Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Dosen Pembimbing :

Ibu Lisna Agustina, S.Kep., Ns., M.Kep

Nama Mahasiswa :

Amanda Desvilianty

20.156.03.11.007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MEDISTRA INDONESIA

BEKASI

2021
LAPORAN PENDAHULUAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. LATAR BELAKANG

1. DEFINISI LANSIA

Pengertian lanjut usia menurut UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik
pria maupun wanita, masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang dan atau jasa ataupun tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain. Peningkatan harapan hidup akan
mempengaruhi terhadap peningkatan penambah usia seseorang. Penambah usia
seseorang yang akan berakhir menjadi proses penuaan Aging (Ekasari et al., 2018).
Proses penuaan ditandai dengan penurunan fungsi bilogis, psikologis dan sosial.
Penurunan tidak hanya dilihat dari kemampuan fisiknya tetapi juga kemampuan sosial
dan psikologis (Mubarak 2010 dikutip dalam Prabasari et al., 2017) menjelaskan
pertambahan usia akan terjadi perubahan struktur dan fisiologis dari berbagai sel,
jaringan, organ dan sistem pada manusia itu di mana akan terjadi kemunduran fisik
dan psikis.
Dalam beberapa penelitian dikatakan seorang lansia tidak hanya terpaut pada segi
usia namun menunjukkan peran fungsi dan tugas-tugas nya yang telah dilalui selama
kehidupannya dalam melalui berbagai tahap perkembangan hingga sebagai orang tua
itu sudah terpenuhi. (Prabasari et al., 2017)

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN LANSIA

a. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi menjelaskan bawah pada seorang Lansia yang sudah mengalami
pensiunan kemunduran dalam mencari nafkah sehingga sering ditemukan dalam
kondisi ekonomi rendah yang akan berpengaruh pada kemampuannya untuk
melakukan skrining kesehatan ataupun biaya pengobatan adanya kendala.
b. Faktor Keluarga
Terkaitan adanya kelengkapan Keluarga yang ada sebagai bagian factor
kesehatan lansia. Ditinjau dari tempat tinggal, Bersama siapa tinggal atau hidup
dengan adanya keluarga lebih dapat memperhatikan kesehatan terkait kondisi
lansia akan lebih terjaga kondisi kesehatan dan psikologi lansia tersebut
dibandingkan yang tidakkelengkapan keluarga
c. Faktor Biologis
Secara factor biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan,
dalam arti menurunnya daya tahan fisik uang ditandai dengan semakin rentannya
tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Di dalam struktur ekstra seluler terdapat jaringan pengikat yang mengeras yang
meyebabkan hambatan dalam sirkulasi dan nutrisi. Asupan nutrisi lansia akan
berpengaruh pada proses metabolisme tubuh yang nantinya juga berpengaruh
pada kesehatan
d. Faktor Pengetahuan
Lansia yang memiliki pengetahuan baik mengenai pentingnya menjaga
kesehatan akan berupaya untuk terus menjaga kesehatannya walaupun sudah tua.

3. PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOSOSIAL NORMAL PADA LANSIA


a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
a) Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60
tahun.
2) Sistem Intergumen
a) Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
b) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur.
Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian
dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia,
jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami
penuaan elastisitas.
c) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
d) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
e) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra
pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver
(hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
f) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
oleh ginjal.
g) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi
dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
h) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.(Kholifah,
2016)
b. Perubahan Psikososial
Psikososial berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada
aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial
mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya
(Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI dalam Yuanita, 2016).
Psikososial merupakan hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan
kesehatan mental atau emosionalnya yang melibatkan aspek psikologis dan aspek
sosial. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan
sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain.

1) Teori Perubahan Psikososial Lansia


Teori yang berkaitan dengan perubahan psikososial lansia menurut Aspiani
(2014) yaitu:
a) Teori Psikologi
(1) Teori Tugas Perkembangan
Menurut Havigurst (1972) Teori ini menyatakan bahwa tugas
perkembangan pada masa tua adalah :
(a) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
(b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
(c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
(d) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
(e) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang Memuaskan
(f) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
(g) Penyesuaian diri yang dilakukan lansia yakni untukberadaptasi dengan
perubahan-perubahan yang harus dilalui oleh seorang lansia sehingga
dapat mencapai tugas perkembangan yang sesuai
2) Perubahan psikososial
a) Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement) Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau
bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c) Depresi Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuan adaptasi.
d) Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan- gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa
muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
e) Parafrenia Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau
berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi
atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f) Sindroma Diogenes Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan
tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang
kembali

Perubahan Psikososial Perubahan psikososial selama proses penuaan akan


melibatkan proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia
seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus
dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan,
meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan
hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan
sosial.

Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan


keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki
masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:

a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).


b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan
beberapa hal sebagai berikut:
(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara hidup
(memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup
meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
(5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga.
(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri) (Ii & Teori, 2017)

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan
data/informasi secara terus-menerus tentang lansia yang dibinanya. Pengkajian
merupakan langkah awal pelaksanan asuhan keperawatan lansia. Focus pengkajian
gerontik dengan Diabetes Mellitus sebagai berikut :

a. Identitas yang berisi nama, usia, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, tempat
tinggal, status perkawinan, agama, suku, tanggal pengkajian

b. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi yang meliputi pekerjaan saat ini,
pekerjaan sebelumnya, sumber pendapatan

c. Lingkungan tempat tinggal meliputi keadaan tempat tinggal, kebersihan rumah,


sumber air minum, air mandi, air masak, kebersihan kamar mandi, kloset,
pengelolaan limbah.

d. Riwayat Kesehatan, meliputi :


1) Keluhan : Biasanya klien dengan keluhan banyak minum, sering kencing,
yang ditemukan pada lansia dm.
2) Riwayat kesehatan saat ini : Didapatkan adanya keluhan sering kencing pada
malam hari, banyak minum, terasa lapar namun hanya banyak ngemil, ada
rasa nyeri, kesemutan pada ekstremitas, bila ada luka, luka yang sukar
sembuh, Sakit kepala, kelelahan, cepat letih, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma hingga bingung.
3) Riwayat kesehatan masa lalu : penyakit yang pernah diderita klien sudah
berapa lama menderita DM, sudah berapa kali dirawat di RS, riwayat
pengunaan insulin dan obat-obatan apa saja yang sering dikonsumsi. Riwayat
kesehatan keluarga kaji mengenai penyakit yang serupa dengan klien.

e. Pengkajian Pola Gordon


1) Pola persepsi
Pada pasien diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan dan merasa baik-baik saja saat tidak
selalu untuk memeriksakan kadar glukosa darah pada penderita diabetic,
tentang dampak diabetic sehingga menimbulkan kecendurangan untuk tidak
mematuhi pencegahan, prosedur pengobatan dan perawatan yang lama. Lebih
dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko lebih
lanjut dapat penurunan kesedaran secara tiba-tiba jika tidak mematuhi pola
hidup sehat ataupun jenis diabetik yang akan berdampak pada integritas kulit
menjadi adanya luka kaki diabetik hingga terjadinya amputasi (Debra
Clair,Jounal Februari 201)
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual
muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka jika
terdapat luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur
6) Kongnitif persepsi
Pasien dengan jenis diabetic yang memiliki luka gangren cendrung
mengalami komplikasi lebih lanjut seperti gejala neuropati/ mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
8) Peran hubungan
Akibat penyakit kronik diabetic dengan membuat klien merasa kelelahan
sehingga intoleransi aktivitas untuk berinteraksi mulai berkurang hingga
komplikasi adanya Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas Angiopati
Dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah
tetapi mempengarui pola ibadah penderita.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan diawali dengan keadaan umum menandakan seberapa
tingkat keparahan penyakit, pemeriksaan Tanda-Tanda Vital (N, RR, TD, S)
dilanjutkan dengan pemeriksaan timbang BB dengan adanya penurunan BB atau
tidak, TB, pemeriksaan fisik head to toe dari ujung kepala hingga kaki seluruh
system tubuh inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pada pemeriksaan system endokrin
biasanya mengalami peningkatan pada pemeriksaan GDS.
3. Pemeriksaan diagnosis
a. Pemeriksaan glukosa darah
1) Glukosa Plasma Sewaktu
2) Glukosa Plasma Puasa
3) Glukosa 2 Jam Post Prandial (GD2PP)
4) Glukosa Jam Ke-2 Pada Test Toleransi Glukosa Oral
b. Pemeriksaan HbA1c
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti
tentang status dan masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan. Dengan demikian, diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan
masalah yang ditemukan setelah dilakukannya pengkajian. Diagnosis keperawatan
akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan, baik yang actual
maupun yang mungkin terjadi potensial, resiko.
Berdasarkan diagnose keperawatan pada lansia yang sering muncul berdasarkan
SDKI (2017) sebagai berikut :
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Hiperglikemia (D.0009)
b. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Resistensi Insulin
(D.0027)
c. Defisit Nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient (D.0019)
d. Inkontinensia urin berlebih/Urgensi (D.0043)
e. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan kurang
patuh pada rencana manajemen diabetes (D.0038)
f. Resiko Disfungsi Neurovaskuler perifer berhubungan dengan Hiperglikemia
(D.0167)
g. Resiko Jatuh berhubungan dengan perubahan kadar glukosa darah (D.0143)

Diagnosa yang didapatkan pada asuhan keperawatan pada lansia kelolaan Ny.
T di Desa Karangsatria Kecamatan Tambun Utara Bekasi 2021 yaitu sebagai
berikut :

a. Nyeri Akut
b. Gangguan Proses Keluarga
c. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
d. Resiko Jatuh
5. Perencanaan (Intervensi)
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien
yang dapat disusun sesuai dengan referensi NIC, SLKI.
6. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011 yang dikutip
dalam Varena, 2019).
7. Evaluasi
Menurut Nursalam, (2011) yang dikutip dalam (Varena, 2019), evaluasi
keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi sumatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.

MATERI DIABETES MELLITUS

A. KONSEP DIABETES MELLITUS

1. DEFINISI

Diabetes melitus adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakterisasikan


dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah)
(Black & Hawk, 2009).
Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Tiga komplikasi akut utama diabetes
terkait ketidak seimbangan kadar glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu
pendek ialah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik (DKA) dan sindrom nonketoik
hiperosmolar hiperglikemik. Hiperglikemia jangka panjang dapat berperan
menyebabkan komplikasi mikrovaskular kronik (penyakit ginjal dan mata) dan
komplikasi neuropatik. Diabetes juga dikaitkan dengan peningkatan insidensi
penyakit makrovaskular, seperti penyakit arteri koroner (infark miokard), penyakit
serebrovaskular (stroke), dan penyakit vascular perifer (Smeltzer, 2014).

Kriteria diagnostik gula darah menurut Shanty (2011, p. 25 yang dikutip dalam
Rohmah, 2018).

Bukan diabetes Pra Diabetes Diabetes


Puasa <110 110-125 >126

Sewaktu <110 110-199 >200

2. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

Berdasarkan tipe diabetes mellitus terdapat beberapa tipe yaitu sebagai berikut :

a. Diabetes melitus tipe 1


Yaitu yang tergantung dengan insulin, diabetes 1 disebabkan karena kerusakan sel
beta pankreas yang menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi
antara faktor genetik, immunologi dan kemungkinan lingkungan, seperti virus.
Terdapat juga hubungan terjadinya diabetes tipe 1 dengan beberapa antigen
leukosit manusia dan adanya autoimun antibody sel islet yang dapat merusak sel-
sel beta pankreas.
b. Diabetes melitus tipe 2
Yang tidak tergantung pada insulin, kurang lebih 90%-95% penderita diabetes
melitus adalah diabetes tipe ini. Diabetes tipe 2 terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi
insulin. Normalnya insulin terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel dan
mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk metabolisme glukosa. Pada diabetes tipe
2 reaksi dalam sel kurang efektif karena kurangnya insulin berperan dalam
menstimulasi glukosa masuk kejaringan dan pengaturan pelepasan glukosa dihati.
Adanya insulin ini juga dapat mencegah pemecahan lemak yang menghasilkan
badan keton.
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional di sebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk
memproduksi hormon insulin dalam jumlah memadai selama proses kehamilan.
Yang mengalami diabetes mellitus gestasional selama masa kehamilan sekitar 2-
5%, dan diabetes ipe ini cendrung untuk berkembang menjadi diabetes mellitus
tipe 2. Penyakit ini dapat membahayakan ibu dan janin di dalam kandungannya
yang dapat di timbulkannya antara lain ibu melahirkan dengan berat badan yang
melebihi normal (macrosomia), akan mengalami kecacatan pada janin, dan
penyakit jantung bawaan. (Diah Krisnatuti, Rina Yenrina, 2014)

3. ETIOLOGI DIABETES MELLITUS

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan Diabetes mellitus tipe 2


adalah (Fatimah, 2015)
a. Obesitas (kegemukan)
Terjadinya kegemukan (obesitas) lebih sering terjadi pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 atau berat badan lebih atau sama
dengan >20% dari berat badan ideal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
b. Hipertensi
Hipertensi Peningkatan tekanan darah berhubungan erat dengan tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada
sirkulasi pembuluh darah perifer.
c. Riwayat Keluarga
Berdasarkan riwayat kelurga dengan penyakit yang serupa yaitu penyakit
Diabetes Mellitus, seorang yang menderita diabetes biasaya dapat di turunkan
namun tidak dapat ditularkan diabetes mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Bagi orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif itulah yang menderita diabetes mellitus. Misalnya
pada diabetes tipe 1 diturunkan sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar
identic mempunyai resiko 25%-50% sementara saudara kandung beresiko 6% dan
anak beresiko 5%. Lingkungan seperti virus (cytomegalovirus, mumps, rubella)
yang dapat memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta
pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti alloxan, streptozotocin, pentamidine
d. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL yang sering didapatkan pada pasien diabetes mellitus
e. Umur.
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes mellitus adalah >
45 tahun.
f. Faktor Genetik DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor
mental. Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
g. Alkohol dan Rokok, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan.
(Dyah Restuning, 2015) dari lingkungan tradisional kelingkungan modern yang
terlalu mengikuti budaya kebarat-baratan. Mengkonsumsi Alkohol akan
menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan
mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang
akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari
60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski. (Fatimah, 2015)
h. Kurang nya Aktivitas`Latihan
Kurangnya beraktivitas dapat menjadi penyebab dikarenakan kurangnya pola
latihan seperti berolahraga.

4. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang dapat berpengaruh pada peningkatan kejadian DM antaranya
yaitu: (Kasumayanti & Rahayu, 2019)
a. Gaya hidup
b. Obesitas (kegemukan)
c. Kurangnya aktivitas fisik
d. Pola makan yang tidak sehat
Pola makan yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab utama
penyakit diabetes mellitus. Perubahan dan perilaku masyarakat sekarang untuk
pola makan banyak yang mengarah pada makanan-makan instan atau cepat saji
karna lebih mudah di dapatkan dan dengan kandungan tinggi energi, lemak dan
rendah serat, berkontribusi besar pada peningkatan prevalensi.
e. Usia (>65 tahun terjadinya resistensi insulin)
f. Riwayat keluarga
5. PATOFISIOLOGI

a. Diabetes Tipe I
Pada Diabetes Melitus Tipe I terdapat kekurangan insulin absolut sehingga
pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.keadaan ini disebabkan oleh lesi
pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun yang pada keadaan tertentu
dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat
ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi sel langerhans) dan
insulin. Setelah merusak sel beta, antibodi sel langerhans menghilang. Namun
saat sel beta pankreas telah dirusak maka produksi insulin juga akan mengalami
gangguan. Dimana sel beta pankreas tidak akan dapat memproduksi insulin
sehingga akan terjadi defisiensi insulin. Maka akan terjadi hiperglikemia dimana
glukosa akan meningkat di dalam darah sebab tidak ada yang membawa masuk
glukosa ke dalam sel (Silbernalg, 2014).
b. Diabetes Tipe II
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya
disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling
sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun
terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai
insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi
organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.
Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas
terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan
aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan
pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini
selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak.
Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan
insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin
meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan
penyebab tunggal Diabetes Tipe II.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetik yang
menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah
normal. Beberapa gen telah di identifikasi sebagai gen yang menigkatkan
terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa faktor, kelaian genetik pada
protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan
substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat,
Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada
metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan
protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, Diabetes Tipe II cenderung
menyebabkan  hiperglikemia  berat  tanpa  disertai gangguan metabolisme lemak
(Silbernalg, 2014).
5. PATHWAY DIABETES MELLITUS
6. MANIFESTASI DIABETES MELITUS

a. Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil (poliuria)


adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa di keluarkan oleh ginjal
bersama urine karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan
reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka
diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.
b. Meningkatnya rasa haus (polidipsi), banyaknya miksi menyebabkan tubuh
kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang
mengakibatkan peningkatan rasa haus.
c. Meningkatnya rasa lapar (polipagia), meningkatnya ketabolisme, pemecahan
glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energy berkurang, keadaan ini
menstimulasi pusat lapar.
d. Penurunan berat badan, penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya
kehilangan cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.
e. Kelainan pada mata, penglihatan kabur Pada kondisi kronis, keadaan
hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler
tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan pada
lensa.
f. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina peningkatan
glukosa darah mengakibatkan penumpukan pla pada kulit sehingga menjadi gatal,
jamur, dan bakteri mudah menyerang kulit.
g. Ketonuria, ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energy, maka digunakan
asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang
kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal.
h. Kelemahan dan keletihan, kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel,
kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.
i. Kesemutan atau adanya rasa baal karena neuropati
j. Terkadang tanpa gejala, pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi
dengan peningkatan glukosa darah.
7. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS

Pasien dengan diabetes melitus beresiko terjadi komplikasi baik bersifat akut
maupun kronis diantaranya :

a. Komplikasi akut
- Koma hiperglikemia disebabkan kadar gula sangat tinggi biasanya terjadi
pada NIDDM.
- Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil metabolisme lemak dan
protein terutama terjadi pada IDDM.
- Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak terkontrol.
b. Komplikasi kronis
- Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada organ-organ yang
mempunyai pembuluh darah kecil.
- Retinopati diabetika (kerusakan saraf retina dimata) sehingga mengakibatkan
kebutaan.
- Neuropati diabetika (kerusakan saraf-saraf perifer) mengakibatkan baal atau
gangguan sensoris pada organ tubuh.
- Nefropati diabetika (kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat mengakibat kan
gagal ginjal.
c. Makroangiopati
- Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark maupun
gangguan fungsi jantung karena arteriskelosis.
- Penyakit vaskuler perifer.
- Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke.
d. Gangren diabetika karena adanya neuroati dan terjadi luka yang tidak sembuh-
sembuh.
e. Disfungsi erektil diabetika. Angka kematian dan kesakitan dari diabetes terjadi
akibat komplikasi seperti karena :
- Hiperglikemia atau hipoglikemia
- Meningkatnya resiko infeksi
- Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati
- Komplikasi neurofatik
- Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit jantung koroner, stroke.

8. PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS

Terdapat 5 komponen pada penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu (Fatimah,

2015):

a. Diet

Diet adalah pilar utama pada penalataksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan

yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama

pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin

b. Latihan fisik / olahraga

Latihan atau olagraga sangat di butuhkan bagi penderita diabetes melitus krena

terdapat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Dianjurkan latihan

secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya

sesuai dengan kemampuan atau kondisi.

c. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan pada pasien diabetes mellitus sangat penting. Diabetes mllitus

merupakan penyakit kronis yang memerlukan prilaku penanganan mandiri yang

khusus seumur hidup.

d. Obat : oral hipoglikemik, insulin


Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak

berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat

hipoglikemik

C. STRATEGI PELAKSANAAN

1. Masa orientasi

a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan maksud dan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak tempat dan waktu
2. Masa kerja
a. Menanyakan data umum klien meliputi nama, umur, agama, pekerjaan dan alamat
b. Menanyakan riwata kesehata klien saat ini dan yang lalu, serta riwayat kesehatan
keluarga klien
c. Mengkaji pola persepsi pemeliharaan kesehatan klien
d. Mengkaji pola aktivitas/latihan yang dapat dilakukan klien
e. Mengkaji pola nutrisi klien
f. Mengkaji pola eliminasi klien
g. Mengkaji pola istirahat/tidur klien
h. Melakukan pemeriksaan fisik klien
i. Mengkaji pola persepsi dan kognitif klien
j. Mengkaji pola konsep diri klien
k. Mengkaji pola kasih sayang klien
l. Mengkaji pola hubungan dan peran klien
m. Mengkaji pola kepercayaan klien
n. Mengkaji keadaan lingkungan klien
3. Terminasi
a. Membuat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
b. Mengucapkan salam
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Bidang Studi : Keperawatan Gerontik

Topik : Covid 19

Sub Topik : Definisi, Gejala, penularan, Pencegahan

Sasaran : Ny T dan keluarga

Tempat Penyuluh : Rumah keluarga Ny T

Penyuluh : Amanda Desvilianty

Waktu : 10-15 menit

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah pemberian edukasi mengenai COVID 19 diharapkan Ny T dan keluarga
dapat menerapkan pencegahan penyakit COVID 19.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan COVID 19 , diharapkan Ny T beserta keluarga
dapat :
a. Menyebutkan definisi covid 19
b. Menyebutkan gejala covid 19
c. Menyebutkan cara penularan
d. Menyebutkan cara pencegahan
3. Pokok Materi
a. Definisi COVID 19
b. Tanda gejala COVID 19
c. Cara penularan COVID 19
d. Pencegahan COVID19
4. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Demonstrasi
5. Media
a. Lembar Balik
B. IMPLEMENTASI
1. Strategi pelaksanaan :

Tahap Kegaitan Penyuluh Kegiatan Peserta Metode Waktu


Kegiatan

Orientasi 1. Memberikan 1. Menjawab Ceramah 2 menit


salam salam
2. Perkenalan 2. Merespon
3. Tujuan dengan baik
3. Mendengarkan

Kerja Penyampaian materi 1. Peserta Ceramah 15 menit


mendengarkan
1. Menjelaskan
2. Peserta
pengertian
memperhatika
COVID 19
3. Peserta ikut
2. Menjelaskan Praktik
memperhatika
tanda dan Gejala
n prosedur
COVID 19
3. Menjelaskan
cara penularan
dan cara
pencegahan
4. Mendemonstrasi
cara mencuci
tangan, etika
batu, dan
memakai masker

Terminasi 1. Diskusi 1. Aktif Tanya jawab C.


2. Evaluasi bertanya
3. Kesimpulan 2. Menjawab
4. Salam penutup 3. Kondisi
peserta stabil
4. Menjawab
salam

C. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Media telah disiapkan
b. Kontak waktu sudah disepakati
c. Mahasiswa hadir tepat waktu
2. Evaluasi Proses
a. Mahasiswa mengevaluasi kembali materi yang telah disampaikan dan
menjelaskan kembali materi yang belum dimengerti
b. Mahasiswa mendemonstrasikan cara-cara pencegahan : mencucui tangan, etika
batuk , memakai masker
c. Media digunakan dengan baik dan tepat
3. Evaluasi Hasil
a. 60% Keluarga dan Ny T mampu menyebutkan pengertian Stroke
b. 75% Keluarga dan Ny T mampu menyebutkan tanda dan gejala serta perjalanan
penyakit COVID 19
c. 75% keluarga dapat mengikuti cara pencegahan COVID 19
DAFTAR PUSTAKA

Diah Krisnatuti, Rina Yenrina, dan D. R. (2014). Diet Sehat untuk penderita Diabetes Mellitus
(F. Ainurrohman (ed.); Edisi Revi). Penebar Swadaya.
Dyah Restuning. (2015). Efektifitas Edukasi Diabetes dalam Meningkatkan Kepatuhan
Pengaturan Diet pada Diabetes Melitus Tipe 2. 15(1), 37–41.
Ekasari, M. F., Riasmini, N. M., & Hartini, T. (2018). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. In Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia, Konsep dan berbagai Strategi
Invertensi. Wineka Media.
Fatimah, R. N. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2. 4, 93–101.
Ii, B. A. B., & Teori, A. U. (2017). TINJAUAN PUSTAKA. 2012, 10–26.
Kasumayanti, E., & Rahayu, B. (2019). HUBUNGAN MOTIVASI DIRI DAN DUKUNGAN
TENAGA KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN DIET PENDERITA DM TIPE 2. 3(23),
39–49.
Kholifah, siti N. (2016). keperawatan Gerontik. Modul Bahan Cetak Keperawatan, 112.
Prabasari, N. A., Juwita, L., & Maryuti, I. A. (2017). Pengalaman Keluarga dalam Merawat
Lansia di Rumah (Studi Fenomenologi). Jurnal Ners Lentera, 5(1), 56–68.
Rohmah, A. Z. (2018). Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. S Dengan Dm Pada
Ny.H Di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang Kti. In Journal of
Materials Processing Technology (Vol. 1, Issue 1).
http://dx.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.2016.12
.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet
.2019.04.024%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.127252%0Ahttp://dx.doi.org/10.101
6
Varena, M. (2019). Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Tn. Z dengan Diabetes
Melitus di Ruang Rawat Inap Ambun Suri Lantai 3 Rs. DR. Ahmad Mochtar BukitTinggi
2019.

Anda mungkin juga menyukai