A. Pendahuluan
Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran dilakukan untuk
mengetahui efektivitas dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata atau
praktik klinik yang sebenarnya. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek samping
obat (ESO) dapat dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh dari kegiatan
pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang sekarang lebih dikenal dengan
istilah Farmakovigilans). Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen penting dalam
sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat secara umum. Pengawalan atau
pemantauan aspek keamanan suatu obat harus secara terus menerus dilakukan untuk
mengevaluasi konsistensi profil keamanannya atau risk- benefit ratio-nya. Di mana kita harus
mempertimbangkan benefit harus lebih besar dari risiko, untuk mendukung jaminan keamanan
obat beredar. Pengawalan aspek keamanan obat senantiasa dilakukan dengan pendekatan risk
management di setiap tahap perjalanan atau siklus obat.
Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu dan dengan
penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu sebelum menggunakan obat,
harus diketahui sifat dan cara penggunaannya agar tepat, aman dan rasional. Informasi tentang
obat, dapat diperoleh dari etiket atau brosur yang menyertai obat tersebut. Apabila isi
informasi dalam etiket atau brosur obat kurang dipahami, dianjurkan untuk menanyakan pada
tenaga kesehatan. Pada saat dilakukan pengobatan dengan menggunakan dosis yang normal,
sering timbul efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping ini terjadi setelah beberapa
saat minum obat.
Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan akibat penggunaan obat dengan
dosis atau takaran normal. Beberapa hal yang perlu diketahui tentang efek samping obat,
adalah sbb:
1. Biasanya efek samping obat terjadi setelah beberapa saat minum obat.
2. Perhatikan kondisi pasien, misalnya ibu hamil, ibu menyusui, lansia, anak-anak, penderita
gagal ginjal, jantung dan sebagainya. Pada penderita tersebut harus lebih berhati-hati dalam
memberikan obat.
1
3. Informasi tentang kemungkinan terjadinya efek samping obat, biasanya terdapat pada
brosur kemasan obat, oleh karena itu bacalah dengan saksama kemasan atau brosur obat,
agar efek samping yang mungkin timbul sudah diketahui sebelumnya, sehingga dapat
dilakukan rencana penanggulangannya.
2
3. Melaksanakan manajemen risiko, contoh: pengendalian infeksi.
4. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang berorientasi
kepada pasien.
5. Meningkatkan keselamatan pasien dengan mencegah terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan (adverse event), membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event, serta
mengurangi efek akibat adverse event.
B. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih
bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO
berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan terhadap
seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktivitas
monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare
provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).
Suatu format formulir monitoring efek samping obat (MESO) yang berwarna kuning
digunakan sebagai formulir resmi untuk pelaporan efek samping obat.
1. Siapa yang melaporkan efek samping yang terjadi?
Tenaga kesehatan, dapat meliputi: Dokter, Dokter spesialis, Dokter gigi, Apoteker, Bidan,
Perawat, dan Tenaga kesehatan lain.
2. Apa yang perlu dilaporkan?
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan, baik efek
samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD) maupun yang sudah pasti
merupakan suatu ESO (ADR).
3. Bagaimana cara melapor dan informasi apa saja yang harus dilaporkan?
Informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan
ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat
tenaga kesehatan dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk
melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan
medis pasien. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan
menggunakan formulir kuning.
4. Karakteristik laporan efek samping obat yang baik
Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik, meliputi
beberapa elemen penting berikut:
3
a. Deskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk waktu mula
gejala efek samping (time to onset of signs/symptoms).
b. Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain: dosis, tanggal,
frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga obat bebas, suplemen
makanan dan pengobatan lain yang sebelumnya telah dihentikan yang digunakan dalam
waktu yang berdekatan dengan awal mula kejadian efek samping.
c. Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku dan jenis
kelamin), diagnosa awal sebelum menggunakan obat yang dicurigai, penggunaan obat
lainnya pada waktu yang bersamaan, kondisi ko-morbiditas, riwayat penyakit keluarga
yang relevan dan adanya faktor risiko lainnya.
d. Diagnosa efek samping, termasuk juga metode yang digunakan untuk
membuat/menegakkan diagnosis.
e. Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon.
f. Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk menangani efek
samping tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh, sembuh dengan gejala sisa,
perawatan rumah sakit atau meninggal).
g. Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan.
h. Informasi dechallenge atau rechallenge (jika ada).
i. Informasi lain yang relevan.
5. Kapan melaporkan?
Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat melaporkan kejadian efek samping obat yang
terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera setelah adanya kasus ESO yang
teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang sedang dirawatnya.
6. Analisis Kausalitas
Analisis kausalitas merupakan proses evaluasi yang dilakukan untuk menentukan atau
menegakkan hubungan kausal antara kejadian efek samping yang terjadi atau teramati dengan
penggunaan obat oleh pasien. Badan POM akan melakukan analisis kausalitas laporan
KTD/ESO. Sejawat tenaga kesehatan dapat juga melakukan analisis kausalitas perindividual
pasien, namun bukan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan. Namun demikian, analisis
kausalitas ini bermanfaat bagi sejawat tenaga kesehatan dalam melakukan evaluasi secara
individual pasien untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik bagi pasien. Tersedia
beberapa algoritma atau tool untuk melakukan analisis kausalitas terkait KTD/ESO.
Pendekatan yang dilakukan pada umumnya adalah kualitatif sebagaimana Kategori Kausalitas
yang dikembangkan oleh WHO, dan juga gabungan kualitatif dan kuantitatif seperti
Algoritma Naranjo. Di dalam formulir pelaporan ESO atau formulir kuning, tercantum tabel
4
Algoritma Naranjo, yang dapat sejawat tenaga kesehatan manfaatkan untuk melakukan
analisis kausalitas per individu pasien.
KASUS 5
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SM
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Suku : Jawa
BB/TB : 78 kg/170 cm
Usia : 67 tahun.
Pekerjaan : ASN
Alamat : Jogja
Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2015.
No. Rekam Medik : 678546 RM.
ANAMNESIS
Keluhan : Sering bersin bersin dan gatal di hidung dan cairan bening ingus yang banyak.
5
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa diakui, dan memang sering kambuh. Ia juga
memiliki riwayat alergi debu. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat tertentu tidak ada.
Riwayat asma sebelumnya tidak pernah.
Riwayat keluhan serupa dalam anggota keluarga tidak ada. Tidak ada asma dan alergi
makanan atau obat dalam keluarga. Tetapi ibu memiliki riwayat alergi terhadap laktosa pada
susu sapi. Adik memiliki riwayat alergi terhadap protein telur.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
DIAGNOSIS BANDING
Rinitis alergi intermiten sedang-berat. Rinitis infeksi. Rinitis non-alergi dengan sindrom
eosinofilia.
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
Non-farmakologi :
6
Menghindari kontak dengan alergen, misalnya dengan cara memakai masker saat akan
berkontak dengan debu. Mengganti seprai dan sarung bantal/guling 1x sebulan. Menjemur
kasur tidur 1x sebulan.
Farmakologi :
Kejadian ADR
Setelah meminum obat-obat yang diberikan, tekanan darah pasien meningkat menjadi 150/95
mmHg yang kembali turun setelah pengobatan dihentikan. Tiga hari kemudian pasien minum
obat yang sama dan tekanan darah kembali meningkat. Setelah dosis obat diturunkan efek
hipertensi tidak terjadi. Pasien juga pernah mengalami gejala serupa saat minum obat
fenilpropanolamin HCl 2 bulan yang lalu.
Tugas:
1. Lakukanlah studi literatur untuk mengetahui apakah kejadian serupa pernah
dilaporkan.
2. Lakukan analisis kasualitas menggunakan algoritma Naranjo.
3. Berikan rekomendasi kepada klinisi untuk mengatasi ADR pada pasien.
4. Buatlah laporan ESO menggunakan Form Kuning.