Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS FARMASI RUMAH SAKIT

“GEA & GERD”

Dosen Pengampu:
Dr. apt. Lucia Vita Inandha Dewi, M.Sc.

Disusun Oleh:
Natasyha Advaita 2120414646
Ni Made Ari Susanti 2120414647

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I. GERD
A. DEFINISI
Gastroesophageal refux disease (GERD) merupakan penyakit refluks
gastroesofagus yang didefinisikan sebagai gerakan terbalik dari kandungan
lambung dari perut ke esophagus. Menurut Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia (2013),
GERD adalah suatu gangguan berupa isi lambung mengalami refluks
berulang ke dalam esofagus, menyebabkan gejala dan/atau komplikasi yang
mengganggu. Gastroesophageal refux disease merupakan suatu keadaan
patologis akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus dengan
berbagai gejala akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran napas.
Menurut American College of Gastroenterology, GERD adalah suatu keadaan
patologis di mana cairan asam lambung mengalami refluks sehingga masuk
ke dalam esofagus dan menyebabkan gejala
Gastroesophageal refux disease dapat diartikan sebagai semua kondisi
simtom klinis atau perubahan histologi yang muncul dari episode refluks
gastroesofagus. Ketika esofagus terpapar berulang kali terhadap material yang
sudah direfluks untuk waktu yang lama, bisa muncul inflamasi pada esofagus
(refluks esofagitis) dan pada beberapa kasus bisa menjadi erosi esofagus
(erosif esofagitis).

B. FAKTOR RESIKO
Berikut ini merupakan beberapa faktor risiko terjadinya GERD meliputi :
1. Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat,
calcium- channel blocker.
2. Makanan, seperti cokelat, makanan berlemak, kopi, alkohol, dan rokok.
3. Hormon, umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita
hamil, menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar
progesteron. Sedangkan pada wanita menopause, menurunnya tekanan
LES terjadi akibaterapi hormon estrogen.
4. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia,
panjang LES yang < 3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya
GERD.
5. Indeks Massa Tubuh (IMT); semakin tinggi nilai IMT, maka risiko
terjadinya GERD juga semakin tinggi.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GERD bukan terdapat pada produksi asam berlebih tetapi
produk asam terlalu lama bersentuhan dengan mukosa esophagus. Refluks
esofagus sering disebabkan defek pada tekanan lower esophageal sphincter,
(LES) atau spinkter esofagus bawah. Pasien dapat mengalami pengurangan
tekanan LES terkait dengan relaksasi LES yang singkat, karena peningkatan
singkat pada tekanan intraabdominal, atau karena atonic (kurangnya tonus
otot) LES.
Gastroesophageal refux disease terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif dari sistem pertahanan
esofagus dan bahan refluksat lambung. Faktor defensif sistem pertahanan
esofagus mencakup LES, mekanisme bersihan esofagus, dan epitel esofagus.
Lower esophageal sphincter (LES) merupakan strukur anatomi berbentuk
sudut yang memisahkan esofagus dengan lambung. Tekanan LES pada
keadaan normal, akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran
antegrade dari esofagus ke lambung. Kejadian GERD dipicu oleh
terganggunya fungsi LES dan menyebabkan terjadinya aliran retrograde
dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi LES pada GERD
disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat penggunaan obat-obatan,
makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural. Gambar 1
menunjukkan sejumlah obat dan makanan yang dapat menurunkan tekanan
LES.
Gambar 1. Makanan dan minuman pemicu GERD
Masalah terkait mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya dapat
juga berperan dalam terbentuknya GERD, termasuk perpanjangan kliren asam
dari esofagus, penundaan pengosongan lambung, dan berkurangnya resistensi
mukosa. Faktor agresif yang bisa menyebabkan kerusakan setelah refluks
pada esophagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim
pankreas. Komposisi dan volume materi refluks adalah faktor agresif paling
penting dalam penentuan konsekuensi dari refluk esofagus

D. TATALAKSANA TERAPI
Tujuan tatalaksana terapi GERD yaitu meringankan atau mengeliminasi
simtom, menurunkan frekuensi dan durasi refluks esofagus, merangsang
penyembuhan mukosa yang cedera, dan mencegah munculnya komplikasi.
Berikut ini merupakan tatalaksana terapi farmakologi maupun non-
farmakologi dalam upaya mengatasi GERD :
1. Terapi Farmakologi
Tabel 1 menunjukkan terapi farmakologi yang dapat dianjurkan pada
pasien GERD.
Tabel 1. Terapi Farmakologi untuk Pasien GERD
Kondisi Pasien Terapi yang Dianjurkan Keterangan
Fase 1 A. Merubah gaya hidup Perubahan gaya hidup
Gejala Ringan sebaiknya dimulai dari awal
dan dilanjutkan pada saat
pengobatan
PLUS
B. Antasid (Maalox atau Milanta) Jika setelah 2 minggu gejala
DAN / ATAU tidak berhenti dengan merubah
C. Dosis rendah untuk OTC antagonis gaya hidup dan obat OTC,
reseptor-H2 (Cimetidin, Famotidin, mulailah untuk terapi
Nizatidin, Ranitidin) farmakologi (terapi fase II)

Fase II A. Modifikasi pola hidup Untuk pertanda yang khas


Gejala RGE pengobatan empiris dengan
terapi fase II
PLUS
A. Dosis standar dari antagonis RGE dapat diobati secara efektif
reseptor-H2 untuk 6-12 minggu dengan antagonis reseptor-H2.
▪ Simetidin 400 mg Pasien dengan gejala yang
▪ Famotidine 20 mg sedang, seharusnya menerima
▪ Nizatidin 150 mg penghambat pompa proton
▪ Ranitidin 150 mg sebagai terapinya. Jika gejala
berkurang, pengobatan
dilakukan seperlunya.
ATAU
B. Penghambat pompa proton untuk 4-8
minggu
▪ Esomeprazol 20 mg/hr Jika gejalanya sering kambuh,
▪ Lansoprazol 15-30 mg/hr teepinya harus
▪ Omeprazole 20 mg/hr mempertimbangkan biaya
▪ Pantopraazol 40 mg/hr dengan dosis efektif terkecil.
▪ Rabeprazol 20 mg/hr Cat: kebanyakan pasien akan
menghendaki dosis standar
A. Perubahan gaya hidup untuk biaya terapi.
PLUS Untuk gejala-gejala tidak
B. Penghambat pompa proton untuk 8-16 normal, memperoleh endoskopi
minggu (jika mungkin) untuk evaluasi
▪ Esomeprazol 20-40 mg/hr mukosa.
Berikan penghambat pompa
▪ Lansoprazol 30 mg/hr
proton aau antagonis reseptor-
▪ Omeprazole 20 mg/hr
H2. Jika gejala berkurang,
▪ Pantopraazol 40 mg/hr
tergantung MT. Penghambat
▪ Rabeprazol 20 mg/hr
pompa proton merupakan terapi
utama pada paisen dengan
gejala- tidak normal, gejala-
gejala komplikasi dan penyakit.
ATAU
C. Antagonis reseptor H2 dalam dosis Pasien yang tidak merespon
tinggi selama 8-12 minggu terapi tahap II, termasuk
▪ Simetidin 400 mg atau 800 mg mereka dengan gejala-gejala
▪ Famotidine 40 mg abnormal, harus dievaluasi
▪ Nizatidin 150 mg dengan ambulatory 24
▪ Ranitidine 150 mg jamengan menjaga pH untuk
meyakinkan diagnosis dari
RGE (bila mungkin). Jika RGE
terbukti, pertimbangkan teraoi
tahap III
Fase III Terapi interventional (perasi antirefluks Manometry harus dilakukan
atau terapi endoluminal kepada siapa saja yang akan
melaksanakan operasi.

2. Terapi Non Farmakologi


Potensi perubahan gaya hidup (lifestyle) tergantung dengan
situasi/kondisi pasien. Berikut ini beberapa terapi non-farmakologi
pendukung :
a. Posisikan kepala lebih tinggi 6-8 inchi pada saat tidur
b. Menurunkan berat badan pada pasien obesitas
c. Hindari makanan yang menurunkan tekanan pada LES
d. Konsumsi makanan yang kaya protein untuk menambah tekanan LES
e. Hindari makanan yang menyebabkan iritasi pada mukosa esophagus
f. Makan makanan yang halus dan hindari makan sebelum tidur
g. Berhenti merokok
h. Hindari alcohol
i. Hindari menggunakan baju yang ketat
j. Untuk pengobatan wajib yang dapat mengiritasi mukosa esophagus,
minum obat dengan posisi tegak dengan banyak cairan atau makanan.
II. GEA
A. DEFINISI
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, di sebut sebagai
diare akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, di golongkan pada
diare kronik. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala
penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus,
demam, dan tanda-tanda dehidrasi.

B. PATOFISIOLOGI
Diare infeksi akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan
invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindrom disentri
dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis berupa mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan/
atau darah, mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri setidaknya ada dua mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri
yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan
satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa
usus.
C. GUIDELINES FARMAKOTERAPI
BAB II
STUDI KASUS
A. KASUS 5

Nama : Ny W
Tanggal lahir : 2 September 1989
No RM : xx-123-444
Alamat Rumah : Dusun : Mawar
Desa : Melati RT / RW : 01/12
Kec/kota : Kembang
Propinsi : Jawa Utara
Rujukan : Ya Dari : Puskesmas
Tidak Datang sendiri / Diantar Keluarga / Polisi / dll
Pengantar : Nama : Mr A
Alamat : Mawar, Melati RT01, RW 12, Kembang
No KTP: 1234556
No Telp:1123344
Penyebab : Kecelakaan tunggal/sepeda/motor/mobil
Bukan
Waktu tiba di IGD : Sabtu 1 Januari 2020 jam 12.00
Transportasi : Ambulance / kendaraan lain
Petugas Triase : Sr A
Diperiksa Dokter : Sabtu 1 Januari 2020 pukul 12.30
Jenis Kasus : 1. Kecelakaan 2. Bedah 3. Keracunan 4. Interna
5. THT 6. Anak 7. Jiwa 8. Obgyn
9. syaraf 10. Paru 11. Lainnya …………………

Anamnesa dan pemeriksaan fisik :


Anamnese :
Pasien datang dengan keluhan diare 14x sudah 3 hari, muntah terus menerus 5 x sehari,
setiap makan dan minum, sendawa kerongkongan terasa panas dan nyeri dada hingga
kepala tersa sangat sakit, riwayat gastritis menahun, sering kambuh pada keadaan stress
dan tidak teratur makan. Saat ini sedang hamil 9 minggu, Obat yang sudah diminum
selama ini adalah omeperazole 1x1 malam, sukralfat tab 3x1 sebelum makan. Suhu
badan 38 C, RR = 25x/menit, sangat lemas, turgor turun, pucat.
Riwayat Penyakit : GERD, Ulkus peptic berulang
Diagnosa : GEA, GERD
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Riwayat Perkembangan Penyakit Terapi


2 Januari 2020 T = 39 C Infus RL 30 tpm
AL = 11 ribu/mmk HB = 13,9 Lansoprazole 30 mg 1x1 pagi
Muntah 4x sehari Nyeri ulu hati Metronidazole
Nyeri tengkuk dan kepala Amoksilin 500 mg 3x1
Hasil pemeriksaan feses V cholera ++ Klaritromisin 500 mg tiap 12 jam
Omeperazole 20 mg 1x1 malam
3 Januari 2020 T = 38 C Infus RL 30 tpm
Nadi 90 x/menit Nyeri ulu hati + Muntah Lansoprazole 30 mg 1x1 pagi
5 x sehari Pusing Metronidazole
Amoksilin 500 mg 3x1
Klaritromisin 500 mg tiap 12 jam
Omeperazole 20 mg 1x1 malam
Valisanbe tab 1x1
A. TABEL MONOGRAFI OBAT

ADVERSE DRUG
NO NAMA OBAT DOSIS INDIKASI KONTRA INDIKASI INTERAKSI
REACTION
1 Infus RL 30 tpm Dehidrasi yang Nyeri dada, Detak jantung Penggunaan dengan
mengalami gangguan abnormal, Penurunan ceftriaxone dapat
elektrolit di dalam tubuh. tekanan darah, Kesulitan menimbulkan presipitasi
bernapas, Batuk, Bersin- pada aliran darah.
bersin, Ruam, Gatal-gatal,
dan Sakit kepala
2 Lansoprazole 30 mg Mengurangi produksi Alergi pada pemberian Diare, Sakit perut, Mual, ▪ Berpotensi efek samping
1x1 pagi asam lambung yang gologan PPI Kembung bila dikombinasi warfarin
berlebih, juga mampu dan diuretik.
memperbaiki kerusakan ▪ Penurunan efektivitas bila
yang terjadi akibat asam dikombinasi dengan
lambung antasida.
3 Metronidazole Infeksi bakteri Hipersensitif terhadap Ataksia (gangguan gerakan ▪ Dapat meningkatkan level
anaerobik, amebiasis, metronidazol dan tubuh akibat masalah pada atau efek dari diazepam
vaginosis bakteri, nitroimidazol lainnya otak), Sakit kepala, Kantuk, melalui metabolisme enzim
trikomoniasis, H. pylori, susah tidur, Penggelapan intestinal CYP2C19
giardiasis. urin, Ruam, urtikaria ▪ Dapat meningkatkan kadar
(biduran), pruritus (gatal), serum ciclosporin.
Peningkatan nilai-nilai ▪ Dapat meningkatkan kadar
enzim hati, Penyakit busulfan dalam plasma
yang mengakibatkan
kuning, Pankreatitis,
toksisitas busulfan yang
Tromboflebitis (IV),
parah.
Gangguan saluran
▪ Meningkatkan
pencernaan (misalnya.
metabolisme dengan
mual, anoreksia (gangguan fenobarbital dan fenitoin
makan), muntah, diare, yang mengakibatkan
ketidaknyamanan perut, penurunan konsentrasi
sembelit) serum.
▪ Penggunaan bersamaan
dengan disulfiram dapat
menghasilkan reaksi
psikotik.
▪ Dapat mempotensiasi efek
antikoagulan oral.
▪ Dapat meningkatkan risiko
toksisitas litium.
▪ Dapat mengurangi
clearance ginjal yang
mengakibatkan
peningkatan toksisitas 5-
fluorouracil.
4 Amoksisilin 500 mg Abses gigi, infeksi Tidak boleh di berikan Mual dan muntah, Diare, ▪ Dapat mengurangi khasiat
3x1 saluran kemih, otitis pada pasien yang Sindrom Stevens-Johnson dari oral kontrasepsi
media, sinusitis, infeksi hipersensitif terhadap (reaksi buruk yang sangat ▪ Dapat meningkatkan efek
pada mulut, gonore, Amoxicillin dan antibiotik gawat terhadap obat, antikoagulan (golongan
infeksi H.Pylori, infeksi golongan Penicillin Urtikaria/biduran, Kolestatis, obat yang dipakai untuk
saluran pernafasan, lainnya. Anemia, Trombositopenia, menghambat pembekuan
pneumonia, faringitis / Eosinofilia, Leukopenia , darah)
sakit tenggorokan, Agranulositosis (Sel darah ▪ Peningkatan resiko reaksi
putih dapat berkurang akibat
tonsilitis. alergi dengan allopurinol
infeksi dari patogen
▪ Meningkat dan
khususnya mikroorganisme)
memperpanjang kadar
darah dengan probenesid
▪ Kloramfenikol,
makrolida, sulfonamid
dan tetrasiklin dapat
mengganggu efek
bakterisida amoksisilin.
5 Klaritromisin 500 mg infeksi saluran napas Disfungsi hati, Riwayat Dispepsia, sakit kepala, ▪ Induksi CYP3A
tiap 12 jam bagian atas (seperti: aritmia jantung ventrikel gangguan indra perasa dan (misalnya fenitoin,
faringitis/tonsillitis yang penciuman, hilangnya carbamazepine):
disebabkan warna gigi dan lidah, penurunan efektivitas
Staphylococcus stomatitis, glossitis, dan obat
pyogenes dan sinusitis sakit kepala; lebih jarang: ▪ Penginduksi kuat dari
maxillary akut yang hepatitis, sistem CYP450 (misalnya
disebabkan oleh arthralgia, dan myalgia; efavirenz, rifampicin):
Streptococcus jarang: tinnitus; sangat peningkatan metabolisme,
pneumoniae), infeksi jarang: pankreatitis, pusing, penurunan kadar plasma
ringan dan sedang pada insomnia, mimpi buruk, klaritromisin
kulit dan jaringan lunak, ansietas, bingung, psikosis, ▪ Ritonavir: ambatan
otitis media; terapi paraesthesia, konvulsi, metabolisme
tambahan untuk hipoglikemia, gagal ginjal, clarithromycin
eradikasi Helicobacter leucopenia, dan ▪ Obat untuk gagal jantung
pylori pada tukak trombositopenia; pada (digoxin): peningkatan
duodenum pemberian infus intravena: risiko toksisitas
kelunakan local, flebitis. ▪ Obat hipoglikemik oral
(misalnya pioglitazone)
dan insulin: peningkatan
risiko hipoglikemia
6 Omeprazole 30 mg Mengurangi produksi Alergi pada pemberian Sakit kepala, diare, nyeri Omeprazole meningkatkan
1x1 malam asam lambung yang gologan PPI abdomen, mual, muntah level atau efek dari
berlebih, juga mampu Diazepam melalui
memperbaiki kerusakan metabolisme enzim hepatic
yang terjadi akibat asam CYP2C19
lambung
7 Valisanbe Tab 1x1 Meredakan cemas dan Alergi diazepam atau Mengantuk, Gangguan ▪ Obat untuk mengatasi
mengatasi kesulitan tidur golongan benzodiazepin mental, Gangguan gangguan mental seperti
(insomnia), mengatasi lainya, ibu hamil trimester koordinasi, Kelelahan, halusinasi (antipsikotik),
kejang demam, 1, asma akut, kelemahan Kelemahan otot, obat untuk mengatasi
gangguan kecemasan, otot, mental terganggu Ketergantungan (adiksi), gangguan kecemasan
dan kepanikan jangka (delusi atau halusinasi) Penglihatan kabur, (ansiolitik), obat untuk
pendek, Mengatasi Gangguan pada kandung mengatasi kejang
kejang otot. kemih untuk mengeluarkan (antikonvulsan), obat
urine (retensi urine), untuk mengatasi alergi
Gangguan pernapasan, (antihistamin), obat untuk
Gangguan yang mengatasi depresi (MAO
menyebabkan terjadinya inhibitor), obat untuk mati
kehilangan ingatan rasa (anestetik), dan obat
(amnesia), Penurunan penenang (barbiturat.
tekanan darah tinggi Penggunaan obat di atas
(hipotensi). bersama diazepam dapat
meningkatkan efektivitas
obat-obatan tersebut,
sehingga dapat
meningkatkan risiko
terjadinya efek samping
▪ Lofeksidin, nabilon,
simetidin, isoniazid,
eritromisin, omeprazol,
dan ketokonazol.
Diazepam dapat
meningkatkan efektivitas
obat di atas, sehingga
dapat meningkatkan
risiko terjadinya efek
samping.
▪ Obat untuk mengatasi
tuberkulosis seperti
(rifampicin) serta obat
untuk mengatasi kejang,
seperti carbamazepin dan
phenytoin. Diazepam
dapat menurunkan
efektivitas obat di atas.
▪ Antasida. Penggunaan
bersama diazepam dapat
menghambat penyerapan
dari antasida, sehingga
efektivitasnya akan
berkurang.
B. ANALISIS PEMANTAUAN TERAPI
DRUG
TANGGAL SUBJEKTIF OBJEKTIF TERAPI ASSESMENT RELATED PLAN MONITORING
PROBLEMS
1 Januari ▪ Diare 14x sudah ▪ Suhu badan 38oC ▪ Omeperazole 1x1 GEA, GERD Pemilihan terapi ▪ Terapi cairan ▪ Derajat Lemas
2020 3 hari ▪ RR 25x / menit malam kurang tepat dan rehidrasi untuk ▪ Kondisi Turgor
▪ Muntah terus ▪ Sangat lemas, ▪ Sukralfat tab 3x1 kurang kuat mengganti cairan ▪ Frekuensi Diare
menerus 5x turgor turun, pucat. sebelum makan. yang hilang ▪ Frekuensi Muntah
sehari selama diare ▪ Suhu badan
▪ Setiap makan Hasil pemeriksaan ▪ Pemeriksaan ▪ Keluhan di
dan minum, lab: feses untuk kerongkongan
sendawa ▪ Eosinofil 1,7% mengetahui ▪ Nyeri dada
(rendah) bakteri
kerongkongan ▪ Kondisi
▪ Segmen neutrofil penginfeksi
terasa panas kehamilan
75,9% (tinggi) ▪ Terapi antibiotik
▪ Nyeri dada
▪ Limfosit 17% broad spectrum
hingga kepala
(rendah) sebagai
tersa sangat
▪ Rasio neutrofil profilaksis
sakit limfosit 4,35 sebelum hasil
▪ Riwayat (tinggi) kultur diketahui
gastritis ▪ MCV 78,4 fl (Amoxicillin 3x
menahun, sering (rendah) sehari 500mg)
kambuh pada ▪ Terapi GERD
keadaan stress Lansoprazole
dan tidak teratur 30mg 1x1 pagi
makan.
▪ Sedang hamil 9
minggu
▪ Riwayat
penyakit GERD,
ulkus peptic
berulang
2 Januari ▪ Muntah 4x ▪ T = 39oC ▪ Infus RL 30 tpm ▪ Suhu tubuh ▪ Indikasi tanpa ▪ Parasetamol 3x ▪ Suhu tubuh
2020 sehari ▪ AL = 11 ribu/mmk ▪ Lansoprazole pasien tinggi terapi (demam sehari 500mg ▪ Frekuensi Muntah
▪ Nyeri ulu hati ▪ Hb = 13,9 30mg 1x1 pagi ▪ Perlu dan V. Cholera) (bila demam) ▪ Nyeri ulu hati dan
kepala
▪ Nyeri tengkuk ▪ Hasil pemeriksaan ▪ Metronidazole antibiotik ▪ Terapi tanpa ▪ Metronidazole,
▪ Jumlah V.cholera
dan kepala feses V cholera ++ ▪ Amoksilin khusus untuk indikasi Amoksisilin, dan ▪ Nilai AL pasien
500mg 3x1 Vibrio (Metronidazole - Klaritromisin
▪ Klaritromisin cholera Klaritromisin dihentikan
500 mg tiap ▪ Kondisi digunakan pada ▪ Eritromisin 4x
12jam GERD masih pasien H.Pylori) 250 mg selama 3
▪ Omeperazole memerlukan hari
20mg 1x1 malam perawatan
3 Januari ▪ Muntah 5x sehari ▪ T = 38 C ▪ Infus RL 30 tpm Pasien masih ▪ Terapi tanpa Valisanbe ▪ Suhu tubuh
2020 ▪ Pusing ▪ Nadi 90 x/menit ▪ Lansoprazole mengalami indikasi dihentikan ▪ Muntah
▪ Nyeri ulu hati + 30mg 1x1 pagi muntah karena (Metronidazole, ▪ Nyeri ulu hati dan
▪ Metronidazole GEA dan Klaritromisin kepala
▪ Amoksilin nyeri ulu hati digunakan pada
karena GERD
500mg 3x1 pasien H.Pylori)
▪ Klaritromisin ▪ Pengobatan V.
500mg tiap Cholera tidak
12jam ada
▪ Omeprazole ▪ Valisanbe
20mg 1x1 malam kontraidikasi
▪ Valisanbe tab pada ibu hamil
1x1 trisemester
pertama
C. FORM CATATAN PASIEN TERINTEGRASI (CPPT)
TANGGAL SOAP TERINTEGRASI INSTRUKSI
2 Januari 2020 S ▪ Metronidazole, amoksisilin, dan klaritromisin
Pasien muntah 4 kali sehari, mengalami nyeri ulu dihentikan
hati, tengkuk dan kepala ▪ Diberikan eritromisin 250mg 4 kali sehari
O selama 3 hari
Suhu 39, AL 11 ribu, HB 13,9, V. cholera ++ ▪ Dierikan parasetamol 3x sehari500mg (bila
A demam)
Suhu tinggi, AL tinggi = infeksi ▪ PPI dan infus RL dilanjutkan
Muntah 4 kali dan nyeri ulu hati = GERD ▪ Pantau data lab terutama AL
P
Parasetamol 3x sehari 500mg (bila demam)
Eritromisin 4 x 250mg sehari selama 3 hari untuk
infeksi V cholera
PPI dan infus RL dilanjutkan
3 Januari 2020 S ▪ Metronidazole, amoksisilin, dan klaritromisin
Nyeri ulu hati, muntah 5 kali dan pusing dihentikan
O ▪ Diberikan Eritromisin 250mg 4 kali sehari
Suhu 38C selama 3 hari
Nadi 90x/menit ▪ Valisanbe dihentikan
A ▪ Dierikan Parasetamol 3x sehari500mg (pusing)
Pasien masih mengalami infeksi dan GERD ▪ PPI dan infus RL dilanjutkan
P ▪ Pantau data lab terutama AL
Eritromisin 250mgx4 sehari harus diberikan ▪ Dilakukan pemantauan endoskopi untuk
untuk infeksi V cholera melihat nilai kerusakan dalam lambung dan
PPI dan infus RL dilanjutkan adanya H Pylori atau tidak
Parasetamol 3x sehari500mg (pusing)

Anda mungkin juga menyukai