Anda di halaman 1dari 14

Nama : Dwi Ermawan Septiamini

NIM : 04011281823132

Kelas : Gamma 2018

Learning Issues

Pemeriksaan Fisik

5. Kemas, anak laki-laki, usia 14 bulan. Pemeriksaan fisik : berat badan 7,5 kg, panjang badan 75
cm, lingkaran kepala 45 cm. Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, kontak mata baik, mau
melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras.
Terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan
kepala beberapa detik. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah
untuk ditekuk, refleks tendon meningkat. Pada waktu diangkat ke posisi vertikal kedua tungkai
saling menyilang. Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki. Hasil Tes bera:
respon suara telinga kanan dan kiri 30 dB
a) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada kasus?
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
7,5 kg
BB Underweight
BB/U = dibawah (-2)
75 cm
PB Normal
PB/U = diantara 0 dan (-2)
45 cm
LK Normal
LK/U = dibawah (-1)
BB/PB = tepat digaris (-3) /
BB/PB Wasted / Kurus
dibawah -2
7,5 kg
IMT= 2
=13,33 kg/m ²
BMI/U ( 0,75 m) Wasted / Kurus
BMI/U = dibawah (-2)
Gambaran Dismorfik Tidak ada Normal
Kesadaran Sadar Normal
Baik, mau melihat dan tersenyum
Kontak mata Normal
kepada pemeriksa
Menoleh ketika dipanggil
Kemampuan Bahasa Abnormal
namanya dengan keras
Gerakan tidak terkontrol (+) Abnormal
Kelainan anatomi (-) Normal
Abnormal (hanya
Anggota gerak Kekuatan: 3 mampu melawan
gravitasi)
Lengan dan tungkai kaku dan
Abnormal
susah untuk ditekuk
Refleks tendon Meningkat Abnormal
Mengangkat dan menahan kepala Abnormal (palsi
Suspensi horizontal
beberapa detik serebral spastik)
Abnormal (palsi
Suspensi vertical Kedua tungkai saling menyilang
serebral spastik)
Abnormal (gangguan
Tes bera Kanan dan kiri 30 dB
dengar ringan)

Gambar 1 Kurva Berat Badan menurut Usia untuk Laki-Laki (WHO)

Interpretasi = dibawah (-2) = Underweight


Gambar 2 Kurva Panjang Badan menurut Usia untuk Laki-Laki (WHO)

Interpretasi = diantara 0 dan (-2) = Normal

Gambar 3 Kurva Lingkar Kepala menurut Usia untuk Laki-Laki (WHO)

Interpretasi = dibawah (-1) = Normal


Gambar 4 Kurva Berat Badan menurut Panjang Badan untuk Laki-Laki (WHO)

Interpretasi = tepat digaris (-3) / dibawah -2 = Wasted / Kurus

Gambar 5 Kurva BMI menurut Usia untuk Laki-Laki (WHO)

Interpretasi = dibawah (-2) = Wasted / Kurus


Gambar 6 Interpretasi Kurva Pertumbuhan WHO

b) Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik pada kasus?


1. Underweight & wasted
Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy  gangguan pada N. vagus  kemampuan menelan terganggu  nafsu makan
menurun  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  underweight & wasted

2. Gerakan tidak terkontrol (+)


Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy  kerusakan traktus kortikospinalis  klonus

3. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras


Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy  kerusakan N. troklearis  gangguan persepsi sensori auditori  baru menoleh
ketika dipanggil namanya dengan keras

4. Kekuatan anggota gerak: 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk
Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy  kerusakan traktus kortikospinalis  kelumpuhan yang kaku
5. Refleks tendon meningkat
Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy  kerusakan traktus kortikospinalis  hiperrefleksia

6. Susp. Horizontal: Mengangkat dan menahan kepala beberapa detik & Susp.
Vertical: Kedua tungkai saling menyilang
Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy spastik  kerusakan traktus kortikospinalis  hiperaktive reflex dan stretch reflex
 otot mengalami kekakuan  kedua tungkai tampak kaku dan saling menyilang, tidak
dapat menahan kepala dalam waktu lama

7. Gangguan dengar ringan


Infeksi (kejang dengan demam)  sirkulasi terganggu  iskemia cerebri  cerebral
palsy  kerusakan N. troklearis  gangguan persepsi sensori auditori  gangguan
pendengaran

c) Bagaimana prosedur pemeriksaan tes bera?


Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan yang dilekatkan pada
kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobulus telinga. Prinsip pemeriksaan ABR
adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian rangsangan sensoris
berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan melalui head phone atau insert probe akan
menempuh perjalanan melalui koklea (gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II),
nukleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus
inferior (gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporalis otak.

d) Bagaimana indikasi dari pemeriksaan tes bera?


The Joint Committee on Infant Hearing dan American Academy of Pediatrics
merekomendasikan skrining pendengaran neonatus harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan
intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Penggunaan daftar indikator risiko tinggi
direkomendasikan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya gangguan pendengaran
kongenital maupun didapat pada neonatus.
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) Test

A. Definisi

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) atau istilah lainnya Audiometry


Brainstem Response (ABR) adalah suatu pemeriksaan elektrofisiologi auditorik untuk
menilai integritas dari sistem pendengaran sentral dan perifer secara objektif dan tidak
infasif. Pemeriksaan BERA merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan
stimulus berupa bunyi click atau toneburst untuk menilai fungsi dari saraf pendengaran
dibatang otak. Pemeriksaan ini biasa digunakan untuk memperkirakan sensitivitas
pendengaran, alat diagnosis fungsi sistem saraf pusat pendengaran, skrining pendengaran
pada bayi baru lahir dan anak, serta digunakan untuk memonitor fungsi saraf pusat
pendengaran selama operasi. (Stach, Brad A.,2010)

B. Program Skrining Pendengaran (Rundjan, L, dkk, 2005)

Pada tahun 1993 National Institute of Health Consensus Conference pertama kali
menganjurkan program Universal Newborn Hearing Screening. Setahun kemudian, The
Joint Committee on Infant Hearing merekomendasikan deteksi gangguan pendengaran harus
dilakukan sebelum usia 3 bulan dan dilakukan intervensi sebelum usia 6 bulan. Pada tahun
1999 American Academy of Pediatrics (AAP) mendukung pernyataan tersebut. Beberapa
syarat skrining pendengaran neonatus yang dipakai di seluruh dunia, diantaranya adalah
cepat dan mudah dikerjakan, tidak bersifat invasif, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi serta tidak mahal. Skrining hanya menunjukkan ada/tidaknya respons terhadap
rangsangan dengan intensitas tertentu pada pendengaran seseorang dan tidak mengukur
beratnya gangguan pendengaran ataupun tidak membedakan tuli konduktif atau
sensorineural.

C. Neonatus Risiko Tinggi (Rundjan, L, dkk, 2005)

Penggunaan daftar indikator risiko tinggi direkomendasikan untuk mengidentifikasi


kemungkinan adanya gangguan pendengaran kongenital maupun didapat pada neonatus:

 Riwayat keluarga gangguan pendengaran sensorineural permanen


 Anomali telinga dan kraniofasial
 Infeksi intrauterin berhubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural (infeksi
toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis)
 Gambaran fisik atau stigmata lain yang berhubungan dengan sindrom yang diketahui
berhubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural, seperti sindrom Down,
sindrom Wardenburg
 Berat lahir kurang dari 1500 gram
 Nilai Apgar yang rendah (0-3 pada menit kelima, 0-6 pada menit kesepuluh)
 Kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan di NICU³ 48 jam
 Distres pernafasan (misalnya aspirasi mekoneum)
 Ventilasi mekanik selama 5 hari atau lebih
 Hiperbilirubinemia pada kadar yang memerlukan transfusi tukar
 Meningitis bakterial
 Obat-obatan ototoksik (misalnya gentamisin) yang diberikan lebih dari 5 hari atau
digunakan sebagai kombinasi dengan loop diuretic.

D. Prosedur (Rundjan, L, dkk, 2005)

Auditory brainstem response (ABR) merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi
nervus VIII dan jalur pendengaran di batang otak. Caranya dengan merekam potensial listrik
yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga
nukleus tertentu dibatang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda
permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobulus
telinga. Prinsip pemeriksaan ABR adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsangan sensoris berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan melalui
head phone atau insert probe akan menempuh perjalanan melalui koklea (gelombang I),
nukleus koklearis (gelombang II), nukleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus
lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V) kemudian menuju ke korteks
auditorius di lobus temporalis otak. Yang penting dicatat adalah gelombang I,III dan V. ABR
konvensional merupakan click evoked ABR air conduction, dan frekuensi yang diberikan
sebesar 2000- 4000Hz, dengan intensitas dapat mencapai 105 dB. ABR membutuhkan waktu
yang lebih lama dan tenaga terlatih dalam mengoperasikan alat maupun menginterpretasikan
hasil. ABR tidak terpengaruh oleh debris di liang telinga luar dan tengah namun memerlukan
bayi dalam keadaan tenang (bila perlu disedasi), karena dapat timbul artefak akibat gerakan.
ABR dapat mendeteksi adanya tuli konduktif dan tuli sensorineural. Sensitivitas ABR 100%
dan spesifisitasnya 97-98%.

E. Interpretasi

Terdapat 5 derajat ketulian berdasarkan ambang pendengaran (dalam desibels  / dB) yang


ditetapkan oleh American National Standards Institute,  yakni sebagai berikut.

 Derajat 0 (Normal): 0 – 25 dB

 Derajat 1 (Ringan): 26 – 40 dB

 Derajat 2 (Sedang): 41–55 dB

 Derajat 3 (Sedang-Berat): 56–70 dB

 Derajat 4 (Berat): 71–90 dB

 Derajat 5 (Sangat Berat): lebih dari 90 Db


KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN

KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) merupakan suatu instrumen deteksi dini
dalam perkembangan anak usia 0 sampai 6 tahun. KPSP ini berguna untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Instrumen KPSP ini dapat dilakukan di
semua tingkat pelayanan kesehatan dasar. Formulir KPSP terdiri dari 9-10 pertanyaan tentang
kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak yang terdiri dari gerak kasar, gerak halus,
sosialisasi dan kemandirian serta berbicara dan berbahasa.

Pembagian lembar KPSP dibedakan berdasarkan usia yakni 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30,
36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan. Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan
adalah yang lebih kecil dari usia anak. Contoh : bayi umur umur 7 bulan maka yang digunakan
adalah KPSP 6 bulan. Bila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan yang diberikan adalah
KPSP 9 bulan.

Cara Menggunakan KPSP

1. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan. Bila umur anak lebih dari 15 hari
dibulatkan menjadi 1 bulan Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan
bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.
2. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak. Pada kasus, usia
Kemas yaitu 14 bulan maka digunakan KPSP usia 12 bulan
3. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu :
- Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “dapatkah bayi makan
kue sendiri?”
- Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang
tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada
pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk”
4. Baca dahulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-ragu
tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan.
5. Interpretasi Hasil KPSP
- Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang)
- Hitung jawabab Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah)
- Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S)
- Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
- Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).
- Rincilah jawaban TIDAK pada nomer berapa saja.
- Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)
a) Bila jawaban “ya” 9 atau 10, berarti perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangan (S)
Maka yang harus dilakukan adalah:
- Puji orang tua,
- Stimulasi untuk skrining 3 bulan kemudian (anak < 24 bulan) atau 6 bulan kemudian ( untuk
anak 24 – 72 bulan)
b) Bila jawaban “ya” 7 ayau 8, berarti perkembangan anak meragukan (M)
Maka yang harus dilakukan adalah:
- Ajarkan ibu untuk stimulasi hal yang belum bisa dilakukan. Stimulasi 3x/hari masing-masing
1 jam selama 2 minggu.
- Minta ibu dan anak datang lagi 2 minggu kemudian untuk KPSP ulang. Bila setelah 2
minggu jumlah ya tetap 7 atau 8 kemungkinan ada penyimpangan, segera rujuk.
c) Bila jawaban “ya” 6 atau kurang, perkembangan anak kemungkinan ada penyimpangan (P).
Maka yang harus dilakukan adalah:
Rujuk ke RS atau ke dokter spesialis anak divisi tumbuh kembang anak, dengan menuliskan jenis
dan jumlah penyimpangan perkembangan (Gerak kasar, gerak halus, bahasa dan bicara,
sosialisasi dan kemandirian).
D
AFTAR PUSTAKA

Rundjan, L, dkk. (2005). Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari
Pediatri. Vol. 6, No. 4; 149-154.

Stach, Brad A. (2010). Clinical Audiology an Introduction. 2nd Edition. Michigan: Department
of otolaryngology-head and neck surgery Hendry Ford Hospital Detroid; p357-382

Anda mungkin juga menyukai