglandin.
a. Amniotomi
Amniotomi adalah perobekan membran amnion dengan tujuan medis
untuk mengalirkan cairan. Bila serviks telah siap dan kepala bayi
berada di segmen bawah uterus, amniotomi secara efektif merangsang
persalinan 80% pada pasien dalam 24 jam. Keuntungannya adalah
kontraksinya serupa dengan persalinan spontan,pengawasan janin

34
dapat dilakukan, dan warna serta komposisi cairan amnion dapat
dievaluasi. Kerugian adalah persalinan tidak segera mulai, mungkin
terjadi proplaspus tali pusat, dan selanjutnya tejadi infeksi.
b. Infus oksitosin
Infus oksitosin intravena adalah metode yang efektif untuk merangsan
kontraksi uterus. Oksitoksin 10 unit ditambahkan kedalam 1 liter
cairan intravena (biasanya Ringer Laktat), menghasilkan 10 Mu
oksitosin per milliliter. Dibuatkan aliran intravena tanpa
menggunakan cairan yang mengandung obat, dan hubungkan botol
oksitosin pada aliran tersebut. Alat monitoring eksternal mungkin
dipasangkan pada abdomen ibu kontraksi uterus dosisnya ditentukan
oleh dokter yang hadir dan secara bertahap ditingkatkan. Tujuannya
adalah untuk mencapai intensitas kontraksi yang baik setiap 2 sampai
3 menit, masing-masing berlangsung 40 sampai 50 detik. Induksi
oksitosin secara keseluruhan tidak bebas dari risiko. Infus yang
berlalu cepat dapat memberikan rangsangan yang berlebihan pada
uterus. Hal ini mengganggu janin karena penurunan perfusi plasenta
dan menyebabkan kelahiran yang cepat dengan bahaya robekan
servik, laserasi perineal, atau ruptur uterus. Mungkin terjadi
intoksikasi cairan bila diberikan dosis yang besar dalam cairan
elektrolit bebas dalam waktu yang panjang.
c. Pemberian prostaglandin
Prostaglandin sangat efektif dalam mematangkan servik selama
induksi persalinan. Prostaglandin diberikan baik melalui infuse
intravena maupun melalui jeli intravena. Jeli ini juga digunakan untuk
mematangkan servik. Karena pemberian prostaglandin efektif, bebas
dari efek samping, dan bukan tindakan invasive, beberapa lembaga
yang berwenang yakin tindakan ini dapat menggantikan amniotomi
dan oksitosin sebagai metode pilihan untuk induksi persalinan.
4. Metode pematangan serviks
Metode pematangan serviks yang sering dilakukan adalah dengan
memberikan hormone progesterone sintetik melalui kateter dan
dimasukkan ke kanalis servikalis atau dipasang pada diagfragma yang
diletakkan dekat serviks. Selain hormonal, penggunaan gagang laminaria

35
(dilator serviks alamiah yang terbuat dari rumout laut) dan dilator sintetis
juga efektif untuk mematangkan serviks. Jika dilator ini mengabsorbsi
cairan serviks, ia akan mengembang dan menyebabkan serviks dilatasi.
5. Persalinan dengan bantuan forsep
Indikasi persalinan dengan bantuan forsep adalah kebutuhan untuk
memperpendek kala dua pada kasus distosia atau untuk membantu upaya
mendorong ibu yang kurang (pada ibu yang kelelahan akibat anastesi atau
epidural) atau membantu proses persalinan pada ibu dengan dekomensasi
kordis. Indikasi pada janin adalah presentasi belum pasti, atau janin
berhenti berotasi, dan juga upaya melahirkan kepala pada presentasi
bokong. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persalinan bantuan forsep
adalah pembukaan sudah lengkap, bagian terendah sudah masuk panggul,
presentasi vertex, selaput ketuban sudah pecah, dan tidak boleh ada CPD.
6. Persalinan dengan bantuan vakum ekstraksi
Ekstrasi vakum merupakan alterfnatif yang sangat membantu untuk
menggantikan tindakan forceps rendah pada saat ibu meras letih dan tidak
mampu mengejan dengan efektif. Disamping itu, ekstrasi Vakum kadang
kadang dipakai untuk membantu memutar presentasi melintang atau
oksiput posterior menjadi posisi anterior. Dengan menggunakan ekstraksi
vacum, kemungkinan laserasi atau keharusan untuk melakukan
episiotomi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan tindakan forseps.
Namun demikian, ekstraksi vacum relatif berlangsung lambat sehingga
tidak dilakukan pada keadaan fetal distress.
7. persalinan sectio cesarean
Persalinan SC adalah kelahiran bayi melalui abdomen dan insisi uterus.
Kehilangan pengalaman melahirkan anak secara tradisional dapat
memberikan efek negative pada konsep diri ibu. Tujuan SC adalah
memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya, yaitu karena
adanya indikasi yang mendukung. Indikasi dilakukan SC adalah distosia,
SC ulang, presentasi bokong, dan gawat janin. Indikasi lain antara lain
infeksi, prolaps tali pusat, preeklamsia, plasenta previa, solusio plasenta,
malpresentasi, dan anomaly janin, seperti hidrosephalus. Komplikasi
yang ditimbulkan SC antara lain, aspirasi, emboli pumoner, infeksi luka,
luka, tromboplebitis, perdarahan, infeksi saluran kemih (ISK), cedera

36
pada kandung kemih, dan komplikasi yang berhubungan dengan
anastesia.
(Kemenkes RI, 2013).

g. Bagaimana fisiologi pengeluaran plasenta?


Jawab : Setelah bayi sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras
dengan isi yang sudah kosong. Normalnya pada saat bayi selesai dilahirkan
rongga uterus hampir terobliterasi dan organ ini merupakan suatu massa otot
yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimeter diatas segmen bawah
yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang terletak dibawah batas ketinggian
umbilikus. Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai
dengan pengurangan bidang implantasi plasenta. Agar plasenta dapat
mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini
memperbesar ketebalannya, tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta
teraksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkam lapisan
desidua yang paling lemak lapisan spongiosa, atau desidua spongosa
mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, terjadi
pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di bawahnya.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa
yang longgar, yang dapat disamakan dengan garis perforasi pada perangko.
Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma diantara plasenta yang
sedang terpisah dan desidua yang tersisa. Pembentukan hematoma bisanya
merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan tersebut, karena pada
beberapa kasus perdarahan dapat diabaikan. Namun, hematoma dapat
mempercepat proses pemisahan. Karena pemisah plasenta melalui lapisan
spongiosa desidua, bagian dari desidua tersebut dibuang bersama plasenta,
sementara sisanya tetap menempel pada myometrium. Jumlah jaringan
desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi. Setelah plasenta
terpisah dari tempat implantasiya, tekanan yang diberikan oleh dinding
uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah
uterus atau bagian atas vagina. Plasenta dapat keluar akibat meningginya
tekanan abdomen (Saifuddin et al, 2014).

37
h. Bagaimana patofisiologi perdarahan pervaginaan pada kasus?
Jawab : FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan
meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina → perdarahan pervaginam.
( Sarwono,2014)

3. Ny. Susi selalu teratur memeriksakan kehamilannya setiap 1 bulan sekali pada
bidan desa tersebut. Pada saat pemeriksaan kehamilan Ny. Susi tidak ada keluhan
apapun dan bidan desa memberikan asam folat, vitamin B kompleks, vitamin C
dan tablet sulfas ferosus (penambah darah). Karena semuanya dalam keadaaan
baik-baik saja maka Ny. Susi memang dianjurkan untuk melahirkan pada bidan
desa tersebut.
a. Apa makna Ny. Susi selalu teratur memeriksakan kehamilannya setiap 1
bulan sekali pada bidan desa tersebut?
Jawab : Menunjukkan pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai ANC
(antenatal care) sudah sangat baik ditandai dengan usaha pasien untuk selalu
teratur memeriksakan kehamilannya setiap 1 bulan sekali sehingga
terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya serta
menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan. Tidak semua ibu
hamil mendapat pendidikan dan konseling kesehatan yang memadai tentang
kesehatan reproduksi, terutama tentang kehamilan dan upaya untuk menjaga
agar kehamilan tetap sehat dan berkualitas. ANC memberi kesempatan bagi
petugas kesehatan untuk memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu
hamil termasuk rencana persalinan dan cara merawat bayi (Saifuddin et al,
2014).

b. Apa Makna ada saat pemeriksaan kehamilan Ny. Susi tidak ada keluhan
apapun dan bidan desa memberikan asam folat, vitamin B kompleks, vitamin
C dan tablet sulfas ferosus (penambah darah) ?
Jawab : Makna kehamilan Ny susi tidak ada kelainan selain itu ny susi
diberikan obat merupakan suplemen untuk pertumbuhan dan perkembangan

38
dari bayi nya sehingga untuk mencegah terjadi nya kelainan pada bayi serta
untuk menghindari komplikasi selama partus.
Suplementasi yang diberikan selam ANC:
1. Kalsium 1,5-2 gram/hari
2. zat besi 60 mg zat besi elemental/ hari ( diberikan segera setelah mual
atau muntah berkurang)
3. Asam folat 400 mcg/hari ( Sarwono,2014)

c. Apa makna semuanya dalam keadaaan baik-baik saja maka Ny. Susi
memang dianjurkan untuk melahirkan pada bidan desa tersebut?
Jawab : Makna nya dalam kehamilan tidak mengalami kelainan sehingga Ny
susi mengajurkan untuk melahikan pada bidan desa.
Persalinan dan kelahirkan dikatakan normal jika
1. Usia kehamilan cukup bulan 37-42 minggu
2. Persalinan terjadi spontan
3. Presentasi belakang kepala
4. Berlangsung tidak lebih dari 18 jam
5. Tidak ada komplikasi pada janin atau ibu ( sarwono,2014)

d. Apa manfaat dan tujuan dilakukan pemeriksaan ANC?


Jawab : Alasan penting untuk mendapatkan ANC adalah sebagai berikut
1. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan
2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya
3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya
4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan resiko tinggi
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga
kualitas kehamilan dan merawat bayi
6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan
membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya
(Saifuddin et al, 2014).

39
e. Kapan saja ibu hamil harus melakukan pemeriksaan ANC?
Jawab :
1. Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28).
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36) dan
sesudah minggu ke 36)
4. Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan
atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam
(Depkes RI, 2015)

f. Bagaimana prosedur pemeriksaan ANC?


Jawab : Jika kehamilan termasuk resiko tinggi perhatian dan jadwal
kunjungan harus lebih ketat. Namun, bila kehamilan normal, jadwal asuhan
cukup 4 kali. Dalam bahasa program kesehatan ibu dan anak, kunjungan
antenatal diberi kode angka K yang merupakan singkatan dari kunjungan.
Pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3 dan K4. Hal ini
berarti minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan
28 minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36 minggu dan
sebanyak 2 kali kunjungan antenatal pada usia kehamilan diatas 36 minggu
(Saifuddin et al, 2014).

4. Ketika mulai ada persalinan Ny. Susi tidak bisa menahan rasa sakit sehingga
selain dia selalu menangis dia juga selalu mengejan padahal pembukaan belum
lengkap. Bidan desa tersebut sudah memberi tahu bahwa tidak boleh mengejan
sebelum pembukaan lengkap. Pada waktu pembukaan 9-10cm (pembukaan belum
lengkap) Ny. Susi terus mengejan walaupun sudah dilarang oleh bidan. Karena
pembukaan sudah 40uptur lengkap bidan melakukan episiotomy. Setelah plasenta
lahir episiotomy tersebut dijahit dan pada tempat tersebut tidak lagi
mengeluarkan darah, tetapi ternyata perdarahan masih saja berlangsung. Bidan
memberikan infus dan obat-obatan, karena bidan melihat perdarahan banyak dan
Ny. Susi kelihatan pucat, langsung Ny. Susi dibawa kerumah sakit.
a. Apa hubungan ketika mulai ada persalinan Ny. Susi tidak bisa menahan rasa
sakit sehingga selain dia selalu menangis dia juga selalu mengejan padahal
pembukaan belum lengkap. Bidan desa tersebut sudah memberi tahu bahwa

40
tidak boleh mengejan sebelum pembukaan lengkap.Pada waktu pembukaan 9-
10cm (pembukaan belum lengkap) Ny. Susi terus mengejan walaupun sudah
dilarang oleh bidan dengan keluhan utama?
Jawab : Mengejan sebelum pembukaan lengkap merupakan factor resiko
terjadi pendarahan post partum. Mengejan dapat menyebebakan tekanan
meningkat sehingga akan terputus kontunuitas pembuluh darah sehingga
terjadi perdarahan. ( sarwono,2014)

b. Apa dampak mengenjan sebelum pembukaan lengkap?


Jawab :
1. Terjadi caput succedaneum , hal ini karena kepala bayi terus menerus
mengalami penekanan pada saat mengejan padahal jalan lahir nya belum
benar-benar terbuka dengan sempurna
2. Fetal distress ( stress janin) yaitu kondisi gawat darurat janin dimana janin
tidak mendapatkan cukup oksigen
3. Pembengkakan vagina
4. Robekan dan luka pada jalan lahir
5. Kelelahan dimana saat sudah oembukaan lengkap ibu hamil sudah tidak
mampu lagi mengejan. ( Cunningham ,2014)

c. Apa makna karena pembukaan sudah 41uptur lengkap bidan melakukan


episitomy?
Jawab : Menunjukkan usaha bidan untuk membantu pengeluaran janin melalui
prosedur bedah. Sehingga mengurangi komplikasi yang tidak diinginkan saat
lahiran spontan pervaginam. Episiotomi adalah prosedur yang dikembangkan
untuk meningkatkan persalinan pervaginam yang sulit sambil mengontrol dan
menghindari laserasi perineum yang berpotensi berbahaya selama proses
persalinan. Ide umumnya adalah membuat sayatan terkontrol di perineum,
untuk memperbesar lubang vagina, untuk memfasilitasi persalinan yang sulit.
Idealnya, episiotomi akan mengurangi tekanan pada perineum sehingga
sayatan mudah diperbaiki jika dibandingkan dengan trauma vagina yang tidak
terkontrol (Barjon et al, 2021).

41
d. Apa makna setelah plasenta lahir episiotomy tersebut dijahit dan pada tempat
tersebut tidak lagi mengeluarkan darah, tetapi ternyata perdarahan masih saja
berlangsung?
Jawab : Menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi bukan diakibatkan oleh
episiotomy ataupun robekan spontan perineum (Saifuddin et al, 2014).

e. Apa saja prosedur dari pemeriksaan episotomy?


Jawab : Menurut Sarwono (2014), episiotomi merupakan suatu tindakan insisi
pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin
selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum
dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi adalah insisi pudendum / perineum untuk melebarkan orifisium (
lubang / muara ) vulva sehingga mempermudah jalan keluar bayi (Benson dan
Pernoll, 2009)
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari
luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan
terlalu lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. Sehingga salah satu tujuan
episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. Episiotomi biasanya dilakukan pada
saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 – 4 cm pada waktu his. Jika
dilakukan bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter
melakukan episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep (Williams,
2014).
Tindakan Episiotomi
Pertama pegang gunting epis yang tajam dengan satu tangan, kemudian
letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antaraa kepala bayi dan perineum
searah dengan rencana sayatan. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his).
Kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan
tengah. Gunting perineum, dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45
derajat ke lateral kiri atau kanan. (Sarwono, 2014).

f. Apa saja kontra indikasi dan indikasi dari pemerikasaan eposiotomy?


Jawab :
1. Indikasi Episiotomi

42
Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan
cunam, ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang
kaku atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang
berlebihan, dan untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi
pada kasus letak / presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di
belakang) dengan menyediakan tempat yang luas untuk persalinan yang
aman (Sarwono, 2014)
2. Kontraindikasi
inflammatory bowel disease, malformasi perineum berat, episiotomy juga
tidak boleh dilakukan Bersama prosedur persalinan pervaginam operatif
seperti forceps atau vakum karena meningkatkan resiko laserasi perineum.
(Lappen,2016)

g. Apa tujuan Bidan memberikan infus dan obat-obatan, karena bidan melihat
perdarahan banyak dan Ny. Susi kelihatan pucat, langsung Ny. Susi dibawa
kerumah sakit?
Jawab : Tujuan bidan memberikan infus dan obat-obatan adalah untuk
memperbaiki hemodinamik dan menghentikan perdarahan.

h. Apa kemungkinan obat dan infus yang di berikan oleh bidan?


Jawab : kemungkinan obat dan infus yaitu cairan untuk mengatasi syok
hipovolemik seperti cairan infus NaCL0.9% atau ringer laktat serta asam
traneksamat untuk menghentikan perdarahan. (Sarwono,2014)

i. Apa saja klasifikasi dari pembukaan?


Jawab : Pembukaan termasuk kedalam Kala I atau kala pembukaan yang
merupakan periode persalinan yang dimulai dari his persalinan yang pertama
sampai pembukaan serviks menjadi lengkap.
Berdasarkan kemajuan pembukaan, maka kala I dibagi menjadi beberapa fase
yaitu (Yanti, 2010) :
1. Fase laten
a. fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0-3 cm yang
membutuhkan waktu 8 jam
2. Fase aktif

43
fase pembukaan yang lebih cepat
a. Fase akselerasi (fase percepatan) → dari pembukaan 3-4 cm yang
dicapai dalam 2 jam
b. Fase dilatasi maksimal → dari pembukaan 4-9 cm yang dicapai dalam
2 jam
c. Fase decelerasi (kurangnya kecepatan) → dari pembukaan 9-10 cm
selama 2 jam
Proses pembukaan berlangsung kurang lebih 18-24 jam, yang terbagi menjadi
2 fase yaitu:
a. Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm
b. Fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10 cm.
Dalam fase aktif masih dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu:
1. Fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 menjadi 4
cm
2. Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm
3. Fase deselerasi, dimana pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10 cm.
(Fitriahadi et al, 2019):

5. Pemeriksaan fisik (Post partum)


Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran somnolen.
Tanda vital: TD: 80/50 mmHg; N:120x/menit, lemah, reguler, isi kurang;
RR:30x/menit; T:350C
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: konjungtiva pucat
Thoraks: jantung dan paru-paru dalam batas normal
Abdomen: hepar dan lien dalam batas normal
Ekstremitas: akral dingin.
a. Bagaimana Interpretasi dari Pemeriksaan fisik?
Jawab :Adapun interpretasi dari pemeriksaan fisik dan spesifik adalah sebagai
berikut.

44
No. Pemeriksaan Normal Pada Kasus Interpretasi
Tampak sakit
Tampak sehat Abnormal
berat
1. Keadaan umum
Kesadaran Kesadaran
Abnormal
composmentis somnolen
Tanda vital
Tekanan darah 120/80 mmHg 80/50 mmHg Hipotensi
120x/menit,
2. Nadi 60-100 x/menit lemah, reguler, Takikardia
isi kurang
RR 16-24 x/menit 30x/menit Takipneu
Suhu 36,5-37,5 oC 350C Hipotermi
3. Kepala Konjungtiva pucat Anemia
Jantung dan paru-paru dalam batas
4. Thoraks Normal
normal
5. Abdomen Hepar dan lien dalam batas normal Normal
6. Ekstremitas Akral hangat Akral dingin Anemia

Interpretasi: Syok hipovolemik

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik ?


Jawab : FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan
meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina à perdarahan pervaginam →tampak
sakit berat.

FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan


meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina → perdarahan pervaginam → terjadi
gangguan sirkulasi didalam tubuh → aliran darah menurun → aliran darah di

45
fokuskan ke organ vital → aliran darah ke perifer menurun → vasokontriksi
perifer → konjungtiva anemis dan ekstremitas pucat ,dingin.

FR (mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan


meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina → perdarahan pervaginam → terjadi
gangguan sirkulasi didalam tubuh → aliran balik vena menurun → cardiac
output menurun dan resistensi perifer menurun → tekanan darah menurun →
Hipotensi

FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan


meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina→ perdarahan pervaginam → terjadi
gangguan sirkulasi didalam tubuh → aliran balik vena menurun → cardiac
output menurun dan resistensi perifer menurun → reaksi stress tubuh (
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah ) → merangsang aktivasi
saraf simpatis → kontraksi jantung meningkat → takikardi.

FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan


meningkat à desakan kuat kepala bayi à kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina → perdarahan pervaginam → terjadi
gangguan sirkulasi didalam tubuh → aliran balik vena menurun → cardiac
output menurun dan resistensi perifer menurun → reaksi stress tubuh (
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah ) → merangsang aktivasi
saraf simpatis → meningkatkan frekuensi pernafasan → takipneu.

FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan


meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir

46
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina → perdarahan pervaginam → terjadi
gangguan sirkulasi didalam tubuh → aliran darah menurun → gangguan
metabolism → panas tubuh tidak dihasilkan → hipotermi ( 35C )

FR ( mengejan terlalu kuat sebelum pembukaan lengkap) → tekanan


meningkat → desakan kuat kepala bayi → kepala bayi terdorong dijalan lahir
yang sempit( pembukaan belum lengkap 9-10 cm) → terjadi robekan pada
serviks bagi pars vaginalis servisis uteri (portio) → terjadi perdarahan pada
portio → darah akan keluar lewat vagina → perdarahan pervaginam → terjadi
gangguan sirkulasi didalam tubuh → aliran darah menurun → aliran darah ke
otak menurun → somnolen ( Sarwono,2014; William ,2014)

c. Apa saja klasifikasi dari syok hipovolemik dan pada kasus?


Jawab : Adapun klasifikasi dari syok hipovolemik adalah sebagai berikut
(Hardisman, 2013).

Tanda dan
Pemeriksaan Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
Klinis
15-30% 30-40%
Kehilangan 15% >40%
(750-1500 (1500-2000
darah (%) (750 ml) (>2000 ml)
ml) ml)
Sangat
Kesadaran Sedikit cemas Cemas cemas/ Letergi
bingung
Frekuensi
>100-120x >120-140x
jantung dan <100x/menit >140x/menit
/menit /menit
nadi
Frekuensi 20- 30-
14-20x/menit >35x/menit
napas 30x/menit 40x/menit
Refilling
Lambat Lambat Lambat Lambat
kapiler
Tekanan
Normal Normal Turun Turun
darah sistolik
Tekanan nadi Normal Turun Turun Turun
20-30
Produksi urin >30 ml/jam 5-15 ml/jam Sangat sedikit
ml/jam

Pada kasus telah termasuk ke syok hipovolemik stadium III.

47
6. Status Obstetrikus :
Palpasi: teraba fundus uteri 2 jari dibawah pusat dan kontraksi sangat baik.
Inspeculo: fluksus (+) darah aktif, banyak, stolsel (+), robekan jalan lahir pada
porsio pukul 3 dan pukul 6, bekas episiotomi sudah dijahit dengan baik.
a. Bagaimana Interpretasi dari Pemeriksaan Status Obstetrikus ?
Jawab :
Adapun interpretasi dari status obstetrikus adalah sebagai berikut.
Pemeriksaan
No. Pada Kasus Interpretasi
Ginekologi
Teraba fundus uteri 2 jari
1. Palpasi dibawah pusat dan Normal
kontraksi sangat baik
Fluksus (+) darah aktif,
Abnormal
banyak, stolsel (+)
Robekan jalan lahir pada
2. Inspeculo Laserasi portio
porsio pukul 3 dan pukul 6
Bekas episiotomi sudah
Normal
dijahit dengan baik

Interpretasi: Laserasi portio dengan perdarahan

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari Pemeriksaan Status Obstetrikus ?


Jawab : Adapun mekanisme abnormal dari status obstetrikus adalah sebagai
berikut.
1. Fluksus (+) darah aktif, banyak
FR: mengenjan sebelum pembukaan lengkap → kontraksi uterus yang
terlalu kuat → pembukaan secara paksa jalan lahir → robekan pada
jalan lahir (laserasi portio) → merobek pembuluh darah di sekitarnya
→ perdarahan masif → darah mengalir keluar melalui vagina →
perdarahan pervaginam → fluksus (+) darah aktif, banyak (Saifuddin et
al, 2014)
2. Stolsel (+)
FR: mengenjan sebelum pembukaan lengkap → kontraksi uterus yang
terlalu kuat → pembukaan secara paksa jalan lahir → robekan pada
jalan lahir (laserasi portio) → merobek pembuluh darah di sekitarnya

48
→ perdarahan masif → kompensasi tubuh untuk menghentikan
perdarahan: koagulasi → stolsel (+) (Saifuddin et al, 2014)

c. Bagaimana cara pemeriksaan Status Obstetrikus secara umum?


Jawab :
1. Ginekologi Bimanual
Landasan Teori
Ginekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang penyakit alat
kelamin wanita dan struktur di sekitarnya. Tada pemeriksaan ginekologi,
perlu diperhatikan dulu genitalia eksterna : pertumbuhan rambut pada
mons pubis, besarnya klitoris dan labia minora, introitus vagina (perawan
atau tidak), dan prolaps uteri. Slain itu juga perlu diperhatikan apakah ada
hemoroid pada anus. Selain dengan pemeriksaan spekulum, dapat juga
dilakukan pemeriksaan bimanual dengan cara memasukkan dua jari ke
dalam vagina dan tangan lainnya diletakkan di atas simfisis pubis. Dengan
kedua tangan ini kita usahakan untuk mendapat kesan mengenai ukuran,
letak, dan kemungkinan pergerakan dari genitalia interna.
Dengan menggunakan dua jari di dalam, forniks posterior mengangkat
uterus sedangkan tangan yang di luar menekan dinding perut ke dalam
dan mengusahakan meraba corpus uteri untuk menentukan besar, bentuk,
letak, dan kemungkinan pergerakannya. Ukuran uterus tergantung pada
paritas dan umur pasien. Tetapi secara umum, ukuran uterus yang normal
adalah sebesar telur bebek, bentuknya seperti bola lampu yang gepeng
dan permukaannya licin. Konsistensi uterus yang tidak hamil paddy
kenyal, sementara uterus dalam kehamilan konsistensinya lunak. Letak
uterus yang normal adalah antefleksi. Supaya pemeriksaan bimanual lebih
jelas, maka jari yang berada di dalam dipindahkan ke forniks anterior lalu
cud tangan didekatkan. Pada antefleksi, corpus uteri dapat teraba
sedangkan tada retrofleksi tidak teraba apa-apa. Usahakan juga
memeriksa kemungkinan pergerakan uterus dengan cara jari yang berada
di dalam mencoba mengangkat uterus sementara tangan yang di luar
menekannya ke bawah. Perhatikan apakah pergerakan uterus
menimbulkan nyeri.

49
Portio serviks diraba bagaimana bentuk dan konsistensinya. Kemudian
perhatikan apakah serviks dapat digerakkan ke kiri dan kanan, serta
apakah menimbulkan rasa nyeri. Pergerakan ini sangat tergantung pada
kekenyalan perimetrium.
Tuba umumnya tidak dapat teraba dengan pemeriksaan bimanual.
Ovarium kadang dapat teraba. Adneksa diperiksa dengan menggerakkan
jari yang berada di dalam ke dalam forniks lateral dan tangan luar
dipindahkan agak ke samping. Apabila merasa massa, perlu ditentukan
besar, konsistensi, dan kemungkinan pergerakannya.
Selain pemeriksaan bimanual di atas, ada cara lain yang dapat
dilakukan, yaitu dengan pemeriksaan rektovaginal. Pada pemeriksaan ini
jari telunjuk dimasukkan ke vagina sementara jari tengah tangan yang
sama dimasukkan ke dalam rectum. Tangan kiri tetap berada di simfisis
pubis dan berusaha mendekatkan organ yang akan diperiksa pada tangan
yang di dalam. Pada anak-anak dan wanita yang masih perawan,
pemeriksaan bimanual dilakukan lewat rectum, bukan lewat vagina.

Langkah Kerja :
a. Mahasiswa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien sebagai dokter.
b. Mahasiswa menanyakan identitas pasien.
c. Mahasiswa menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan ginekologi
bimanual.
d. Mahasiswa meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
e. Sebelum melakukan tindakan, pasien dianjurkan untuk buang air kecil
terlebih dahulu.
f. Persilahkan pasien untuk berbaring di tempat tidur dengan posisi
litotomi.
g. Memperbaiki posisi pasien dengan menempatkan perineum tepat di
tepi tempat tidur.
h. Pemeriksa berdiri di antara kedua tungkai pasien.
i. Menggunakan sarung tangan secara aseptik. Jangan lupa untuk
melepaskan semua aksesoris yang dipakai di tangan sebelum
memakai sarung tangan.

50
j. Melakukan tindakan aseptik pada daerah vulva dan sekitarnya
menggunakan cairan antiseptik, dengan arah putaran dari dalam ke
luar secara melingkar.
k. Bila pasien tidak dapat BAK sendiri (pada kasus-kasus tertentu),
lakukan pemasangan kateter terlebih dahulu.
l. Lumasi jari-jari pemeriksa dengan lubrikan (jeli).
m. Posisikan tangan kanan di depan vulva dan tangan kiri di atas simfisis
pubis pasien.
n. Lakukan pemeriksaan bimanual dengan menggunakan jari tengah dan
jari telunjuk tangan kanan.
o. Tangan kiri membantu mengevaluasi organ yang diperiksa.
p. Lepaskan sarung tangan dan cucilah tangan bila telah selesai
melakukan pemeriksaan.
q. Catat hasil pemeriksaan pada rekam medis pasien.

Interpretasi Hasil
• Uterus : posisi (antefleksi, retrofleksi), ukuran (telur bebek, telur
puyuh, dan lain-lain), konsistensi (padat, kenyal, lunak), pergerakan
(tidak dapat bergerak, bergerak sedikit, disertai nyeri atau tidak).
• Adnesa : ukuran (normal, membesar), nyeri tekan (ada, tidak ada),
massa.
• Cavum Douglas : tidak terisi, terisi. Bila terisi, perhatikan sarung
tangan pasca pemeriksaan, apakah terisi oleh darah atau nanah.
(Anwar et al, 2014)

2. Pemeriksaan Ginekologi dengan 51upture51


Landasan TeoriSebelum melakukan pemeriksaan 51upture51, sebaiknya
diperhatikan kondisi genitalia eksterna wanita. Apakah normal atau ada
kelainan seperti infeksi, kutil, penyakit kelamin, pertumbuhan alat
genitalnya normal atau tidak. Untuk memeriksa bagian dalam genitalia
wanita biasanya menggunakan 51upture51. Spekulum dipasang dengan
membuka labia minora, lalu 51upture51 dimasukkan dari samping
kemudian diputar 450 ke bawah. Setelah 51upture51 dibuka, maka dapat
dilakukan pemeriksaan 51uptur dengan menggunakan pinset/spatel untuk

51
mengambil 52uptur yang diletakkan pada gelas objek lalu diperiksa di
bawah mikroskop
Langkah Kerja :
a. Mahasiswa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien sebagai dokter.
b. Mahasiswa menanyakan identitas pasien.
c. Mahasiswa menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan ginekologi
bimanual.
d. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
e. Sebelum melakukan tindakan, pasien dianjurkan untuk buang air kecil
terlebih dahulu.
f. Persilahkan pasien untuk berbaringdi tempat tidur dengan posisi
litotomi.
g. Memperbaiki posisi pasien dengan menempatkan perineum tepat di
tepi tempat tidur.
h. Pemeriksa berdiri di antara kedua tungkai pasien.
i. Menggunakan sarung tangan secara aseptik. Jangan lupa untuk
melepaskan semua aksesoris pemeriksa yang dipakai di tangan.
j. Melakukan tindakan aseptik pada daerah vulva dan sekitarnya
menggunakan cairan antiseptik dengan arah putaran dari dalam ke
luar.
k. Bila pasien tidak dapat BAK sendiri (pada kasus-kasus tertentu),
lakukan pemeriksaan kateter dahulu.
l. Melakukan inspeksi pada daerah mons pubis, labia mayor, dan vulva.
m. Memilih ukuran spekulum sesuai ukuran vagina pasien dan
memeriksa keadaan spekulum.
n. Masukkan spekulum, dipegang dengan tangan kanan, ke dalam liang
vagina secara perlahan. Pertama-tama masukkan spekulum dengan
cocor bebek pada posisi vertikal. Setelah masuk liang vagina,
spekulum diputar searah jarum jam sehingga cocor bebek berada pada
posisi horizontal.
o. Buka spekulum sehingga terlihatlah serviks, lalu kunci spekulum
dengan memutar sekrupnya.

52
p. Bersihkan liang vagina dengan menggunakan lidi berkapas yang telah
diberi cairan antiseptik.
q. Perhatikan keadaan serviks : warna mukosa, bentuk, mulut serviks,
cairan, dan massa.
r. Perhatikan dinding vagina dengan memutar spekulum 900 : warna
mukosa, permukaan dinding, massa, cairan intravaginal.
s. Bila pemeriksaan dianggap selesai, buka kunci spekulum dengan
memutar sekrupnya lalu tarik spekulum ke luar secara perlahan.
t. Letakkan spekulum pada bengkok, buang sarung tangan ke tempat
sampah medis, lalu cucilah tangan.
u. Catat hasil pemeriksaan pada rekam medis pasien.

Interpretasi Hasil
• Vulva : ada verucca/tidak, ada infeksi di sekitar vulva/tidak.
• Vagina : mukosa normal/tidak, massa/tidak, ada cairan/tidak, keadaan
hymen.
• Sekret : ada/tidak ada. Deskripsikan sekret bila ada (warna, bau,
kekentalan).
• Warna porsio serviks : merah/pucat, ada massa/tidak.
• Ostium uteri internum : tertutup/terbuka.
(Anwar et al, 2014)

7. Pemerikaan Laboratorium :
Hb: 4 gr%, gol. Darah: B, rhesus (+), Trombosit 90.000/mm3, Leukosit: 15.000
/mm3, Ht: 18 mg%, LED 25 mm/jam.
a. Bagaimana Interpretasi dari Pemeriksaan laboratorium?
Jawab : Adapun interpretasi dari pemeriksaan laboratorium adalah sebagai
berikut.
Pemeriksaan
No. Normal Pada Kasus Interpretasi
Laboratorium
1. Hemoglobin 12-16 gr% 4 gr% Anemia berat
A rhesus (-/+)
2. Golongan darah B rhesus (-/+) B rhesus (+) Normal
O rhesus (-/+)

53
AB rhesus (-
/+)
150.000-
3. Trombosit 3
90.000/mm3 Trombositopenia
350.000/mm
5000-
4. Leukosit 15.000 /mm3 Leukositosis
10.000/mm³
5. Hematocrit 38-48 mg% 18 mg% Anemia berat
6. LED 0-15 mm/jam 25 mm/jam Abnormal

Interpretasi: Anemia berat dengan trombositopenia dan leukositosis

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?


Jawab : Adapun mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium adalah
sebagai berikut.
1. Anemia berat
FR: mengenjan sebelum pembukaan lengkap → kontraksi uterus yang
terlalu kuat → pembukaan secara paksa jalan lahir → robekan pada jalan
lahir (laserasi portio) → merobek pembuluh darah di sekitarnya →
perdarahan 54uptur → darah mengalir keluar melalui vagina →
perdarahan pervaginam → volume darah ↓ → Hb ↓ → anemia berat
(Saifuddin et al, 2014; Silbernagl, 2017)
2. Trombositopenia
FR: mengenjan sebelum pembukaan lengkap → kontraksi uterus yang
terlalu kuat → pembukaan secara paksa jalan lahir → robekan pada jalan
lahir (laserasi portio) → merobek pembuluh darah di sekitarnya →
perdarahan 54uptur → kompensasi tubuh untuk menghentikan perdarahan
dengan mengaktivasi trombosit → trombositopenia (Saifuddin et al,
2014; Huether, 2017)
3. Leukositosis
FR: mengenjan sebelum pembukaan lengkap → kontraksi uterus yang
terlalu kuat → pembukaan secara paksa jalan lahir → robekan pada jalan
lahir (laserasi portio) → merobek pembuluh darah di sekitarnya →
perdarahan 54uptur → kompensasi tubuh untuk menghentikan perdarahan
dengan mengaktivasi trombosit → sebagian trombosit pecah →

54
mengaktivasi sitokin → aktivasi trombosit lain dan leukosit →
leukositosis (Saifuddin et al, 2014; Huether, 2017)
4. LED
FR: mengenjan sebelum pembukaan lengkap → kontraksi uterus yang
terlalu kuat → pembukaan secara paksa jalan lahir → robekan pada jalan
lahir (laserasi portio) → merobek pembuluh darah di sekitarnya →
perdarahan 55uptur → kompensasi tubuh untuk menghentikan perdarahan
→ ↑ kadar fibrinogen di plasma darah → LED ↑ (Saifuddin et al, 2014;
Huether, 2017)

8. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Jawab : Adapun cara mendiagnosis pada kasus adalah sebagai berikut.
Identitas pasien Ny. Susi, berusia 32 tahun, G4P3A0
Perdarahan 15 menit setelah melahirkan spontan
Keluhan utama
pervaginam
Berat bayi yang dilahirkan 3900 gram, bugar dan
Data kelahiran bayi
langsung menangis
Plasenta yang dilahirkan spontan, setelah diperiksa
ternyata lengkap. Pada pemeriksaan uterus ternyata
Pemeriksaan kelahiran
uterus berkontraksi sangat baik, sehingga uterus
teraba 2 jari di bawah pusat
15 menit setelah plasenta dilahirkan, perdarahan
terus mengalir banyak dan tidak berhenti. Setelah
Perjalanan keluhan
15 menit kemudian perdarahan yang ditampung
sudah mencapai 500ml
Ny. Susi selalu teratur memeriksakan
kehamilannya setiap 1 bulan sekali pada bidan desa
tersebut. Pada saat pemeriksaan kehamilan Ny. Susi
Riwayat pemeriksaan dan tidak ada keluhan apapun dan bidan desa
pengobatan memberikan asam folat, vitamin B kompleks,
vitamin C dan tablet sulfas ferosus (penambah
darah). Karena semuanya dalam keadaaan baik-baik
saja maka Ny. Susi memang dianjurkan untuk

55
melahirkan pada bidan desa tersebut
Ketika mulai ada persalinan Ny. Susi tidak bisa
menahan rasa sakit sehingga selain dia selalu
menangis dia juga selalu mengejan padahal
Penyebab keluhan
pembukaan belum lengkap. Bidan desa tersebut
sudah memberi tahu bahwa tidak boleh mengejan
sebelum pembukaan lengkap
Karena pembukaan sudah hampir lengkap bidan
melakukan episiotomy. Setelah plasenta lahir
episiotomy tersebut dijahit dan pada tempat tersebut
Riwayat tindakan bidan
tidak lagi mengeluarkan darah, tetapi ternyata
terhadap pasien dan
perdarahan masih saja berlangsung. Bidan
keluhannya
memberikan infus dan obat-obatan, karena bidan
melihat perdarahan banyak dan Ny. Susi kelihatan
pucat, langsung Ny. Susi dibawa kerumah sakit
Tampak sakit berat, somnolen, hipotensi,
Pemeriksaan fisik takikardia, takipneu, hipotermi, konjuntiva pucat,
akral dingin
Fluksus (+) darah aktif, banyak, stolsel (+), robekan
Status obstetrikus
jalan lahir pada porsio pukul 3 dan pukul 6
Pemeriksaan Anemia berat, trombositopenia, leukositosis, LED ↑
laboratorium

9. Apa diagnosis banding pada kasus?


Jawab :
Diagnosis Uterus Plasenta Perdarahan

Robekan jalan Uterus kontraksi Plasenta lengkap Perdarahan segera,


lahir baik darah segar yang
mengalir setelah
bayi lahir

Atonia uteri Uterus tidak Plasenta lengkap Perdarahan segera


berkontraksi dan setelah anak lahir

56
lembek
Retensio Uterus kontraksi Plasenta belum Perdarahan segera,
plasenta lahir setelah 30 darah segar
menit
Inversio plasenta Uterus tidak teraba Tampak tali pusat Perdarahan segera,
( jika plasenta darah segar
belum lahir)
( Sarwono,2014; POGI,2016)

10. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab : Adapun pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk kasus PPP adalah
sebagai berikut
a. Penilaian tanda vital dan perkiraan kehilangan darah total
b. Pemeriksaan pasien
1. Pemeriksaan cepat saluran genital untuk mencari laserasi, hematoma
atau tanda ruptur uteri
2. Pemeriksaan manual dan ekstraksi untuk jaringan plasenta yang
tertinggal
c. USG
d. Pemeriksaan laboratorium
1. Jenis dan skrining atau pencocokan silang untuk persiapan transfusi darah
2. Hitung darah lengkap untuk menilai Hb, Ht dan trombosit
3. Pemeriksaan koagulasi dan fibrinogen → untuk pasien dengan dugaan
DIC

11. Apa working diagnosis pada kasus?


Jawab : P3A0 dengan syok hipovolemik derajat III dan anemia berat et causa
57upture portio

12. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Jawab :
Perbaiki hemodinamik dengan cairan infus Nacl 0.9% atau Ringer laktat secepat
1L dalam 15-20 menit

57
Tranfusi darah à PRC
Lakukan tindakan untuk menghentikan sumber perdarahan:
• Lakukan ekspolarasi untuk menghentikan sumber perdarahan
• Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptic
• Hentikan sumber perdarahan dengan klem dan diikat dengan benang yang
dapat diserap
lakukan pejahitan
• Bila perdarahan masih berlanjut , beri asam traneksamat IV ( bolus selama 1
menit dapat diulang setelah 30 menit )
( Sarwono,2014; William,2014)

13. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawab : HPP adalah penyebab utama kematian dan morbiditas ibu di seluruh
dunia dan menyebabkan hampir seperempat dari semua kematian terkait
kehamilan ibu. Kematian terkait dengan PPP dapat dicegah dengan pengenalan
yang cepat dan pengobatan lebih tepat waktu dan agresif (Likis et al, 2015).
Karena kehilangan darah, pasien berisiko mengalami syok hipovolemik. Ketika
pasien kehilangan 20% darah, mereka mengalami takikardia, takipnea, tekanan
nadi menyempit, dan pengisian kapiler tertunda. Hal ini dapat menyebabkan
cedera iskemik pada hati, otak, jantung, dan ginjal. Sindrom Sheehan atau
hipopituitarisme pascapartum merupakan salah satu komplikasi dari kehilangan
darah yang berlebihan yang terlihat pada perdarahan pascapartum. Komplikasi
yang terkait dengan penatalaksanaan meliputi (Wormer et al, 2020):
a. Cedera paru akut terkait transfuse
b. Infeksi
c. Reaksi transfuse hemolitik

14. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab : Perdarahan postpartum merupakan penyebab utama morbiditas ibu dan
janjin. Institusi pengobatan yang benar dan tepat waktu sangat meningkatkan
hasil akhir pasien. Selain itu, wanita yang pernah mengalami perdarahan
postpartum dalam persalinan beresiko mengalami PPP berulang pada persalinan
berikutnya. Penggunaan oksitosin IM atau IV dengan benar dapat meningkatkan

58
hasil akhir pasien (Wormer et al, 2020). Morbiditas akibat perdarahan postpartum
dapat menjadi parah dengan gejala sisa termasuk kegagalan organ, syok, edema,
sindrom kompartemen, komplikasi transfusi, trombosis, sindrom gangguan
pernapasan akut, sepsis, anemia, perawatan intensif dan rawat inap
berkepanjangan (Likis et al, 2015).
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

15. Bagaimana Standar Kompetensi Dokter Umum pada kasus?


Jawab : Perdarahan Postpartum → 3B
Tingkat Kemampuan 3: Mendiagnosis, memulai pengelolaan awal, dan merujuk
3B. Keadaan darurat
Lulusan Dokter mampu mendiagnosis klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang serta memberikan terapi
pendahuluan dalam situasi darurat untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien dalam rangka penilaian pelajar.
Lulusan dokter mampu menentukan rekomendasi rujukan yang paling tepat untuk
pengelolaan pasien selanjutnya.

16. Bagaimana nilai-nilai islam pada kasus?


Jawab :
1. Syekh Abu Syuja’ menyebutkan dalam matan Taqrib, bahwa darah
kewanitaan ada tiga:
Artinya : “Darah yang keluar dari kelamin wanita ada tiga: darah haid, darah
nifas, dan darah istihadlah.” Dari ketiga jenis darah tersebut, dua di
antaranya, yaitu darah haid dan nifas, adalah darah yang keluar sebagai
proses kerja normal fungsi seksual perempuan. Dapat dikatakan secara medis,
keluarnya darah ini merupakan kondisi yang fisiologis bagi tubuh”
2. Al-Mu’minun: 12-15
Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah (12). Kemudian kami jadkan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). Kemudian air mani
itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan

59
segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik (14). Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-
benar akan mati (15)”
2.6 Kesimpulan

Ny. Susi, berusia 32 tahun, P3A0, syok hipovolemik derajat 3 dan anemia berat ec
HPP (60upture jalan lahir portio)

60
2.7 Kerangka Konsep

Faktor Resiko Faktor Resiko


Mengejan sebelum pembukaan Pendataran dan dilatasi serviks
lengkap belum sempurna untuk bersalin

Korteks uterus
yang terlalu kuat

Pembukaan paksa jalan lahir

Ruptur portio

Perdarahan masif (HPP)

HB turun
Gangguan hemodinamik

Anemia berat Darah keluar ke


Syok Hipovolemik vagina
(pendarahan
pervaginaan
Hipotermi, hipotensi,
takikardi, takipneu,
somnolen

Fluksus (+) Darah aktif,


banyak, stolsel
(+)

61
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M., Ali, B., Prajitno, P. 2014. Ilmu Kandungan. Edisi 3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Barjon, K., Heba, M. 2021. Episiotomy. Available in:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546675/. Accessed on: 30th of March
2021.
Cunningham, F. G., Kenneth, J. L., Steven, L. B., John, C. H., Dwigh, J. R., Catherine,
Y. S. 2012. Obstetri Williams. Edisi 23. Vol. 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Damanik, Sylviatim. 2014. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Manajemen Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif 24 jam di Tingkat Kabupaten/Kota.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Manajemen Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif 24 jam di Tingkat Kabupaten/Kota.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Eroschenko, V.P. 2015. Atlas Histologi diFiore. Jakarta: EGC.

Fitriahadi, E., Istri, U. 2019. Buku Ajar Persalinan dan Managemen Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik. Jurnal
Universitas Andalas. Sumatera Barat: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Huether, S. E., Kathryn, L. M. 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi 6. Singapore:
Elsevier.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan (Pedoman bagi Tenaga Kesehatan).
Edisi Pertama. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lappen J. Episiotomy and repair. Medscape. 2016.

Likis, F. E., Sathe, N. A., Morgans, A. K. 2015. Menagement of Postpartum


Hemorrhage. Available in: https:// www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK294453/.
Accessed on: 29th of March 2021.

62
Saifuddin, A. S., Trijatmo, R., Gulardi, H. W. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi ke-6. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Shmueli A, Gabbay Benziv R, Hiersch L, et al. Episiotomy - risk factors and outcomes. J
Matern Fetal Neonatal Med. 2017;30(3):251-256.
doi:10.3109/14767058.2016.1169527
Silbernagl, S., Florian, L. 2017. Patofisiologi. Edsi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Snell, R. 2012. Anatomi Klinik Snell Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku

Wormer, K. C., Radia, T. J., Suzanne, B. B. 2020. Acute Postpartum Hemorrhage.


Available in: https://www. ncbi. nlm.nih.gov/books/NBK499988/. Accessed on:
29th of March 2021.

63

Anda mungkin juga menyukai