Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS KLINIK

RSUD BARRU

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KELEMAHAN TUBUH SISI

SINISTRA AKIBAT HEMIPARESE DI RSUD BARRU

KABUPATEN BARRU

OLEH:

ERWIN ERIANTO

PO.714.241.17.1.011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus atas nama Erwin Erianto Nim : PO.71.4.241.17.1.011 dengan

judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kelemahan Tubuh Sisi Sinistra Akibat

Hemiparese” telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan praktek klinik di RSUD Barru,Kabupaten Barru , mulai tanggal 02

November 2020 – 28 November 2020.

Barru, 20 November 2020

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

A.Herlinawati,s.st.ft Hj.Hasbiah,SSt.Ft,M.Kes
NIP : 197808302005022004 NIP : 197205051995032001

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus mengenai

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kelemahan Tubuh Sisi Sinistra Akibat Hemiparese”.

            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan klinik ini masih jauh dari

kata sempurna, maka dari itu penulis menerima segala saran dan kritik yang

membangun, agar dalam penyusunan laporan kasus selanjutnya dapat lebih baik dan

mudah-mudahan laporan kasus ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu fisioterapi.

Penulis.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan Tentang Anatomi Fisiologi................................................................................4
B. Tinjauan Tentang Stroke................................................................................................10
C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi......................................................................13
D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi.........................................................................18
BAB III
PROSES ASSESSMEN FISIOTERAPI
A. Identitas Pasien...............................................................................................................22
B. History Taking................................................................................................................23
C. Inspeksi..........................................................................................................................23
D. Pemeriksaan Dan Pengukuran........................................................................................23
E. Diagnosa Fisioterapi.......................................................................................................29
F. Problematik Fisioterapi..................................................................................................30
BAB IV
INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI..................................................................31
A. Rencana Intervensi Fisioterapi.......................................................................................31
B. Strategi Intervensi Fisioterapi.........................................................................................31
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi...................................................................34
D. Edukasi dan Home Program...........................................................................................37
E. Evaluasi Dan Follow Up................................................................................................37
BAB V
PEMBAHASAN
A. Assessment Fisioterapi...................................................................................................38

iii
B. INTERVENSI FISIOTERAPI........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................41

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan sebagai

gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik

fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian,

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut

hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid

yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak

(disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi

relatif hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total: 10-15% untuk perdarahan

intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subaraknoid.

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di negara maju, setelah penyakit

jantung koroner dan kanker, indikasi tahunannya adalah per 1.000 populasi (Ginsberg,

2008). Di Amerika Serikat telah diperkirakan 3 juta penderita stroke saat ini, dua kali

lipat lebih bayak dari jumlah korban 25 tahun yang lalu , sehingga stroke masih menjadi

penyebab utama ketiga kematian di Amerika Serikat setelah penyakit kardiovaskuler

dan kanker, sekitar 10% sampai 12% dari seluruh kematian (W Rosamond et al., 2007).

Stroke disebut juga dengan cerebral vascular disease yang diakibatkan oleh

kelainan pembuluh darah otak. Kelainan tersebut diakibatkan oleh pecahnya pembuluh

darah, penyempitan pembuluh darah dan tersumbatnya pembuluh darah yang

1
menghambat aliran darah dan oksigen pada otak. Faktor risiko terjadinya stroke dibagi

menjadi dua yaitu, yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko

yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, penyakit jantung, kolestrol yang tinggi,

kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan obesitas. Sedangkan faktor risiko yang tidak

dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, genetik dan ras (Silva, 2014).

Stroke memiliki gejala dengan perkembangan yang sangat cepat. Pada beberapa

pasien, stroke terjadi dalam keadaan sadar maupun tidak sadar atau dalam keadaan tidur

dan gejala stroke sendiri tergantung pada bagian otak mana yang mengalami kerusakan

dengan sifat dan tingkat keparahan gejala stroke sangat bervariasi (Silva, 2014).

American Heart Association (2017) menyebutkan tanda dan gejala stroke diantaranya

adalah kelemahan dan mati rasa pada daerah wajah, lengan atau kaki pada salah satu sisi

tubuh, terjadi gangguan penglihatan secara mendadak, rasa lemah pada kaki dan susah

berjalan, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, serta mengalami sakit kepala yang

tidak diketahui penyebabnya.

Secara global, stroke adalah penyebab utama kedua kematian di negara-negara

maju dengan 4,5 juta kematian setiap tahun. Diperkirakan 550.000 stroke terjadi setiap

tahun, yang dapat mengakibatkan 150.000 kematian dan lebih dari 300.000 orang

dengan kecacatan 2 yang signifikan (Gillen, 2011). Stroke diperkirakan menyebabkan

5,7 juta kematian pada tahun 2005, dan 87% dari kematian ini terdapat di negara-negara

dengan penghasilan rendah dan menengah (Strong et al., 2007; Sherin et al., 2011).

Tanpa tindakan, angka kematian global diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta pada

tahun 2015 dan 7,8 juta pada tahun 2030 (Strong et al., 2007).

2
Di Indonesia jumlah penderita stroke tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan diperkirakan sebesar 1.236.825 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan berdasarkan gejala diperkirakan sebesar 2.137.941 orang (Kemenkes

RI, 2014).

Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif

cepat, berupa defisit neurologis fokal yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung

menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah

otak non-traumatic (Mansjoer A, 2001). Disfungsi motorik yang paling umum adalah

hemiparesis karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan

pada satu sisi tubuh merupakan gejala lain dari disfungsi motorik (Smeltzer & Bare,

2005). Hemiparesis merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke.

Ditemukan 70-80% pasien yang terkena serangan stroke mengalami hemiparesis.

Sekitar 20% pasien stroke akan mengalami peningkatan fungsi motorik, tetapi

pemulihan pasien yang mengalami hemiparesis bervariasi dan lebih dari 50%

mengalami gejala sisa fungsi motorik (Rydwik E, Eliasson S, Akner G., 2006).

Dalam hal ini, peran fisioterapis dibutuhkan untuk membantu pemulihan pasien,

bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu

dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan

fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara

manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan

fungsi dan komunikasi (Menkes RI, 2007).

3
BAB II

TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan Tentang Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat meliputi otak (bahasa latin ;ensephalon) dan sum-sum

tulang belakang (bahasa latin ; medulla spinalis).

Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang

sangat penting maka perlu perlindungan.Selain tengkorak dan ruas-ruas

tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila

membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut

meningitis.

Membrane meninges (3 lapisan dari luar kedalam) yaitu :

a. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan

tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang

mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan

duramater terdapat rongga epidural.

b. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang

labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor

cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran

araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk

melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.

c. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan

lipatan-lipatan permukaan otak.

4
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi

esensial yaitu:

1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu

(substansi grissea)

2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih

(substansi alba)

3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf

di dalam sistem saraf pusat

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi

sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di

bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di

tengah.Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi

kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi

putih.

a. Otak

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum),

otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung

(medulla oblongata), dan jembatan varol.

 Otak besar (serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas

mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan

(memori), kesadaran, dan pertimbangan.

5
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar

atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks

otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian

penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area

motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.

Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan

sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,

membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area

tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.

Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,

analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di

bagian belakang.

(Gambar 2.1 Cerebrum)

 Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di

depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur

kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah

merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti

penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

6
(Gambar 2.2 Mensensefalon)

 Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan

otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh.Bila ada

rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang

normal tidak mungkin dilaksanakan.

(Gambar 2.3 Cerebellum)

 Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari

medula spinalis menuju ke otak.Sumsum sambung juga memengaruhi

jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume

7
dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar

pencernaan.

Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang

lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

(Gambar 2.4 Medulla Oblongata)

 Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak

kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan

sumsum tulang belakang.

(Gambar 2.5 Pons Varoli)

8
2. Sum-sum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)

Medula spinalis (spinal cord) adalah jaringan saraf berbentuk seperti

kabel putih yang memanjang dari medula oblongata turun melalui tulang

belakang dan bercabang ke berbagai bagian tubuh.Medula spinalis

merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang melakukan impuls

saraf sensorik dan motorik dari dan ke otak.

(Gambar 2.6 Medulla Spinalis)

Vaskularisasi otak

Otak merupakan organ terpenting dalam tubuh, yang membutuhkan

suplai darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa

metabolisme.Otak juga membutuhkan banyak oksigen. Menurut penelitian

kebutuhan fital jaringan otak akan oksigen dicerminkan dengan melakukan

percobaan dengan menggunakan kucing. Para peneliti menemukan lesi

permanen yang berat didalam kortek kucing setelah sirkulasi darah otaknya

di hentikan selama 3 menit. Diperkirakan bahwa metabolisme otak

menggunakan kira-kira 18% oksigen dari total konsumsi oksigen oleh

tubuh.

Pengaliran darah keotak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu

oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteria vertebralis.Keempat

9
arteria ini terletak didalam ruang subarakhnoid dan cabang-cabangnya

beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk membentuk circulus

willisi.Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri

communicans anterior, arteri cerebri posterior dan arteri comminicans

posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini.

Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat

kegiatam metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak

sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut.

Menurut Chusid (1993), pokok anastomose pembuluh darah arteri yang

didalam jaringan otak adalah circulus willisi. Darah mencapai circulus

willisi interna dan arteri vertebralis. Sebagian anastomose terjadi

diantaracabang-cabang arteriole di circulus willisi pada substantia alba

subscortex.

B. Tinjauan Tentang Stroke

1. Definisi Kasus

Stroke diartikan oleh awam dengan istilah penyakit lumpuh,

padahal stroke tidakselalu disertai dengan kelumpuhan.Stroke juga

disebut serangan otak.Sebutan yang terakhir ini mungkin lebih tepat

karena stroke adalah suatu kondisi yang ditandai dengan serangan otak

akibat pukulan telak yang terjadi secara mendadak (Lingga, 2013).Stroke

adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,

berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata

disebabkan oleh gangguan darah otak non traumatik. Bila gangguan

10
peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga

beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut

sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischemia attack = TIA)

(FKUI, 2000). Munculnya tanda dan gejalan fokal atau global pada

stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak.Oklusi dapat berupa

trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai

anoksi pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak

tersebut (Bruno et al., 2000).

2. Patologi

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan

trombosit serebri, umumnya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru

bangun tidur pada pagi hari.Tidak terjadi perdarahan namun terjadi

iskemia yang menimbulkan hipoksia, kesadaran umumnya baik

(Muttaqin, 2008).

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembulu darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara.Pada umumnya emboi berasal dari

trombus di jantung yang terlepas yang merupakan perwujutan penyakit

jantung.Stroke non haemoragik akibat emboli.Emboli terjadi karena

adanya kelainan dari arteria carotis communis. Emboli adalah

penyumbatan pembuluh darah oleh bekuan darah yang terbawa aliran

darah dari bagian tubuh lain ke dalam otak. Biasanya dari jantung,

emboli dapat berupa jendalan darah, kristal kolesterol, deposit metatasi,

embolus septik, embous traumatik (karena trauma) (Rosjidi, 2007).

3. Etiologi

11
Stroke non hemoragik atau iskemik, memiliki dua kemungkinan

penyebab.Penyebab pertama, yaitu gumpalan darah yang terbentuk di

pembuluh darah di otak Anda. Penyebab kedua, adalah gumpalan yang

terbentuk di tempat lain dan terbawa melalui pembuluh darah menuju ke

otak. Gumpalan darah tersebut dapat menghentikan aliran darah menuju

bagian otak tertentu.Stroke non hemoragik adalah jenis stroke yang

paling sering terjadi, yakni sekitar 87 persen dari seluruh kasus stroke.

4. Gejala

Gejala stroke non hemoragik atau iskemik bergantung pada bagian

otak mana yang terpengaruh. Beberapa gejala tersebut meliputi:

 Mati rasa atau terjadi kelemahan pada wajah, lengan, atau tungkai secara

tiba-tiba. Seringkali pada satu sisi tubuh saja, tapi bisa terjadi juga pada

kedua sisi tubuh.

 Mengalami kebingungan.

 Terjadi gangguan dalam berbicara atau memahami ucapan orang lain.

 Pusing, sakit kepala, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, serta

kesulitan berjalan.

 Penglihatan kabur atau ganda.

5. Faktor-faktor Resiko

Stroke tidak mengenal gender, usia, ataupun kodisi social

seseorang. Jika faktor resiko-resiko pemicu stroke dimiliki seseorang,

maka suatu saat stroke dapat terjadi pada orang yang bersangkutan.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), yaitu:

12
1) Hipertensi, pengendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah

stroke

2) Penyakit kardiovaskuler

3) Kolesterol tinggi

4) Obesitas

5) Diabetes

6) Merokok.

Hipertensi kronik erat kaitannya dengan timbulnya sklerosis

arterial yang menyeluruh, yang tidak berkembang melalui ateromatosis,

tetapi langsung mengeraskan dinding arteri yang dikenal sebagai

arteriosklerosis (Billinger, 2010).

6. Komplikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2002), setelah mengalami stroke

klienmungkin akan mengalami komplikasi yang dapat

dikelompokanberdasarkan:

o Hipoksia serebral o Embolisme serebral

o Hipertensi atau hipotansi o Pemeriksaan penunjang

C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran nyeri

 Visual Analog Scale (VAS)


Tujuan :Untuk mengetahui derajat nyeri pasien

13
2. Pengukuran kekuatan otot (MMT)

Tujuan :Untuk menentukan fungsi copability dari suatu otot atau

sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan serta kemampuannya sebagai

stabilisator aktif dan support.

Tabel nilai Manual Muscle Testing

No Nilai Kiteria Cara


1 5 Pasien atau subjek dapat Terapis memberikan

(normal menyelesaikan ROM tahanan minimal pada

100%) secara penuh melawan gerak fleksi, ekstensi,

gravitasi dengan abduksi dan adduksi pada

resistance maksimal dari pergelangan tangan.

fisioterapis

2 4 Pasien dapat Terapis memberikan

(Good menyelesaikan ROM tahana yang moderat pada

75%) secara penuh melawan gerak fleksi, ekstensi,

gravitasi dengan abduksi dan adduksi.

resistance sedang
3 3+ Pasien dapat Terapis memberikan

(Fair menyelesaikan ROM tahanan minimal pada

plus) secara penuh melawan gerak fleksi, ekstensi,

gravitasi dengan abduksi dan adduksi pada

resistance minimal pergelangan tangan.

4 3 Pasien hanya dapat Pasien disuruh untuk

(Fair menyelesaikan ROM bergerak fleksi, ekstensi,

14
50%) melawan gravitasi abduksi dan adduksi

tanpa resistance sendiri.


5 2+ Pasien dapat Pasien disuruh untuk

(Poor menggerakkan sendi bergerak fleksi, ekstensi,

plus) sebatas ROM tertentu abduksi dan adduksi

melawan gravitasi sendiri.

tetapi tidak dapat

menyelesaikan gerakan

secara penuh
6 2 Pasien tidak dapat Posisi pasien tidur

(Poor melakukan gerakan terlentang pasien disuruh

25%) melawan gravitasi. untuk menggerakkan

Tetapi dapat fleksi, ekstensi, abduksi

menyelesaikan ROM dan adduksi pada sebuah

ketika gravitasi di papan sendiri.

tiadakan

7 2- Pasien hanya dapat Posisi pasien tidur

(Poor melakukan sebagian terlentang pasien disuruh

minus ROM diawal gerakan untuk menggerakkan

25%) meski gravitasi fleksi, ekstensi, abduksi

ditiadakan dan adduksi pada sebuah

papan sendiri.

15
8 1 (trace Pasien tidak mampu Pasien disuruh untuk

5%) untuk menggerakkan bergerak fleksi, ekstensi,

sendi meski gravitasi abduksi dan adduksi

ditiadakan. Namun sendiri lalu terapis

dengan pemeriksaan mempalpasi otot.

palpasi oleh fisioterapis

dapat mendeteksi

kontraksi otot

intramuscular

9 0 ( zero Tidak ada kontraksi

0%) otot yang terdeteksi

meski dengan Pasien disuruh untuk

pemeriksaan palpasi bergerak ekstensi, fleksi,

oleh fisioterapis abduksi dan adduksi

sendiri lalu terapis

mempalpasi otot.

3. Pemeriksaan Refleks

Reflek adalah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha

sadar.Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara

umum, fungsi nervus, dan koordinasi tubuh.

16
 Refleks Fisiologi

o APR

Teknik :Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki

didorsofleksikan. Ketuklah pada tendon Achilles, sehingga terjadi

plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastrocnemius.

o KPR

Teknik :Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi

sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba

berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut.

Ketuklah tendon patella dengan hammer sehingga terjadi ekstensi

tungkai disertai kontraksi otot quadriceps.

o Biceph

Teknik :Lengan pasien setengah difleksikan pada sendi siku.

Ketuklah pada tendon otot biceps yang akan menyebabkan fleksi

lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biceps.

o Triceph

Teknik :Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit

dipronasikan. Ketuklah pada tendon otot triceps 5 cm di atas siku

akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triceps.

 Refleks Patologi

o Babinsky

Teknik : Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke

arah jari melalui sisi lateral.

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

17
1. IR (10 menit)

Tujuan :Membantu merileksasikan otot-otot, terjadi vasodilatasi yang

dapat memperbaiki sirkulasi darah dan memperbaiki proses metabolisme

didalam tubuh sehingga juga dapat mempermudah intervensi lainnya.

a. Gelombang panjang non penetrasi

–Panjang gelombang diatas 12.000 A- 150.000.A .

–Daya penetrasi sinar ini hanya sampai pada pancaran sinar epidermis

sekitar 0.5mm

b. Gelombang pendek penetrasi

–Panjang gelombang diatas 7.700- 12.000 A

–Daya penetrasi sinar ini lebih dalam daipada gelombang panjang smapi

jaringan sub cutan,kira –kira dapat mengetahui secara langsung terhadap

pembuluh darah kapiler, pembuluh limpe, ujung-ujung syaraf dan

jaringan-jaringan laian di bawah kulit. (Sujatno, 2002)

c. Efek Terapi

•Memperlancar peredaran darah.tepi lokal.

•Mengurangi rasa sakit.

•Menurunkan spasme otot

•Membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak

d. Indikasi

18
•Kondisi sehabis trauma sub akut atau kronik

•Kondisi peradangan sub akut dan kronik

•Kondisi kelumpuhan/kelayuhan/nyeri urat saraf pusat atau tepi

•Kondisi ketegangan otot dan nyeri

•Kondisi luka superfisiil kronik dengan teknik khusus

e. Kontra indikasi

•Anastesia pada kulit

•Gangguan sensibilitas kulit

•Kondisi gangguan peredaran darah arteri, tepat lokasi tidak boleh

dikenakan langsung

•Kondisi dengan kecenderungan terjadi perdarahan supercisial

•Kondisi sehabis radioterapi sebelum 3 bulan.

f. Dosis

•Waktu : 10 – 20 menit

•Pengulangan sub akut 1 x 1 hari, kronik 1 x 2 hari

•Seri : 10 kali

g. Rincian aktifitas (prosedural)

•Mesin Infra Red disiapkan diadakan uji coba hidup matinya.

19
•Pasien/klien diposisikan stabil dan rileks tiduran atau duduk.

•Diintruksikan kepada pasien/klien untuk tidak bergerak selama terapi.

•Anggota badan yang diobati tersangga lebih tinggi dengan bantal dalan

posisi relax atau semifleksi.

•Bagian badan atau anggota yang akan diterapi, kulitnya dicuci dengan

sabun sampai bersih dan keringkan.

•Tes perasaan kulit terhadap panas – dingin.

•Bagian anggota/badan yang tidak disinar ditutup dengan handuk.

•Kontrol peralatan : lampu dihidupkan, diatur sehingga jarak lampu ke

kulit 45 – 60 cm, sinar jatuh tegak lurus ke kulit.

•Kontrol waktu penyinaran : terlalu panas atau kurang panas, bila keluar

keringat dilap sampai kering.

•Selesai terapi : peralatan dipindahkan, bila penderita pusing disuruh

tiduran dahulu.

h. Efek Fisiologi Infra Merah

•Sinar dapat memmberikan efek fisiologis maka sinar harus dapat di

absorsi oleh kulit

•Maka panas akan timbul tempat dimana sinar tadi di absorsi

•IR yang bergelombang pendek (7700-12000 A) penetrasi sampai dalam

lapisan dermis.

20
•IR bergelombang panjang ( ditas 12.000 A) penetrasinya sangat

superficial epidermis.

•Maka dengan adanya panas ini temperatur akan naik dan pengaruh-

pengaruh lain akan terjadi

2. Exercise Therapy :

 Pasisive Exercise

Tujuan : untuk memelihara ROM dan mencegah kontraktur

 Strengthening

Tujuan : Untuk menambah / meningkatkan kekuatan otot pada

tangan dan tungkai.

 Streching

Tujuan : Mengulur otot yang mengalami spasme pada m. Hamstring

m.periformis dan m.biceps

 MET

Tujuan : Untuk mengurangi spasme m.periformis dan menambah

ROM

 PNF Methods

Tujuan : mengembalikan kemampuan gerak fungsional penderita

 Bridging Exercise

Tujuan : untuk memperkuat otot gluteus,hamstring dan abdominal

serta meningkatkan stabilisasi tulang belakang.

 Walking Exercise (Edukasi)

Tujuan : Mengajarkan cara berjalan yang benar

21
BAB III

PROSES ASSESSMEN FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

 Nama :Tn. Z

 Umur : 78 Tahun

 Jenis kelamin : Laki-laki

 Pekerjaan : Petani

 Alamat : Jln.Marakka No.30

B. History Taking

 Keluhan utama : Kelemahan pada tungkai dan tangan

 Lokasi keluhan : Sisi Sinistra

 RPP : Pasien terkena stroke sekitar 5 bulan yang lalu, terjadi secara

tiba-tiba, pada saat sedang salat azar.dan setelah itu tidak bisa

menggerakkan aggota badan sebelah kirinya dan selanjutnya di bawah

ke puskesmas terdekat.

 Riwayat penyakit : Kolestrol

C. Inspeksi

22
b. Statis

 Posisi lengan sedikit fleksi elbow,drop hand dan fleksi jari”

 Posisi tungkai sedikit inversi

c. Dinamis

 Pasien berjalan dengan pincang

 Pada saat berjalan tungkai masih berat diangkat

 Pasien kesulitan menggenggam lebih kuat

D. Pemeriksaan Dan Pengukuran

a. Palpasi

Tujuan :Untuk mengecek kekakuan dan suhu pada tubuh.

 Area M.biceps,m.priformis dan M.quadriceps

Hasil : Adanya spasme otot dan adanya nyeri tekan

b. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

 Shoulder Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT


Fleksi nyeri,tidak full nyeri,tidak full Mampu

ROM ROM, soft feel


Ekstensi Tidak nyeri,full nyeri,tidak full Belum mampu

ROM ROM, hard feel


Abduksi Tidak nyeri,tidak nyeri,tidak full tidak mampu

full ROM ROM, soft feel


Adduksi Tidak nyeri,tidak Tidak nyeri, full Mampu

full ROM ROM, soft feel


Endorotasi nyeri,tidak full nyeri, tidak full Mampu

23
ROM ROM, soft feel
Eksorotasi nyeri,tidak full nyeri,tidak full Belum mampu

ROM ROM, soft feel

 Elbow Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT


Fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Mampu

ROM ROM, soft feel


Ekstensi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full belum mampu

ROM ROM, hard feel


Endorotasi belum mampu Tidak nyeri, full belum mampu

ROM, soft feel


Eksorotasi belum mampu Tidak nyeri, full belum mampu

ROM, soft feel


Supinasi belum mampu Tidak nyeri, full belum mampu

ROM, soft feel


Pronasi belum mampu Tidak nyeri, full belum mampu

ROM, soft feel

 Wrist Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT


Dorso fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel


Palmar fleksi Belum mampu Tidak nyeri, full belum mampu

ROM, soft feel


Ulnar deviasi Belum mampu Tidak nyeri, full Belum mampu

ROM, soft feel


Radial deviasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full belum mampu

ROM ROM, soft feel

 Hip Joint

24
Gerakan Aktif Pasif TIMT
Fleksi Tidak nyeri, ROM Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

terbatas ROM, soft feel


Ekstensi Tidak nyeri, ROM Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

terbatas ROM, hard feel


Abduksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel


Adduksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel


Endorotasi Tidak nyeri, ROM Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

terbatas ROM, soft feel


Eksorotasi Tidak nyeri, ROM Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

terbatas ROM, soft feel

 Knee Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT


Fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel


Ekstensi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, hard feel


Endorotasi Tidak nyeri, ROM Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

terbatas ROM, soft feel


Eksorotasi Tidak nyeri, ROM Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

terbatas ROM, soft feel

 Ankle Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT


Dorso fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel


Plantar Fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel

25
Inversi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel (nilai otot 4+)


Eversi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel

c. Pemeriksaan sensory integrity

1. Sensasi nyeri

 Pada saat pemberian rangsangan berupa kapas (halus),

pasien tidak dapat membedakan.

 Pada saat pemberian rangsangan berupa jarum pentul

(tajam) dan tutup pulpen (tumpul), pasien tidak dapat

membedakan.

2. Sensasi taktil

 Pada saat saya menyentuh kaki kiri pasien, pasien dapat

membedakannya.

3. Pemeriksaan Nyeri (VAS)

Hasil :

- Nyeri diam : 0

- Nyeri tekan : 5

4. Pemeriksaan Refleks

Hasil Pemeriksaan Refleks :

Refleks Destra Sinistra

26
Refleks Fisiologis Patella Normal Normal
Achilles Normal Hyporefleks
Triceps Normal Normal
Biceps Normal Normal
Refleks Patologis Babinsky Normal Normal

5. Pengukuran MMT

Hasil :

Regio Otot Nilai


Shoulder Fleksor 4
Ekstensor 3
Adductor 4
Abductor 3
Elbow Fleksor 4
Ekstensor 3
Pronator 2
Supinator 2
Wrist Dorsi fleksor 4
Palmar fleksor 2
Ulnar deviator 2
Radial deviator 3
Hip Fleksor 4
Ekstensor 4
Adductor 4
Abductor 4
Knee Fleksor 4
Ekstensor 4
Ankle Dorsi fleksor 4
Plantar fleksor 4
Inventor 4
Eversor 4

 Pemeriksaan koordinasi

 Finger to nose

Hasil : Kesulitan melakukan

27
 Finger to finger

Hasil : Belum Dapat melalukan

 Finger to fisoterapis finger

Hasil : Belum Dapat melakukan

E. Diagnosa Fisioterapi

 Kelemahan Tubuh Sisi Sinistra Akibat Hemiparese

F. Problematik Fisioterapi

 Activity Limitation

 Belum mampu berpakaian sendiri

 Sulit beribadah

 Kesulitan melakukan aktivitas toileting tanpa bantuan orang lain

 Kesulitan berjalan

 Belum mampu menekuni pekerjaannya

 Impairment

 Kelemahan otot fleksor jari-jari dan ekstensor jari-jari yang

mengakibatkan kesulitan menggenggam lebih kuat

 Kelemahan pada m.hamstring dan m. quadricep

 Adanya keterbatasan ROM pada gerakan pronasi dan supinasi

 Spasme otot priformis

 Adanya spasme otot dan adanya nyeri tekan M.biceps dan

M.quadriceps

 Participation Restriction

 Mengalami keterbatasan aktivitas fungsional dan sosial sehari-hari.

28
BAB IV

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

 Jangka Pendek :

 Menambah/ mempertahankan kekuatan otot

 Menambah ROM

 Mengurangi spasme

 Jangka Panjang :

 Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

NO. Problematik Tujuan Jenis Intervensi

Fisioterapi Intervensi
1. Impairment

29
a. Kelemahan otot Penguatan otot PNF

fleksor jari-jari dan

ekstensor jari-jari

yang

mengakibatkan

kesulitan

menggenggam

lebih kuat
Penguatan otot PNF ,Hold relax dan

b. Kelemahan pada strengtening

m.hamstring dan

m. quadricep

c. Adanya Memperbaiki Passive streching

keterbatasan ROM

ROM pada

gerakan pronasi

dan supinasi
d. Spasme otot Mengurangi Friction,MET dan

priformis spasme Contract relax


e. Adanya spasme Mengurangi IR,friction dan contract

otot dan adanya nyeri dan relax

nyeri tekan spasme

M.biceps dan

M.quadriceps
2. Activity Limitation

30
a. Belum mampu mampu PNF,passive streching

berpakaian berpakaian

sendiri sendiri
b. Sulit beribadah PNF,hold relax,contract

relax,strenghtening
c. Kesulitan Mampu aktivitas PNF,hold relax,contract

melakukan toileting tanpa relax,strenghtening

aktivitas toileting bantuan orang

tanpa bantuan lain

orang lain
d. Kesulitan berjalan Mampu berjalan PNF,hold relax,contract

tanpa kesulitan relax,strenghtening


e. Belum mampu mampu PNF,hold relax,contract

menekuni menekuni relax,strenghtening,MET

pekerjaannya pekerjaannya
3. Participantion

restriction
Mengalami Mampu PNF,hold relax,contract

keterbatasan aktivitas melakukan relax,strenghtening,MET

fungsional dan sosial aktivitas

sehari-hari. fungsional dan

sosial sehari-

hari.

31
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. IR (Infra Red)

Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah,mengurangi nyeri

 Frekuensi : 1 kali seminggu

 Intensitas : Toleransi pasien

 Posisi : Terlentang

 Waktu : 10 menit

Persiapan Alat : Infrared

Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang di atas bed

Posisi Fisioterapis : Berada di samping pasien untuk memperhatikan timer

pada Infrared

Teknik : - Periksa vital sign pasien

- Kemudian sambungkan infrared ke sumber listrik

- Arahkan Infrared pada bagian sisi sinistra pasien

dengan jarak sesuai ambang batas pasien.

- Putar tombol timer selama 10 menit.

2. Strengthening otot quadriceps dan otot hamstring

- Strengthening otot quadricep

a. Tujuan : untuk penguatan otot quadricep

b. Posisi pasien :supine lying

32
c. Posisi fisioterapis : berada di samping pasien dengan memposisikan

tangan menyangga di bawah fossa poplitea tungkai yang dilatih dan

tangan yang lainnya memberi tahanan pada anterior distal tibia.

d. Teknik pelaksanaan : Fisioterapis memberi tahanan kearah fleksi knee

sedangkan pasien diinstruksikan untuk melawan kearah ekstensi.

Lakukan dengan 8 kali repetisi.

- Strengthening otot hamstring

a. Tujuan : untuk penguatan otot hamstring

b. Posisi pasien :supine lying

c. Posisi fisioterapis : berada di samping pasien dengan memposisikan

tangan menyangga di bawah fossa poplitea tungkai yang dilatih dan

tangan yang lainnya memberi tahanan pada posterior distal tibia.

d. Teknik pelaksanaan : Fisioterapis memberi tahanan kearah ekstensi knee

sedangkan pasien diinstruksikan untuk melawan kearah fleksi. Lakukan

dengan 8 kali repetisi.

3. Hold Relax

Bertujuan untuk memperbaiki rileksasi pola antagonis,memperbaiki

mobilisasi,menurunkan nyeri,menguatkan pola gerak agonis sehingga dapat

menambah LGS.

Teknik pelaksanaan :

1. Posisi pasien dalam keadaan supine lying

2. Pasien menekuk lututnya/fleksi knee sebelum mencapai batas nyeri atau

dekat dengan batas nyeri.

33
3. Kemudian fisioterapi memberikan tahanan

4. PNF

Teknik ryhthmic initiation bertujuan mengajartkan pola yang di

inginkan,membantu initiation of motion,mengajarkan relaksasi ketika terjadi

peningkatan tonus otot yg abnormal,menormalisasi kecepatan gerakan,dan

memperbaiki koordinasi dan kesadaran kinestetik

Prosedur pelaksanaan:

- Lakukan secara pasif gerakann yang diinginkan

- Berikan nstimulasi verbal hanya pada pola agonistic

- Anjurkan pasien untuk memulai secara aktif membantu arah gerakan

yang diinginkan

- Gerakkan secara pasif anggota gerak ke posisi semula

- Ketika pasien memulai belajar gerakan dalam arah yang diinginkan

secara bertahap dapat ditingkatkan dengan aplikasi tahanan.

5. Contarct relax

Tujuannya untuk memelihara dan menambah ROM serta memperbaiki elastisitas

Teknik pelaksanaan :

- Posisi pasien dalam keadaan supine lying

- Pasien menekuk lututnya/fleksi knee sebelum mencapai batas nyeri atau

dekat dengan batas nyeri.

34
- Kemudian fisioterapi memberikan tahanan dan menahan menikuti arah

dorongan pasien

- Kemudian diakhir gerakan pasien di minta relaks dan memberikan

dorongan kesisi yg berlawanan dari tahanan.

D. Edukasi dan Home Program

 Pasien dianjurkan untuk melakukan stretching dirumah

E. Evaluasi Dan Follow Up

NO. Evaluasi
Problematik Intervensi
Awal Akhir
1.
Fisioterapi Fisioterapi
Terapi Terapi
1. Kelemahan otot PNF
MMT:3 MMT:4
fleksor jari-jari dan
ekstensor jari-jari
2. Kelemahan pada PNF ,Hold
MMT:3 MMT:4
m.hamstring dan m. relax dan
quadricep strengtening

3. keterbatasan ROM Passive


ROM ROM terbatas
pada gerakan pronasi streching
terbatas 10 derajat
dan supinasi
10 derajat

4. Spasme otot priformis Friction,MET


Spasme Spasme
dan Contract
berkurang
relax

5. spasme otot dan IR,friction


Spasme Spasme
adanya nyeri tekan dan contract
berkurang
M.biceps dan relax
VAS:5 VAS:3
M.quadriceps

35
BAB V

PEMBAHASAN

A. Assessment Fisioterapi

Dalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan

problematika pasien dimulai dari anamnesa, pemeriksaan, dan dilanjutkan

dengan menentukan diagnose fisioterapi.

1. Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan

mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis)

ataupun dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung

(hetero anamnesis) mengenai kondisi/ keadaan penyakit pasien. Dengan

melakukan anamnesis ini akan diperoleh informasi-informasi penting untuk

membuat diagnosis. Anamnesis dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis

umum dan anamnesis khusus.

2. Identitas pasien

Data identitas pasien yang diperoleh berupa nama, jenis kelamin, umur,

agama, pekerjaan, serta alamat pasien.

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:

36
Pemeriksaan fisik, Tanda – tanda Vital; Pemeriksaan tanda-tanda vital

diperoleh data sebagai berikut: (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3)

pernafasan: (4) temperatur, (5) tinggi badan, (6) berat badan.

4. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua

macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah

inspeksi dimana pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis

adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak.

5. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang

bagian tubuh pasien yang akan diperiksa atau yang dikeluhkan pasien.

6. Pemeriksaan gerak

Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan tahanan.

7. Kemampuan fungsional dan lingkungan Aktivitas

Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Sedangkan lingkungan aktivitas adalah keadaan

lingkungan sekitar yang berhubungan dengan kondisi pasien. Pemeriksaan

kognitif, intrapersonal dan interpersonal.

Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku manusia yang

dikaitkan dengan susunan saraf otak. Kognitif meliputi komponen atensi,

konsentrasi, memori pemecahan masalah, pengambilan sikap dan perilaku,

orientasi ruang dan waktu.

37
Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami keadaan dirinya,

motivasi dirinya.

interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan dengan orang lain

disekitarnya.

(2) Pemeriksaan spesifik

Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan spesifik

untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi.

B. INTERVENSI FISIOTERAPI

Berdasarjkan evidance based practice,rekomendasi intervensi untuk kasus

hemiparese yaitu:

1. Electrical muscle stimulation

Tujuannya untuk mempertahankan sifat fisiologis otot,electrical muscle

stimulasi dengan arus tens atau interferencial dapat merangsang saraf

motorik sehingga menjaga kontraksi otot dan mempertahankan sifat

fisiologis otot.

2. Bobath methods

Tujuannya untuk mengaktifkan neuroplastisitas didalazm otak,teknik

bobath dengan koreksi postur dengan akrepetisi yang banyak dapat

merangsang koneksi”baru didalam otak.semakin banyak maka terjadi

neuroplastisitas didalam otak dan membangun kognitif dan assosiatif

tentang gerakan didalam otak.hal ini akan mengembalikan kemampuan

gerakan fungsional oenderita hemiparese.

38
DAFTAR PUSTAKA

http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.

Micielle.G (2002).Guideline Compliance Improve Stroke Outcome

Carr Janet H., Roberta B Shepherd, 1987, A Motor Relearning Programme for

Stroke, second ed, Butterworth-Heinemann, Oxford.

Duus, Peter, 1996; Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda,

Gejala, cetakan pertama, EGC, Jakarta.

Feigin, V, 2006; Stroke , Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Luklukaningsih, Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan.

Mitra Cendikia Press.Yogykarta.

School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 : Neurological

Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of Melbourne.

http://fisioterapi-puskesmas-sukabumi.blogspot.com, diakses pada tanggal 20

September

Luklukaningsih, Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan.Mitra

Cendikia Press.Yogykarta.

School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 : Neurological Physiotherapy,

School of Physiotherapy The University of Melbourne.

39
http://fisioterapishartanto.blogspot.com/2011/11/index-barthel.html

https://www.halodoc.com/kesehatan/pemeriksaan-fisik

40

Anda mungkin juga menyukai