Anda di halaman 1dari 4

TUGAS KESIUMPULAN ARABIAN CUISINE

Nama :M.faizal aziz sulistyo


Kelas :grand chef school /semester 4
Nim :2181202047
Kenapa mayoritas orang arab memakan daging unta ?

Orang Inggris bilang You are what you eat. Apa yang dimakan dan bagaimana
cara memakannya akan menentukan siapa Anda. Pepatah itu banyak benarnya.
Orang Arab, misalnya, akan ketahuan ke-arab-annya dari tradisi kulinernya.
Bagi orang Arab yang hidup di Jazirah Arab, makan itu konsep dari
keramahtamahan. Di Arab Saudi, sebagai contoh, makanan adalah urusan
keluarga, bahkan urusan keluarga besar. Makanan biasanya dihidangkan dalam
tampah besar berisi aneka ragam menu dan disantap ramai-ramai. Bukan
memakai piring atau wadah terpisah, namun dari tampah besar dan dikelilingi
bersama-sama di semua sisinya. Sebagai anggota rombongan amirul haj, tahun
lalu saya diundang jamuan makan oleh muassasah untuk menikmati nasi mandi.
Itu istilah betul-betul harfiah, karena tumpukan nasi di tampah besar dicampur
atau di-mandiin alias diguyus daging ayam, domba, unta. Lalu ditaburi macam-
macam rempah, sayur-sayuran, saus sambal, dan saus tomat. Bersama sekitar
tujuh orang tamu, di meja saya dihidangkan satu tampah berisi satu domba yang
sudah dipotong-potong lengkap dengan kepalanya. Sementara di meja utama,
saya melihat sekitar 10 orang tamu dengan tampah berisi satu unta guling.
"Betul-betul mandi unta," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Bahrul
Hayat, menceritakan jamuan makan dari Muassasah bagi rombongan Amirul
Haj Indonesia. Masih ada beberapa lagi pejabat Indonesia turut dalam berburu
kuliner di Arab Saudi saat itu. Itu cerita tahun lalu. Tahun ini, tepatnya pekan
lalu, saya kembali ke Arab Saudi bersama Bahrul Hayat atas undangan Liga
Muslim Dunia atau Rabithah Alam Islamy. Kali ini, kata Bahrul, "Kita berburu
makan sendiri". Maka dimulailah perburuan makanan Arab di negerinya sendiri.
"Saya tahu dimana makan yang enak," kata Bahrul. "Tidak perlu di restoran
mahal, tapi di kaki lima juga banyak yang enak," katanya lagi. Bahrul hampir
setiap tahun berangkat haji dan berkunjung ke Arab Saudi karena jabatannya.
Dia paham betul apa dan bagaimananya kuliner dan tempat makan di Arab
Saudi, di jalur Jeddah-Mekkah-Madinah. Bahrul cenderung tidak protokoler,
bisa makan dimana saja dan sama siapa saja, termasuk di kaki lima. "Saya
sudah bosan dengan makanan di hotel atau restoran mewah. Saya carinya
makanan yang enak, bukan yang mewah," katanya. Maka petualangan berburu
kuliner Arab bersama petinggi Kementerian Agama itu dimulai seusai tawaf di
Masjidil Haram. Kami mencari sarapan otentik Arab di kaki lima di belakang
Masjidil Haram. "Kita sarapan roti khas Arab ya," katanya mengajak mojok di
kedai Arab. Roti khas Arab itu namanya khubz. Roti ini dibuat dari gandum dan
berbentuk bundar. Biasanya khubz dipotong membentuk segitiga terlebih
dahulu sebelum disajikan. Masyarakat Arab menggunakan khubz sebagai teman
memakan fuul (bubur kacang) atau bubur pisang. Yang membuat roti gandum
bundar itu enak adalah disajikan selagi panas. Begitu juga kari ayam, kari
kambing, atau kari ikan tuna yang berfungsi sebagai kuah. Semuanya masih
panas karena baru dikeluarkan dari tungkunya. Bagi yang senang pedas,
disajikan cabe hijau mentah yang kalau digigit menimbulkan bunyi
krenyes...krenyes. Untuk minumannya tersedia susu, yoghurt, teh dan kopi. Tapi
yang paling disukai adalah jus kurma segar yang diblender dari biji kurma
mentah. Ada juga jus buah delima dan strawberry. "Saya harus bilang wow
sambil koprol tiga kali," kata Ihwanul Kiram, mantan Pemimpin Redaksi
Republika, memuji lezatnya sarapan khas Arab itu. Untuk makan malam di
Mekkah, kami memilih nasi kabsa, terbuat dari beras basmati dicampur cabe,
daging, dan sayur-sayuran. Nasi kabsa dihidangkan dalam satu nampan besar
untuk empat sampai tujuh orang. Lauknya disediakan macam-macam kebab di
piring terpisah. Kami bisa memilih sesuai selera kebab daging ayam, daging
sapi, daging kambing, daging unta. Ada juga tersedia ikan bakar dan udang
goreng. Untuk makanan pembuka, dihidangkan shawarma atau sandwich khas
daerah Timur Tengah. Shawarma, yang di Indonesia lebih terkenal sebagai
kebab Turki, terdiri atas irisan daging tipis-tipis, potongan tomat dan mentimun,
lalu dibungkus dengan roti. Di restoran tempat kami makan, daging yang
dipakai untuk membuat shawarma diambil dari lempengan yang ditumpuk
sehingga berbentuk seperti gelendong silinder. Di bawahnya ada tungku api
untuk memanaskan. Lalu dipotong dalam irisan kecil-kecil oleh pisau panjang
yang tajam. Lalu Bahrul Hayat, seorang doktor psikologi lulusan Universitas
Chicago, Amerika Serikat, menjelaskan kaitan makanan dan karakter
kelompok-kelompok etnis manusia. Ia menjelaskan karakter manusia terutama
dipengaruhi faktor genetikanya, baru kemudian asupan makanan dan
minumannya. Menurut Bahrul, orang Arab suka makan daging karena struktur
geografinya memang mendukung. Di jazirah Arab yang dipenuhi gunung-
gunung batu dan gurun pasir, hewan yang hidup hanyalah kambing gunung dan
unta gurun. Karena air terbatas, maka ikan-ikanan sulit hidup di jazirah Arab.
"Jadi jangan heran kalau orang Arab lebih banyak makan daging," katanya.
Meskipun demikian, kata Bahrul, bukan berarti orang Arab tidak suka makan
ikan. Bahrul membuktikan bahwa di Arab Saudi restoran seafood juga ada.
Makanya dalam perjalanan dari Mekkah ke Medinah sepanjang 400 km, kami
mampir di sebuah restoran makanan laut. Kira-kira 150 km sebelum kota
Madinah, di kawasan yang disebut Sasco, kami berhenti untuk makan siang.
Kali ini, dia mengajak kami untuk membuktikan kelezatan ikan goreng Arab di
tengah gurun pasir itu. Ikan sejenis kakap atau kerapu itu digoreng kering begitu
saja. Tidak dikasih bumbu lagi. Hanya disajikan dengan sup kaldu kambing,
sayuran, dan cabe hijau mentah. Bahkan, kecap dan sausnya pun tidak tersedia.
Khalas! Kenyang banget.

Anda mungkin juga menyukai