Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan


angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal
ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia
dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.

Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia


tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-
2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5
juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk.
Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat
dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census


USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025
mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan
usia harapan hidup penduduk Indonesia.

Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup


penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67
tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia
rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu
adalah Jepang (74,5 tahun).

Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah


meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih
produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam
pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai
Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah
pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan.
Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun
selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas
yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat
keperawatan yang tinggi.

Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan


profesi keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan
keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan pun saat ini
ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi
yang mulai berkembang.

Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan


atas Gerontologic nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai
keterlibatannya dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau
perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan
keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di
Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun
penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini
berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65
tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi),
disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

2. Tujuan
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan
Keperawatan Lansia
c. Mengenal masalah kesehatan lansia.
d. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah
kesehatan pada lansia.
e. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia
Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial)
sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.
f. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas
pelayanan kesehatan).
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur


kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam,
dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti
Maryam, dkk, 2008: 32).

a. Batasan Lanjut Usia

Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan


umur.

1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Lanjut Usia meliputi:

a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59


tahun.

b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.

d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.

2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai


berikut :

a. Pralansia (prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45-59


tahun.

b. Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.


c. Lansia risiko tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

d. Lansia potensial, Lansia yang masih mampu melakukan


pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang/jasa (Depkes RI, 2003).

e. Lansia tidak potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,


sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes
RI, 2003).

b. Tipe Lanjut Usia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman


hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya
(Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).

Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
6. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant
dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai


berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks
kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe
yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan
langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak
langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dip anti werda,
lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2. Proses Penuaan

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik


perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut
dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh.
Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi
secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses


menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses
menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan
atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

3. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan
makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang
terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

a. Perubahan Fisik

 Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya


cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot,
ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.

 Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan


menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca
indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan
dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa,
lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin
rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.

 Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih


suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul
sklerosis, daya membedakan warna menurun.

 Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi


suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani
menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

 Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal
±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.

 Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai


suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu,
kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang
sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

 Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,


menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun
(menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg,
CO2 arteri tidak berganti.

 Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun,


pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung
menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan
sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

 Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering
terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan
menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse
berefek pada seks sekunder.

 Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),


penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen,
progesterone, dan testoteron.

 Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses


keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya
elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

 Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan


pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

b. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:

 Perubahan fisik.
 Kesehatan umum.
 Tingkat pendidikan.
 Hereditas.
 Lingkungan.
 Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
 Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
 Kenangan lama tidak berubah.
 Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari
faktor waktu.

c. Perubahan Psikososial

 Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang


menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering bingung panik dan depresif.
 Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.
 Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang,
kehilangan status, teman atau relasi.
 Sadar akan datangnya kematian.
 Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
 Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
 Penyakit kronis.
 Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
 Gangguan syaraf panca indra.
 Gizi
 Kehilangan teman dan keluarga.
 Berkurangnya kekuatan fisik.
 Permasalahan pada Lansia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian


kesejahteraan lansia antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):

1. Permasalahan Umum
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.

b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang


berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.

c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan


lansia.

e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan


lansia.

2. Permasalahan Khusus

a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah


baik fisik, mental maupun sosial.

b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.

c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.

d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.

e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan


masyarakat individualistik.

f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat


mengganggu kesehatan fisik lansia.

4. Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia

Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:

a. Depresi Mental

b. Gangguan Pendengaran

c. Bronkitis Kronis

d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan


e. Gangguan pada koksa/sendi panggul

f. Anemia

g. Demensia

5. Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan


penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:

a.  Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh


(endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh
(eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi
penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan
sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim,
dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena
infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi),
dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan
dan memperberat.

b. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas


Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak
didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan
padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita
menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
c. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam
pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam
dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui
bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang
berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh
telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat
tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat
dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang
sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu
dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada
lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat
pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat
pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air
seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan
darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat
pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat,
ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang
berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
d. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami
tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak
hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan
jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang
mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya.

6. Promosi kesehatan, Program Kesehatan yang tepat dan metode


yang tepat untuk lansia

 Sasaran

a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni panti

2) Keluarga lansia

3) Masyarakat luas

4) Instansi dan organisasi terkait

b. Sasaran Khusus

Lansia di kampong parang desa gentungang

 Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui


upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

a. Upaya Promotif

Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan


meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik
bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut
dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi
petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:

 Masalah gizi dan diet

a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.

b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.

c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.

d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.

e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.

f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.

 Perawatan dasar kesehatan


Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia :

a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.

b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.

c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.

d) Perawatan dasar lingkungan

 Keperawatan kasus darurat

a) Mengenal kasus darurat.

b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.

 Mengenal kasus gangguan jiwa

a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.

b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.

 Olah raga

a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.

b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.

c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.

 Teknik-teknik berkomunikasi

a) Bimbingan rohani.

b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.


c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di
panti.

d) Rekreasi.

e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.

f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti


maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.

b. Upaya Preventif

Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-


penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:

1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas


kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di
puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.

2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan


di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.

3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan


petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.

4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan


dan kondisi masing-masing.

5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai


dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan


tetap produktif.

8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap


lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu,
tempat, dan orang secara optimal.

c. Upaya Kuratif

Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas


kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan
ini dapat berupa hal-hal berikut ini:

1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan


atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan
pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.

2) Pengobatan jalan di puskesmas.

3) Perawatan dietetik.

4) Perawatan kesehatan jiwa.

5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.

6) Perawatan kesehatan mata.

7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.

8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan


yang diperlukan.

d. Upaya Rehabilitatif

Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal


mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional
(ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan
oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan
berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).

Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa


para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi
negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat
memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan
yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri,
sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang
biasanya mereka alami.

Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman
berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih
menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan
sesuatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di
rumah masih jauh lebih baik dari pada di panti.

Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka
muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal
mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan
potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola
hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka
sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi
kepentingan semua orang.

10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo


(2001) adalah sebagai berikut:

1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).

2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).

3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).

4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).


5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial
assistance).

6) Transportasi umum (facilities for public transportations).

7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).

8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).

9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).

10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids).


Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies
and facilities).

 Terapi Modalitas

Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk


mengisi waktu luang bagi lansia.

a. Tujuan

1) Mengisi waktu luang bagi lansia.

2) Meningkatkan kesehatan lansia.

3) Meningkatkan produktivitas lansia.

4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.

b. Jenis Kegiatan

1) Psikodrama

Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat


dipilih sesuai dengan masalah lansia.

2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan
kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan
mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan
leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak
gambar, dan lain-lain.

3) Terapi musik

Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan


gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu.

4) Terapi berkebun

Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan


memanfaatkan waktu luang.

5) Terapi dengan binatang

Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi


hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang.

6) Terapi okupasi

Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan


produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari
bahan yang telah disediakan.

7) Terapi kognitif

Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan


cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.

8) Life review terapi

Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri


dengan menceritakan pengalaman hidupnya.

9) Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,
menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan.

10) Terapi keagamaan

Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian,


dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian,
kebaktian, dan lain-lain.
7. Askep komunitas pada kelompok khusus lansia
a. Dimensi Biologis
Di kampung parang desa gentungang terdapat lansia sejumlah
16 orang, rata-rata usia 55-65 terdiri dari 10 laki-laki, dan 6
perempuan. Dilihat dari lingkungan kampong parang desa
gentungang tersebut memang hampir semua rumah memiliki
keluarga lansia. Sesuai dengan observasi yang di dapat saat
pendataan dirumah-rumah yang terdapat lansia dapat
disimpulkan bahwa nutrisi lansia sebagian terpenuhi dengan
melihat sumber daya yang ada bahwa penduduknya
kebanyakan memliki sumber daya yang terbilang cukup seperti
terdapat persawahan didepan maupun disamping rumah serta
perkebunan sayur.

b. Dimensi Psikologis
Di kampong parang desa gentungang terdapat aktivitas-aktivitas
lansia seperti pengajian dan bekerja di kebun maupun disawah.
Para lansia mengakui bahwa kesehatan sangatlah penting bagi
mereka, sehingga mereka selalu berusaha untuk selalu
menjaga kesehatan, dan apabila sakit selalu akan mencari
pertolongan segera dan mencari pengobatan, namun ada
beberapa hal yang sering mengganggu pikiran lansia tersebut
seperti gagalnya panen di sawah yang membuat lansia
mengalami stress dan cemas. Saat pendataan dan melakukan
observasi ada beberapa lansia mengatakan bahwa mereka
sedih dan sangat kepikiran tentang perekonomian mereka
namun mereka sering mendapat dukungan dari anggota
keluarga yang lain

c. Dimensi Fisik
Di kampong parang desa gentungang sebagian lansia
berprofesi sebagai petani, hal itu menyebabkan fisik mereka
harus terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat
sehingga tidak sedikit dari mereka mengeluh sakit badan dan
kaki. Kamar mandi juga terlihat diluar dari rumah dan kurang
efektif karena lantainya yang terbuat dari papan yang membuat
mereka memliki resiko jatuh dan ada juga beberapa rumah
lansia memiliki model rumah panggung/susun sehingga resiko
jatuh lebih tinggi.

d. Dimensi Lingkungan Sosial


Para lansia yang ada dikampung parang desa gentungang
hidup sangat rukun dan sosialisasi antar teman sangat terjalin
dengan baik, tidak ada permusuhan, jika ada keluarga dari
lansia yang memiliki acara atau kegiatan maka akan mengajak
teman lansia lainnya. Beberapa lansia juga mempunyai
kegiatan diluar rumah seperti pengajian yang membuat mereka
sering bertemu dan bersosialisasi.
e. Dimensi Perilaku

Di kampong parang desa gentungang Perilaku bersih dan sehat


sangat dijaga seperti membuang sampah dengan benar,
mengelola sampah dengan benar, dan menjaga lingkungan
dengan program yang lansia laki-laki membuat parit di sekitar
pekarangan rumah agar air hujan tidak terbendung, dan para
lansia perempuan membuat tanaman palawij agar air hujan bisa
menyerap di musim hujan dan di musim kemarau bisa di jadikan
tanaman hijau, namun ada beberapa lansia yang sering tidak
mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut karena kurangnya
kesadaran dan ketidak mampuan dalam bekerja. Pada saat
observasi sebagian lansia juga mengatakan jarang pergi
memeriksakan kesehatannya di puskesmas terdekat serta
dikampung parang desa gentungang belum ada program
posyandu lansia yang dilakukan oleh aparat desa.

f. Dimensi Sistem Kesehatan


Di kampung parang desa gentungang sebagian lansia memiliki
asuransi kesehatan seperti BPJS dan Askes. Di kampong
parang desa gentungang juga memiliki tempat perawat praktik
namun tidak banyak lansia yang berkunjung untuk
memeriksakan kesehatannya. Di kampong parang desa
gentungang juga tidak ada program posyandu lansia dan
program lansia untuk pemeriksaan kesehatan lansia.
Analisa Data

N Problem Simptom
o
1 DS :
- Para lansia mengatakan sering
Pemeliharaan kesehatan mengonsumsi obat bebas dan ramuan
tidak efektif tradisional
- para lansia mengatakan kadang anaknya
masak masakan yang berlebihan garam

DO :
- Dari data kunjungan yang ada rata-rata
rumah lansia memiliki jarak yang jauh ke
yankes sekitar 1-2 km
- dari data kunjungan yang didapatkan
tekanan darah para lansia rata-rata berada
di 150-180/90-100 mmHg

Anda mungkin juga menyukai