Anda di halaman 1dari 1

Keris Kyai Condong Campur

Condong Campur adalah salah satu keris pusaka milik Kerajaan Majapahit yang
banyak disebut dalam legenda dan folklor. Keris ini dikenal dengan nama Kanjeng
Kyai Condong Campur.
Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang
dengan kembang kacang, satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran
panjangnya sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga
menggunakan gusen dan lis-lis-an.
Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan
perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti
keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau
perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk
menyatukan suatu keadaan tertentu.

Filosofi Sejarah
Ketika Kerajaan Majapahit sudah menjapai masa kejayaannya, terjadi banyak sekali
perbedaan (heterogenitas di negeri itu. Heteroginitas ini menyebabkan terjadinya
perpecahan di masyarakat,baik dari aspek agama, budaya, kasta, dsb. Paling tidak
ada 2 golongan yang memiliki perbedaan pandangan sangat tajam pada masa itu,
yaitu:

• Golongan pertama, yaitu golongan pemilik modal, pedagang dan pejabat.


• Golongan kedua, yaitu golongan masyarakat bawah yang kecewa dengan
kondisi yang mereka alami, seperti keterpurukan nasib, tekanan hidup dan
penindasan.
Dalam dunia keris, golongan pertama di atas dapat diibaratkan dengan keris
dengan dapur Sabuk Inten. Sabuk berarti ikat pinggang. Sedangkan Inten berarti
intan atau permata. Dengan demikian, Sabuk Inten memvisualisasikan golongan
pemilik modal yang bergelimang harta benda.
Golongan kedua yang disebutkan di atas adalah masyarakat kelas bawah yang
kecewa, marah, terhadap keadaan. Dalam bahasa Jawa, perasaan mereka
disebut sengkel atine atau jengkel hatinya. Dalam dunia keris, kondisi ini identik
dengan keris dengan dapur Sengkelat, yang namanya diambil dari kata sengkel
atine.
Dengan adanya perbedaan tersebut, diupayakan adanya persatuan dan pembauran
(condong campur) antar golongan. Tetapi yang kemudian terjadi hanyalah
pembauran semu di permukaan saja. Padahal sesungguhnya tidak terjadi
pembauran dalam kehidupan masyarakat. Tidak berhasilnya upaya pembauran ini
sesungguhnya disebabkan ketidakinginan para pemilik modal untuk melakukan
pembauran tersebut dan khawatir akan terganggunya kepentingan mereka.

Anda mungkin juga menyukai