(PPOK)
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
i
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/i Keperawatan maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan. Makalah
ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK)”. Dalam penulisan makalah ini penyusun berusaha menyajikan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penyusun menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penyusun juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita semua. Amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................4
2.5 Komplikasi.................................................................................................5
2.6 Patofisiologi...............................................................................................5
2.7 Pathway......................................................................................................7
2.9 Diagnosa...................................................................................................10
2.10 Intervensi................................................................................................10
BAB IV PENUTUP
iii
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................
DAFTARPUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?
b. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK)
1.3 Tujuan
a. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnosa dan penatalaksanaan pada pasien PPOK.
b. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmunary
Disease (COPD) adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif
dan dikaitkan dengan respons inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas
berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan napas, hipersekresi mukus, dan
perubahan pada sistem pembuluh darah paru (Brunner & Suddarth, 2013)
Penyakit Paru Obstuktif Kronis (Chronic obstructive pulmonary disease –
COPD) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang
ditandai dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini
merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan mengganggu pernafasan normal
(WHO dalam Maisaroh, 2018).
3
Gejala Klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan
serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup
pasien
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala Klinis : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal
jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup
pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya
disertai gagal napas kronik.
2.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam Rahmadi (2015)
adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walau pun tidak merokok.
2.5 Patofisiologi
5
a. Chest X-Ray : dapat menunjukan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara restrotenal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan suara bronkovaskular (bronkitis), normal
ditemukan saat periode remisi (asma).
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau
restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari
terapi, misalnya bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya
pada asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
e. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
f. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses penyakit kronis, sering
kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis
dan emfisema), tetapi sering kali menurun pada asma, pH normal atau
asidosis, alkalosis repiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
g. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps
bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronkitis).
h. Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
eosinofil (asma).
i. Kimia Darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan atau alergi.
k. Elektrokardiogram (EKG) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma
berat), atrial distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema), dan aksis QRS vertikal
(emfisema).
l. Exercise EKG, Stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program.
6
2.7 Komplikasi PPOK
Menurut Irman Sumantri (2009), Komplikasi PPOK yaitu :
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan
timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
c. Infeksi Respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edem mukus. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonl (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritma
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma brokial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali
tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
2.8 Pentalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer dalam Rahmadi (2015) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
7
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5
g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis
yang memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama
periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan
adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x
0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II
dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru
8
obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi
pekerjaan.
intervensi keperawatan :
3. intoleransi aktivitas
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
- keluhan lelah menurun
- dipsnea saat beraktivitas meningkat
intervensi keperawatan
intervensi keperawatan :
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. IdentitasPasien
Klien datang kerumah sakit diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak yang dialami oleh
klien
Klien datang dengan keluhan sesak napas kurang lebih 4 hari SMRS,keluhan disertai batuk 1
minggu dengan ahak berwarna putih, mual, pusing dan perut membesar. BAB dan BAK klien
normal, lemas saat beraktivitas.
Pain(nyeri) Unresposive(tidaksadar)
12
Airway(A) :kemungkinan trauma cervikal √Tidak ada trauama cervikal
Terdapat sekret
Evaluasi : Klien tampak sudah nyaman dan jalan napas sedikit membaik
Breathing(B)
Lihat :ada grakan dinding dada√ tidak ada gerakan dinding dada
Evaluasi : Klien tampak tidak terlalu sesak dan masih diberikan oksigen
dengan nasal kanul untuk mempertahankan agar pola napas
tetap efektif.
Circulation(C)
kuat lemah
normal
13
Kelembabab : lembab Kering√
Disability(D)
GCS :E 4, V 5, M 6 = 15 ( Composmentis)
Fraktur : (-)
Dislokas : (-)
14
Analisis Data Primer
15
Pengkajian pimer Pencetus Rokok dan polusi 1. Bersihan jalan
(asma, bronkitis kronis, napas tidak
A : Jalan napas tidak paten,
Emfisema) inflamsi pada efektif.
terdapat sekret yang kental.
aliran udara 2. Pola napas
B : Napas spontan, suara napas PPOK tidak efektif
wheezing, ronchi, pola napas Peningkatan
dyspnea, RR 26x/menit, Perubahan anatomis produksi sputum
terpasang O2 5L/M, sesak parenkim paru
napas penumpukan
menurun
Keseluruh tubuh
Hypoksia
Sesak
POLA
NAFAS
TIDAK
EFEKTIF
16
E. PengkajianSekunder
Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien datang dengan keluhan sesak napas 4 hari yang lalu,
batuk, dahak, warna putih, mual dan pusing, dan perut
membesar, serta lemas saat beraktivitas
Riwayat KesehatanLalu : klien 4 bulan yang lalu pernah mengalami sesak nafas tapi
tidak terlalu berat sehingga klien tidak dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat oleh keluarga
Thorak Bentuk simetris, adanya retraksi dinding dada, tidak terdapat nyeri tekan,
suara perkusi sonor, terdapat suara napas tambahan wheezing dan ronchi.
Abdomen Bentuk abdomen simetris, bising usus 10x/menit, tidak terdapat nyeri
tekn dan abdomen sedikit membesar.
Ekstremitas Tidak ada masalah ekstremitas klien, klien nampak tirah baring karena
jika banyak bergerak sesak napas, kekuatan otot 5
Integumen Kulit kering, tidak terdapat luka, turgor kulit normal, terpasang infus IV
line ringer laktat ditangan kanan 20 tetes/menit
17
Pemeriksaan Penunjang & Terapi Medis
Radiologi Laboratorium Darah Terapi Medis
Rontgen thorax Pemeriksaan covid-19 1. Inj. Ranitidine 1
Bronkitis, tidak terdapat RT Antibody (Non Reaktif) gr/12jam
penebalan hilus IG9 (-) 2. IVFD RL 20tpm
IGM (-) 3. Pemberian
Oksigen nasal
kanul 5l/menit
- SpO2 : 98%
- Nadi : 107x/menit
Penyempitan saluran udara
Ekpansi paru
INTOLERANSI AKTIVITAS
INTOLERANSI AKTIVITAS
F. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d sekresi yang tertahan
2. Pola Nafas Tidak Efektif b.d hambatan jalan nafas
3. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
19
G. Perencanaan Keperawatan
Tujua Intervensi Keperawatan
n
Dx : Bersihan jalan nafas tidak 1. Identifikasi dan kelola kepatenan jalan nafas
efektif 2. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif 3. Posisikan semi fowler atau fowler
dengan kriteria hasil : 4. Berikan terapi oksigen
- Produksi sputum menurun 5. Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu
- Suara wheezing menurun
- Suara nafas membaik
- Frekuensi nafas membaik
Dx : Pola nafas tidak efektif 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Tujuan : pola nafas efektif dengan hambatan nafas
kriteri hasil : 2. Monitor adanya bunyi nafas tambahan
- Dispena menurun 3. Monitor saturasi oksigen
- Frrekuensi nafas membaik 4. Berikan terapi oksigen
- Pola nafas membaik
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kedokteran EGC.
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/910/13/151210013_Iis%20Maisaroh_KTI
%20benarkunci.pdf (diakses pada tanggal 11 Maret 2021, pukul 10.00 WIB)
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/539/1/NISA%20AGUSTIN%20NIM.
%20A01401932.pdf (diakses pada tanggal 11 Maret 2021, pukul 12.00 WIB)
https://www.google.com/url?
q=https://www.academia.edu/37689132/asuhan_keperawatan_pada_pasien_denga
n_PPOK&sa=U&ved=2ahUKEwjf0_7S2ZvlAhWFdn0KHYzXA3MQFjAAegQI
AhAB&usg=AOvVaw3TTVNbVYVQVmbPnhQAJqM7 (diakses pada tanggal
11 Maret 2021, pukul 12.00 WIB)