Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENYULUHAN

“APENDISITIS”

Oleh:

Ahmad Muaedi S, Ked

Tri Cahaya Putra S, Ked

Pembimbing:

dr. I Nengah Winata, Sp. B (KBD)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

2020

1
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Penyuluhan yang

berjudul Apendisitis.

Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun

tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima

kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan tentang tata cara

penulisan laporan ini.

Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saya

sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani kepanitraan klinik di

RSU Klungkung.

Klungkung, 1 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4

1.1 Latar Belakang......................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................2

2.1 Anatomi, Fisiologi dan Embriologi Apendiks.....................................6

2.2 Epidemiologi.......................................................................................8

2.3 Etiologi dan Patofisiologi ...................................................................10

2.4 Manifestasi Klinis................................................................................17

2.5 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................25

2.6 Diagnosis Banding...............................................................................28

2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................34

2.8 Komplikasi Operasi.............................................................................41

2.9 Komplikasi...........................................................................................42

2.10............................................................................................................42

BAB.III PENUTUP..........................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................45

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.

Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang

berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali

menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis

acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan

tindakan bedah.

Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering

ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak

umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta

mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan

peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis

pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka

morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang

sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian

awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat

perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting

dalam mendiagnosis Appendicitis2.

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix

yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila

4
tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama

disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang

pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab

utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia 3

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Fisiologi, dan Embriologi Appendix

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum

dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix

terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya

Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih

medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus

mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix

selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix

ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

6
Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A.ileocolica.

Gambaranhistologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada

submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid.

Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa.

Gambar 2. Potongan transversa Appendix

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-

rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis

pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat

pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri

perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

7
Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan

Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan

komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya

tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau

penyakit imunodefisiensi lainnya.2

2.2 Epidemiologi

Insiden apendisitis akut menurun ditandai antara tahun1940 dan 1960,

kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotic secara luas. Saat ini apendiktomi

merupakan salah satu pilihan pembedahan. Apenndisitis jarang terjadi pada bayi,

menjadi semakin sering pada masa anak-anak, dan insiden tertinggi terjadi pada umur

belasan hingga 20 tahunan. Setelah insiden apendisitis menurun, meskipun masih

banyak keingin tahuan mengenai apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang

dilaporkan dalam berbagai literature sejak 500 tahun yang lalu.3

8
Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis

disebut sebagai “perityphitis” karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan

kematian dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang

dimaksud adalah apendisitisperforasi.

Meskipun Melier, pada tahun 1827, telah menunjukkan kebenaran bahwa

purulen “iliac tumor” pada inflamasi apendiks, sudah tidak berlaku sejak tahun 1886

setelah Fitz mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi pada awal kasus yang

sebelumnya dianggap sebagai “perityphitis”. Fitz beranggapan bahwa apendiktomy

penting untuk menyembuhkanpasien.

Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang sebelumnya

telah rupture dan dilakukan apendiktomy, setelah itu pasiennya sembuh dan

peneilitian ini dilaporkan adalah Senn, pada tahun 1889. Groves, dokter di daerah

rural Kanada telah berhasil melakukan apendiktomy 6 tahun sebelumnya, sayangnya

kasus ini tidak dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889, McBurney

menjelaskan temuan klinis pada apendisitis akut yang sebelumnya telah rupture,

termasuk gambaran abdominal tenderness yang sekarang diberi nama sesuai dengan

namanya. Irisan lapangan operasi biasanya dikaitkan dengan McBurney sebenarnya

dibuat olehMcArthur.3

2.3 Etiologi dan Fatofisiologi

9
A. Obstruksi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith

merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak

dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix.

Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa

Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian,

gallstone, cacing usus terutama Oxyurisvermicularis. Reaksi jaringan limfatik,

baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkanoleh infeksi Yersinia,

Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,

Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis

juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles,

chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada

pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar

yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor

carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200

tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam

terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis

adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.6

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.

Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65%

pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus

Appendicitis acuta gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7

10
Gambar 4. Appendicitis (dengan fecalith) 8

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan

sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen

pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan

meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang

akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-

samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.2

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari

pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan

tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat

menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.

Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih

nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum

parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.

11
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap

kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui

tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami

kerusakan paling parah. Dengan adanyadistensi, invasi bakteri, gangguan

vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark

di batas antemesenterik.1,2,6,7

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala

gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan

kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada

diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.6

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri

tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan

mual dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual

muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi

perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,

terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal

tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,

peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi

Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,

dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti

12
demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena

iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix

berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi

dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc

Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa

didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di

retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat

inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi

Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di

retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di

pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan

peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter

atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan

nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.

Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau

peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah

perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut.

Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6 oC,

leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat

tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48

jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi

tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang

13
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak

yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess

tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat

pemeriksaan fisik.6

Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering

dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat

iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan

adanya abscess pelvis.6

B. Bakteriologi

Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix

normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis

didapatkan bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan

aspirasi Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme

yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan

tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan

peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa

dan Appendicitis perforata.1,2,7

Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus

didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang

mengalami perforasi.2 Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada

Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali

Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri

14
yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis

perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi

dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob


Batang Gram (-) Batang Gram (-)
Eschericia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+) Batang Gram (-)
Streptococcus anginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Coccus Gram (+)
Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis

perforata dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur

selesai, seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang

dikultur dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob

secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien

dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain

dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan

antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada

Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga

leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi

15
antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih

kontroversi.2,6

C. Peranan lingkungan: diet dan hygiene.

Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat

dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan

berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit

Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti

di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan

kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat

berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang

mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

2.4 Manifestasi Klinis

A. Gejala Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai

dengan nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta

adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu

menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara

1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya

terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap

lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang

inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah

16
pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan

nyeri testicular. 1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,

biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh

meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada

75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali

saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan

munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah.
2,8
Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan.

Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis

gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan

banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul
2,3,8
pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah

terjadinya perforasi Appendix.12,13

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado

dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya

ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,

dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.11

17
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari

yang menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi,

nyeri lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan

peritonitis difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang

meragukan, pasien dapat diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita

Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang

khas.12,13

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan

tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri

lokal di titik Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal

menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan

Rovsing’s sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal

toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien

dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12

18
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau

terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat

sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan

penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia.

Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13

B. Tanda Klinis

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring

dengan gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada

akhirnya jarang didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan

Appendicitis letak retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi

perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik

renal.6

Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha

kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang.

Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut

berkurang. 6

19
Gambar 5. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat

bahwa letak anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o

mengelilingi pangkal Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari

adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis

letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya

nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak

spesifik untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif,

maka pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.6

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

a. Rovsing’s sign

Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan

iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

b. Psoas sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut

pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien

digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan

kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal

dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi

rigiditas abdomen.

20
Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

c. Obturator sign

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki

kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa

memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam

posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di

hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya

perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak

retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 7. Cara melakukan Obturator sign10)

21
Gambar 8. Dasar anatomis Obturator sign10

d. Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)

Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini

dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

e. Wahl’s sign

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat

dilakukan perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga

Scherren pada auskultasi.

f. Baldwin’s test

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat

tungkai kanannya ditekuk.

g. Defence musculare

Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

h. Nyeri pada daerah cavum Douglasi

22
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di

cavumDouglasi atau Appendicitis letak pelvis.

i. Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

j. Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya

didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai

predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal

tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta

harus dipertimbangkan. Jaranghitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3

pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah

tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau

tanpa abscess.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis

oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai

meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung

leukosit ≥ 11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan

spesifisitas 90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari

saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari

23
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi

Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan

ditemukan bakteriuria.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis

Appendicitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur,

bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan

yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian

dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm

atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran

USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur

akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan

diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak

terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis

Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain

dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada

wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan

pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan

penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis

Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-

96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak

dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.

24
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada

pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya

periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing

(inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas

Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut

melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila

Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix

dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami

perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 9. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10

3. Pemeriksaan radiologi

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi

dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien

Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus,

25
hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat

pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax

kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni

lobus kanan bawah.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan

radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat

daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya,

CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk

melakukan percutaneous drainage secara tepat.

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada

penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan

Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara

50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus

dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda

atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 10. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata dengan abscess dan

kumpulan cairan di pelvis

26
G

ambar 11. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix (panah) dengan appendicolith1)

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis

dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk

suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan

fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari

27
berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang

mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun

pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh

Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak

akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan.2,6

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi

anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai

yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6

1) Adenitis Mesenterica Acuta

Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada

anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi

sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa

sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis.

Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis

mesenterica, karena Adenitis mesentericaadalah penyakit yang self limited.

Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.

2) Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan

dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi

akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare,

28
mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare.

Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.

3) Penyakit urogenital pada laki-laki.

Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis

banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut,

karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,

Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat

dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu

pemeriksaan Rectal toucher.

4) Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis

acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena

Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti

Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.

5) Intususseption

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk

membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat

berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur

2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah

umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir.

Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada

29
intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema,

sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat

berbahaya.

6) Chron’s enteritis

Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan

leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare

dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis

kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.

7) Perforasi ulkus peptikum

Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan

gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan

menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.

8) Epiploic appendagitis

Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari

torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat

berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual

dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah

yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic

appendage yang mengalami infark dioperasi.

9) Infeksi saluran kencing

30
Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai

Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan

terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

10) Batu Urethra

Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan

Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis,

hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu.

Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.

11) Peritonitis Primer

Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun

dapat ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder

yang disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi

peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis

tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila

ditemukan bermacam–macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis

sekunder.

12) Purpura Henoch–Schonlein

Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus.

Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi,

purpura dan nephritis juga hampir selalu ditemukan.

13) Yersiniosis

31
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk

adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya

ringan dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang

umumnnya sangatfatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif

tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis Appendicitis yang disebabkan

oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan Appendicitis oleh sebab lainnya.

Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta disebabkan oleh infeksi Yersinia.

14) Kelainan–kelainan ginekologi

Umumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita

dewasa muda disebabkan oleh kelainan–kelainan ginekologi. Angka rata-rata

Appendectomy yang dilakukan pada Appendix normal yang pernah dilaporkan

adalah 32%–45% pada wanita usia 15–45 tahun. Penyakit–penyakit organ

reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai Appendicitis, dengan urutan

yang tersering adalah PID, ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium,

endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan

penting dalam menentukan diagnosis.

 Pelvic Inflammatory Disease (PID)

Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah

kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi

pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.

32
 Ruptur Folikel de Graaf

Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta

nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan

berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan

nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada. Karena

nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut

mittelschmerz.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis

dehidrasi atau septikemia.

2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral

3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.

4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan

didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.

Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika

profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan

single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8

33
Open Appendectomy

a) Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

b) Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

c) Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

 Pararectal/ Paramedian

Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot

disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.

rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu

penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi

hernia cicatricalis.

 Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai

serabut otot.

34
a. Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke

medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua

mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis

externus.

b. Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah

dengan seratnya ke arah lateral.

c. Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

35
Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi

trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh

yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus

externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan

membahayakan saraf.

d. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.

Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di

bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini

ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang

36
sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset,

memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

e. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri

untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem

dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah

kontaminasi ke jaringan sekitarnya).

Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,

diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem

Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium

seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas

mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak

diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

37
f. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi

lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah

Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang

pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga

tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam

Caecum).

g. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

h. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara

38
o Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan

ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.

o Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko

kontaminasi dan adhesi.

o Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung

rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

i. Bila huruf g tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru

dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).

j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk

pasiendengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy

sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.

Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut

ginekologi dari Appendicitis acuta.1)

39
Gambar Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1

2.8 Komplikasi Post Operasi

1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena

benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.

2. Hernia cicatricalis.

3. Ileus

4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah

Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah echymosis

dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem

porta ke dalam vena di gaster/ duodenum

2.9 Komplikasi

1. Perforasi

2. Peritonitis

40
3. Appendicular infiltrat

2.10 Prognosis

Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000

pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang

menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana

diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan

darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi

tepat sebelum terjadi perforasi.

BAB III

PENUTUP

41
3.1 Kesimpulan

Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix

merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda

tiap individu. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya

Appendicitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen

adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta.

Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah,

nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam

yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver

diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator

sign, Blumberg’s sign, Wahl’s sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence

musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas

Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan

laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Komplikasi yang dapat

ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis, Appendicular

infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan Abscess

hepar, dan perdarahan GIT.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34

43
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20 th 2011 From:
http://www.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicit
is1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78
9. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of
Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October
20th2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the
Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf

44
45

Anda mungkin juga menyukai