STOMATOGNATIK I - Topik 12 - Kelompok 1 - Kelas E
STOMATOGNATIK I - Topik 12 - Kelompok 1 - Kelas E
Stomatognati
Fasilitator:
Herlia Istindiah, drg., M.Si., Sp. Orto.
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Nurul Irba Somadinata (201911121) Putri Novthalia (201911126)
Oldilia Yolanda (201911122) Raafid Shidqi Marsel (201911127)
Oriza Sativa (201911123) Raisya Nabila Ayudya (201911128)
Oxy Asfuridah Ansori (201911124) Ratu Inneke Aliefia (201911129)
Puja Sitna H. Latupono (201911125) Regina Amanda (201911130)
KELAS E
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Tahun Ajaran 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan akan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat dan karunia-Nya sehingga makalah kami yang berjudul “Stomatognati”
dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat dan disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
pada mata pelajaran blok stomatognatik I. Dalam penyusunan makalah ini,
pastinya kami mengalami hambatan selama penyusunan berjalan. Namun, dengan
ketekunan serta pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kami selaku penulis dan
umumnya bagi pihak yang membaca. Mohon maaf dan harap dimaklumi atas
segala kekurangan dalam makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1. 3 Tujuan Pembelajaran ............................................................. 2
1. 4 Manfaat Pembelajaran ........................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 4
2.1 Proses Pengunyahan ................................................................. 4
2.2 Aktivitas Otot saat Pengunyahan.............................................. 5
2.3 Pola Gerak Rahang saat Mengunyah ....................................... 7
2.4 Tiga Fase Penelanan.................................................................. 8
2.4.1 Fase Oral....................................................................... 9
2.4.2 Fase Faringeal............................................................... 9
2.4.3 Fase Esofageal.............................................................. 10
2.5 Peran Lidah, Palatum Durum, Bibir, Pipi, dan Gigi dalam
Proses Pengunyahan.................................................................. 11
2.5.1 Lidah............................................................................. 11
2.5.2 Palatum Durum............................................................. 17
2.5.3 Bibir.............................................................................. 17
2.5.4 Pipi................................................................................ 18
2.5.5 Gigi............................................................................... 19
2.6 Bicara dan Artikulasi Bunyi ..................................................... 20
2.6.1 Produksi Bunyi Bahasa................................................. 21
2.6.2 Otot dalam Proses Bicara.............................................. 22
2.7 Gangguan Wicara...................................................................... 22
2.7.1 Gangguan secara Biologis............................................ 22
2.7.2 Gangguan secara Kognitif............................................ 25
ii
2.7.3 Gangguan secara Psikogenik........................................ 28
2.7.4 Gangguan secara Linguistik......................................... 28
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
berbicara dan gangguannya yang pembahasannya berkaitan dengan rongga
mulut.
2
mengenai proses maupun aktivitas otot selama pengunyahan, gerak rahang
saat mengunyah, mengetahui fase-fase penelanan maupun peran lidah,
palatum durum, bibir, pipi, dan gigi dalam proses pengunyahan. Selain itu,
diharapkan penulis maupun pembaca mengetahui tentang penjelasan bicara
serta artikulasi bunyi serta gangguannya (gangguan wicara).
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Proses Pengunyahan
Sistem pengunyahan merupakan unit fungsional yang terdiri dari
gigi geligi, temporomandibular joint (TMJ), otot-otot yang mendukung
pengunyahan baik secara langsung maupun tidak langsung serta pembuluh
darah dan saraf yang mendukung seluruh jaringan pendukung sistem
pengunyahan. Otot-otot pengunyahan yang utama adalah muskulus
masseter, muskulus temporalis, muskulus pterigoideus lateralis dan
muskulus pterigoideus medialis. Peranan otot-otot ini dalam pergerakan
membuka dan menutup mulut sangat penting untuk mengkoordinasikan
pergerakan mandibula sehingga gigi dapat berfungsi optimal.
Proses pengunyahan terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap
membukanya mandibula, tahap menutupnya mandibula dan tahap
berkontaknya gigi dengan makanan dan gigi antagonisnya. Otot-otot
pengunyahan dapat bekerja sama untuk mengoklusikan gigi dengan
kekuatan sebesar 55 pound pada gigi insisiv dan 200 pound pada gigi
molar.1
Regulasi Pengunyahan
Pergerakan rahang yang merupakan pergerakan yang unik dan
kompleks. Pergerakan mandibula dicetuskan oleh beberapa reseptor
sensori yang disampaikan ke sistem saraf pusat melalui serabut saraf
afferen. Aktifitas sistem syaraf ini akan menyebabkan kontraksi dan
relaksasi dari otot-otot pengunyahan. Koordinasi dan ritmisitas dari
pengunyahan berkaitan dengan aktivasi dua refleks batang otak yaitu
gerakan menutup dan membuka mandibula. Refleks pembukaan rahang
diaktifkan oleh stimulasi mekanis yaitu tekanan pada ligamen periodontal
dan mekanoreseptor mukosa yang menyebabkan. Eksitasi pada otot
4
pembuka rahang akan menghambat kontraksi dari otot–otot penutup
rahang.
Persyarafan yang mengatur pergerakan rahang adalah N.
Trigeminus (V), merupakan N. Cranialis terbesar dan hubungan perifernya
mirip dengan N. Spinalis, yaitu keluar berupa radiks motorial dan sensorial
yang terpisah dan radix sensorial mempunyai ganglion yang besar. Serabut
sensoriknya berhubungan dengan ujung saraf yang berfungsi sebagai
sensasi umum pada wajah, bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sinus
paranasal, sebagian telinga luar dan membrane tymphani, membran
mukosa cavum oris termasuk bagian anterior lingua, gigi geligi dan
struktur pendukungnya serta dura meter dari fosa cranii anterior. Saraf ini
juga mengandung serabut sensorik yang berasal dari ujung propioseptik
pada otot rahang dan kapsula serta bagian posterior discus articulation
temporomandibularis. Radiks motoria mempersarafi otot pengunyahan,
otot palatum molle (M. tensor veli palatine), otot telinga tengah.1
5
mandibula disebabkan oleh kontraksi muskulus temporalis, muskulus
masseter dan muskulus pterygoideus medialis, sedangkan muskulus
pterygoideus lateralis mengalami relaksasi. Pada saat mandibula menutup
perlahan, muskulus temporalis dan muskulus masseter juga berkontraksi
membantu gigi geligi agar berkontak pada oklusi yang normal. Muskulus
digastrikus juga mengalami potensial aksi dan berkontraksi pada saat
mandibula bergerak dari posisi istirahat ke posisi oklusi. Muskulus
digastrikus berperan dalam mempertahankan kontak gigi geligi.
Organ lain yang juga termasuk dalam fungsional otot pengunyahan
adalah lidah. Lidah berperan penting selama proses pengunyahan dalam
mengontrol pergerakan makanan dan membentuk bolus (bentuk makanan
yang didapatkan dari pengunyahan). Lidah membawa dan
mempertahankan makanan diantara permukaan oklusal gigi geligi,
membuang benda asing, bagian makanan yang tidak enak rasanya dan
membawa bolus ke palatum sebelum akhirnya ditelan. Selain itu lidah juga
berfungsi dalam mempertahankan kebersihan mulut dengan
menghilangkan debris makanan pada gingival, vestibulum dan dasar
mulut.1
6
Gambar 1. Anatomi otot – otot pengunyahan.1
7
Rotasi adalah gerakan berputar pada sumbunya yang terjadi antara
permukaan superior kondilus dengan permukaan inferior diskus
artikularis. Berdasarkan porosnya dibagi atas : horizontal,
frontal/vertikal, dan sagital.
8
Sebagian besar literatur mendeskripsikan penelanan terdiri atas tiga
fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. Fase pertama
dideskripsikan sebagai gerakan yang disadari dan merupakan fase ketika
bolus bergerak ke arah isthmus faucium. Fase kedua dan ketiga umumnya
dideskripsikan sebagai sejumlah respon refleks yang kompleks yang
dipicu oleh kontak bolus dengan arkus palatofaring yang menghasilkan
pergerakan bolus menuju isthmus faucium kemudian ke faring dan ke
esofagus. Gerakan menelan makanan yang terjadi di esofagus merupakan
gerakan peristaltis, berasal dari otot polos saluran pencernaan berupa
gerakan meremas dan mendorong bolus makanan dari esofagus menuju
lambung, yang memerlukan waktu sekitar enam detik.2,3
2. 4. 1 Fase Oral
Fase oral dimulai saat makanan masuk dalam rongga mulut
dan mengalami proses pengunyahan sampai terbentuk bolus.
Proses ini berlangsung secara sadar atau volunter. Bolus yang
terbentuk akan dipertahankan pada fase oral ini hanya sekitar 0,5
detik dan bolus akan berpindah dari rongga mulut menuju faring.
Proses perpindahan bolus menuju faring diperantarai oleh
kontraksi otot intrinsik lidah yang menyebabkan lidah terangkat,
dan bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus
terdorong ke faring. Fase oral bekerja atas kendali saraf karanial
yaitu n. V2 dan n. V3 sebagai serabut aferen (scnsorik) dan n. V,
nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut eferen (motorik).
2. 4. 2 Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi saat bolus makanan berada di dalam
faring. Bolus akan merangsang reseptor menelan di sekitar faring,
terutama di daerah tonsil, kemudian reseptor akan meneruskan
rangsangannya ke batang otak untuk menimbulkan kontraksi otot
faringeal.
9
1. Palatum mole tertarik ke atas sehingga nares posterior tertutup
dan tidak terjadi refluks makanan kembali masuk ke rongga
hidung.
2. Lipatan palatofaringeal di kedua sisi faring tertarik ke arah
medial dan saling mendekat, membentuk celah sagital.
Selanjutnya, bolus masuk ke jalan masuk melalui saluran cerna
ke faring posterior. Celah ini sangat selektif, sehingga hanya
makanan yang sudah menjadi bolus dengan konsistensi tepat
yang dapat melewati celah tersebut dengan sangat mudah.
Tahap ini hanya memerlukan waktu sekitar satu detik.
3. Pita suara pada laring menjadi sangat berdekatan, dan laring
tertarik ke atas dan anterior diikuti pergerakan epiglotis yang
menutup laring sehinga bolus makanan tidak masuk ke dalam
hidung dan trakea.
4. Gerakan laring ke atas menyebabkan sfingter esofagus atas
(sfingter faringoesofageal) berelaksasi, sehingga makanan
dengan mudah dan bebas bergerak dari faring posterior menuju
esofagus atas. Gerakan laring ke atas juga mengangkat glotis
untuk mencegah makanan masuk dalam trakea.
5. Setelah laring terangkat ke atas dan ke depan, sfingter
farigoesofageal mengalami relaksasi, seluruh otot dinding
faring berkontraksi menyebabkan bolus makanan turun dan
masuk ke dalam servikal esofagus, melalui proses peristaltik
dan berlangsung sekitar satu detik.2
10
dari terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring,
sehingga bolus terhisap ke arah sfingter esofagus bagian atas.2
2. 4. 3 Fase Esofageal
Pada fase esofageal proses menelan yang bersifat
involunter atau tanpa disadari, yang membutuhkan waktu sekitar 3-
4 cm per detik. Esofagus berfungsi untuk menyalurkan makanan
secara cepat dari faring ke lambung melalui gelombang peristaltik,
yaitu primer dan sekunder. Peristaltik primer dimulai di faring dan
didistribusikan sepanjang esophagus selama fase faringeal,
kemudian berlanjut dari faring menuju lambung dalam waktu
sekitar 8 - 10 detik.
Gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan oleh
peregangan esofagus karena gelombang peristaltik primer gagal
mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus ke dalam
lambung. Gelombang peristaltik sekunder terus berlanjut sampai
semua makanan dikosongkan ke dalam lambung.
11
tersusun dari otot polos, secara kuat diatur oleh saraf vagus yang
bekerja melalui sistem saraf mienterikus esophageal.2
12
Secara anatomi, lidah melekat pada mandibula, prosesus
styloid dari tulang temporal, dan tulang hyoid. Hyoid ini unik
karena hanya diartikulasikan secara jauh / tidak langsung dengan
tulang lainnya. Lidah diposisikan di atas dasar rongga mulut.
Septum medial memanjang ke seluruh panjang lidah, membaginya
menjadi dua bagian simetris. di bawah selaput lendirnya, setiap
setengah lidah tersusun dari jumlah dan jenis otot rangka intrinsik
dan ekstrinsik yang sama. Otot intrinsik yang ada di dalam lidah)
adalah m. longitudinalis inferior, m. superior longitudinalis, m.
transversus linguae, danm. verticaling linguae. Ini memungkinkan
manusia untuk mengubah ukuran dan bentuk lidah, serta
menjulurkannya. Lidah yang fleksibel memfasilitasi menelan dan
berbicara (OpenStax, 2016).2
13
hyoglossus. Meluas dari akar lidah ke puncak dan menarik puncak
ke bawah untuk membuat dorsum cembung. Otot transversal
berjalan lateral dari medial septum lingual ke jaringan fibrosa
submukosa di margin lingual. Otot ini membuat lidah sempit dan
memanjang. Otot vertikal melewati dari dorsal ke aspek ventral
lidah di bat anterior. Otot ini meratakan dan melebarkan lidah.
Serabut dari otot transversal dan vertikal sebagian bercampur
(Yoshida, 2019).
14
mole/lunak. Otot ini mengangkat dorsum lidah saat menelan
(Yoshida, 2019). Untuk melakukan fungsinya otot tersebut bekerja
bersama.
15
Gambar 6. Penampang koronal lidah..2
16
Gambar 8. Bentuk lidah pada saat makan.2
17
medis "lidah", memiliki frenulum lingual yang terlalu pendek atau
cacat. Ankyloglossia parah dapat mengganggu bicara dan harus
diperbaiki dengan operasi (OpenStax, 2013).2
2. 5. 2 Palatum Durum
Palatum rongga mulut juga dikenal sebagai 'atap mulut'.
Palatum membentuk pembagian antara rongga hidung dan mulut.
Palatum durum atau keras terdiri dari tulang dan tidak dapat
bergerak. Palatum memiliki dua fungsi utama. Pertama adalah
bertindak sebagai penghalang mekanis antara mulut dan hidung,
sehingga apa yang dimakan dan minum tidak naik ke hidung.
Kedua adalah bertindak sebagai katup di bagian belakang
tenggorokan untuk menghalangi aliran udara ke dalam hidung.
Fungsi kedua ini sangat penting dan diperlukan untuk memberi
makan saat bayi dan untuk berbicara.2
2. 5. 3 Bibir
Bibir mengelilingi pintu masuk ke rongga mulut. Bibir
berperan penting sebagai panduan ketika memasukkan makanan ke
dalam mulut, menggigit, bersiul, bicara, dan fungsi terkait lain.
Selain itu, bibir juga berfungsi dalam mengontrol ketika
memasukkan makanan, menjaga makanan di antara permukaan
gigi yang menghancurkannya, dan menutup kebocoran dari rongga
mulut. Sebagian besar fungsi oral termasuk mengisap, meniup,
menelan, tersenyum, dan berbicara, umumnya berkaitan dengan
otot orbicularis oris, yang berfungsi menggerakkan bibir.
Selain hal tersebut di atas, bibir juga memengaruhi suara
yang diucapkan, yang memfasilitasi bahasa lisan dan memberikan
perubahan ekspresi wajah, yang memfasilitasi bahasa yang tak
terucapkan. Mereka memberikan informasi sensorik tentang
makanan sebelum penempatannya di rongga mulut. Untuk
18
mencapai banyak fungsi, bibir memerlukan sistem otot dan struktur
pendukung yang kompleks.
Fungsi motorik dari organ pengunyahan seperti lidah, bibir,
pipi dan rahang bawah diketahui memburuk seiring bertambahnya
usia, sehingga mempengaruhi kinerja pengunyahan.2
2. 5. 4 Pipi
Otot buccinator membentuk dinding lateral rongga mulut.
Otot ini dianggap membantu pengunyahan dengan
mempertahankan posisi bolus. Fungsi seperti itu akan melibatkan
penebalan pipi, mungkin menekan tulang alveolar dan
berkontribusi pada maloklusi. Namun, tidak ada deformasi
buccinator atau pengaruhnya terhadap tekanan. M. buccinator
berperan aktif selama menyusui. Selama makan, minum, menyusui
atau aktivitas lainnya, akan terjadi perubahan panjang, ketebalan,
dan tekanannya. Penebalan otot ini bisa menjadi mekanisme untuk
mendorong bolus makanan ke arah lidah.
Buccinator adalah otot yang dipersarafi oleh saraf wajah.
Otot datar segiempat ini terletak jauh ke dalam kulit dan sebagian
besar ditutupi oleh otot-otot wajah yang lebih dangkal. Buccinator
memiliki serat horizontal dominan yang timbul dari raphe
pterigomandibular dan dari tulang alveolar RA dan RB. yang
berjalan di anterior untuk interdigitasi dengan serat orbicularis oris
di sudut mulut. Otot Buccinator memiliki aktivitas yang kuat,
selama pengunyahan.
Buccinator berperan sebagai pengendali bolus selama
mastikasi, menjaga makanan di antara permukaan gigi dengan
"menekan pipi" dan mencegah cedera pada mukosa bukal. Otot
Buccinator juga dilaporkan dapat membantu sekresi saliva karena
otot ini dapat menekan saluran kelenjar saliva parotis. Hiperaktif
m. buccinator (mungkin menebal dan menckan jaringan keras yang
19
mendasarinya) sehingga menyebabkan lengkungan rahang menjadi
sempit dan maloklusi.2
2. 5. 5 Gigi
Gigi adalah struktur keras yang menempel pada rahang dan
terutama terlibat saat makan. Terdapat 2 lengkungan berisi gigi
yaitu lengkungan rahang atas dan lengkungan mandibula. Manusia
memiliki 2 set gigi seumur hidupnya gigi sulung dan gigi
permanen. Antara usia 6 dan 12 tahun, ada gigi geligi campuran, di
mana keduanya gigi sulung dan permanen hadir di rongga mulut
pada saat yang sama.4
Gigi Sulung
Terdapat 20 gigi sulung terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi taring,
dan 2 molar di masing-masing dari 4 kuadran rongga mulut. Gigi
sulung diwakili oleh rumus I2 C1 M2, yang menentukan jumlah
gigi (10) di setiap sisi rongga mulut. Tidak ada gigi sulung saat
lahir; namun, pada tahun ke-3 kehidupan, semua 20 gigi sulung
telah tumbuh.4
Gigi Permanen
Terdapat total 32 gigi permanen terdiri dari 2 gigi seri, 1
gigi taring, 2 gigi premolar, dan 3 gigi molar di masing-masing 4
kuadran rongga mulut. Gigi permanen diwakili oleh rumus I2 C1
P2 M3, yang menentukan jumlah gigi (16) di setiap sisi rongga
mulut. Gigi permanen pertama yang tumbuh ke dalam rongga
mulut biasanya adalah molar pertama rahang bawah. Kemunculan
gigi molar pertama ini terjadi pada usia sekitar 6 tahun, dan muncul
di bagian distal gigi sulung. Gigi sulung akhirnya digantikan oleh
gigi permanen, dan gigi pengganti disebut gigi succedaneous..4
20
Gambar 9. Gigi.4
21
tenggorokan. Arus udara yang keluar dari paru-paru itu dapat
membuka kedua pita suara yang merapat sehingga mengakibatkan
corak bunyi bahasa tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita
suara itu menyebabkan arus udara dan udara disekitar pita suara itu
berubah tekanannya dan bergetar.Perubahan bentuk saluran udara
itulah yang menghasilkan bunyi yang berbeda-beda.7
Tempat atau alat ucap yang dilewati udara dari paru-paru,
antara lain : batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan,
rongga hidung, hidung, atau bersama alat ucap yang lain. Alat ucap
sebagai organ tubuh memiliki fungsi dan kerja tertentu, yaitu:7
1. Paru-paru berfungsi untuk pernafasan.
2. Pangkal tenggorok adalah rongga pada ujung pipa pernafasan.
3. Epiglottis (katup pangkal tenggorok berfungsi untuk
melindungi masuknya makanan atau minuman ke batang
tenggorok.
4. Rongga kerongkongan berfungsi sebagai saluran makanan dan
minuman.
5. Langit-langit lunak atau velum berfungsi sebagai articulator
pasif (atau titik artikulasinya), sedangkan artikulator aktifnya
ialah pangkal lidah.
6. Langi-langit keras atau palatum merupakan susunan tulang.
7. Gusi dalam atau alveolum berfungsi sebagai artikulator pasif,
sedangkan articulator aktifnya adalah ujung lidah. Bunyi yang
dihasilkan oleh gusi disebut bunyi alveolar.
8. Gigi atau dental dibedakan atas gigi atas dan gigi bawah.
9. Bibir adalah sebagai pintu penjaga rongga mulut.
10. Lidah berfungsi sebagai alat perasa dan pemindah makanan
yang akan atau sedang dikunyah. Lidah berfungsi sebagai
artikulator aktif.
22
Muskulus–muskulus yang mendukung proses berbicara, meliputi:8
1. Muskulus pada lidah yang terdiri atas muskulus intrinsik (m.
Vertikal, m. Transversal, m. Longitudinale) dan muskulus
ekstrinsik (m. Genioglossus, m. Styloglossus, m.Hyoglossus).
2. Muskulus mastikasi seperti m.masseter, m.pterygoideus,
m.temporalis.
3. Muskulus yang berada di sekitar laring yang mempengaruhi
pergerakan pita suara, yaitu : m. Cricothyroideus, m.
Tyroarytenoideus (vocalis), m. Cricoarytenoideus lateralis, m.
Cricoarytenoideus posterior, m. Arytenoideus transversus.
2. 7 Gangguan Wicara
2. 7. 1 Gangguan secara Biologis
Gangguan bahasa secara biologis disebabkan ketidak
sempurnaan organ. Contohnya yaitu yang dialami tunarungu,
tunanetra dan penyandang gangguan mekanisme berbicara.9
a. Gangguan akibat ketidakmampuan organ
Pada penderita tunarungu, pendekatan modern yang
digunakan untuk mendidik tunarungu memprioritaskan pada
pengajaran bahasa isyarat. Dengan menggunakan bahasa
isyarat sebagai bahasa ibu, tunarungu kemudian memahami
bahasa lisan dan tulis sebagai bahasa kedua. Dewasa ini
mengajarkan pemahaman membaca gerak bibir lebih
ditekankan. Namun demikian bagi penderita tunarungu dengan
kerusakan pendengaran yang sangat parah hanya dapat diajari
dengan bahasa isyarat.
Kemampuan anak tunarungu memahami bahasa isyarat
sama cepatnya dengan kemampuan anak normal belajar bahasa.
Bahkan, kemampuan memproduksi ujaran pada anak tunarungu
justru lebih cepat dibandingkan dengan anak normal. Bahasa
isyarat tidak membutuhkan jeda nafas untuk berpikir, dan tidak
23
membutuhkan perbedaan mekanisme artikulasi organ wicara
sebagaimana bahasa lisan.9
Mengingat rumitnya fase belajar bahasa anak
tunarungu yang bertingkat dari bahasa isyarat dan membaca
gerak bibir, sebagai imbasnya dibutuhkan waktu yang lebih
lama untuk belajar membaca dan menulis. Oleh karenanya
kemampuan baca tulis anak tunarungu lebih lambat
dibandingkan anak normal. Keterampilan komunikasi yang
dicapai terbatas pada komunikasi tatap muka atau face-to-face,
dengan demikian tanpa teknologi visual sulit dilakukan
percakapan via telepon. Secara umum perkembangan bahasa
pada anak tunarungu ditentukan oleh tiga faktor mendasar:9
Tingkat kerusakan pendengaran
Status pendengaran orang tua (apakah normal atau
tunarungu).
Usia diperkenalkan pada sistem komunikasi tertentu serta
konsistensi latihan berkomunikasi.
24
b. Gangguan pada mekanisme bicara
Ketidak sempurnaan organ wicara menghambat
kemampuan seseorang memproduksi ucapan (perkataan) yang
sejatinya terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang
membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan paru-paru.
Hal ini disebut gangguan mekanisme berbicara. Gangguan
berbicara dapat terjadi akibat kelainan pada paru-paru paru-
paru (pulmonal), pada pita suara (laringal), pada lidah (lingual),
serta pada rongga mulut dan kerongkongan (resonental).9
a. Gangguan akibat faktor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita
penyakit paru-paru. Pada penderita penyakit paru-paru ini
kekuatan bernapasnya sangat kurang, sehingga cara
berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume
suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun dari
segi semantik dan sintaksis tidak ada masalah.
b. Gangguan akibat faktor laringal
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali.
Gangguan berbicara akibat faktor laringal ini ditandai oleh
suara yang serak atau hilang, tanpa kelainan semantik dan
sinataksis. Artinya, dilihat dari segi semantik dan sintaksis
ucapannya bisa diterima.
c. Gangguan akibat faktor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih jika
digerakkan. Untuk mencegah rasa sakit itulah cara
berbicara diatur dengan gerak lidah yang dibatasi. Dalam
keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem
menjadi tidak sempurna. Misalnya kalimat “Jangan ragu-
ragu silahkan ambil saja” menjadi “Hangan agu-agu
25
siakang ambiy aja”. Pada orang yang terkena stroke dan
badannya lumpuh sebelah, maka lidahnya pun lumpuh
sebelah. Berbicaranya menjadi pelo atau cadel yang dalam
istilah medis disebut disatria (terganggunya artikulasi).
d. Gangguan akibat faktor resonansi
Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara
yang dihasilkan menjadi sengau. Misalnya yang diderita
orang sumbing akibat gangguan resonansi pada palatum
pada rongga mulut. Selain itu juga terjadi pada orang yang
mengalami kelumpuhan pada langit-langit lunak (velum).
Rongga langit-langit itu tidak memberikan resonansi yang
seharusnya sehingga suaranya menjadi bersengau.
Penderita penyakit miastenia gravis (gangguan yang
menyebabkan otot menjadi lemah dan cepat lelah) sering
dikenali secara langsung karena ke-sengauan ini.
26
Semua gangguan ini menyebabkan kurangnya berpikir,
sehingga ekspresi verbalnya diwarnai dengan kesukaran
menemukan kata-kata yang tepat. Kalimat seringkali diulang-
ulang, pembicaraan sering terputus karena arah pembicaraan
tidak teringat atau sering berpindah ke topik lain. Sebagai
akibat menurunnya fungsi kognitif, penderita mengalami
agnosia yaitu ketidak mampuan mengenali benda yang dilihat,
didengar atau diraba. Selain itu dia tidak mampu mengenali
benda tersebut tersebut melalui pengalaman lampaunya.
Ketidak mampuannya dalam bertindak juga beragam, antara
lain:9
27
itu dapat pula disebabkan oleh penyakit seperti stroke, tumor
otak, depresi, dan gangguan sistemik. Pikun yang disebabkan
oleh depresi dan gangguan sistemik dapat pulih kembali, tetapi
kebanyakan kasus demensia lainnya tidak dapat kembali ke
kondisi sebelumnya.
28
2. 7. 3 Gangguan secara Psikogenik
Selain karena faktor kognitif sebagaimana dijabarkan di
atas, gangguan berbahasa disebabkan segi mental atau psikogenik.
Gangguan ini bersifat lebih ‘ringan’ karena itu lebih tepat disebut
sebagai variasi cara berbicara yang normal sebagai ungkapan dari
gangguan mental. Modalitas mental ini terungkap dari nada,
intonasi, intensitas suara, lafal, dan diksi. Ujaran yang berirama
lancar atau tersendat-sendat juga mencerminkan sikap mental si
pembicara.9
29
Kerusakan tersebut selain disebabkan masalah tumbuh
kembang dapat terjadi karena penyumbatan pembuluh darah atau
stroke, kecelakaan, trauma kepala, adanya tumor otak atau efek
pembedahan otak. Gangguan dalam membaca dan menulis disebut
disleksia, sedangkan gangguan mengenali tulisan disebut agrafia.
Gangguan ini dapat bersifat sementara ataupun permanen dan
dapat diderita oleh segala usia. Untuk menghilangkan gangguan
tersebut harus diawali dari pemulihan kerusakan jaringan otak.9
BAB III
KESIMPULAN
30
pengunyahan adalah maskulus masseter, muskulus temporalis, muskulus
pterygoideus lateralis, dan muskulus pterygoideus medialis.
DAFTAR PUSTAKA
31
4. Norton NS. Netter's Head and Neck Anatomy for Dentistry, 3rd Ed.
Philadelphia: Elsevier, 2017: 342-400.
5. Koesoemah HA, dan Dwiastuti SAG. Histologi dan Anatomi Fisiologi
Manusia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017: 147.
6. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. New York:
Hartcourt. Int, 2006:96.
7. Markopoulos, Anastasios K. A Handbook of Oral Physiology and Oral
Biology. Greece: Bentham Science Publishers, 2010: 153-154.
8. Moore KL dan Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002:
114-116.
9. Indah RN. Ganggu Berbahasa. Malang: UIN-MALIKI Press, 2017: 53-74.
32