Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS DENGAN MASALAH MOLA HIDATIDOSA PADA NY.


M DI RUANG VK RSUD PARE KABUPATEN KEDIRI

Untuk Memenuhi Persyaratan Praktik Keperawatan Maternitas


Memperoleh Studi Profesi Ners

Oleh:
Sarai Listyowaty Lesse
202006036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan keperawatan keluarga ini berupa laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan anak

dibuat untuk memenuhi tugas praktik Profesi Ners di ruang vk RSUD Pare Kabupaten Kediri

pada tanggal 29 Maret 2021 oleh Mahasiswa STIKES Karya Husada Kediri:

NAMA : SARAI LISTYOWATY LESSE


NIM : 202006036

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH
MOLA HIDATIDOSA PADA NY. M DI RUANG VK
RSUD PARE KABUPATEN KEDIRI

Mengetahui,
Mahasiswa, Pembimbing.

(Sarai Listyowaty Lesse) (Widyasih Sunaringtyas,S.Kep.,Ns.M.Kep)


LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK PRAKTEK PROFESI NERS

Nama Mahasiswa : Sarai Listyowaty Lesse

NIM : 202006036

Periode Praktik : Keperawatan Maternitas

Tanggal : 29 Maret 2021 sd 12 April 2021

Judul Askep :

Nilai Supervisi Askep


NO ELEMEN NILAI TOTAL NILAI TT Preceptor
(0-100) 1+2+3
3
1 Laporan Pendahuluan
(LP)

2 Asuhan Keperawatan
Widyasih
3 Responsi Sunaringtyas,S.Kep.,Ns.M.Kep

Nilai Supervisi Skill/SOP


NO ELEMEN NILAI TOTAL NILAI TT Preceptor
(0-100) 1+2+3
3
1 Penguasaan Konsep Perasat/Skill

Widyasih
Sunaringtyas,S.Kep.,Ns.M.Kep
1.1. Konsep Penyakit Mola Hidatidosa
1.1.1. Definisi
Mola hidatidosa adalah plasenta vili orialis yang berkembang tidak sempurna dengan
gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga menunjukkan berbagai
ukuran trofoblas trofoblas profileratif tidak normal. Mola hidatidosa terdiri dari mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial, perbedaan antara keduanya adalah
berdasarkan morfologi, gambaran klinik patologi, dan sitogenik (Anwar, 2011).
Mola hidatidosa disebut juga hamil anggur dapt dibagi menjadi hidatidosa total dan
hidatidosa parsial. Hidatidosa total adalah pada seluruh kavum uteri terisi jaringan
vesikuler berukuran bervariasi tidak terdapat fotus dan adneksanya (plasenta, tali pusat,
ketuban). Mola hidatidosa persial hanya sebagian korion bertranformasi menjadi vesikel
dapat terdapat atau tidak fetus (Wan desen, 2011).
Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah suatu bentuk tumor
jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi
ari-ari janin) atau merupakan suatu hasil pembuahan yang gagal. Jadi dalam proses
kehamilannya mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil
pembuahan sel sperma dan sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung
gelembung semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat
dari hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG
kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa janin dan tampak
gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis disebut “snow storm” (Sukarni, 2014).
1.1.2. Etioloogi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun factor penyebabnya
adalah:
1. Factor ovum: ovum memnag sudah patologik sehingga mati, tetappi terlambat
dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau
dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akakn terjadi kelainan atau gangguan
dalam pembuahan.
2. Imunoselektid dari tropoblast, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada
stroma villi menjadi jarang dan sttroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi
hyperplasia sel-sel trofoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi
meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan social ekonomi yang rendah maka untuk memenuuhi gizi yang
diperlukan tubuuh kurang, sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan
dan perkembangan janinnya.
4. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung berisiko terjadi kehamilan mola hidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetic yang dapat
diidentifikasi dan penggunaan stimulant drulasi seperti klomifen atau menotropiris
(pergonal).
5. Kekurangan protein. Protein adalah zat umntuk membangun jarinagn bagian tubuh
sehubungan dengan dengan pertumbuhan janin, Rahim, dan buah dada ibu, keperluan
akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein
dalam makanan mengakibatkan akan lahir lebih kecil dari normal.
6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba dapat mengenai
semua orang termasuk wanita hamil. Masuknya atau adanya mikroba dalam tubuh
manusia tidak selalu akan menimmmbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari
jumlah mikroba yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh (Mochtar, Rustam,
1998:238).
1.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokan mola hidatidosa menurut Sastrawinata, 2007:
a. Mola hidatidosa komplet (MHK)
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat atau
membrane. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Vili korionik
berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang menggantung bergerombol pada
pedikulus kecil, dan memeberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel
bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter. Pada
kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk menambahkan hasil konsepsi.
Hal ini berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat bepenetrasi ke tempat
implantasi. Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang
terjadi ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang
dapat terjadi.
b. Mola hidatidosa parsial (MHP)
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion dapat
ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9. Hiperplasia
trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas
dibandingkan dengan mola komplet. Kariotip umunya adalah triploid sebagai hasil
pembuahan satu ovum oleh dua sperma (dispermi).Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY,
atau 69 XYY. Pada MHP, embrio biasanya mati sebelum trimester pertama. Pada
MHP, embrio biasanya mati sebelum trimester pertama. Walaupun pernah dilaporkan
adanya MHP dengan bayi aterm.
1.1.4. Manifestasi Klinis
Menurut Winknjosastro, 2007 gejala mola tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu
mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
1. Pendarahan pervaginam/gelembung mola
2. Gejala toksemia pada trimester I-II
3. Hyperemesis gravidarum
4. Tiroktosikosis
5. Emboli paru
6. Nyeri/kram perut
7. Muka pucat/keuning-kuningan
8. Keluar jaringan mola
9. Keluar secret pervaginam
10. Muntah-muntah
11. Pembesaran uterus dan uterus lembek
12. Balotemen tidak teraba
13. Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal
14. Gerakan janin tidak terasa
15. Terdengar bunyi dan bising yang khas
16. Penurunan berat badan yang khas
1.1.5. Patofisiologi
Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista kista anggur,
biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan
ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih
dari 1 cm. Mola parliasis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat:
Proliferasi dan trofoblas b. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban c.
Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel langhans tampak seperti
sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsial giantik. Pada kasus mola banyak kita
jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25-60%). Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Mochtar, 2010). Sel telur seharusnya berkembang menjadi janini justru terhenti
perkembangannya karena tidak ada buah kehamilan atau degenerasi sistem aliran darah
terhadap kehamilan pada usia 3-4 minggu. Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi
tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi
hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak
terjadi. Selain itu sel trofoblas juga mengeluarkan hormon HCG yang akan mengeluarkan
rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi perdarahan pervaginam, ini
dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan, pengeluaran darah ini kadang disertai
juga dengan gelembuung vilus yang dapat memastikan dignosis mola hidatidosa
(Purwaningsih,2010)
1.1.6. WOC

1.1.7. Pemeriksaan Penunjang


Menurut Purwaningsih, 2010 ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien mola hidatidosa dengan
1. HCG : nilai HCG meningkat dari normal nya. Nilai HCG normal pada ibu hamil
dalam berbagai tingkatan usia
Kehamilan berdasarkan haid terakhir:
a) 3 minggu : 5-50 mlU/ml
b) 4 minggu: 5-426 mlU/ml
c) 5 minggu: 18-7,340 mlU/ml
d) 6 minggu : 1.080-56,500 mlU/ml
e) 7-8 minggu: 7,650-229,000 mlU/ml
f) 9-12 minggu: 25,700-288,000 mlU/ml
g) 13-16 minggu: 13,300-254,000 mlU/ml
h) 17-24 minggu: 4,060-165,400 mlU/ml
i) 25-40 minggu: 3,640-117,000 mlU/ml
j) Tidak hamil: <5.0 mlU/ml k. Post-menopause : < 9.5 mlU/ml
2. Pemeriksaan rontgen: Tidak ditemukan kerangka bayi
3. Pemeriksaan USG: Tidak ada gambaran janin dan denyut jantung janin
4. Uji sonde: Pada hamil mola, sonde mudah masuk, sedangkan pada kehamilan biasa,
ada tahanan dari janin.
1.1.8. Penatalaksanaan
Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai
penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan. Terapi
mola hidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a. Perbaikan keadaan umum
Adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemi, pengobatan
terhadap penyulit, seperti pre eklampsi berat atau tirotoksikosis. Perbaikan keadaan
umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu:
1) Koreksi dehidrasi
2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)
3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
protokol penangan dibagian obstetrik dan gynekologi
4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam.
b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi
1. Kuretase pada pasien mola hidatidosa:
a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar
beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan
b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian
c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan
tetasan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu
e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA
2. Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah : Tindakan ini dilakukan
pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan
untuk melakukan histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi merupan
factor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakaiadalah umur
35 tahun dengan anak hidup tiga (Saifuddin, 2011).
c. Evakuasi Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum,
kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam.Tindakan kuret hanya dilakukan
satu kali.Kuret ulangan dilakukan hanya bila ada indikasi (Martaadisoebrata, 2007).
Segerakan lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NS atau RL dengan
kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan
hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secaracepat) (Saifuddin,
2014)..
1.1.9. Komplikasi
a. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat akibat fatal
b. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
c. Infeksi sekunder
d. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
e. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau kariokarsinoma (Mochtar, 2010).

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Mola Hidatidosa


2.1.1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara
terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya (Murwani, 2008)
a. Data demografi pasien:
1) Nama
2) Usia
3) Jenis kelamin
4) Alamat
5) Suku/bangsa
6) Diagnose
b. Identita penanggung jawab
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Pendididkan/pekerjaan
5) Hubungan dengan pasien
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan mual, muntah nyeri atau kram perut, lemas,
disertai dengan perdarahan pervaginam, keluar secret pervaginam,
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan pasien akan mengalami perdarahan pervaginam, mual, muntah usia
kehamilan 10 minggu, nyeri atau kram perut, diluar siklus haidnya, terjadi
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
3) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji jumlah paritas ibu, paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai karena semakin banyak
anak keadaan rahim ibu akan semakin melemah, ibu multipara cenderung beresiko
terjadinya kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran.
d. Status obstetri ginekologi
1) Usia saat hamil, sering terjadi pada usia produktif 25-45
2) tahun, berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan
anak.
3) Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas
kesehatan atau di dukun, melakukan persalinan secara normal atau operasi.
4) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
5) Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang menyengat. Kemungkinan
adanya infeksi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Hal yang perlu dikaji kesehatan suami, apakah suami mengalami infeksi system
urogenetalia, dapat menular pada istri dan dapat mengakibatkan infeksi pada celvix.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1. Pola nutrisi
Biasanya pada klien mola hidatidosa terjadi penurunan nafsu makan, karena pasien
biasanya akan mengalami mual dan muntah akibat peningkatan kadar hCG dalam
tubuh.
2. Eliminasi
Biasanya pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasi itu
diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obat nyeri, adanya intake
makanan dan cairan yang kurang. Sehingga tidak ada rangsangan dalam pengeluaran
feces. Pada BAK klien mengalami output urine yang menurun <1500ml/hr, karena
intake makanan dan cairan yang kurang.
3. Personal hygiene
Biasanya akibat banyak nya perdarahan yang dialami pasien akan mengalami
kelemahan fisik, pasien akan mengalami pusing dan dapat mengakibatkan
pembatasan gerak, takut mlakukan aktivitas, karena kemungkinan akan timbulnya
nyeri, sehingga dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4. Pola aktivitas (istirahat tidur)
Biasanya terjadi gangguan istirahat, nyeri akibat luka post op atau setelah kuratese
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum pasien akan tampak pucat, lemah, lesu, dan tampak mual
atau muntah, nyeri perut bawah, keluar darah vagina
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Biasanya muka dan mata pucat, conjungtiva anemis
3. Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda mola hidatidosa tidak dapat di identifikasikan melalui leher dan thorax
4. Pemeriksaan abdomen
Biasanya hampir 50% pasien mola hidatidosa uterus lebih besar dari yang
diperkirakan dari lama nya amenore.Pada 25% pasien uterus lebih kecil dari yang
diperkirakan.Bunyi jantung janin tidak ada. (Prawirohardjo, 2010)
5. Pemeriksaan genetalia
Biasanya sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia eksterna
dapat ditemukan adanya perdarahan pervaginam.
6. Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akral dingin akibat syok
serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangan dan kaki.
h. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan HCG
2. Pemeriksaan USG
2.1.2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan akktif (pendarahan)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pendecera fisiologis (inflamasi)
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
2.1.3. Intervensi keperawatan
No. Diagnose SLKI SIKI
1. (D.0034) Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Hipovolemia
Hipovolemia Definisi: ekuilibrium antara volume (I.03116)
cairan di ruang intraseluler dan Definisi: mengidentifikasi
ekstraselluler tubuh. dan mengelola penurunan
Tujuan: Setalah dilakukan 3x24 jam volume cairan
diharapkan kebutuhan keseimbangan intravascular
cairan pasien membaik Tindakan
Obbservasi
Kriteria Hasil:
- Periksa tanda dan gejala
- Membrane mukosa lembap hippovolemia (mis,
meningkat (5) frekuensi nadi
- Dehidrasi menurun (5) meningkat, nadi teraba
- Tekanan darah membaik (5) lemah, tekanan darah
- Frekuensi nadi membaik (5) menurun, tekanan nadi
- Kekuatan nadi mmembaik (5) menyempit, turgor kulit
- Turgor kulit membaik (5) menurun, membrane
- Berat badan membaik (5) mukosa kering, volume
urin mnurun,
hematocrit meningkat,
haus, lemah)
Terapeutik
- Hitung kebutuhan
cairan
Edukasi
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
pemberian cairan IV
isotonis (mis, NaCl,
RL)
- Kolaborasi pemberiian
produk ddarah
2. (D.0077) Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
Definisi: pengalaman sensorik arau (I.08238)
emosional yang berkaitan dengan Definisi:p engalaman
kerusakan jaringan actual atau sensorik arau emosional
fungsional dengan onset yang berkaitan dengan
mmendadak atau lambat dan kerusakan jaringan actual
berintesitas ringan hingga berat dan atau fungsional dengan
konstan. onset mmendadak atau
Tujuan: setelah dilakukan 3x15 lambat dan berintesitas
menit diharapkan tingkat nyeri pada ringan hingga berat dan
pasien menurun dan membaik. konstan
Kriteria Hasil: Tindakan
- Kemampuan menuntaskan aktivitas Observasi
cukup meningkat (4) - Identifikasi lokasi,
- Keluhan nyeri memnurun (5) karakteristik, durasi,
- Meringis menurun (5) frekuensi, kualitas,
- Sikap protektif menurun (5) intensitas nyeri
- Muntah menurun (5)
- Identifikasi skala nyeri
- Mual menurun (5)
- Pola napas membaik (5) - Identifikasi respon non
- Tekanan darah membaik (5) verbal
- Fungsih berkemih memmbaik (5) - Monitor efek samping
penggunanaan
analgesik
Terapeutik
- Kontrol lingkungan
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan,
kkebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Menggunakan
analagesik secara tepat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
3. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (l.
Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi 03119)
untuk memenuhi mrtabolisme Definisi: mengidentifikasi
dan mengelola asupan
Tujuan: Setalah dilakukan 3x24 jam
nutrisi yang seimbang
diharapkan asupan nutrisi pasien
Tindakan
membaik
Observasi
Kriteria Hasil:
- Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi status
meningkat (5) nutrisi
- Kekuatan otot menelan cukup - Identifikasi alergi dan
meningkat (4) intoleransi makanan
- Serum albumin cukup meningkat - Identifikasi makanan
(4) yang disukai
- Pengetahuan tentang standar asupan - Identifikasi kebutuhan
nutrisi yang tepat meningkat (5) kalori dan jenis nutrien
- Penyiapan dan penyimpanan - Identifikasi perlunya
makanan yang aman meningkat (5) penggnaan selang
- Penyiapan dan penyimpanan nasogastric
minuman yang aman meningkat (5) - Monitor asupan
- Nyeri abdomen menurun (5) makanan
- Frekuennsi makanan membaik (5) - Monitor hasil
- Nafsu makan membaik (5) pemeriksaan
Bising usus membaik (5) laboratorium
Terapeutik
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makannan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang
tinggi kalorri dan tinggi
protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian
makan melalui selang
nagostarik jika asupan
oral dapat dittoleransi
Edukasi
- Anjurkaan posisi
duduk, jika mampu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis, pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli
gizi menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika
perlu

4 Ansietas (D.0080) Tingkkat Ansietas (L.09093) Reduksi Anisetas


Definisi: kondiisi emosi dan (I.09314)
pengalaman subyektif terhadap objek Definisi: meminimalkan
yang tidak jelaas dan spesifik akibat kondisi individu ddan
antisipasi bahaya yang pengalaman subyjektif
memungkinkan individu melakukan terhadap objek yang tidak
tindakan untuk menghadapi ancaman jelas dan spesifik akibat
Tujuan: Setelah dilakukan 3x24 jam antisipasi bahaya yang
diharapkan tingkat memungkinkan individu
ansietas/kecemasan/rasa kehilangan melakukan tindakan
pasien mennurun dan membaik. untuk menghadapi
Kriteria Hasil: ancaman
- Verbalisasi kebingungan menurun Tindakan
(5) Obsservasi
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi - Identifikasi saat tingkat
yang dihadapi menurun (5) ansietas berubah (mis,
- Perilaku gelisah menurun (5) kondisi, waktu, stesor)
- Pucat menurun (5) - Identifikasi kemampuan
- Konsentrasi membaik (5) pengambilan keputusan
- Pola tidur membaik (5) - Identifikasi tandda-
- Frekuensi pernapasan membaik (5) tanda ansietas (verbal
- Frekkuensi nadi membaik (5) dan nonverbal)
- Frekuensi tekanan darah membaik Terapeutik
(5) - Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien uuntuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
- Pahami situasi yang
memmbuat ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi
- Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
- Anjurkan keluarga
pasien untuk tetap
bersama pasien, jika
perlu
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih teknik relaksasi

2.1.4. Implementasi Keperawatan


Menurut Perry & Potter (2009) implementasi merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Perencanaan
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat. Tindakan keperawatan
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan
mengingatkan status kesehatan klien. Tindakan keperawatan merupakan bentuk
penanganan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan
klinis yang bertujuan untuk meningkatkan hasil perawatan klien. Proses tindakan
keperawatan memerlukan pengkajian ulang terhadap klien. Saat melakukan tindakan
keperawatan, perawat akan berfokus untuk melakukan tindakan pencegahan terjadinya
perdarahan, atau mengupayakan agar klien tidak mengalami kekurangan volume cairan.
Bisa dilakukan dengan melakukan transfusi darah, pemenuhan cairan melalu infus. Serta
pemantauan tanda-tanda vital pasien (Purwaningsih, 2010).
2.1.5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses kontiniu yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan
pasien. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kumpulkan data subjectif dan
objektif dari klien, keluarga, dan anggota tim kesehatan. Selain itu perawat juga dapat
meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya,
pemulihan, dan hasil yang diharapkan. Proses evaluasi keperawatan dari data yang
didapatkan diharapkan pada pasien mola hidatidosa tidak terjadi lagi perdarahan, klien
tidak anemis, tanda-tanda vital dalam batas normal (Purwaningsih, 2010)
Daftar Pustaka

Mochtar, R. 2010. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta:
EGC
Nurarif, A. H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
Perry & Potter (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika
Purwaningsih, W. 2010. Asuhan Keprawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Sukarni, I. 2014. Patologi kehamilan, persalinan, nifas dan neonatus resiko tinggi
Yogyakarta: Nuha Medika
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
KASUS

Ny.M masuk RSUD Pare Kabupaten Kediri pada tanggal 28 Maret 2021 pukul 08.40 WIB
melalui IGD RSUD Pare Kabupaten Kediri dengan keluhan usia kehamilan sudah 10 minggu
mual, muntah, tidak ada nafsu makan, keluar darah pada vagina sejak 6 hari yang lalu kurang
lebnih 40 cc keluar darah dari kemaluan sedikit-sedikit tapi terus menerus, nyeri pada perut
bagian bawah skala nyeri 5, Ny. M terlihat lemah/lemas, namun suara detak jantung janin tidak
ada. Dari pemeriksaan fisik terdapat TD: 120/80 mmHg, N:73 x/menit, S: 36.6˚C, RR: 22
x/menit. Dari hasil pemeriksaan laboratoriium terdapat Hb: 8,3 g/dl, leukosit 12.540/m,
trombosit 427.000/mm3, hematocrit 28%, USG: tidak terddapat janin dan air ketuban, HCG:
1,16 ml.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

(SOP)

NO JENIS ITEM URAIAN KEGIATAN


1 JUDUL Pemberian Infus
2 PENGERTIAN Pemberian infus adalah suatu tindakan memasukkan cairan
elektrolit, obat, atau nutrisi ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan set
infus.
3 TUJUAN a. Ssebagai pengobatan
b. Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elekrtolit
c. Memberikan zat makanan pada pasien yang tidak
dapat atau tidak boleh makan melalui mulut
4 SUMBER Ratna Hidayati, dkk. 2014. Buku Praktik Laboratoriium
Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Erlangga
5 Indikasi a. Pasien yang mengalami dehidrasi
b. Pasien yang akan diberikan tranfusi
c. Pasien yang akan dilakkukan tindakan operasi dan
pascabedah
d. Untuk pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan
minum
6 PROSEDUR 1. Persiapan
 Pasien
 Lingkungan
 Alat dan bahan
1. Sarung tangan
2. Larutan sesuai kebutuhan atau
kolaborasi (contoh: Ringer Laktat,
Dekstrosa 5%, PZ/NS/NaCl ),9%, dan
lain-lain)
3. Jarum/pungsi vena ukuran 18/20/22
4. Aboiket
5. Set infus
6. Torniqet
7. Plester
8. Gunting
9. Alcohol 70%
10. Kapas
11. Betadin
12. Kasa steril
13. Tiang infus
14. Perlak dan alas perlak
15. Bengkok
16. Baki beralas
2. Langkah-langkah
1. Cuci tangan dan memakai sarung
tangan
2. Buka kemasan set infus
3. kemudian klem tepat 2-4 cm dibawah
bilik tetesan, tutup klem/off
4. Tusukkan set infus ke dalam kantung
cairan
5. Isi selang infus
6. Identifikasi vena yang dapat diaksees
untuk pemasangan infus
7. Pasang perllak dibawah lokasi yang
akan diinfus
8. Bila terdapat buludi tetmpat insersi,
gunting terlebih ddahulu (jangan
mencukur bulu karena dapat
menyebabakan mikroabrasi dan
menjadi prediposisi infeksi)
9. Pasang torniqet 10-12 cm diatas
insersi
10. Dilatasikan venan dengan cara:
- Menepuk-nepuk vena dari
proksimal ke distal
- Mengempal dan membuka tangan
- Ketukan ringan diatas vena
- Kompres hangat diatas vena
11. Disinfeksi lokasi inseri dengan
betadin, lallu bilas denngan kapas
alcohol 70% ssampai bersih dan
tunggu sampai kering
12. Fiksasi vena dengan ibu jari dan
renggakan kulit berlawanann dengan
arah insersi 5-7,5 cm dari distall ke
tempat pungsi venalakukan pungsi
venan dengan membentuk sudut 20-30
derajat, jika darah masuk ke jarum,
menanndakan jarum telah masuk vena.
Rendahkan jarum sampai hamper ke
kulit. Masukan lagi kurang lebih 2-3
cm kemudian tarik stylet sedikit secara
perlahan. Lanjutkan memasukkan
kateter plastic sapai paangkaal kateter
(untuk jarum bersayap: masukan
jarum bersayap ke dalam vena sampai
pangkal insersi)
13. Stabilkan katetter dengan 1 tangan ,
lepaskan torniqet, tekan diatas ujung
kateter plastic (untuk mencegah darah
mengalir keluar), kemudian tarik dan
lepaskan stylet/jarum mandrim
14. Hubungkan adapter jarum infus
(selang) ke pangkal kateter plastic
15. Buka klem atur aliran dengan
kecepatan tertentu (observasi adanya
ekstervasasi)
16. Fiksasi kateter IV (sarung tangan
dilepas, agar plster tidak lengket ke
sarung tangan)
17. Atur kecepatana lairan sesuai
kebutuhan
18. Tuliskan tanggall dan waktu
pemasangan infus pada plester
19. Rapikan pasien dan bereskan dan
kembalikan alat pada tempatnya
20. Cuci tangan

Anda mungkin juga menyukai