Anda di halaman 1dari 20

MIND MAPPING SKENARIO/KASUS

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA

RESUME HASIL BELAJAR MANDIRI

Eritropoiesis
 Proses pembentukan eritrosit memerlukan:
1. sel induk: CFU-E, BFU-E, normoblast (eritroblast)
2. bahan pembentuk eritrosit: besi, vitamin Bl2, asam folat, prtein
3. mekanisme regulasi: faktor perrumbuhan hemopoetik dan hormon eritropoetin
 Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi rata-rara selama 120 hari
 Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES
 Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut
sebagai hemolisis
 Komponen eritrosit terdiri atas:
1. Membran eritrosit
2. Sistem enzim; yang terpenting: dalam Embden Meyerhof pathway: pyruvate kinase

13
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
dalam pentose pathway enzim G6PD (glucose 6-p hosp hate dehydrogenase)
3. Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen. Komponennya terdiri atas:
- heme, yang merupakan gabungan proroporfirin dengan besi
- globin: bagian protein yang rerdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.

Anemia Defisiensi Besi


 Definisi: berkurangnya jumlah total besi di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi terjadi
ketika defisiensi besi yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan eritropoesis
terganggu dan menyebabkan terbentuknya anemia. Keadaan ini akan menyebabkan
kelemahan sehingga menjadi halangan untuk beraktivitas dan juga mengganggu
pertumbuhan
 Etiologi:
 Makanan yang sedikit mengandung zat besi.
 Masa kehamilan.
 Perdarahan.
 Malabsorpsi zat besi.
 Epidemiologi
1.) Umumnya terjadi pada usia 5-24 th. anak perempuan 2,6%
2.) Prevalensi lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih
 Manifestasi Klinis
1.) Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan bergaris-
garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.
2.) Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan
mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
3.) Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan.
 Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung
lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap defisiensi besi, yaitu:

14
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA

 Gejala Klinis
Gejala awal anemia defisiensi besi, terkadang tidak terdeteksi karena sangat ringan. Saat
zat besi dalam darah semakin berkurang dan anemia bertambah parah, maka gejala lebih
jelas terlihat seperti:
1.) Mudah lelah dan lemah.
2.) Nafsu makan menurun, terutama pada bayi dan anak-anak.
3.) Nyeri dada, detak jantung menjadi cepat, dan sesak napas.
4.) Pucat.
5.) Pusing atau pening,
6.) Kaki dan tangan dingin.
7.) Kesemutan pada kaki.
8.) Lidah bengkak atau terasa sakit.
9.) Makanan terasa aneh
10.) Telinga berdengung.
11.) Kuku menjadi rapuh atau gampang patah.
12.) Rambut mudah patah atau rontok.
13.) Mengalami kesulitan dalam menelan (disfagia).
14.) Luka terbuka di ujung mulut.
 Diagnosis
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan laboratorium:
A. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N : 80 – 180 ug/dl) Saturasi transferin <15 % (N ; 20 –
50%)
15
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
B. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N : 80 – 180 ug/dl) Saturasi transferin <15 % (N ; 20 –
50%)
 Komplikasi
- Masalah pada jantung (detak jantung yang cepat dan tidak beraturan).
- Kelainan prematur atau berat badan lahir yang rendah pada bayi.
 Tata Laksana
1. Modifikasi Diet
2. Penanganan kondisi penyerta
3. Terapi besi oral
4. Terapi besi parenteral
5. Transfusi darah
 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja dan diketahui
penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
 Edukasi
1. Mencegah perdarahan
2. Diet tinggi Fe
3. Kepatuhan minum obat 

Anemia pada penyakit kronis


 Definisi: anemia yang dijumpai pada keadaan penyakit kronis tertentu, yang khas
ditandai dengan adanya gangguan metabolisme besi sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan.
 Etiologi: Untuk terjadinya anemia, diperlukan waktusekitar satu hingga dua bulan setelah
infeksi terjadi pada pasien. Derajat anemia yang diderita sebanding dengan berat ringannya
gejala, seperti demam, debilitas umum.
 Epidemiologi: Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia yang paling sering
nomor dua setelah anemia defisiensi besi, jadi anemia pada penyakit kronik tergolong anemia
yang cukup dijumpai. Penyakit yang paling sering menyebabkannya adalah cronic kidney
16
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
disease, HIV, inflamatorry bowel disease, rheumatoid arthtitis, dan heart failure.
 Gejala Klinis: Keluhan yang dialami pengidap anemia penyakit kronis bervariasi
tergantung dari beratnya anemia. Biasanya, penyakit kronik menyebabkan anemia yang
ringan atau sedang. Namun pada keadaan tertentu, dapat pula anemia yang berat. Pada
anemia ringan, pengidap tidak mengalami gejala. Pada kondisi yang lebih berat, dapat
terjadi gejala umum.
 Patofisiologi: Obesitas lemak (lemak)  inflamasi radang sendi  terapi non steroid
Sitokinin inflamasi Menekan Eritropoesis Absorbsi besi di usus menurunAkitfasi
mobilisasi sistem RES ke plasma menurun
 Pemeriksaan Fisik: Pada mata ditemukan konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik dan Lidah
mengalami papil atrofi
 Tata Laksana:
- Tatalaksana anemia penyakit kronis berupa tatalaksana penyakit yang mendasarinya.
- Pada kasus yang disertai gangguan hemodinamik dapat diberikan transfusi darah dan
kadar hb sebaiknya di pertahankan 10-11g/dl. Pemberian preparat besi (fe) tidak
direkomendasikan pada penyakit ini.
- Pemberian terapi eritropoetin hanya diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal
ginjal, mieloma multiple, artritis reumathoid dan pasien hiv. Pemberian eritropoetin ini
memiliki efek anti -inflamasi dengan cara menekan produksi tnf-alfa dan interferon
gamma. Namun tetap tetapi lebih utama ke penyakit yang mendasarinya
 Prognosis
- Prognosis terkait dengan kondisi sistem imun yang dimediasi oleh berbagai zat-zat
peradangan (inflamasi) yang dapat menyebabkan tubuh tidak dapat menyimpan
ataupun menggunakan zat besi secara normal untuk membentuk sel darah merah baru.
- Untuk mendapat prognosis yang baik dengan cara menyingkirkan terlebih dahulu
penyakit yang mendasari terjadinya anemia, jika tidak ditangani dengan baik maka
anemia jenis ini dapat mengarah kematian dengan cepat, tergantung dari jenis penyakit
yang mendasarinya.

Anemia Defisiensi Asam Folat


 Definisi
Keadaan dimana jaringan tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup akibat kurangnya
jumlah produksi eritrosit. Defisiensi asam folat apabila kadar asam folat di bawah normal
yaitu folat serum < 3 ng/ml dan folat entrosit < 130 mg/ml.
 Etiologi

17
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Menurut beberapa penelitian, defisiensi asam folat dapat disebabkan oleh Kurangnya asam
folat yang berfungsi dalam metabolisme asam amino untuk proses pembuatan eritrosit.
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurangnya asam folat :
- Kurangnya asupan asam folat saat hamil dan menyusui
- Diet yang inadekuat pada bayi, anak- anak dan orang tua
- Obat – obatan seperti fenitoin, primidone, fenobarbital, kontrasepsi oral
- Defisiensi enzim bawaan

 Epidemiologi
- Anemia defisiensi asam folat paling sering diderita oleh ibu hamil dan ibu
menyusui
- Dapat terjadi pada bayi premature di minggu – minggu awal kelahiran
- Sosioekonomi rendah dan kelompok lansia memiliki resiko tinggi kurangnya
asupan asam folat
 Gejala klinis
- Glossitis
- Atrofi papil lidah sehingga lidah terlihat licin
- Stomatitis angularis
- Diare
- Anoreksia
- Ikterus ringan
 Patofisiologi
Asam folat berperan dalam metabolism asam amino yang diperlukan dalam pembentukan
sel darah merah. Penyimpanan folat didalam tubuh tidak terlalu baik, defisiensi folat dapat
terjadi dalam beberapa minggu hingga berbulan bulan karena kurangnya asupan folat.
Sebagian serum folat berbentuk 5-metil THFA tidak aktif, saat masuk sel 5-metil THF
demetilat menjadi THFA aktif dalam reaksi enzimatik yang bergantung pada folat. B-12
sebagai kofaktor demitilasi, jika tidak ada folat akan tetap dalam sel sebagai 5-metil THFA.
THFA terlibat dalam pemeliharaan eritropoiesis, sehingga kurangnya asam folat dapat
menyebabkan kerusakan pembelahan sel, akumulasi metabolit toksik, dan pemberian reaksi
metilasi yang diperlukan untuk regulasi ekspresi gen.
 Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis dan membedakan dari anemia defisiensi vitamin B, dilihat dari
hasil lab pemeriksaan folat serum dan folat eritrosit. Pemeriksaannya menggunakan cara
18
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
microbiological assay atau competitive binding technique. Pasien didiagnosis anemia
defisiensi asam folat bila kadar asalm folat serum kurang dari 3 mg/ml dan asam folat
eritrosit kurang dari 100 mg/ml.

 Penatalaksanaan
I. Farmakologi
1.) Fase akut : diberikan asam folat 1-5 mg IM dilanjutkan dengan 1-2 mg/hari
oral selama 1-2 minggu
2.) Terapi profilaksis pada bayi premature 50 mg/hari selama 4 bulan (bila
penyebab belum bisa diatasi, terapi membutuhkan waktu yang lebih lama)
II. Non-Farmako : menkonsumsi bahan makanan yang mengandung asam folat
 Prognosis
Pada umumnya baik. Jika diagnosis dan pengobatan yang diberikan cepat dan tepat
maka respon terapi akan cepat

19
Unit Pengembangan Pendidikan
Semester IV
Anemia Aplastik

 Definisi

Kegagalan sumsum tulang baik secara fisiologis maupun anatomis. Penyakit ini ditandai
oleh penurunan atau tidak ada faktor pembentuk sel darah dalam sumsum tulang,
pansitopenia darah perifer, tanpa disertai hepatosplenomegali atau limfadenopati.
 Etiologi
- Sebagian besar idiopatik
- Radiasi
- Benzen
- Kemoterapi
 Epidemiologi
- Relatif jarang ditemukan.
- Insidens berkisar antara 2-6 kasus per 1juta penduduk per tahun.
- Umumnya terjadi pada usia 15-25th.
- Jarang terjadi pada usia 60th.

 Gejala Klinis
- Kelelahan
- Lemas
- Perdarahan
- Keluhan pusing
- Pucat
- Jantung berdebar
- Nafsu makan berkurang
- Sesak napas
- Tinitus
- Penglihatan kabur
- Dispnea.
 Klasifikasi Anemia Aplastik

Klasifikasi Kriteria
An Anemia aplastik berat
 Selularitas sumsum tulang  <25%
 Sitopenia, minimal dua dari tiga sel darah  Hitung neutrofil <500/µL
 Hitung trombosit <20.000/µL
 Hitung retikulosit absolut <60.000/µL
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti kriteria anemia aplastik berat,
kecuali hitung neutrofil <200/µL
Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposeluler, namun sitopenia
tidak memenuhi kriteria berat

 Patofisiologi

Kerusakan pada sumsum tulang ditimbulkan oleh paparan radiasi, benzene dan kemoterapi
sitotoksik. Dampak kerusakan ini bersifat dose-dependent dan transien pada dosis
konvensional, benzene juga merusak hematopoiesis. Paparan benzena merupakan faktor
risiko yang dapat diabaikan, hanya sebagian kecil dari kasus kegagalan sumsum di
kebanyakan negara. Kegagalan sumsum adalah efek langsung, bukan konsekuensi akhir,
dari paparan benzena.
 Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan temuan pada pansitopenia pada pemeriksaan darah tepi dan
hiposelularitas pada biopsi sumsum tulang.
Darah Tepi LED Hemostasis Sumsum Tulang
• Ditemukan • Selalu • Waktu • Gambaran
anemia meningkat perdarahan hiposeluler,
normostik . memanjang kepadatan
nomokrom, (karena sumsum
anisositosis, trombositop tulang < 25%
poikilositosis, enia). banyak terisi
trombosit dan oleh lemak.
granulosit
dalam jumlah
rendah,
retikulosit
rendah atau
normal.

 Tatalaksana

Tatalaksana Definitif Terapi Immunosupresi Terapi Suportif


• Transplantasi sumsum • Antilymphocyte • Transfusi Darah 
tulang (TST), dilakukan globulin (ATGam) Pasien dengan
jika : 20 mg/KgBB/Hari anemia berikan
• Pasien berusia selama 4 hari transfusi PRC
>20th ditambah siklosporin • Terapi Infeksi
• Pasien dengan A (CsA) 12-15 • Infeksi 
hitung neutrofil mg/KgBB selama 6 penyebab kematian
sangat rendah bulan anemia aplastik.
Antibiotik yg
diberikan baiknya
berspektrum luas.

 Komplikasi

Infeksi berat (dapat berakibat fatal), perdarahan, gagal jantung pada anemia berat.

 Prognosis

Tergantung pada derajat penyakit. Pada tahun pertama setelah didiagnosis, pasien dengan
survival rate sekitar 20%. Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan,
atau komplikasi transfusi darah.
Anemia hemolitik
 Definisi
 Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis
adalah pemecahan erirrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum
masa hidup rara-rara eritrosit yaitu 120 hari).

 Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence), yaitu pemecahan eritrosit


karena memang sudah cukup umurnya.

 Klasifikasi anemia hemolitik


 Gangguan lntrakorpuskuler

a. Herediter - Familier
1. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
a) Hereditary spheroclosls
b) Hereditary elliptacytosis
c) Hereditary stomacytosis

2. Gangguan metabolismeiensim eritrosit (Ensimopati)


a) Defek pada jalur heksosemonofosfat
Defisiensi G-6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)
b) Defek pada jalur Embden-Meyerhoff Defisiensi piruvat-kinase
c) Nucleotide enzyme defects

3. Gangguan pembentukan hemoglobin (Hemoglobinopati)


a) Hemoglobinopati struktural (kelainan struktur asam amino pada
rantai alfa atau beta: HbC, HbD, HbE, HbS, unstable Hb, dll
b) Sindrom thalassemia (gangguan sintesis rantai alfa atau beta)
Thalassemia alfa, beta, dll.
c) Heterosigot ganda, hemoglobinopati dan thalassemia Thalassemia-
HbE, dll
b. Didapat
1. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)
 Gangguan Ekstrakorpuskuler

a. Didapat
1. Imun
Autoimun
- warm antibody type
- cold antibody type
2. Aloimun
- Hemolytic transfusion reactions
- Hemolytic drsease of new born
- Altograft (bone marrowtransplantation)
3. Drug assoclafed
4. Red cell fragmentation syndrome
- Graft arteri dan Katup jantung (buatan)
5. Mikroangiopatik
- Thrombotic Thrombocytopenic purpura (TTP)
- Hemolytic uremic syndrome (HUS)
- Dissemlnated intravascular coagulation (Dtc)
- Pre-eklampsia
6. March hemoglobinuria
7. Infeksi
- Malaria
- Clostridia
 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua klasifikasi:
1. intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit itu sendiri,
misalnya karena faktor herediter, gangguan metabolismenya, gangguan
pembentukan hemoglobinnya.
2. ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang biasanya didapat,
misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi.
 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa anemia hemolitik tidak memiliki
kecenderungan jenis kelamin dan ras. Hanya saja, pada Autoimmune Hemolytic
Anemia angka kejadianya dilaporkan sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Selain itu, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) lebih banyak ditemukan
pada laki-laki karena diturunkan secara X resesif. Pada defisiensi G6PD, perempuan
menjadi karier. Autoimmune Hemolytic Anemia termasuk penyakit yang jarang.
Insidensinya sebanyak 1-3 kasus per 100.000 populasi per tahun.
 Gejala Klinik
Gejala umum seperti pada semua anemia lainnya, gejala umum anemia akan timbul jika
hemoglobin turun. Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter: Didapatkan gejela
ikterus, splenomegali atau hepatomegaly, kholelithiasis, kelainan tulang, ulkus pada
kaki, serta timbulnya krisis. Sedangkan pada Anemia Hemolitik Akut Didapat gejalanya
adalah Syok dan gagal ginjal akut, nyeri pinggang dan perut, sakit kepala, maleise,
kramp perut, sehingga gejalanya menyerupai gejala abdomen akut.
 Patofisiologi
Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat
terjadi perlahan-lahan sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi
dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin. Tergantung
derajat hemolisis, apabila derajat hemolisis ringan sampai sedang maka sumsum tulang
masih dapat melakukan kompensasi 6 sampai 8 kali normal sehingga tidak terjadi
anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolitik terkompensasi (compensated
hemolytic state). Akan tetapi, apabila derajat hemolisis berat maka mekanisme
kompensasi tidak dapat mengatasi hal tersebut sehingga terjadi anemia hemolitik.
Derajat penurunan hemoglobin dapat bervariasi dari ringan sampai sedang. Penurunan
hemoglobin dapat terjadi perlahan-lahan, tetapi sering sekali sangat cepat (lebih dari 2
g/dl dalam waktu satu minggu).
 Diagnosis
Anemia hemolitik dapat didiagnosis jika terdapat anemia yang disertai dengan tanda-
tanda destruksi eritrosit, dan/atau tanda-tanda peningkatan eritropoesis. Tetapi tidak ada
tes tunggal yang realiabel untuk memastikan diagnosis karena harus dilakukan
kombinasi beberapa macam tes, serta dengan menyisihkan penyebab-penyebab lain
yang memberikan tanda-tanda yang sama.
Wintrobe memberikan petunjuk praktis, Anemia hemolitik patut dicurigai jika
didapatkan:
1. tanda-tanda destruksi eritrosit berlebihan bersamaan dengan tanda-tanda
peningkatan eritropoesis. Hal ini ditandai oleh anemia, retikulositosis dan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah. Apabila tidak dijumpai tanda
perdarahan ke dalam rongga tubuh atau jaringan maka diagnosis anemia hemolitik
dapat ditegakkan.

2. Anemia persisten disertai retikulositosis tanpa ada tanda-tanda perdarahan yang


jelas. Jika perdarahan dan pemulihan anemia defisiensi akibat terapi dapat
disingkirkan, diagnosis anemia hemolitik ditegakkan.

3. Apabila terdapat penurunan hemoglobin lebih dari 1 g/dl dalam waktu satu minggu
(melebihi kemampuan kompensasi eritropoesis) serta perdarahan akut dan
hemodilusi dapat disingkirkan maka anemia hemolitik dapat ditegakkan.

4. Apabila dijumpai hemoglobinuria atau tanda hemolisis intravaskuler yang lain.

 Pengobatan
Pengobatan Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut
serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi kasus per kasus. Akan tetapi,
pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Terapi gawat darurat

Pada hemolisis akut terurama hemolisis intravaskuler dimana terjadi syok dan gagal
ginjal akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia
berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun
dilakukan cross matching, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga memberatkan fungsi
organ lebih lanjut. Akan tetapi, jika syok berat maka tiada pilihan selain transfusi.
Dilakukan penentuan tipe genotipe golongan darah, dan penentuan antibody spesifik.
Darah yang cocok untuk sistem ABO dan sistem Rh harus di-cross match dengan darah
penderita, hasil yang paling cocok dapat diberikan. Namun, pengawasan harus betul-
betul ketat apabila hemolysis tetap terjadi dapat dipertimbangkan exchange transfusion.
2. Terapi suportif simptomatik

Terapi suportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan untuk menekan proses


hemolisis terutama di limpa (lien). Eritrosit dengan kerusakan ringan dikeluarkan lewat
limpa, tetapi eritosit dengan kerusakan berat dikeluarkan lewat organ lain, terutama hati.
Splenektomi dapat menimbulkan remisi atau mengurangi gejala pada beberapa bentuk
anemia hemolitik kronik.

3. Terapi kausal

Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan kesembuhan total.
Tetapi sayang sekali sebagian besar kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh
penyebab herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
etiologinya jelas maka terapi kausal harus segera dilaksanakan. Pemaparan terhadap
bahan kimia, fisik, atau obat harus dihentikan. Jika penyebabnya infeksi maka infeksi
harus diobati dengan sebaik-baiknya. Transplantasi sumsum tulang memberikan harapan
penyembuhan pada kasus anemia hemolitik herediter-familier terutama thalassemia.
 Prognosis
Prognosis anemia hemolitik berbeda tergantung penyebab terjadinya hemolisis. Secara
umum, angka mortalitas relatif rendah pada anemia hemolitik. Akan tetapi, risiko
mortalitas lebih tinggi pada pasien usia tua dan pasien dengan kelainan kardiovaskular.

Patofisilogi Keluhan Pasien


1. Lemas

Anemia disebabkan oleh menurunnya kadar Hemoglobin dalam sel darah merah. Penurunan
kadar Hemoglobin tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya: pendarahan yang hebat ,
defisiensi zat gizi (zat besi, asam folat, dan vit. B12), produksi sel-sel darah disumsum
tulang menurun, penghancuran sel darah sebelum waktunya dengan jumlah yang banyak.
Dengan adanya penyebab-penyebab diatas, kadar hemoglobin dalam tubuh turun dari kadar normal
nya. Hemoglobin merupakan pengangkut oksigen untuk keseluruh jaringan tubuh, dengan kadar
hemoglobin turun, kadar oksigen pun turun secara tidak langsung. Kadar oksigen yang turun
menyebabkan, metabolisme sel turun, dengan turun nya metabolisme sel, energi yang dihasilkan
juga sedikit, sehingga orang tersebut akan mudah lemas karena kurang nya energi. Saat proses
metabolisme sel secara aerob tidak optimal,berlangsung proses metabolisme anaerob. Pada
metabolisme anaerob, energi yang dihasilkan sedikit dan menghasilkan banyak asam laktat dan
terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan muscle weakness.

2. Jantung berdebar-debar
Pada anamnesis, selain lemas pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya kapasitas oksigen dalam darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai sel darah
merah, dan akhirnya menyebabkan hipoksia jaringan. Lalu tubuh melakukan kompensasi awal yaitu
meningkatkan volume plasma dengan cara cairan ekstrasel (interstitial) masuk kedalam ruang
intravaskular, tetapi darah menjadi lebih encer. Sehingga darah pun mengalir lebih cepat dan
menyebabkan keadaan hiperdinamis. Keadaan ini akan membuat perubahan sistem kardiovaskular,
yaitu peningkatan volume stroke dan peningkatan denyut jantung.

3. Pucat
Selain jantung berdebar-debar,manifestasi yang terlihat adalah pucat. Kekurangan ser dara
merah mengakibatkan berkurangnya jumlah haemoglobin dalam darah. Hemoglobin memiliki
peranan penting dalam memberikan warna kulit kemerahan. Hipoksia jaringan menyebabkan
berkurangnya intensitas merah pada kulit. Hal tersebut membuat kulit terlihat lebih pucat atau
sering disebut dengan pollar.

4. Mudah lelah
Pada anamnesis, pasien juga mengeluhkan mudah lelah. Hal ini disebabkan juga oleh hipoksia
jaringan yang terjadi akibat suplai sel darah merah yang menurun dan mengganggu pengangkutan
oksigen ke jaringan. Oleh karena itu, jaringan (otot) dapat menjadi mudah lelah, karena otot
memerlukan respirasi sedangkan kadar oksigen yang ada pada otot kurang dari normal, sehingga
menjadi mudah lelah.

5. Mual
Pada anamnesis, pasien juga mengeluhkan mual. Hal ini disebabkan oleh efek samping dari obat
piroksikanm yang pasien konsumsi, Piroksikam digunakan untuk pengobatan rematik, artritis,
gout akut, spondolitis ankilosa serta menghilangkan nyeri. Piroksikam merupakan salah satu
obat NSAID, yang menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan inhibisi
enzim siklooksigenase. Sehingga organ lambung tidak mendapat perlindungan jadinya
mengakibatkan gangguan pada lambung seperti rasa terbakar, mual, sekresi dari asam lambung
yang terjadi terus menerus (sekresi ini diinhibisi oleh prostaglandin), tukak lambung, muntah,
hingga pendarahan lambung. Oleh karena itu dapat menyebabkan rasa mual.

6. Nyeri ulu hati


Pada anamnesis, pasien juga mengeluhkan adanya mual serta nyeri pada ulu hati pasien. Hal ini
disebabkan oleh efek samping dari obat piroksikam, salah satu obat NSAID, yang menghambat
sintesis prostaglandin. Sehingga menyebabkan tidak adanya perlindungan terhadap organ lambung
seperti sekresi dari asam lambung yang terjadi terus menerus (sekresi ini diinhibisi oleh
prostaglandin), iritan lambung, tukak dan perdarahan saluran cerna. Oleh karena itu dapat
mengakibatkan nyeri pada ulu hati.
REFLEKSI BELAJAR MANDIRI

1. Apakah hasil yang Anda peroleh setelah Anda belajar mandiri? (ceritakan kemajuan
belajar yang Anda rasakan setelah belajar mandiri)
 Saya jadi dapat mengetahui jenis-jenis anemia dan patogenesis dari keluhan pasien

2. Apakah kesulitan yang Anda alami saat belajar mandiri?


 Mencari sumber bahan belajar yang mudah dipahami
3. Apakah perbaikan yang dapat Anda lakukan untuk mengoptimalkan belajar mandiri Anda?
 Rajin membaca dan fokus dalam belajar

Depok,30 maret 2020

Tutor

( )

Anda mungkin juga menyukai