Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (IGD)

(PPOK)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

MUHAMMAD FAISAL 1814401069

PANDE NYOMAN SEPTIAN YOGI 1814401070

LUFI FUADAH 1814401071

RISQI ALFIANA ` 1814401074

YOVI YUNIAR 1814401080

RINI PUTRI ANISA 1814401091

AMELIA SARI 1814401093

RIZKI RAMADHAN 1814401097

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PRODI D III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

i
TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/i Keperawatan  maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan. Makalah
ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK)”. Dalam penulisan makalah ini penyusun berusaha menyajikan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penyusun menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penyusun juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita semua. Amin.

Bandar lampung, 11 maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................i

KATA PENGANTAR ..................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2

1.3 Tujuan .......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi......................................................................................................3

2.2 Etiologi......................................................................................................3

2.3 Klasifikasi..................................................................................................4

2.4 Manifestasi klinis.......................................................................................4

2.5 Komplikasi.................................................................................................5

2.6 Patofisiologi...............................................................................................5

2.7 Pathway......................................................................................................7

2.8 Penatalaksanaan medis dan keperawatan..................................................7

2.9 Diagnosa...................................................................................................10

2.10 Intervensi................................................................................................10

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Asuhan Keperawatan ...............................................................................12

BAB IV PENUTUP

iii
4.1 Kesimpulan.................................................................................................

4.2 Saran...........................................................................................................

DAFTARPUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa
jenis penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai dengan
meningkatnya resistensi terhadap aliran udara (Maisaroh, 2018)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu kelompok
penyakit tidak menular yang menjadi masalah di bidang kesehatan baik di Indonesia
maupun di dunia. PPOK adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang bersifat persisten dan progresif
sebagai respon terhadap partikel atau gas berbahaya. Karakteristik hambatan aliran
udara PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan
kerusakan saluran parenkim (emfisema) yang bervariasi antara setiap individu
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Agustin, 2017). Pada umumnya penyakit
ini dapat dicegah dan diobati (Suyanto dalam Agustin, 2017).
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-
faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat
terjadi dalam rentang lebih dari 20 tahunan. (Smeltzer dan Bare dalam Rahmadi, 2015.
Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani (Smeltzer dan
Bare dalam Rajmadi, 2015).
World Health Organizatiton (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 yang
akan datang angka kejadian PPOK akan mengalami peningkatan dan menduduki dari
peringkat 6 menjadi peringkat 3 sebagai penyebab kematian tersering (Ikawati dalam
Agustin, 2017).
Berdasarkan Latar belakang di atas terlihat bahwa angka kejadian penderita
PPOK semakin meningkat setiap tahun, maka kami sebagai penyusun makalah tertarik
untuk membuat “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis” untuk menambah wawasan bagi mahasiswa Keperawatan maupun untuk
pembaca lain agar menambah ilmu pengetahuan.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?
b. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK)
1.3 Tujuan
a. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnosa dan penatalaksanaan pada pasien PPOK.
b. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmunary
Disease (COPD) adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif
dan dikaitkan dengan respons inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas
berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan napas, hipersekresi mukus, dan
perubahan pada sistem pembuluh darah paru (Brunner & Suddarth, 2013)
Penyakit Paru Obstuktif Kronis (Chronic obstructive pulmonary disease –
COPD) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang
ditandai dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini
merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan mengganggu pernafasan normal
(WHO dalam Maisaroh, 2018).

2.2 Klasifikasi PPOK


PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global Initiative for
Chronic Obstructuve Lung Disease (GOLD) dalam Rahmadi tahun 2015, yaitu:
1. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea, terdapat paparan faktor resiko, sprirometri : normal.
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala Klinis : batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering.
Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala Klinis : sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan
gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
4. Derajat III (PPOK Berat)

3
Gejala Klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan
serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup
pasien
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala Klinis : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal
jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup
pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya
disertai gagal napas kronik.

2.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam Rahmadi (2015)
adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walau pun tidak merokok.

2.4 Manisfestasi Klinis


Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Reeves (2001) dalam Rahmadi (2015) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat
pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan
berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
4
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan
secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal.
Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

2.5 Patofisiologi

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen


asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam
jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan. (Jackson dalam Rahmadi, 2015).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan


kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley
dalam Rahmadi, 2015).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi


Kronis (PPOK) menurut Somantri (2009) antara lain :

5
a. Chest X-Ray : dapat menunjukan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara restrotenal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan suara bronkovaskular (bronkitis), normal
ditemukan saat periode remisi (asma).
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau
restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari
terapi, misalnya bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya
pada asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
e. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
f. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses penyakit kronis, sering
kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis
dan emfisema), tetapi sering kali menurun pada asma, pH normal atau
asidosis, alkalosis repiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
g. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps
bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronkitis).
h. Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
eosinofil (asma).
i. Kimia Darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan atau alergi.
k. Elektrokardiogram (EKG) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma
berat), atrial distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema), dan aksis QRS vertikal
(emfisema).
l. Exercise EKG, Stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program.
6
2.7 Komplikasi PPOK
Menurut Irman Sumantri (2009), Komplikasi PPOK yaitu :
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan
timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
c. Infeksi Respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edem mukus. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonl (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritma
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma brokial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali
tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

2.8 Pentalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer dalam Rahmadi (2015) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
7
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5
g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis
yang memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama
periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan
adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x
0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II
dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru
8
obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi
pekerjaan.

Asih dalam Rahmadi (2015) menambahkanpenatalaksanaan medis pada


pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :

a. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan


edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma
adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala
kekambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat.
Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah
untuk membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan
berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi
beta dua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid
memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak
menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan steroid oral.
Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih
dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi
lebih berguna.
b. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan
fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah.
Pemeriksaan ini mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan
terbaik untuk bronkitis kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis
yang terjadi pada penyakit ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika
individu mencari bantuan medis untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan
nafas sudah terjadi sedemikian besar.

Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika


merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun
dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator,
ekspektoran, dan terapi fisik  dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan
kesehatan untuk individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory,
pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti
bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik
profilaktik, terutama selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan
pada proses penyakit tahap lanjut (Rahmadi, 2015)
9
2.9 diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

2.10 rencana keperawatan

1. bersihan jalan napas tidak efektif


tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan bersihan
jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :
kemampuan batuk efektif meningkat
intervensi keperawatan :
1. monitor pola napas
2. monitor bunyi napas
3. monitor sputum( jumlah, warna)
4. ajarkan teknik batuk efektif
5. posisikan semi fowler
6. berikan oksigen, jika perlu
7. kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik. Jika perlu
2. pola napas tidak efektif
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pola napas
membaik dengan kriteria hasil :
- dipsnea menurun
- frekuensi napas membaik
- kedalaman napas membaik

intervensi keperawatan :

a. monitor pola napas


b. monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
10
c. monitor bunyi napas tambahan
d. posisikan semi fowler
e. berikan minum hangat
f. berikan oksigen, jika perlu
g. kolaborasi pemberian bronkodilator

3. intoleransi aktivitas
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
- keluhan lelah menurun
- dipsnea saat beraktivitas meningkat

intervensi keperawatan

a. identifikasi gangguan fungsi tubuh


b. monitor kelelahan fisik
c. anjurkan tirah baring
d. anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
e. fasilitasi duduk disisi tempat tidur

4. defisit perawatan diri


tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan perawatan
diri meningkat dengan kriteria hasil :
- kemampuan mandi meningkat
- kemampuan mengenakan pakaian meningkat
- kemampuan BAK/BAB meningkat
- mempertahankan kebersihan mulut meningkat

intervensi keperawatan :

a. identifikasi kebiasaan aktifitas perawatan diri sesuai usia


b. monitor tingkat kemandirian
c. identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri
d. dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
e. jadwalkan rutinitas perawatan diri
f. anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

11
BAB III

PEMBAHASAN

LAPORAN ASUHANKEPERAWATAN GAWATDARURAT (IGD)

Nama kelompok : .kelompok 5 Tempat Praktek: RSUD PRINGSEWU

A. IdentitasPasien

Nama : Tn A Tanggal masuk IGD : 1 maret 2021

Umur : 72 Tahun Pukul : 10.40 WIB

Jenis kelamin : Laki-laki

B. Tindakan pra Hospital

Klien datang kerumah sakit diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak yang dialami oleh
klien

C.Riwayat Masuk IGD

Klien datang dengan keluhan sesak napas kurang lebih 4 hari SMRS,keluhan disertai batuk 1
minggu dengan ahak berwarna putih, mual, pusing dan perut membesar. BAB dan BAK klien
normal, lemas saat beraktivitas.

D.Pengkajian Primer–Masalah Keperawatan–Intervensi (tindakan)- Evaluasi

Kesadaran(AVPU) :Alert (sadar penuh) √ Verbal

Pain(nyeri) Unresposive(tidaksadar)

Nadikarotis :teraba tidakteraba

Masalah/diagnosis keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

Tindakan : Tidak ada tindakan

Evaluasi : Tidak ada evaluasi

12
Airway(A) :kemungkinan trauma cervikal √Tidak ada trauama cervikal

Auskultasiterdengar : snoring gargling

Inspeksi tampak sumbatan :cairan lidah edema benda asing massa

Terdapat sekret

Masalah/diagnosiskeperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif

Tindakan : Pemberian O2 dengan nasal kanul

Evaluasi : Klien tampak sudah nyaman dan jalan napas sedikit membaik

Breathing(B)

Lihat :ada grakan dinding dada√ tidak ada gerakan dinding dada

Dengar : terdengar suara nafas√ tidak terdengar suara nafas

Rasa : terasa hembusan nafas√ tidak terasa hembusan nafas

Suara napas wheezing dan ronchi, pola napas dyspnea

Masalah/diagnosiskeperawatan : Pola napas tidak efektif

Tindakan : Pemberian bantuan napas dengan oksigen 5 l/m

Evaluasi : Klien tampak tidak terlalu sesak dan masih diberikan oksigen
dengan nasal kanul untuk mempertahankan agar pola napas
tetap efektif.

Circulation(C)

Nadi : teraba√ tdkteraba

Bilateraba : cepat√ lambat

kuat lemah

normal

Akralteraba : dingin hangat√

Warnaakral : pucat sianosis

13
Kelembabab : lembab Kering√

Perdarahan : ± (-) ml, lokasi perdarahan : (-)

Masalah/diagnosis keperawatan :Tidak ditemukan masalah keperawatan

Tindakan : Tidak ada tindakan yang dilakukan

Evaluasi : Tidak ada evaluasi

Disability(D)

GCS :E 4, V 5, M 6 = 15 ( Composmentis)

Fraktur : (-)

Dislokas : (-)

Lateralisasi :PupilI isokor√ pupil anisokor

Paralisis/parese : kanan kiri

Masalah/diagnosis keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan

Tindakan : Tidak ada tindakan yang dilakukan

Evaluasi : Tidak ada evaluasi

14
Analisis Data Primer

Data Pathway/Patofisiologi Masalah

15
Pengkajian pimer Pencetus Rokok dan polusi 1. Bersihan jalan
(asma, bronkitis kronis, napas tidak
A : Jalan napas tidak paten,
Emfisema) inflamsi pada efektif.
terdapat sekret yang kental.
aliran udara 2. Pola napas
B : Napas spontan, suara napas PPOK tidak efektif
wheezing, ronchi, pola napas Peningkatan
dyspnea, RR 26x/menit, Perubahan anatomis produksi sputum
terpasang O2 5L/M, sesak parenkim paru
napas penumpukan

C : Akral teraba hangat, tidak Pembesaran alveoli sputum pada

sianosis, TD 110/70 mmHg, saluran nafas

Nadi kuat : 107x/menit, CRT < Hipertiroid kelenjar


2 detik, SPO2 :94%, turgor
Mukosa Batuk
kulit normal.
Penyempitan
D : Kesadaran composmentis
GCS 15 E 4 V5 M 6, kekuatan saluran udara
otot 5
secara periodik BERSIHAN
JALAN NAFAS
Ekpansi paru TIDAK EFEKTIF

menurun

Suplai O2 tidak adekuat

Keseluruh tubuh

Hypoksia

Sesak

POLA
NAFAS
TIDAK
EFEKTIF

16
E. PengkajianSekunder

Keluhan Utama : Sesak napas

Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien datang dengan keluhan sesak napas 4 hari yang lalu,
batuk, dahak, warna putih, mual dan pusing, dan perut
membesar, serta lemas saat beraktivitas

Riwayat KesehatanLalu : klien 4 bulan yang lalu pernah mengalami sesak nafas tapi
tidak terlalu berat sehingga klien tidak dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat oleh keluarga

Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital:

Kesadaran composmentis GCS : E 4 V 5 M 6 =15, TD : 110/70 mmHg, Nadi: 107


Kepala Kulit kepala tampak bersih, rambut pendek dan sebagian berwarna putih,
tidak terdapat jejas pada kepala.

Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena juguralis

Thorak Bentuk simetris, adanya retraksi dinding dada, tidak terdapat nyeri tekan,
suara perkusi sonor, terdapat suara napas tambahan wheezing dan ronchi.

Abdomen Bentuk abdomen simetris, bising usus 10x/menit, tidak terdapat nyeri
tekn dan abdomen sedikit membesar.

Ekstremitas Tidak ada masalah ekstremitas klien, klien nampak tirah baring karena
jika banyak bergerak sesak napas, kekuatan otot 5

Integumen Kulit kering, tidak terdapat luka, turgor kulit normal, terpasang infus IV
line ringer laktat ditangan kanan 20 tetes/menit

17
Pemeriksaan Penunjang & Terapi Medis
Radiologi Laboratorium Darah Terapi Medis
Rontgen thorax Pemeriksaan covid-19 1. Inj. Ranitidine 1
Bronkitis, tidak terdapat RT Antibody (Non Reaktif) gr/12jam
penebalan hilus IG9 (-) 2. IVFD RL 20tpm
IGM (-) 3. Pemberian
Oksigen nasal
kanul 5l/menit

1. Analisis Data Sekunder

Dat Pathway/Patofisiologi Masalah


a
Pengkajiaan Sekunder : Pencetus Intoleransi
- Klien mengeluh (asma, bronkitis kronis, emfisema) Aktivitas
lelah PPOK
- Pola nafas dyspnea
jika melakukan Perubahan anatomis parenkim paru
aktivitas
- Merasa tidak Pembesaran alveoli
nyaman
- Merasa lemah
- Rr : 26x/menit Hipertiroid kelenjar mukosa

- SpO2 : 98%
- Nadi : 107x/menit
Penyempitan saluran udara

Ekpansi paru

Frekuensi pernafasan cepat


18
Kontraksi otot pernafasan penggunaan
energi untuk pernafasan meningkat

INTOLERANSI AKTIVITAS
INTOLERANSI AKTIVITAS

F. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d sekresi yang tertahan
2. Pola Nafas Tidak Efektif b.d hambatan jalan nafas
3. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

19
G. Perencanaan Keperawatan
Tujua Intervensi Keperawatan
n
Dx : Bersihan jalan nafas tidak 1. Identifikasi dan kelola kepatenan jalan nafas
efektif 2. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif 3. Posisikan semi fowler atau fowler
dengan kriteria hasil : 4. Berikan terapi oksigen
- Produksi sputum menurun 5. Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu
- Suara wheezing menurun
- Suara nafas membaik
- Frekuensi nafas membaik

Dx : Pola nafas tidak efektif 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Tujuan : pola nafas efektif dengan hambatan nafas
kriteri hasil : 2. Monitor adanya bunyi nafas tambahan
- Dispena menurun 3. Monitor saturasi oksigen
- Frrekuensi nafas membaik 4. Berikan terapi oksigen
- Pola nafas membaik

Dx : Intoleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik


Tujuan : intoleransi aktivitas 2. Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan kriteri hasil : 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
- Frekuensi nadi meningkat aktivitas
- Saturasi okseigen meningkat 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
- Kemudahan dalam melakukan 5. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
kegiatan sehari hari meningkat 6. Anjurkan tirah baring
- Keluhan lelah menurun 7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Dispena saat aktivitas
menurun
H. Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal & Implemen Paraf & Evaluasi (SOAP)
Jam tasi Nama
Senin, 1 maret 1. Mengidentifikasi dan S : Klien mengatakan sesak nafas
2021 mengelola kepatenan jalan Faisyal dan tidak nyaman dengan
Pukul 10.40 wib nafas posisi tidur
2. Memonitor adanya sumbatan O :-Klien tampak sedikit tidak
jalan nafas nyaman untuk bernafas ketika
3. Memposisikan semi fowler bergerak
4. Memberikan terapi oksigen - Rr : 26x/menit
5l/menit - Spo2 : 96%
- TD : 110/70mmHg
- Nadi : 107x/menit
- Suhu : 36,5 ℃
A : Masalah bersihan jalan nafas
tidak efektif teratasi sebagian
ditandai dengan spo2
meningkat menjadi 96%
P : Lanjutkan dengan pemberian
terapi oksigen nasal kanul 4
l/menit
Senin 1 maret 2021 1. Memonitor frekuensi,irama faisyal S : Klien mengatakan masih sesak
Pukul 10.40 wib dan kedalaman nafas nafas
2. Memonitor bunyi nafas O:- Masih terdengar suaran
tambahan nafas tambahan
3. Memonitor saturasi oksigen - Terpasang oksigen nasal
4. Memberikan terapi oksigen kanul
5l/menit dengan nasal kanul - Rr : 26x/menit
- Spo2 : 94%
- TD : 110/70mmHg
- Nadi : 107x/menit
- Suhu : 36,5 ℃
A : Masalah pola nafas tidak
efektif teratasi sebagian
ditandai dengan spo2
meningkat menjadi 96%
H. Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
P : Lanjutkan pemberian terapi
oksigen 4 l/menit dengan
nasal kanul
Tanggal & Jam Implement Paraf & Evaluasi (SOAP)
asi Nama
Senin, 1 maret 1. Memonitor kelelahan fisik Faisyal S : Klien mengeluh kelelahan
2021 2. Memonitor pola dan jam tidur dan sesak ketika banyak
Pukul 10.40 wib 3. Menyediakan lingkungan yang bergerak
nyaman O: - Rr : 26x/menit
4. Memfasilitasi duduk di sisi - Spo2 : 96%
tempat tidur - Klien tampak lelah saat
5. Menganjurkan tirah baring berjalan
6. Menganjurkan melakukan A: Masalah intoleransi aktivitas
aktivitas secara bertahap teratasi sebagian ditandai
dengan klien dapat berpindah
sendiri dari bed ke kursi roda
dan tidak memakai oksigen
pada saat menuju ruangan
P : Lanjutkan intervensi klien
dengan memberikan tempat
duduk disisi tempat tidur agar
klien merasa nyaman untuk
melakukan aktivitas
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan kumpulan penyakit


paru yang sudah lama dan bertahun tahun, ditandai denganadanya penyumbatan
pada aliran udara dari paru-paru. Dengan penyebab utama dari lingkungan polusi
udara, merokok, paparan debu, dan gas-gas kimiawi. Faktor Usia dan jenis
kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru bahkan pada
saat gejala penyakit tidak dirasakan. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti
peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini berisiko mendapat
PPOK.

Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika


merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat
menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan . Vol:2. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/910/13/151210013_Iis%20Maisaroh_KTI
%20benarkunci.pdf (diakses pada tanggal 11 Maret 2021, pukul 10.00 WIB)

http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/539/1/NISA%20AGUSTIN%20NIM.
%20A01401932.pdf (diakses pada tanggal 11 Maret 2021, pukul 12.00 WIB)

http://eprints.ums.ac.id/25892/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (diakses pada


tanggal 11 Maret 2021, pukul 14.00 WIB)

https://www.google.com/url?
q=https://www.academia.edu/37689132/asuhan_keperawatan_pada_pasien_denga
n_PPOK&sa=U&ved=2ahUKEwjf0_7S2ZvlAhWFdn0KHYzXA3MQFjAAegQI
AhAB&usg=AOvVaw3TTVNbVYVQVmbPnhQAJqM7 (diakses pada tanggal
11 Maret 2021, pukul 12.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai