Anda di halaman 1dari 9

AL ISLAM

Faraidh(ilmu waris)

 Definisi dan pengertian warisan


Dari segi bahasa, kata mawaris (‫ )موارث‬merupakan bentuk jamak dari kata ‫اث‬ ٌ َ‫ ِم ْي ر‬artinya
harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang pembagian harta peninggalan
setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraidh ( ‫ِض‬ ِ ‫) َفرَ ائ‬. Kata
faraidh dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari ‫ْض ٌة‬
َ ‫ َف ِري‬yang berarti ketentuan,
bagian atau ukuran.
Dengan demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena mempelajari tentang ketentuan-
ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum Islam. Disebut ilmu
faraidh karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan
terhadap masing-masing ahli waris.
 Ahli waris

Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ahli waris tersebut
adalah baik laki-laki mapun perempuan, baik yang mendapatkan bagian tertentu (Dzawil Furudh),
maupun yang mendapatkan sisa (Ashabah), dan yang terhalang (Mahjub) maupun yang tidak.
Ditinjau dari sebab-sebab seseorang menjadi ahli waris, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Ahli waris Sababiyah


Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan
dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
2. Ahli waris Nasabiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan nasab atau
pertalian darah dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah ini dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :
a) Ushulul Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ke atas (garis
keturunan ke atas).
b) Al Furu’ul Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah (garis keturunan ke
bawah).
c) Al Hawasyis, yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak mereka (garis keturunan ke
samping) Dari segi jenis kelamin, ahli waris, dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan ahli waris
perempuan.

 Ashabah
Pengertian Ashabah. Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”ashib” yang
artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara' 'ashabah
adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta
atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudh.
Ahli waris yang menjadi ashabah mempunyai tiga kemungkinan:
a) mendapat seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh tidak ada.
b) mendapat sisa harta waris bersama ahli waris dzawil furudh saat ahli waris zawil
ada.
c) tidak mendapatkan sisa harat warisan karena warisan telah habis dibagikan
kepada ahli waris Zawil Furud.

Macam-macam Ashabah

Didalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ashabah ada tiga, yaitu:

1) ‘Ashabah Binafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan
sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah
binafsihi yaitu:

a) Anak laki-laki.
b) Cucu laki-laki.
c) Ayah.
d) Kakek
e) Saudara kandung laki-laki
f) Saudara seayah laki-laki
g) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
h) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i) Paman kandung
j) Paman seayah
k) Anak laki-laki paman kandung
l) Anak laki-laki paman seayah
m) Laki-laki yang memerdekakan budak

Apabila semua ashabah ada, maka tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi
harus didahulukan orang-orang (para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan
orang yang meninggal. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di atas.

2) Ashabah Bilghair yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan


seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing
( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).

Berikut keterangan lebih lanjut terkait beberapa perempuan yang menjadi ashabah
dengan sebab orang lain:

a) Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.


b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi ‘ashabah.
c) Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi ‘ashabah.
d) Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
ashabah

Ketentuan pembagian harta waris dalam ashabah bl ghair “bagian pihak laki-laki (anak,
cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara
perempuan)

3) ‘Ashabah Ma’algha’ir (‘ashabah bersama orang lain) yaitu ahli waris perempuan yang
menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :

a) Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan


(seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki laki.
b) Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau
cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki laki.

 Pembagian warisan
Pebagian Ahli Waris Beserta Klasifikasinya
Dari golongan laki laki yang mendapatkan harta warisan adalah :
1. Cucu laki-laki dari anak laki laki
2. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
3. Paman dari bapak
4. Anak laki laki paman dari bapak
5.Suami dan laki laki yang memerdekankan budak

Dari golongan perempuan yang mendapatkan harta warisan adalah:


1. Cucu perempuan dari anak laki laki
2. Saudari perempuan
3. Istri dan perempuan yang mememrdekakan budak
4. Nenek
5. Istri

Dikalangan ahli waris laki laki yang berjumlah sepuluh orang bila semuanya berkumpul
maka sebagiannya terhalangoleh sebagian yang lainnya sehingga tidak bias
mendapatkan harta warisan
yang tetap mendapatkan harta warisannya hanya ad tiga orang yaitu
1.Anak laki laki
2 Suami
3.Bapak

Sebagaimana disampaikan Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thâlibîn wa ‘Umdatul


Muftîn:
َّ ‫ َو‬، ُ‫ َواأْل َب‬، ُ‫ث ِم ْن ُه ُم ااِل بْن‬
‫الز ْو ُج َف َق ْط‬ َ ‫ار ُث‬
َ ‫ون َو ِر‬ ِ ‫إِ َذا اجْ َت َم َع الرِّ َجا ُل ْال َو‬

Artinya: “Bila para ahli waris laki-laki berkumpul semuanya maka yang berhak mewarisi
dari mereka adalah anak laki-laki, bapak, dan suami saja.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi,
Raudlatut Thâlibîn wa ‘Umdatul Muftîn, Beirut, Al-Maktab Al-Islami, 1991, juz VI, hal. 5)

Sedangkan Dikalangan ahli waris perempuan yang berjumlah tujuh orangbila semuanya
berkumpul maka sebagianya terhalang oleh yang lainnya sehingga ada yang tidak
mendapatkan harta warisan.
yang tetap bias mendaptkan harta warisan hanya ada lima orang saja yaitu
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki laki
3. Ibu
4. Istri
5. Saudara perempuan sekandung

PERHATIKAN TABEL PEMBAGIAN HARTA WARISAN DIBAWAH INI.


PENJELASAN
Kawin
1. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.
2. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.
3. Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau
lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian,
dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak
laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.
4. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak,
ayah mendapat seperenam bagian.
5. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak
ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersama-sama dengan ayah.
6. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki
dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila
mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga
bagian.

 Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun
pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya
( hubungannya ) dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua macam
1) ‫ان‬ ِ ‫( ح َِجابْ حِرْ َم‬hijab hirman) yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris
yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal itu. Contoh cucu laki-laki
dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
2) ْ‫صان‬َ ‫( ح َِجابْ ُن ْق‬hijab nuqshon) yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena
ada ahli waris lain yang bersama-sama dengan dia. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian,
tetapi yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka
bagian ibu berubah menjadi 1/6.

 Rukun wasiat
rukun wasiat itu terdiri dari empat hal yaitu:
a. Musi (orang yang berwasiat)
b. Musalah (orang yang menerima wasiat)
c. Musabih (barang /sesuatu yang diwasiatkan)
d. Sighat (redaksi ijab dan qobul /lafadz)

 Syarat wasiat
Adapun mengenai syarat
masing-masing rukun wasiat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Orang yang berwasiat (musi)
orang yang berwasiat disyaratkan atas hal-hal sebagai berikut:
1) Telah baligh dan rasyid
2) Berakal sehat
3) Merdeka
4) Tidak dipaksa

b. Penerima wasiat (musalah)


Bagi musalah /penerima wasiat disyaratkan atas hal-hal sebagai berikut:
1) Penerima wasiat masih hidup ketika wasiat diucapkan, walaupun
keberadaannya hanya sebatas perkiraan saja
2) Penerima wasiat bukan ahli waris dari pewasiat, Yaitu yang wajib menerima wasiat
adalah kerabat yang tidak menerima pusaka. Sedangkan untuk ahli waris walau ia sedikit
pusaka, tidaklah wajib dibuatkan wasiat untuknya.
3) Penerima wasiat bukan pembunuh pewasiat Apabila seorang yang diberi wasiat
kemudian membunuh orang yang berwasiat maka dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat apakah sah atau tidak wasiat kepada orang yang telah membunuh pewasiat.
4) Penerima wasiat adalah orang yang diketahui meskipun hanya memberikan ciri-
cirinya saja seperti berwasiat kepada fakir miskin, lembaga-lembaga sosial.

c. Barang yang diwasiatkan (musabih)


Adapun syarat-syarat barang yang diwasiatkan:
1) Seseorang yang ingin mewasiatkan sesuatu barang hendaklah barang tersebut adalah
milik pribadi dari orang yang memberi wasiat, bukan milik orang lain meskipun
mendapat izin dari pemilik barang tersebut.
2) Barang yang diwasiatkan berwujud, atau telah ada pada waktu wasiat terjadi dan
dapat dialihmilikkan dari pewasiat kepada musalah. Sedang yang berupa selain barang
yang berwujud seperti manfaat atau hak para ulama berbeda pendapat. Jumhur fuqaha
al-Amsar memperbolehkan wasiat berupa manfaat. Alasan mereka manfaat itu
termasuk harta.
3) Barang yang diwasiatkan bukan sesuatu yang dilarang oleh syara’. Ahmad Hasan al
Khotib menyatakan tidak sah wasiat yang berupa minuman keras, sedangkan ulama
Malikiyah berpendapat syarat barang yang diwasiatkan tidak harus suci, tetapi harus
bermanfaat.
4) Sebab-sebab yang diwasiatkan tidak lebih dari sepertiga harta pusaka.

d. Redaksi ( sighot ) wasiat


Sighot adalah kata-kata yang diucapkan oleh pewasiat dan orang yang menerima wasiat
yang terdiri dari ijab qobul. Hijab adalah pernyataan yang diucapkan pewasiat bahwa ia
mewasiatkan sesuatu. Sedang qobul adalah pernyataan yang diucapkan oleh penerima
wasiat sebagai tanda persetujuan atau sebagai tanda terima atas ijab pewasiat. MIjab
dan qobul ini didasarkan atas unsur kerelaan tanpa ada paksaan.
 Hokum melaksanan dan meninggalkan wasiat
o Menyampaikan wasiat hukumnya menjadi wajib jika orang tersebut masih
mempunyai utang atau menyimpan barang titipan atau menanggung hak orang
lain, karena dikhawatirkan jika sorang tersebut tidak berwasiat maka hak orang
lain yang masih ditanggungnya tidak ditunaikan kepada yang bersangkutan.
o Menyampaikan wasiat hukumnya dianjurkan bagi orang yang memiliki harta
berlimpah dan ahli warisnya telah mendapat bagian harta dalam Islam yang
berkecukupan dan sesuai aturan Islam. Orang tersebut dianjurkan untuk
menyampaikan wasiat agar menyedekahkan sebagian hartanya, baik sepertiga
dari total harta atau kurang dari itu, kepada kerabat yang tidak mendapatkan
warisan atau untuk orang lain yang membutuhkan.
o Menyampaikan wasiat dengan harta hukumnya makruh jika harta milik seorang
itu sedikit dan ahli warisnya tergolong orang yang hartanya pas-pasan. Lebih baik
mengutamakan pembagian warisan bagi ahli waris dibanding berwasiat dengan
harta. Maka dari itu banyak sahabat radhiyallahu ‘anhum, yang meninggal dunia
dalam keadaan tidak berwasiat dengan hartanya.
o Dan jika wasiat tersebut melanggar syariat Islam, maka haram hukumnya untuk
dilaksanakan. Hukum melanggar wasiat dalam Islam menjadi wajib jika isi wasiat
berupa hal maksiat, seperti meminta anak-anaknya meneruskan usaha
perjudian.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”Tidak ada ketaatan didalam sebuah


kemaksiatan. Sesungguhnya ketaatan adalah didalam perkara-perkara yang baik.”
(HR. Bukhori). Dan di dalam riwayat Abu Daud disebutkan,”Tidak ada ketaatan
didalam maksiat kepada Allah.”

Begitu pula dengan isi wasiat yang menyatakan memberikan harta kepada ahli waris
yang telah mendapat harta warisan, maka tidak boleh dilaksanakan. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-
masing haknya. Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan kepada ahli waris.” (HR. At-
Tirmizy)

 Nilai filosofi dalam warisan

Filosofi waris dalam Hukum Islam

Seperti telah disebutkan diawal bahwa ketentuan Kewarisan telah diatur sedemikian
rupa dalam Al-Qur’an. Dibandingkan dengan ayat-ayat hukum lainnya, ayat-ayat hukum
inilah yang paling tegas dan rinci isi kandungannya. Ini tentu ada hikmah yang ingin di
capai oleh Al-Qur’an tentang ketegasan hukum dalam hal Kewarisan.

Berikut ini ada beberapa hikmah adanya pembagian waris menurut hukum islam[3]:

1. Pembagian waris dimaksudkan untuk memelihara harta (Hifdzul Maal). Hal ini sesuai
dengan salah satu tujuan Syari’ah (Maqasidus Syari’ah) itu sendiri yaitu memelihara
harta.

2. Mengentaskan kemiskinan dalam kehidupan berkeluarga.

3. Menjalin tali silaturahmi antar anggota keluarga dan memeliharanya agar tetap utuh.

4. Merupakan suatu bentuk pengalihan amanah atau tanggung jawab dari seseorang
kepada orang lain, karena hakekatnya harta adalah amanah Alloh SWT yang harus
dipelihara dan tentunya harus dipertanggungjawabkan kelak.

5. Adanya asas keadilan antara laki-laki dan perempuan sehingga akan tercipta
kesejahteraan sosial dalam menghindari adanya kesenjangan maupun kecemburuan
sosial.

6. Melalui sistem waris dalam lingkup keluarga.

7. Selain itu harta warisan itu bisa juga menjadi fasilitator untuk seseoranng
membersihkan dirinya maupun hartanya dari terpuruknya harta tersebut.

8. Mewujudkan kemashlahatan umat islam.

9. Dilihat dari berbagai sudut, warisan atau pusaka adalah kebenaran, keadilan, dan
kemashlahatan bagi umat manusia.

10. Ketentuan hukum waris menjamin perlindungan bagi keluarga dan tidak merintangi
kemerdekaan serta kemajuan generasi ke generasi dalam bermasyrakat

Anda mungkin juga menyukai