Anda di halaman 1dari 23

MEMAHAMI ASPEK-ASPEK KEBIJAKAN PENDIDIKAN

(Tugas Mata Kuliah Pengambilan Keputusan dan Analisis Kebijakan Pendidikan)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Bujang Rahman, M.Si.
Dr. Sowiyah, M.Pd. & Dr. Sulton Djasmi, M.Pd.

Disusun oleh:
Heru Siswanto (1923012010)
Nur Handayani (1923012009)
Zulaika Fitriyani (1923012005)
Lilis Afriyanti (1923012013)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya atas limpahan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas
Memahami Aspek-Aspek Kebijakan Pendidikan, pada mata kuliah tugas
Pengambilan Keputusan dan Analisis Pengambilan Kebijakan
Selain untuk memenuhi syarat-syarat penilaian dalam mata kuliah
Pengambilan Keputusan dan Analisis Pengambilan Kebijakan, kami juga berharap
makalah ini dapat menjadi salah satu referensi dalam pembahasan mengenai kajian
Perencanaan Strategis Mutu Pendidikan. Dalam berbagai teori pendidikan khususnya
bagi para praktisi maupun pembelajaran. Semoga ke depannya kita dapat semakin
baik dalam memahami Pengambilan Keputusan dan Analisis Pengambilan Kebijakan.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah, bapak/ibu
Prof. Dr.Bujang Rahman, M.Si., Dr.Sowiyah, M.Pd dan Dr.Sulton Jasmi, M.Pd atas
segala bimbingan, dan mohon maaf jika masih ditemukan banyak kekurangan dalam
pembahasan maupun penarikan kesimpulan yang kami lakukan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Bandarlampung, April 2020


Tim Penyusun
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Pendidikan Dari Ilmu Praktis......................................................... 3
2.2 Kebijakan Pendidikan Mempunyai Faliditas................................................... 5
2.3 Kebijakan Pendidikan Memiliki Keterbukaan................................................ 7
2.4 Kebijakan Pendidikan Didukung Riset Dan Pengembangan.......................... 9
2.5 Pendekatan Kebutuhan Sosial......................................................................... 13
2.6 Pendekatan Pengambilan Kebijakan............................................................... 17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 18
3.2 Saran................................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat komplek.Hampir seluruh
dimensi kehidupan manusia terlibat dalm proses pendidikan,baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam prosespendidikan,ada unsur
politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya, kesehatan, psikologis, sosiologis
bahkan agama. Bagaimanapun penanganan pebdidikan harus
mempertimbangkan dimensi-dimensi terseut agar strategi dan kebijakan yang
ditempuh benar-benar mengantarkan Indonesi pada tujuan yang dicitacitakan.
Tilaar (2008:1390)mendefinisikan kebijakan pendidikan merupakan
keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategi pendidikan
yang dijabarkan dari visi misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu asyarakat untuk suatu kurun waktu
tertentu.(Prasojo, 2010)
Begitu penting dan urgen pendidikan bagi manusia,maka kebutuhan
akan pendidikan bermutu selain harapan semua orang juga merupakan sarana
utama untuk menghasilkan sumberdaya alam secara bijaksana.Hal ini sejalan
dengan visi pendidikan nasional yaitu terwujudnya sisten pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia Indonesia yang
berkualitas,sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.
Aspek kehidupan pendidikan merupakan suatu wilayah yang tidak saja
penting tetapi juga menarik bagi kehidupan lain.Dalam bahasa Paulo
Freire,sebagaimana dikutip Escobar dkk(1998:33)”Pendidikan pada dasarya
selalu bersinggungan dengan kekuasaan”.Kekuasaan tentu saja mempunyai
makna yang luas,termasuk diadalnya kekuasaan dalam bidang pendidikan.
2

Berdasarkan kajian –kajian tersebut maka Analisis Kebijakan


Pendidikan yang bertujuan mengatur penyelenggaraan pendidikan menuju
kondisi yang lebih baik menjadi penting dan mendesak untuk dipelajari,dikaji
dan diimplementasikan.Adapun aspek-aspek kebijakan pendidikan yang akan
kami bahas dalam makalah ini yaitu mengenai kebijakan pendidikan dari ilmu
praktis, kebijakan pendidikan faliditas, kebijakan pendidikan memiliki
keterbukaan, kebijakan pendidikan didukung riset dan pengembangan,
pendekatan kebutuhan sosial dan pendekatan pengambilan kebijakan.

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan pendidikan dari ilmu praktis ?
2. Bagaimanakah kebijakan pendidikan mempunyai faliditas ?
3. Bagaimanakah kebijakan pendidikan memiliki keterbukaan ?
4. Bagaimanakah kebijakan pendidikan didukung riset dan pengembangan ?
5. Bagaimanakah pendekatan kebutuhan social ?
6. Bagaimanakah pendekatan pengambilan kebijakan ?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah yang sudah dirumuskan diatas, dapat diketahui tujuan
penulisan makalah yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pendidikan dari ilmu praktis
2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pendidikan mempunyai faliditas
3. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pendidikan memiliki keterbukaan
4. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pendidikan didukung riset dan
pengembangan
5. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan kebutuhan sosial
6. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan pengambilan kebijakan
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kebijakan Pendidikan Dari Ilmu Praktis


Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik
dan (2) pendidikan sebagai teori. Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak
bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori
pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari
praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat
mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan
pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan.

2.1.1. Praktik Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk
mengajar kebudayaan melewati generasi.
Menurut Redja M. Praktik pendidikan adalah seperangkat kegiatan bersama
yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan tingkah laku yang
diharapkan. Praktik pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek tujuan,
aspek proses kegiatan, dan aspek dorongan(motivasi).Tujuan praktik pendidikan
adalah membantu pihak lain mengalami perubahan tingkah laku fundamental yang
diharapkan.Proses kegiatan merupakan seperangkat kegiatan sosial/bersama, usaha
menciptakan peristiwa pendidikan dan mengarahkannya, serta merupakan usaha
4

secara sadar atau tidak sadar melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan.Dorongan


atau motifasi untuk melaksanakan praktik pendidikan muncul karena dirasakan
adanya kewajiban untuk menolong orang lain.

2.1.2. Teori Pendidikan


Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang
telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan,
menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa
pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan
(empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat
makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Mengapa kita harus mempelajari teori pendidikan? Karena yang kita hadapi
dalam dunia pendidikan adalah manusia. Karena mendidik itu merupakan perbuatan
yang harus betul-betul didasari dan disadari dalam rangka membimbing manusia
pada suatu tujuan yang akan dicapai.
Dalam pendidikan tidak dikenal suatu resep yang pasti (mutlak), karena
yang utama dalam pendidikan adalah kreativitas dan kepribadian pendidik.
Pendidikan memerlukan teori pendidikan, karena teori pendidikan akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Teori pendidikan dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui arah dan tujuan
yang akan dicapai.
2) Teori pendidikan berfungsi untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
praktik pendidikan. Dengan begitu kita dapat mengetahui mana yang boleh dan
mana yang tidak boleh dilakukan.
3) Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai tolak ukur sampai dimana kita telah
berhasil dalam melaksanakan tugas dalam pendidikan.
Dalam Dictionary Americana dijelaskan bahwa teori adalah :
1) Suatu susunan yang sistematis tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan dalil-
dalil nyata atau dalil-dalil hipotesis.
5

2) Suatu penjelasan hipotesis tentang fenomena atau sebagai hipotesis yang belum
teruji secara empiris.
3) Suatu eksposisi tentang prinsip-prinsip umum atau prinsip-prinsip abstrak ilmu
humaniora yang berasal dari praktik.
4) Suatu rencana atau sistem yang dapat dijadikan suatu metode bertindak.
5) Suatu doktrin atau hukum yang hanya didasarkan atas renungan spekulatif.
Dagobert Runes mengemukakan tiga pengertian teori yaitu :
1) Teroi merupakan suatu hipotesis tentang segala masalah, dapat diuji tetapi
tidak perlu diuji
2) Merupakan lawan dari praktik, merupakan pengetahuan yang disusun secara
sistematis dari kesimpulan umum relatif.
3) Teori diartikan sebagai lawan dari hukum-hukum dan observasi, suaru dedukdi
dari aksioma-aksioma dan teorema-teorema suatu sistem yang pasti (tidak
perlu diuji), secara relatif kurang problematif dan lebih banyak diterima atau
diyakini.
Menurut Kneller, teori memiliki dua pengertian, antara lain ; teori itu
empiris, dalam arti sebagai suatu hasil pengujian terhadap hipotesis dengan melalui
observasi dan ekserimen, cara berpikir yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
metode induktif, maka teori di sini sama dengan makna teori dalam sains. Seorang
guru tidakboleh dikacaukan dengan isu-isu yang tidak dapat dibuktikan secara
ilmiah. Kedua, teori dapat diperoleh melalui berpikir sistematis spekulatif, dengan
metode deduktif, dalam hal ini kneller mengemukakan bahwa teori merupakan “a
set of coherent thought”, seperangkat berpikir koheren yang sesuia dengan teori
koherensi tentang kebenaran.
Jadi, teori tidak sebatas diartikan sebagai suatu penjelasan terhadap
fenomena, melainkan merupakan petunjuk untuk membangun atau mengontrol
pengalaman.

2.2. Kebijakan Pendidikan Mempunyai Faliditas


6

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan public di bidang pendidikan.


Sebgaimana di kemukakan oleh Mark Olsen dan Anne-Maie O’Neil kebijakan
pendidikn merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi negara dalam
persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi
keungggulan, bahakan eksistensi bagi negara dalam persainagan global, sehingga
kebijakan pendidkan yang bermutu perlu mendapatkan prulaioritas utama dalam
pengambilan kebijakan di era globalisasi seperti sekarang ini. Salah satu argument
utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi. Ketika demokrasi
difahami sebagai sebuah keharusan, maka menjadi penting untuk memahami “cara”
menuju demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang
didukung oleh pendidikan(Riant Nugroho & RBI).
Aspek –aspek yang tercakup dalaam kebijakan pendidikan menurut H.A.R
Tilaar dan Riant Nugroho dalam Arif Rohman (2009) adalah sebagai berikut :
1) Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis
yaitu kesatuan anatara teori dan praktik pendidikan. Kebijakan pendidka
sebagai ilmu praktis yaitu kesatuan anatara teori dan praktik pendidikan.
Kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, permusan kebijakan,
pelaksnaan dan evaluasi
2) Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan
pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan . bagi perkembangan
individu, validitas kebijkan pendidikan tampak dalam sumbangannya bagi
proses pemerdekaaan indidu dalam pengembangan pribadinya.
3) Keterbukaan(openness). Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi
dalam interaksi social.
4) Kebijakan pendidiakn didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan
pendidikan bukanlah suatu yang abstrak tetapi yang dapat diimplementasiakn.
5) Analisis kebijakan sebagaimna puladengan berabgai jenis kebiajkan sepeti
kebijakan ekonomi, pertahanan nasional dan semua jenis kebijakan dalam
kebijakn public mememrlukan analisis kebijakan.
6) Pendekatan-pendekatan dalam rumusan kebijakan pendidikan
7

7) Pendekatan social demand approach ( kebutuhan social)


8) Social demand approach adalah suatu pendekatan dalam perumusan kebijakan
pendidikan yang mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan serta aneka
kepentingan yang didesakkan oleh masyarakat. Pada jenis ini para pengambil
kebijakan lebih dahulu menyelami dan mendeteksi terhadap aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat sebelum mereka merumuskan kebijakan
pendidikan yang ditanganinya.
9) Pendekatan Man- Power Approach
10) Pendekatan jenis ini lebih menitikberatkan kepada pertimbangan rasional dalam
rangka menciptakan ketersediaan sumberdaya mausia yang memadai di
masyarakat.
11) Pendekatan man-power ini tidak melihat apakah ada permintaa dari masyarakat
atau tidak apakah masyarakat menuntut untuk dibuatkan suatu kebijakan
pendidiakn tertentu atau tidak apakah masyarakat menuntut untuk dibuatkan
sautu kebijakan pendidikan tertentu atau tidak, tetapi yang terpenting dalah
menurut pertimbangan rasional dan visioner dari sudut pandang pengambil
kebijakan.
12) Pendekatan pengambilan kebijakan dalam pendidiakn yang dilakukan di
kabupaten Lombok timur menjadi salah satu kegiatann yang sangat serius untuk
di kaji belakangan ini. Karena mutu dalam pengambilan kebijakan akan
menentukan kualitas dalam pelaksanaanya. Agar kebijakan tetap focus pada
tujuan yang telah ditetapkan pembuatan kebiajkan harus dilandasi oleh
lingkaran tahapan kebijakan ynag meliputi perencanaan dan evaluasi.
13) Akibat pengambilan kebijakan yang tidak berdasarkan social demand approach
makanya muncul persoalan-persoalan yang baru dalam dunai pendidikan
belakangan ini, seperti masalah mutasi kepala sekolah dan seterusnya, itulah
harus di upaya kita ahrus mengupayakan agar aspek dan pendekatan
pendidiaknn kita laksnakan dengan sebaiknya, agar tidak ada namanya mutasi
tersebut.
8

2.3. Kebijakan Pendidikan Memiliki Keterbukaan


Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi dalam interaksi sosial.
Hal ini berarti bahwa pendidikan itu merupakan milik masyarakat. Apabila
pendidikan itu merupakan milik masyarakat maka suara masyarakat dalam berbagai
tingkat perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan perlu
mendengar suara atau saran-saran dari masyarakat. Istilah keterbukaan/transparansi
dalam bentuk konteks pendidikan, sangatlah jelas yaitu kepolosan apa adanya, tidak
bohong, jujur dan terbuka terhadap publik tentang apa yang dikerjakan oleh
sekolah, dimana data yang dilaporkan sekolah mencermikan realitas yang
sebenarnya dan setiap perubahan harus diungkapkan secara sebenarnya dan dengan
segera kepada semua pihak yang terkait (stakeholders). Oleh karena itu, transparansi
sekolah perlu ditingkatkan agar publik memahami situasi sekolah sehingga
mempermudah publik untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan sekolah. Dari
gambaran penjelasan tentang konsep keterbukaan atau transparansi di atas dapat
disimpulkan bahwa dimaksud dengan keterbukaan atau tranparansi adalah sifat
yang dimiliki oleh perasaan teloransi dan keterbukaan hati seseorang yang
diwujudkan dengan sikap jujur, rendah hati, adil, serta mau menerima pendapat dan
kritik dari orang lain dalam melaksanakan kegiatannya dan tidak menutupi apa yang
dikerjakannya sehingga menjadi jelas mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi
kebenarannya. Keterbukaan/transparansi manajerial sangat diperlukan dalam
menungkatkan dukungan guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam
penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Transparansi ditujukkan
untuk membangun kepercayaan dan keyakinan kepada sekolahm/madrasah bahwa
sekolah/madrasah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan
berwibawa, bersih dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti
professional.Prinsip keterbukaan/transparansi menciptakan kepercayaan timbal-
balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Sekolah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan
informasi. Kebijakan ini memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses
9

masyarakat atau bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara


mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur
pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarkat.
Berbagai teori kepemimpinan menganjurkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang
hebat dibutuhkan persyaratan-persyaratan yang rumit. Akan tetapi ada hal mendasar
yang ada pada semua teori itu, yakni barometer keberhasilan yang sebenarnya
adalah keterbukaan/transparansi.
Keterbukaan informasi publik, bahkan sebagian besar warga Kota belum
atau kurang mehami bentuk informasi yang digunakan oleh Pemkot sebagai upaya
implementasi keterbukaan informasi publik. Sebagian warga Kota tahu bahwa
setiap ada pekerjaaan pembangunan sarana publik tersedia pengumuman tentang
batas waktu pengerjaaan, biaya, dan sebagainya tapi mereka tidak tahu bhawa hal
itu sebagai bagian dari kebijakan keterbukaan informasi publik dari pemegang
kebijakan publik kepada warganya. Keterbukaan informasi publik, bahkan sebagian
besar warga atau masyarakat belum atau kurang mehami bentuk informasi yang
digunakan oleh Pemerintah sebagai upaya implementasi keterbukaan informasi
publik. Sebagian warga atau masyarakat tahu bahwa setiap ada pekerjaaan
pembangunan sarana publik misalnya pembangunan sekolah,maka akan tersedia
pengumuman tentang batas waktu pengerjaaan, biaya, dan sebagainya tapi mereka
tidak tahu bahawa hal itu sebagai bagian dari kebijakan keterbukaan informasi
publik dari pemegang kenbijakan publik kepada warganya.(Setiaman, Sugiana, &
Mahameruaji, 2013).

2.4 . Kebijakan Pendidikan Didukung Riset Dan Pengembangan


Suatu kebijakan pendidikan bukanlah suatu yang abstrak tetapi yang dapat
diimplementasikan. Suatu kebijakan pendidikan merupakan pilihan dari berbagai
alternatif kebijakan sehingga perlu dilihat output dari kebijakan tersebut dalam
praktik. Riset kebijakan atau studi kebijakan merupakan salah satu jenis riset yang
difokuskan pada kebijakan, baik dalam rangka pembuatan, evaluasi pelaksanaan,
maupun perubahan atau perbaikan. Ditinjau dari prinsip, prosedur, metodologi dan
10

tekniknya riset jenis  ini sama dengan yang digunakan dalam riset ilmiah pada
umumnya. Namun, ditinjau dari kepentingan, jenis riset ini dilakukan bukan untuk
kepentingan pengembangan sains, melainkan untuk kepentingan yang bersifat
spesifik dan praktis yaitu untuk mencari dasar membuat kebajikan,
menganalisisnya, mengkritisisny atau mengevaluasi kebijakan itu sendiri maupun
implementasinya. Pada umumnya hasil riset ini diarahkan kepada pemecahan
masalah yang lebih bersifat melayani kepentingan calon pemakai, klien atau
pelanggan. Pada umumnya pelanggan jenis riset ini adalah para perencana dan
pembuat kebijakan politik, kebijakan ekonomi, kebijakan pendidikan, kebijakan
kesehatan dan semacamnya.

2.4.1. Hakekat
Riset kebijakan dapat dipandang sebagai suatu riset yang menggabungkan
antara kegiatan analisis kebijakan dengan evaluasi program. Riset ini dilakukan
dalam upaya menelaah atau menelisik keberadaan berbagai alternatif kebijakan
publik yang akan dibuat, berbagai faktor yang mendukung dibuatnya kebijakan itu,
serta berbagai akibat dan dampak yang diantisipasi akan muncul apabila suatu
alternatif kebijakan itu akan dipilih.
Oleh sebab itu riset kebijakan menggunakan pendekatan  multisiplin, pelaku
riset kebijakan biasanya memiliki kepakran khusus dalam bidang-bidang terkait,
dan biasanya dilakukan oleh satu tim yang anggota kepakaran beragam. Latar
kepakaran anggota tim itu diantaranya adalah dalam bidang-bidang yang terkait
dengan analisis kebijakan, evalusai program, sosiologi, psikologi, ekonomi,
pendidikan, geografi, antropologi, hukum, ilmu politik, pekerjaan sosial,
perencanaan lingkungan dan administrasi negara.
Mengapa riset kebijakan itu penting dilakukan? Para perencana dan pembuat
kebijakan sering kali dihadapkan pada persoalan yang terkait untuk diambil dalam
menjalankan roda organisasi, baik publik maupun swasta. Persoalan ini dihadapi
karena kurangnya atau adanya keterbatasan pengetahuan tentang berbagai dampak
yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari kebijakan yang akan dibuatnya.
11

Dalam kondisi seperti ini apabila suatu kebijakan itu tetap dibuat, maka peluang
terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan, sebagai dampak dari kebijakan yang
dibuatnya akan cukup besar.
Agar dapat menghindari berbagai dampak yang tidak diharapkan dari suatu
kebijakan, maka sebelum suatu kebijakan itu direncanakan dan dibuat perlu
dilakukan analisis secara mendalam dan komprehensif. Patton dan Sawicki (1993)
memandang, bahwa analisis kebijakan merupakan suatu proses sirkuler dalam
merencanakan, membuat, melaksanakan dan memonitor serta mengevaluasi
pelaksanaan suatu kebijakan. Suatu kebijakan sebaiknya dibuat dengan
mempertimbangkan data hasil riset. Setelah kebijakan itu dilaksanakan, juga perlu
dilakukan minitoring dan evaluasi agar pelaksanaan kebijakan  itu selain terus
berada dalam jalurnya, juga memberi dampak secara positif. Analisis yang
dilakukan secara mendalam itu didasarkan atas data hasil riset atau studi kebijakan.
Istilah kebijakan digunakan untuk menggambarkan tentang suatu kegiatan
yang mencakup penentuan tujuanm penentuan prioritas, penyusunan rencana dan
menspesifikasi aturan-aturan dalam pembuatan keputusan ( Gorda, Lewis, dan
Young, 1993). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siapapun yang memiliki
otoritas atau kewenangan dalam pembuatan kebijakan, yang merentang dari mulai
penentuan tujuan sampai pembuatan keputusan, yang didalamnya mencakup
kegiatan menentukan skala prioritas, penyusunan rencana dan penentuan aturan-
aturan dalam penggambilan keputuasan ini semua disebut dengan kebijakan. Jadi
pada hakekatnya kebijakan itu merupakan bidang yang menjadi kewenangan
pemerintah pada berbagai level, dan pemegang otoritas kewenangan pada sektor
swasta, yaitu para pimpinan organisasi ataupun para manajer pada berbagai level
organisasi atau lembaga.
Riset kebijakan (policy research) atau disebut juga dengan studi kebijakan
(policy studies) pada dasarnya merupakan kebijakan dan evaluasi program.  Riset
kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem standar, aturan, dan prosedur untuk
menciptakan, menilai secara kritis dan mengkomunikasikan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan (Pardon, Lessof, Woodfield, dan Bryson, 2001). Karena
12

suatu kebijakan itu dirumuskan dengan mempertimbangkan berbagai faktor-faktor 


dari berbagai faktor, maka riset kebijakan juga memadukan faktor-faktor dari
berbagai disiplin ilmu. Pelibatan  berbagai disiplin itu karena inti dari riset
kebijakan pada dasarnya adalah pemahaman tentang pemecahan masalah yang
dilakukan dengan mengikuti berbagai prinsip dan kaidah ilmiah sebagaimana dalam
riset-riset ilmiah pada umumnya (Majchrzak, 1984)

Apabila dilihat dari segi tujuan dan berbagai kategori pelanggannya, ada lima
kategori kegiatan yang terkait dengan riset kebijakan, yaitu:
1) Advokasi kebijakan
2) Informasi untuk kebijakan
3) Penentuan kebijakan
4) Analisis isi kebijakan
5) Monitoring dan evaluasi kebijakan

1) Advokasi Kebijakan
Advokasi kebijakan menunjukan kepada riset yang dilakukan dengan tujuan
akhir adalah melakukan pembelaan atau untuk menentang suatu kebijakan atau
sekelompok kebijakan yang sejenis. Riset advokasi yang dilakukan untuk
memberikan dukungan atau pembelaan kebijakan dilakukan, karena riset
memandang bahwa kebijakan itu memilki nilai positif, sehingga perlu didukung
atau dibela. Hasil riset dibuat dalam bentuk rekomendasi yang disampaikan kepada
pembuat kebijakan. Meskipun demikian, tidak semua rekomendasi itu
ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan.

2) Informasi untuk Kebijakan


Tugas pelaku riset terkait dengan kategori informasi untuk kebijikan adalah
memasok informasi atau bahkan saran yang didasarkan atas hasil riset, baik dalam
konteks memperkenalkan suatu kebijakan baru atau merevisi kebijikan yang sudah
dibuat. Biasanya riset semacam ini dilakukan oleh salah satu divisi atau untuk
13

kepentingan ini dilakukan oleh suatu lembaga- lembaga pemerintahan. Hasil riset
semacam ini dianggap penting sebagai dasar dalam membuat kebijakan.

3) Analisis Penentun Kebijakan


Analissi penentuan kebijakan dilakukan terhadap berbagai aspek yang
terkait dengan input dan proses berlangsung pada saat suatu kebijakan dalam proses
perumusan. Dalam beberapa kasus, model sistem kebijkan ini diwarnai oleh kondisi
lingkungan, sedangkan pada kasus lain dipengaruhi tujuan. Analisis penentuan
kebijkan juga memeprhitungkan berbagai kendala yang dihadapi dalam proses
pencapaian hasil dari pelaksanaan kebijakan yang akan dibuat.

4) Analisis Isi Kebijakan


Analisis ini meliputi berbagai studi yang sudah dilakukan terkait dengan
berbagai aspek dari kebijakan yang akan dibuat.  Hadil-hasil studi ini dapat
memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan, meski studi-studi itu tidak
secara eksplisit dilakukan untuk kepentingan pembuat ebijakan itu. Studi yang
dilakukan biasanya ditopang dengan teori yang kokoh, sehingga hasilnya pun dapat
menjadi masukan yang cukup dapat diandalkan.

5) Monitoring dan Evaluasi Kebijakan


Proses monitoring biasanya dilakukan sejak awal suatu kebijakan
dilaksanakan dan dilakukan oleh pihak-pihak yang berada dalam sistem atau berada
dalam struktur, sedangkan evaluasi dapat dilakukan ketika suatu kebijakan sudah
berjalan dalam suatu kurun waktu tertentu dan /atau setelah suatu kebijakan (dapat
pula program) selesai diimplementasikan. Evaluasi pada kategori pertama dilakukan
untuk kepentingan perbaikan (evaluasi formatif), dan evaluasi pada kategori kedua
dilakukan untuk dijadikan dasar mengambil keputuasan, apakah kebijakan itu akan
dilanjutkan atau diberhentikan, dan berbagai aspek yang terkait dengannya.
Kebijakan pengembangan pendidikan di Indonesia telah berlangsung sejak
lama. Peranan pemerintah dalam mengatur pelaksanaan pendidikan melalui draf
14

undang-undang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Prioritas dalam pendidikan


semakin ditekankan pada era kemerdekaan sehingga memungkinkan tercapainya
target wajib belajar 9 tahun. Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi pendidikan
terus berlanjut hingga kini. Memasuki era demokrasi, pendidikan dan pengajaran
bertujuan membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

2.5. Pendekatan Kebutuhan Sosial


Sosial demand approach adalah suatu pendekatan dalam perumusan
kebijakan pendidikan yang mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan, serta
aneka kepentingan yang didesakkan oleh masyarakat. Pada jenis pendekatan
jenis ini para pengambil kebijakanakan lebih dahulu menyelami dan
mendeteksi terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat sebelum
mereka merumuskan kebijakan pendidikan yang ditanganinya.
Pendekatan social demand sebenarnya tidak semata-mata merespon aspirasi
masyarakat sebelum dirumuskannya kebijakan pendidikan, akan tetapi juga
merespon tuntutan masyarakat sertelah kebijakan pendidikan
diimplementasikan. Partisipasi warga dari seluruh lapisan masyarakat
diharapkan terjadi baik pada masa perumusan maupun implementasi kebijakan
pendidikan. Dalam perumusan kebijakan dapat digolongakan ke dalam tipe
perumusan kebijakan yang bersifat pasif. Artinya suatu kebijakan baru dapat
dirumuskan apabila ada tuntutan dari masyarakat terlebih dahulu.
Proses perumusan kebijakan sosial dapat dikelompokkan dalam 3
tahap, yaitu: Tahap Identifikasi, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Setiap
tahap terdiri dari beberapa tahapan yang saling terkait: Secara garis besar,
tahapan perumusan kebijakan adalah sebagai berikut (Suharto, 1997):
a. Tahap Identifikasi
1) Identifikasi Masalah dan Kebutuhan: Tahap pertama dalam perumusan
kebijakan sosial adalah mengumpul-kan data mengenai permasalahan sosial
15

yang dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan


masyarakat yang belum terpenuhi (unmet needs).
2) Analisis Masalah dan Kebutuhan: Tahap berikutnya adalah mengolah,
memilah dan memilih data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat
yang selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan yang
terorganisasi. Informasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab
masalah dan apa kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul
apabila masalah tidak dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan
kelompok mana yang terkena masalah?
3) Penginformasian Rencana Kebijakan: Berdasarkan laporan hasil analisis
disusunlah rencana kebijakan. Rencana ini kemudian disampaikan kepada
berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan sosial
untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Rencana ini dapat pula
diajukan kepada lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan
disetujui
4) Perumusan Tujuan Kebijakan: Setelah mendapat berbagai saran dari
masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan pembahasan untuk
memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa alternatif kemudian
dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan. 
5) Pemilihan Model Kebijakan: Pemilihan model kebijakan dilakukan
terutama untuk menentukan pendekatan, metoda dan strategi yang paling
efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Pemilihan model ini
juga dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip
kebijakan sosial yang logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
6) Penentuan Indikator Sosial: Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model
kebijakan dapat terukur secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-
indikator sosial yang berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi
rencana tindak dan hasil-hasil yang akan dicapai
7) Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik: Tugas pada tahap ini adalah
menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan.
16

Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan,


melakukan lobi, negosiasi dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok
masyarakat agar tercapai konsensus dan kesepakatan mengenai kebijakan
sosial yang akan diterapkan.

b. Tahap Implementasi
1) Perumusan Kebijakan: Rencana kebijakan yang sudah disepakati
bersama dirumuskan kedalam strategi dan pilihan tindakan beserta
pedoman peraturan pelaksanaannya.
2) Perancangan dan Implementasi Program: Kegiatan utama pada tahap
ini adalah mengoperasionalkan kebijakan ke dalam usulan-usulan
program (program proposals) atau proyek sosial untuk dilaksanakan
atau diterapkan kepada sasaran program.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi dan Tindak Lanjut: Evaluasi dilakukan baik terhadap proses
maupun hasil implementasi kebijakan. Penilaian terhadap proses
kebijakan difokuskan pada tahapan perumusan kebijakan, terutama untuk
melihat keterpaduan antar tahapan, serta sejauhmana program dan
pelayanan sosial mengikuti garis kebijakan yang telah ditetapkan.
Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau dampak
kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi
masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan
kekurangan kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi penyempurnaan
kebijakan berikutnya atau permusan kebijakan baru.
Contoh nya :
Pendekatan Social Demand Approach, artinya walaupun kebijaksanaan
perencanaan dilakukan pemerintah, namun pengambilan keputusan
kebijaksanaan didasarkan atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah membuat keputusan menambah
jumlah sekolah-sekolah dasar, sebagai bukti mensukseskan Program
17

Wajib Belajar yang diprogramkan pemerintah, dan pemerintah bertugas


untuk menyediakan seluruh sarana yang diperlukan termasuk pelaksanaan
programnya.19 Hal ini akan sangat berbeda dengan seseorang ingin
menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, kebutuhan seperti ini
bukan lagi sebagai bentuk pendekatan kebutuhan masyarakat (social
demand approach), melainkan sudah berupa kebutuhan yang bersifat
perorangan.(Khumaidi, 2012)

2.6. Pendekatan Pengambilan Kebijakan (Man-Power Approach)


Pendekatan jenis ini lebih menitikberatkan kepada pertimbangan-
pertimbangan rasional dalam rangka menciptakan ketersediaan sumberdaya
manusia (human resources) yang memadai di masyarakat. Pendekatan man-
power  ini tidak melihat apakah ada permintaan dari masyarakat atau tidak,
apakah masyarakat menuntut untuk dibuatkan suatu kebijakan pendidikan
tertentu atau tidak, tetapi  yang terpenting adalah menurut pertimbangan-
pertimbangan rasional dan visioner dari sudut pandang pengambil kebijakan.
Pemerintah sebagai pemimpin yang berwenang merumuskan suatu kebijakan
memiliki legitimasi kuat untuk merumuskan kebijakan pendidikan. Dapat
dipetik aspek penting dari pendekatan jenis kedua ini, bahwa secara umum
lebih bersifat otoriter. Man-power approach  kurang menghargai proses
demokratis dalam perumusan kebijakan pendidikan, terbukti perumusan
kebijakannya tidak diawali dari adanya aspirasi dan tuntutan masyarakat, akan
tetapi langsung saja dirumuskan sesuai dengan tuntutan masa depan
sebagaimana dilihat oleh sang pemimpin visioner. Terkesan adanya cara-cara
otoriter dalam pendekatan jenis kedua ini. Namun dari sisi positifnya, dalam
pendekatan man-power ini proses perumusan kebijakan pendidikan yang ada
lebih berlangsung efisien dalam proses perumusannya, serta lebih berdimensi
jangka panjang.
18

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil
perumusan langkah-langkah strategi pendidikan yang dijabarkan dari visi misi
pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan
dalam suatu asyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.Landasan kebijakan
pendidikan yaitu Ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1983 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara sebagai pola umum Pembangunan Nasional
mengarahkan rangkaiana program pembangunana di segala bidang untuk
mewujudkan tujuan nasioanl seperti tercantum di dalaam Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945.

3.2. Saran
Kebijakan-kebijakan dalam pendidikan harus dilaksanakan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan demi terwujudnya pembelajaran yang
terarah dan tercapainya tujuan  yang menjadi target dalam sebuah pendidikan.
19

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Abi. “Karakteristik, Filsafat, Teori dan Praktik Pendidikan”,


https://www.abihamid.com/2014/03/karakteristik-filsafat-teori-dan.html, diakses
pada tanggal 02 Mei 2020.

Khumaidi, K. (2012). Perencanaan Pendidikan Berorientasi Kebutuhan Masyarakat (Social


Demand Approach). Al-Fikrah: Jurnal Kependidikan Islam IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin, 3, 56863.

Madjid, Abd. (2018). Analisis Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Samudra Biru (Anggota IKAPI)

Setyono, Sujati., "Pentingnya Integritas dan Keterbukaan dalam Kepemimpinan Kepala Sekolah",
http://jatisusetyono.wordpress.com/2011/01/16/pentingnya-integritas-dan-
keterbukaan-dalam-kepemimpinan-kepala-sekolah/ jam 22.05 tgl 16-02-2014

Prasojo, L. D. (2010). Financial Resources Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi


Kebijakan Pendidikan. Jurnal Internasional Manajemen Pendidikan, 4(02).

Riant Nugroho, D., & RBI, R. B. I. Demokratisasi dalam dunia modern.

Setiaman, A., Sugiana, D., & Mahameruaji, J. N. (2013). Implementasi kebijakan


keterbukaan informasi publik. Jurnal Kajian Komunikasi, 1(2), 196-205.
doi:10.24198/jkk.v1i2.6044

Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekrjaan Sosial: Spektrum
Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan.
20

Anda mungkin juga menyukai