Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi,
sekarang ini juga banyak sekali masalah kesehatan yang muncul di masyarakat.
Dari hari kehari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit infeksi
ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit tonsilitis. Tonsilitis
dikenal di masyarakat sebagai penyakit amandel merupakan salah satu infeksi
saluran pernapasan bagian atas (ISPA). Organisme penyebabnya yang utama
meliputi Streptococcus atau Staphylococcus.1
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil atau amandel yang dapat
menyerang semua golongan umur terutama anak-anak. Insiden tertinggi terjadi
pada usia 4 – 5 tahun. Pada usia sekolah, insiden tertingginya adalah usia 6 – 12
tahun. Berdasarkan lamanya keluhan, tonsillitis di klasifikasikan sebagai akut
dan kronis. Bila tonsilitis akut sering kambuh walaupun penderita telah
mendapat pengobatan yang memadai, maka perlu diingat kemungkinan
terjadinya tonsilitis kronik.2
Wortd Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai
jumlah kasus tonsillitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak di
bawah 15 tahun mengalami tonsilektomi, dengan atau tanpa adenoidektomi.
248.000 anak (86,4%) mengalami tonsilioadenoidektomi dan 39.000 lainnya
(13,6%) menjalani tonsilektomi.2
Gejala tonsilitis akut berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah jika
penderita menelan dan nyeri sering kali dirasakan ditelinga karena tenggorokan
dan telinga memiliki persarafan yang sama. Gejala lainnya berupa demam,
tidak enak badan, sakit kepala, mual dan muntah.3
Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup, maka pengetahuan yang memadai mengenai
tonsilitis akut diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat.1

1
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan case report ini bertujuan untuk melengkapi syarat Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di bagian Public Health Puskesmas Tanjung Paku tahun
2020.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Tonsilitis Akut mulai dari
definisi sampai ke penatalaksanaan.

1. 3 Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan mengenai Tonsilitis Akut.
2. Sebagai referensi dalam pembelajaran bagi dokter muda, menambah ilmu
pengetahuan dan agar pembaca lebih memahami tentang Tonsilitis Akut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil


Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsila palatina (faucial tonsil), tonsila faringeal (adenoid), tonsila
lingual, pita lateral faring dan jaringan limfoid di tepi fosa Rosenmuller yang tersebar
hingga kedalam tuba Eustachius.4
Tonsila palatina adalah suatu masa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan
panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kripta yang meluas ke
dalam jaringan tonsil. Permukaan sebelah dalam tonsil atau permukaan yang bebas,
tertutup oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini
meluas ke dalam kantung atau kripte yang membuka ke permukaan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsil, daerah yang kosong di atasnya dikenal
sebagai fosa supra tonsil. Bagian luar tonsil terikat longgar pada otot m.konstriktor
faring superior, sehingga tertekan setiap kali menelan. Otot m.palatoglosus dan
m.palatofaringeus juga menekan tonsil. Tonsil terletak di lateral orofaring, dibatasi
oleh m.konstriktor faring superior pada sisi lateral, m.palatoglosus pada sisi anterior,
m.palatofaringeus pada sisi posterior, palatum mole pada sisi superior dan tonsil
lingual pada sisi inferior.4
Fosa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi
oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah m.palatoglosus atau disebut pilar
posterior, batas lateral atau dinding luarnya adalah m.konstriktor faring superior. Pilar
anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole
dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas
mencapai palatum mole, tuba Eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah
meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati

3
agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian
atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal
lidah dan dinding lateral faring.4
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat,
yang disebut kapsul. Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam
parenkim. Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf-saraf dan pembuluh
eferen. Kripte tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan masuk ke bagian
dalam jaringan tonsil. Umumnya terdiri dari 8-20 buah dan kebanyakan terjadi
penyatuan beberapa kripte. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan
epitel permukaan medial tonsil. Pada fosa supratonsil, kripte meluas kearah bawah
dan luar, maka fosa ini dianggap pula sebagai kripta yang besar. Diantara pangkal
lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang
merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio.4

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil dan Adenoid


Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
arteri maksilaris eksterna atau arteri fasialis dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden, arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina
desenden, arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal dan arteri faringeal
asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal

4
dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, vaskularisasi diantara kedua daerah
tersebut dilayani oleh arteri tonsilaris. Vaskularisasi kutub atas tonsil dilayani oleh
arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas
pada bagian luar muskulus konstriktor superior dan bercabang untuk tonsil dan
palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabang melalui
muskulus konstriktor superior melalui tonsil. Arteri faringeal asenden juga
memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar muskulus konstriktor superior.
Arteri lingualis dorsal naik kepangkal lidah dan mengirimkan cabangnya ke tonsil,
pilar anterior dan pilar posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina minor
atau arteri palatina posterior memperdarahi tonsil dan palatum mole dari atas dan
membentuk anastomosis dengan arteri palatina asenden.5
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faring. Perdarahan adenoid berasal dari cabang-cabang arteri maksilaris
interna. Disamping memperdarahi adenoid pembuluh darah ini juga memperdarahi
sinus sfenoid.5

Gambar 2.2 Vaskularisasi Tonsil


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda atau deep jugular nodebagian superior dibawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar torak dan akhirnya menuju duktus

5
torasikus. Infeksi dapat menuju ke seluruh bagian tubuh melalui aliran getah bening.
Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh getah
bening aferen tidak ada. Tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf ke
V atau n.trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf keIX
atau n.glosofaringeus, sedangkan adenoid mendapat persarafan dari cabang saraf
kranialis ke IX dan X atau n.vagus.5
Sebagian besar sel-sel (80-85%) yang memiliki peran sistem imunitas pada
orang dewasa terletak pada mukosa traktus digestivus. Beberapa jaringan limfoid
sekunder pada traktus digestivus, GALT (gut associated lymphoid tissue) yang di
dalamnya termasuk MALT (mucosal associated lymphoid tissue) adalah tonsila
palatina, tonsila faringeal, tonsila lingualis, Payer’s patchdi usus dan apendik. GALT
merupakan lini pertama dalam menghadapi antigen atau mikroorganisme yang masuk
secara ingestan. Di antara GALT yang berperan paling besar adalah jaringan limfoid
yang ada pada Payer’s patch. Adenoid dan tonsil merupakan benteng pertahanan pada
pernafasan dan jalur makanan. Adenoid dan tonsil yang merupakan bagian dari
sistem imun sekunder berfungsi reaktif secara imunologis, memacu sel limfosit B dan
T dalam merespon terhadap adanya antigen dengan hasil akhir Imunoglobulin A
(IgA). Karena pada adenoid dan tonsil tidak didapatkan adanya pembuluh limfatik
aferen maka antigen atau mikroorganisme yang terpapar pada kripta-kripta tonsil dan
lipatan adenoid akan menuju ke bagian dalamuntuk diproses kemudian ditranspor
kembali ke lapisan epitelial, jadi antigen atau mikroorganisme yang terpapar pada
kripte akan segera dieliminasi sehingga tidak menimbulkan bahaya. Tetapi beberapa
mikroorganisme patogen dapat tetap hidup di jaringan tonsil, hal ini akan menjadikan
tonsil dan adenoid sebagai sumber infeksi kronik akibat tingginya jumlah
mikroorganisme patogen dan rusaknya mekanisme pertahanan imunologik lokal.5
Tonsil mulai mengalami involusi pada saat pubertas, sehingga produksi sel B
menurun. Pada tonsilitis berulang terjadi perubahan epitel skuamosa berlapis yang
menyebabkan rusaknya afinitas sel imun dan menurunnya fungsi transpor antigen
yang pada akhirnya dapat menurunkan aktivitas lokal sistem sel B, serta menurunkan
produksi antibodi.5

6
2.2 Tonsilitis Akut
2.2.1 Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsila lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding
faring / Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatina biasanya meluas ke
adenoid dan tonsil lingual.1
Tonsilitis Akut secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsila palatina yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.2

2.2.2 Etiologi
Penyebab utamanya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.
Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai
tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun
virus, sehingga membengkak dan meradang sehingga menyebabkan tonsillitis.3
Penyebab tonsilitis antara lain :3
1. Pneumococcus
2. Staphilococcus
3. Streptokokus beta hemolitikus grup A
4. Hemofilus Influenza
5. Virus Epstein Barr
6. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens

Faktor predisposisi tonsilitis akut, antara lain :3


1. Postnasal discharge karena sinusitis
2. Residual jaringan tonsil karena tonsilektomi
3. Mengkonsumsi minuman dingin atau makanan dingin dapat secara langsung
4. Menyebabkan infeksi atau menurunkan daya tahan dengan vasokonstriksi
5. Adanya benda asing yang bisa menyebabkan mudahnya terjadi infeksi

7
2.2.3 Patofisiologi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat
didalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal, tonsil palatina dan tonsil lingual.
Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak-anak.3
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang
berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakonaris.3
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus,
proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe submandibula.3

2.2.4 Klasifikasi
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstien Barr. Hemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut, akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien. Terapi dapat berupa istirahat,
minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika gejala berat.5

8
2. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptococcus β
hemolitikus yang dikenal sebagai strepthroat, pneumocooccus, streptococcus viridan
dan streptococcus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan
epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak
sebagai bercak kuning.5
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.
Bila bercak- bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi
tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk
semacam membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.5
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri
waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri ditelinga (otalgia) rasa nyeri ditelinga ini
karena nyeri alih (referet pain) melalui saraf n. glosofaringeus. Pada pemeriksaan
tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna
tertutup oleh membrana semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
Terapi berupa antibiotik spektrum lebar penisilin, eritromicin. Antipiretik dan obat
kumur yang mengandung deksinfektan.5

2.2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :6
1. Nyeri tenggorokan
2. Sulit menelan : anak biasanya menolak untuk makan
3. Demam
4. Otalgia : sebagai akibat dari nyeli alih melalui N.IX
5. Malaise, nyeri sendi
6. Tonsil membesar dan hiperemis serta detritus
7. Durasi tonsilitis akut biasanya 4 sampai 6 hari

9
2.3 Gambar Tonsilitis Akut pada Tonsila Palatin

2.4 Gambar Tonsilitis Akut yang bisa menyebabkan Distress Pernapasan

2.2.6 Pemeriksaan Fisik


Teknik pemeriksaan adalah pasien diminta untuk membuka mulutnya dan
kemudian pemeriksa menggunakan spatel menekan lidah ke bawah dan kemudian
daerah faring dan tonsil dapat dievaluasi.

2.5 Grading Pembesaran Tonsil

10
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :3
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pembesaran tonsil dikatagorikan dalam ukuran T1 – T4 :2


1. T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior –
uvula
2. T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak
anterior – uvula
3. T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾
jarak pilar anterior – uvula
4. T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau
lebih

Gambar 2.6 (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C)
Grade-IIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)

11
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis untuk tonsillitis akut dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisik yang dilakukan secara
menyeluruh.1
Pada anamnesis, pasien biasanya datang dengan keluhan berupa nyeri
tenggorokan, nyeri menelan, rasa ada yang mengganjal ditenggorokan, nafsu makan
menurun, badan lemas. Gejala-gejala lain dapat ditemukan seperti demam, namun
tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa
submandibular. Pada pemeriksaan fisik : tampak tonsil membesar, hiperemis,
detritus.6

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Inflammatory parameter : pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis, dan
erhytrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP)
meningkat.
b. Pemeriksaan bakteri : sebuah kultur bakteri jarang diambil dari apus
tenggorok karena biasanya membutuhkan 2-3 hari untuk mendapatkan
hasilyang definitif, dimana waktu pengobatan sudah harus dimulai. Itu
sebaiknya dilakukan sebuah rapid immunoassay, yang dapat mengidentifikasi
organisme penyebab seperti Streptococcus grup A hanya dalam waktu 10
menit. 8

2.2.9 Diagnosis Banding


1. Difteri
Difteri memiliki onset yang berbahaya dan ditandai dengan membran abu-abu
(susah dihilangkan) di tonsil, tenggorokan dan uvula. Diagnosis difteri melalui
pemeriksaan dan kultur swab.

12
Tonsilitis Akut Difteri
(Ulseratif)
Riwayat Tonsilitis berulang Telah terpapar difter
Temperatur Tinggi Rendah atau normal
Takikardi Sebanding dengan Tidak sebanding
demam dengan demam, nadi
lemah
Toxaemia Tidak ada Bisa ada
Nyeri / sakit berat Sedang atau tidak ada
Albuminuria Tidak ada Selalu ada
1.1 Tabel Perbandingan antara Difteri dan Tonsilitis Akut
2. Scarlett Fever
Scarlett fever dapat menyerupai tonsilitis akut. Scarlett fever disebabkan oleh
infeksi streptococcus dan menyebabkan ruam eritematosa berwarna abu-abu. Pasien
didapatkan tanda berupa strawberry tongue.

2.7 Gambar Scarlett Fever

2.2.10 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
1. Pasien diharuskan untuk tirah baring
2. Aspirin atau parasetamol diberikan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman.
Ingat bahwa aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena berisiko
terjadinya sindrom Reye
3. Mengedukasi pasien untuk selalu minum air supaya terhindar dari dehidrasi
4. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin
atau klindomisin
5. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) jika terapi konservatif tidak memberikan
hasil

13
2. Operatif
Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan nafas, disfagia berat,
gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan konvensional,
maka tindakan operasi dengan tonsilektomi perlu dilakukan. Selain itu indikasi
tonsilektomi pada tonsilitis kronik bila sebagai infeksi yang berulang, penurunan
kualitas hidup dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Tonsilektomi juga merupakan
tatalaksana yang diaplikasikan untuk Sleep-Disordered Breathing (SDB) serta untuk
tonsilitis rekuren yang lebih sering terjadi pada anak-anak.7
Berdasarkan Health Technology Assesment (HTA) Indonesia tahun 2004,
indikasi tonsilektomi dikelompokkan menjadi indikasi absolut dan relatif :7
1. Indikasi absolut : pembengkakan tonsil yang menyebabkan ostruksi saluran
napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner; abses
peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase :
tonsilitis yang menimbulkan kejang demam, tonsilitis yang membutuhkan
biopsi untuk menentukan patologi anatomi.
2. Indikasi relatif: terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan
terapi antibiotik adekuat : halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak
membaik dengan terapi medis; tonsilitis kronik atau berulang pada karier
Streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase
resisten.
HTA Indonesia tahun 2004 juga menyebutkan kontra indikasi tindakan
tonsilektomi yaitu: adanya gangguan perdarahan, risiko anastesi yang besar atau
penyakit berat, anemia serta infeksi akut berat. Namun bila dapat di atasi, operasi
dapat dilakukan dengan tetap memperhitungkan manfaat dan risiko.7

2.2.11 Komplikasi
Komplikasi tonsillitis akut antara lain :7
1. Abses Peritonsiler
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, terjadi
beberapa hari setelah infeksi akut dan disebabkan oleh streptococcus group A.

14
2. Otitis Media Akut
Pada anak juga sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Infeksi
dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontangendang
telinga. Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkaninfeksi ke
dalam sel-sel mastoid.
3. Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui
mulut,tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea
yangdikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

2.2.12 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita
tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika
tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan
bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.6

2.2.13 Pencegahan
Tonsilitis akut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kebersihan mulut,
lingkungan, dan pola makan individu tersebut. Dalam hal ini pola makan memiliki
peran yang sangat besar terhadap kesehatan seseorang, tidak terkecuali dengan
tonsilitis. Selain itu menjaga kebersihan makan dan minum, kebiasaan berkumur atau
menggosok gigi minimal 2 kali sehari dan mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan juga sangatlah penting untuk menghilangkan patogen dan kuman-kuman yang
menempel ditangan yang tidak kita sadari selama beraktivitas sehari-hari. Orang-
orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka
untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain. Gelas minuman dan perkakas
rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan
menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang
telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang.5

15
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. P
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Tanjung paku

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri tenggorokan sejak ± 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Nyeri tenggorokan sejak ± 3 hari yang lalu, nyeri dirasakan meningkat
terutama saat pasien menelan, sehingga pasien jadi kehilangan nafsu makan.
Ibu pasien mengatakan pasien mengeluhkan demam sejak ± 3 hari yang lalu,
demam naik turun, tidak menggigil disertai batuk berdahak dan pilek serta
badan lemas. Ibu pasien juga mengatakan jika anaknya sering minum es dan
gorengan yang dibeli saat di sekolah. Riwayat terbangun saat tidur karena
sesak nafas disangkal, tidur mendengkur (ngorok) disangkal, keluhan nyeri
pada telinga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien
Riwayat Pengobatan

16
Pasien belum ada berobat sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital sign :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi Nadi : 84 x/menit
- Frekuensi Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,9 0C
 Berat badan : 44 kg
 Tinggi badan : 120 cm

KEPALA
Mata
Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
THT : Status Lokalis THT
Leher : Pembesaran KGB tidak ada

THORAKS
Paru
 Inspeksi : Diharapkan dalam batas normal
 Palpasi : Diharapkan dalam batas normal
 Perkusi : Diharapkan dalam batas normal
Auskultasi : Diharapkan dalam batas normal
Jantung
 Inspeksi : Diharapkan dalam batas normal
 Palpasi : Diharapkan dalam batas normal
 Perkusi : Diharapkan dalam batas normal

17
 Auskultasi : Diharapkan dalam batas normal
ABDOMEN
 Inspeksi : Diharapkan dalam batas normal
 Palpasi : Diharapkan dalam batas normal
 Perkusi : Diharapkan dalam batas normal
 Auskultasi : Diharapkan dalam batas normal

EKSTREMITAS
 Akral hangat ( +/+ )
 CRT < 2 detik
 Edema (-/-)
 Sianosis (-/-)

Status Lokalis THT :


Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Daun telinga Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Liang telinga Cukup lapang (N) Cukup lapang (N)
Hiperemis Tidak Tidak
Dinding liang
Edema Tidak ada Tidak ada
telinga Massa Tidak ada Tidak ada
Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Warna Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Membran timpani
Utuh Warna Putih mengkilat Putih mengkilat
Reflek cahaya + +
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada

18
Mastoid Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes garpu tala Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan
Kesimpulan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Cavum nasi Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang (N)
Ukuran eutrofi eutrofi
Warna livide livide
Permukaan licin licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Sekret Ada/Tidak Ada Ada
Jenis Serous Serous
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau Tidak Berbau Tidak Berbau
Septum Cukup lurus/deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada

Orofaring dan mulut

19
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Arkus Faring Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Hiperemis Hiperemis
Edem - -
Bercak/eksudat - -
Dinding faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus + +
Eksudat - -
Tonsil Perlengketan
- -
dengan pilar

DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis Akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Swab tenggorok

DIAGNOSA BANDING
Tonsilitis Difteri

PENATALAKSANAAN
Farmakologi
 Tab Paracetamol 3 x 500 mg (p.o)
 Tab Amoxicillin 3 x 500 mg (p.o)

Non Farmakologi
 Istirahat yang cukup
 Banyak minum air putih

20
 Makan makanan lunak serta hindari minum es, makanan berminyak dan
keras serta pedas

PROGNOSIS :
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatina yang disebabkan oleh
infekivirus atau bakteri. Tonsilitis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus
beta hemolitikusgrup A. Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah
jika penderita menelan) dan juga nyeri alih yang seringkali dirasakan di telinga
(karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda infeksi pada tonsil. Penatalaksanaan
tonsilitis jika penyebabnya bakteri diberi antibiotik dan juga tonsilektomi jika
tonsilitis berulang. Komplikasi dapat berupa abses peritonsilitis, otitis media akut,
dan OSAS.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurien M,Sheelans L, Bramhaathan, ThomasK. 2011. “Fine Needle Aspiration


in Tonsillitis : Reliable and Valid Diagnosticktest”. The Journal of
Laryngology & Otology vol 117.
2. World Health Organization, 2013. “Survailance of risk factors forn non-
communicabled is eases: the WHO stepiseapproach “. Summari. Geneva.
3. Soepardi Arsyad, et al. 2015. “Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher”. Edisi 6. FKUI : Jakarta. Hal. 221-223.
4. Richard SS. Pharinx. 2012. In: “Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran”. Edisi 6. Jakarta : ECG, p795-801.
5. Boies AH. 2013. “Rongga Mulut dan Faring”. In: Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Jakarta: ECG, p263-340.
6. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. 2014. “Pharyngitis/Tonsillitis”. In:
Head and Neck Manifestations of Systemic Disease. USA:2014.p493-508
7. Campisi P, Tewfik TL. 2013. “Tonsillitis and Its Complications”. Canadian
Journal of Diagnosis. (February):99–105.

22
8. Stelter K. 2014. “Tonsillitis and Sore Throat in Children”. GMS Current
Topics Otorhinolaryngology Head Neck Surgery ;13:1–24.

23

Anda mungkin juga menyukai