Disusun oleh:
FAKULTAS EKONOMI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN
Undang-undang keuangan negara diharapkan memberikan arahan umum tentang
pengelolaan keuangan negara dalam setiap tingkatan pemerintahan, baik pusat maupun
daerah, serta berbagai unit pemerintahan lainnya, baik di pusat maupun di daerah, yang
meliputi departemen, lembaga non departemen jembatan usaha milik negara atau daerah.
Sesuai amanat dari undang-undang dasar 1945, maka UU keuangan negara ini diharapkan
menjadi payung bagi setiap undang-undang lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara di pusat maupun di daerah, walaupun dalam ketentuan hukum, kedudukan
setiap undang-undang itu setara.
B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA DAN
DAERAH
Pengertian Keuangan Negara
Keuangan negara dapat diartikan sebagai suatu bentuk kekayaan pemerintah yang diperoleh
dari penerimaan, hutang, pinjaman pemerintah. Pengertian keuangan negara sesuai dengan
uu nomor 17 tahun 2003 adalah sebagai berikut:
“ Keuangan negara adalah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan “ hak milik
negara” berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun,
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan
negara dan segala hal dan kewajiban yang timbul karena:
1) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga
negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah
2) .Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang
menyertakan model negara, atau perusahaan yang menyertakan model pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan neraca.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara dinyatakan
bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi
objek, subjek, proses, dan tujuan.
• Dari sisi objek, keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan
pengelolaan kekayaan negara .
• Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh subjek yang
memiliki atau menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat,
pemerintah daerah, perusahaan negara / daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara.
• Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan objek sebagaimana dimulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggungjawaban
• Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam :
1. Subbidang pengelolaan fiskal,
2. Subbidang pengelolaan moneter,
3. Subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pengertian Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengawasi daerah untuk
mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan
mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang
diwujudkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (PBD). Sedangkan
menurut UU Nomor 17 tahun 2003, keuangan daerah adalah:
“ Semua hak dan kewajiban pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah
Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
barang yang dapat dijadikan milik daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban daerah tersebut.”
Di dalam undang-undang yang mengatur keuangan negara, terdapat penegasan di bidang
pengelolaan keuangan yang berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah,
yaitu bahwa kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan
bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan daerah.
C. RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH
Ruang Lingkup Keuangan Negara
Meliputi,
1) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman
2) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas Layanan Umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga
3) Penerimaan negara
4) Pengeluaran negara
5) Penerimaan daerah
6) Pengeluaran daerah
7) Kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ daerah.
8) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan kepentingan umum
9) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah
10) Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh
orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di
lingkungan kementerian negara atau lembaga, atau perusahaan negara / daerah.
Azas tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran negara dibuat secara tahunan
Azas universality ( kelengkapan)
Azas kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap
Azas spesialis mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran
tertentu
Azas Akuntabilitas, berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa setiap
penggunaan anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi.
Asas profesionalitas, mengharuskan pengelolaannya ditangani oleh tenaga yang
profesional
Asas proporsionalitas, dilaksanakan secara proporsional pada fungsi Kementerian
atau lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai
Asas pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa yang bebas dan mandiri
Asas asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-
prinsip pemerintahan daerah
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan juga
menyelenggarakan pemerintah berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan harus
berdasarkan ketentuan yang ada ( UUD 1945). Dalam rangka memenuhi kewajiban
konstitusional yang diamanatkan oleh undang-undang Dasar 1945 dan sebagai upaya
menghilangkan penyimpangan terhadap keuangan negara serta guna mewujudkan sistem
pengelolaan keuangan negara yang berkesinambungan (sustainable), profesional, terbuka,
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan aturan pokok
yang telah ditetapkan dalam UUD dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam
penyelenggaraan pemerintah negara maka sejak tanggal 5 April 2003 telah diundangkan UU
nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi- fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi, perpajakan, administrasi kepabeanan,
perbendaharaan, pengawasan keuangan.
Undang- undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara mengatur kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara sebagai berikut:
Tugas seorang menteri keuangan dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengeluaran
fiskal meliputi pasal 8:
Sejak APBN tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I-account untuk
menggantikan format sebelumnya, yaitu T-account.
POSTUR APBN
Penyusunan postur APBN dimulai dari pemerintah terlebih dahulu menetapkan parameter/
asumsi dasar makro ekonomi, yang terdiri atas 6 parameter yaitu:
Dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang dimaksud
dengan
Tiga kelompok besar komponen yang merupakan postur APBN dapat dijelaskan lebih lanjut
sebagai berikut :
Pendapatan negara dan hibah merupakan semua penerimaan negara dalam satu tahun
anggaran yang menambah ekuitas dana lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara.
2. Belanja Negara
Belanja negara merupakan semua pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran yang
mengurangi ekuitas dana lancar dan merupakan kewajiban negara, dan tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh negara.
3. Pembiayaan
UU nomor 17 tahun 2003 mengatur tentang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
dan daerah. pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara adalah sebagai berikut:
Laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD beserta
prognosis 6 bulan berikutnya’, laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis 6
bulan berikutnya.
Laporan Keuangan SKPD, mencakup : neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas
laporan keuangan’, laporan keuangan pemerintah daerah’, mencakup : Neraca, laporan
realisasi anggaran catatan atas laporan keuangan serta laporan arus kas, yang disusun
berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan, untuk dilakukan pemeriksaan oleh BPK.
Hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah dapat terjadi dalam bentuk:
1. Pengalokasian transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dan
perimbangan yang terdiri atas tanah bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber daya
alam, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, danau otonomi khusus dan dana
penyesuaian
2. Pemberian pinjaman dan/ atau hibah oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah atau sebaliknya dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat
3. Pemberian pinjaman/ hibah/ penyertaan modal oleh pemerintah pusat kepada
perusahaan daerah atau sebaliknya pemberian pinjaman/ hibah oleh perusahaan
daerah kepada pemerintah pusat
4. Pemberian pinjaman/ hibah oleh perusahaan negara kepada pemerintah daerah
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/ APBD dalam undang-undang ini
meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/
DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi
anggaran, penyatuan anggaran, game penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah
dalam penyusunan anggaran.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti
pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya
duplikasi, penumpukan, penyimpangan anggaran.
M. PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN
DAERAH
Pertanggung jawaban merupakan ujung dari siklus anggaran setelah perencanaan dan
pelaksanaan.
Evaluasi kinerja yang dilakukan dalam rangka pemantauan pada pokoknya adalah
menyediakan informasi bagi para pengelola kebijakan dan pembuat kebijakan mengenai
ketetapan dan efektivitas kebijakan dan sistem serta proses yang dilakukan tindak lanjut
apabila secara aktual ternyata ada hal hal -hal yang perlu dikoreksi baik pada kebijakan
ataupun pada sistem dan proses pelaksanaannya.
LAKIP adalah media pertanggungjawaban yang berisi informasi mengenai kinerja instansi
pemerintah, dan bermanfaat antara lain untuk :
Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan
atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala
hal dan kewajiban yang timbul karena:
A. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga
negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
B. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang
menyertakan model negara, atau perasaan yang menyertakan model pria ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara.
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengawasi daerah untuk
mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan
mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang
diwujudkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (PBD)
Dari pemahaman materi tentang Keuangan Negara Dan Daerah, kami menetapkan beberapa
rumusan masalah yaitu :
1. Prinsip pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan negara perlu dilaksanakan secara
konsisten. Jelaskan bagaimana pelaksanaan pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan
negara yang konsisten?
2. Mengapa pemerintah selaku kepala pemerintahan hanya berkuasa atas kebijakan fiskal
namun pada kebijakan moneter pemerintah tidak memiliki wewenang di bidang tersebut?
3. Sejak APBN tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I- account untuk
menggantikan format sebelumnya yaitu T-account. Apa alasan Indonesia mengubah Format
Keuangan Negara?
4. Jelaskan Bagaimana proses dari penyususunan APBD supaya bisa berjalan dengan baik?
5. Sebutkan dan jelaskan batasan atau ruang lingkup daerah dalam melakukan pengelolaan
keuangan daerahnya?
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah menetapkan beberapa rumusan masalah, kami mengkaji dari berbagai sumber untuk
menjawab rumusan masalah yang timbul dari bahan kajian. Adapun pembahasan terhadap
rumusan masalah antara lain :
1. Presiden adalah kepala pemerintahan yang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan kekuasaan, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada menteri
terutama menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada menteri lembaga selaku pengguna anggaran
atau pengguna barang kementerian negara yang dipimpinnya. Prinsip pembagian tersebut
perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan
tanggung jawab, terlaksananya mekanisme check and balances serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Undang-undang
nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara mengatur kekuasaan atas pengelolaan
keuangan negara yaitu:
A. Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
B. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut dikuasakan kepada menteri Keuangan,
kepada menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran barang kementerian
negara yang dipimpinnya, kepada gubernur Bupati walikota selaku kepala pemerintahan
daerah untuk mengelola keuangan daerah, serta pemerintah tidak termasuk dalam
kewenangan dibidang moneter yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan
uang. Jadi jelas bahwa sesuai dengan asas desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan
negara sebagian kekuasaan presiden tersebut juga diserahkan kepada wakil petugasnya dan
juga wakil daerah. Dengan meningkatnya profesionalisme dan penyelenggaraan wewenang
dan tanggung jawab pembagian atas keuangan negara maka diharapkan adanya kejelasan dan
pengelolaan keuangan yang baik dan dan tersusun.
2. Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengelola dan mengarahkan kondisi ekonomi ke arah yang lebih baik atau yang diinginkan.
Sedangkan Kebijakan moneter merupakan seperangkat kebijakan ekonomi yang dibuat untuk
mengatur ukuran serta tingkat pertumbuhan pasokan uang di dalam perekonomian negara.
Kebijakan moneter diatur sedemikian rupa untuk membantu mengatur variabel ekonomi
makro. Misalnya seperti inflasi dan juga pengangguran dalam suatu negara. Bank Indonesia
sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun 1999 memberikan status dan kedudukan
sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain, kecuali untuk hal-hal
yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Artinya Bank Indonesia yang memiliki
wewenang dan tanggung jawab atas kebijakan moneter di Indonesia. Dengan bebas dari
campur tangan pemerintahan maka Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen dapat
melaksanakan tugas dan wewenangnya serta tujuan dalam menstabilkan nilai mata uang
dengan baik dan konsisten.
Prinsip akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia diterapkan
dengan cara menyampaikan informasi langsung kepada masyarakat luas melalui media massa
pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun
sebelumnya, serta rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk
tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden
dan DPR. Akuntabilitas juga terkait erat dengan independensi. Semakin besarnya
independensi yang diberikan kepada bank sentral menuntut pula pentingnya akuntabilitas.
3. Seiring dengan semangat reformasi di bidang kebijakan fiskal, dalam upaya meningkatkan
transfaransi dan akuntabilitas publik, mulai tahun anggaran 2000 juga dilakukan perubahan
terhadap struktur dan format APBN. Berdasarkan format baru tersebut, APBN yang
sebelumnya disusun berdasarkan prinsif anggaran berimbang dan dinamis, diubah menjadi
anggaran defisit yang dibiayai dengan sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan luar
negeri. Model yang diterapkan adalah I-Account, dan perubahan struktur dan format APBN
tersebut dimaksudkan antara lain adalah untuk meningkatkan transfaransi dalam penyusunan
APBN, karena dengan format baru tersebut anggaran dan strategi pembiayaannya akan
mempermudah dilakukan analisis, pemantauan dan pengendalian dalam pelaksanaan dan
pengelolaan APBN.
Dalam model ini struktur APBN ditampilkan dalam bentuk memanjang. Dengan model ini
tranparansi anggaran lebih jelas terlihat karena defisit anggaran jelas ditampilkan, tidak
seperti model sebelumnya. Berdasarkan keseimbangan umum APBN (overall balance) sesuai
dengan standar GFS, adalah selisih atau perbedaan antara pendapatan yang berasal dari
penerimaan dan hibah dengan jumlah seluruh pengeluaran negara, yang hasilnya bisa negatif
atau positif. Dengan konsep GFS, maka pembiayaan (financing), menunjukan perubahan
didalam kewajiban pemerintah, baik yang berkaitan dengan pembayaran kembali segala
kewajiban pemerintah (repayment) dimasa yang akan datang, maupun perubahan likuiditas
yang dimiliki pemerintah (liquidity holdings). Perubahan tersebut diperlukan untuk menutup
selisih antara seluruh transaksi pengeluaran dan pemberian pinjaman pemerintah kepada
pihak lain (expenditure dan lending) dengan pendapatan yang berasal dari penerimaan dan
hibah.
Pinjaman termasuk kedalam elemen pembiayaan, yaitu pembiayaan luar negeri (foreign
financing) yang merupakan bagian dari penarikan bruto pinjaman luar negeri (groos
drawing). Demikian pula pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri (principal of
external debt) tidak dianggap sebagai pengeluaran negara akan tetapi diperlukan sebagai
bagian dari unsur pembiayaan. Selisih kedua pos tersebut akan berpengaruh terhadap beban
kewajiban pemerintah di masa yang akan datang. Begitu juga dengan penjualan aset
pemerintah, seperti divestasi saham pemerintah pada BUMN, dan hal-hal lain yang berakibat
terhadap posisi kekayaan pemerintah dimasa yang akan datang.
Dalam model ini struktur APBN bentuk memanjang atau model I-Account mejadi format
yang tetap, tetapi untuk tahun anggaran 2001 mengalami sedikit perubahan dalam struktur
APBN karena diberlakukannya UU No.25 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah yang membawa kosekuensi terhadap APBN, dimana masuknya komponen baru yaitu
dana perimbangan. Selama kurun waktu 2002-2004 terjadi sedikit perubahan dengan
memasukan pos Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Mulai tahun 2005 berdasarkan UU
No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, model I-Account tetap dipergunakan tetapi
sudah tidak membedakan antara anggaran rutin dan pembangunan.
4. Penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum
APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD
membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah.
Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah
disusun. Rencana Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan ini disampaikan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD. Proses selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD disertai penjelasan dari dokumen-dokumen pendukungnya kepada
DPRD untuk dibahas dan disetujui. APBD yang disetujui DPRD ini terinci sampai dengan
unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui
Rancangan Perda APBD tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tinginya sebesar angka APBD tahun
anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang mengikat dan wajib.
5.Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah, kewajiban daerah,
penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah dan kekayaan pihak lain yang
dikuasai daerah. Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah
meliputi hal-hal dibawah ini: Hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah
serta melakukan pinjaman ; Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan
daerah dan membayar tagihan pihak ketiga; Penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang
yang masuk ke kas daerah. pengertian ini harus dibedakan dengan pengertian pendapatan
daerah karena tidak semua penerimaan merupakan pendapatan daerah. Yang dimaksud
dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih;
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali istilah pengeluaran
daerah tertukar dengan belanja daerah. yang dimaksud dengan belanja daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan daerah; Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah
daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan
umum.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan
atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala
hal dan kewajiban yang timbul karena:
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga
negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang
menyertakan model negara, atau perasaan yang menyertakan model pria ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara.
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengawasi daerah untuk
mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan
mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang
diwujudkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (PBD) .
Saran
Undang-undang keuangan negara diharapkan memberikan arahan umum tentang
pengelolaan keuangan negara dalam setiap tingkatan pemerintahan, baik pusat maupun
daerah, serta berbagai unit pemerintahan lainnya, baik di pusat maupun di daerah, yang
meliputi departemen, lembaga non departemen dan badan usaha milik negara atau daerah.
Sesuai amanat dari undang-undang dasar 1945, maka UU keuangan negara ini diharapkan
menjadi payung bagi setiap undang-undang lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara di pusat maupun di daerah, walaupun dalam ketentuan hukum, kedudukan
setiap undang-undang itu setara.
DAFTAR PUSTAKA