PASCAINFEKSI COVID-19
Oleh:
Wisnu Murti Suradilaya, S.Ked.
04084822225185
Pembimbing:
dr. Nursaenah, Sp.N.
BAGIAN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD SEKAYU MUSI BANYUASIN
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Suspek Mielitis Transversa Akut Pascainfeksi Covid-19
Oleh:
Wisnu Murti Suradilaya, S.Ked.
04084822225185
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUD Sekayu Musi Banyuasin periode 21 November – 26 November
2022
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Suspek Mielitis
Transversa Akut Pascainfeksi Covid-19” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian/KSM Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUD Sekayu Musi Banyuasin.
Laporan kasus ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nursaenah, Sp.N.
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh
dari sempurna, baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik
yang membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan ini. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 29
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Saraf spinalis. (a) Pandangan posterior otak, korda spinalis, dan saraf spinalis
(hanya di sisi kanan). (b) Pandangan lateral korda spinalis dan saraf spinalis yang keluar
dari kolumna vertebra.7
2
3
Gambar 3. Traktus asendens dan desendens di substansia alba korda spinalis dalam
potongan melintang.7
4
2.2.2 Epidemiologi
Tingkat insidensi acute transverse myelitis di seluruh dunia bervariasi
dimana berkisar 1,35 sampai 4,6 per juta penduduk. Sepertiga pasien yang
menderita mielitis transversa mengalami pemulihan sepenuhnya sedangkan
sepertiga lainnya menunjukkan adanya defisit neurologis sisa yang digambarkan
melalui keadaan klinis yang sedang, sedangkan sepertiga sisanya menunjukkan
adanya defisit neurologis residual yang berat secara klinis.3
Predisposisi usia pada kasus mielitis transversa bervariasi dengan puncak
bimodal antara 10 – 19 tahun dan 30 – 39 tahun. ATM dapat diderita oleh orang
dewasa dan anak-anak baik pada semua jenis kelamin maupun ras.9 Insiden tahunan
mielitis transversa idiopatik atau pascainfeksi dapat berkisar 1,3 hingga 8 kasus per
1 juta penduduk. Insidennya dapat meningkat menjadi 24,6 kasus per 1 juta per
tahun terutama apabila berkaitan dengan penyebab demielinisasi termasuk
diantaranya multiple sclerosis.2 Mielitis transversa dapat terjadi pada pria dan
wanita dengan perbandingan yang sama, serta tidak terdapat perbedaan angka
kejadian mielitis transversa antara populasi Eropa/Amerika dan Afrika/Asia.10
5
2.2.3 Etiologi
Mielitis transversa dapat terjadi karena berbagai mekanisme patologik.
Mielitis transversa yang bersifat idiopatik dapat timbul pada satu episode mielitis
transversa. Selain itu, mielitis transversa juga dapat timbul karena gangguan
inflamasi yang rekuren seperti pada multiple sclerosis atau neuromyelitis optika
spectrum disorder. Adanya infeksi pada medulla spinalis, penyakit autoimun
sistemik, dan penyakit demielinisasi juga dapat menyebabkan cedera langsung pada
jaringan dan dapat memprovokasi kejadian mielitis transversa.11 Namun, pada
pasien anak etiologi tersering penyebab mielitis transversa adalah kejadian
fenomena autoimun setelah infeksi atau vaksinasi.2
2.2.5 Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab acute transverse myelitis
terkait dengan infiltrasi sel-sel inflamasi yang dimediasi oleh imun sebagai akibat
paparan dengan antigen viral. Teori ini termasuk di antaranya molekuler mimikri,
efek superantigen, disregulasi berbasis humoral, dan toksisitas yang dimediasi oleh
interleukin 6 (IL-6).12
Molekuler mimikri dari viral dapat menjelaskan bahwa respon imunologis
terjadi karena kesamaan struktur molekul antara patogen yang menyerang dan
jaringannya sendiri sehingga mampu menstimulasi antibodi yang dapat
memberikan reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun
kompleks dan aktivasi dari complement-mediated atau cell mediated yang mampu
menimbulkan kerusakan terhadap jaringan. Superantigen merupakan peptida
mikroba yang meninduksti sel T autoreaktif dengan mengikat reseptor sel T secara
7
Gambar 4. Perbandingan temuan klinis antara kondisi mielitis transversa dan sindrom
Guillain-Barré
2. Darah lengkap
Tes darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan berbagai gangguan,
termasuk infeksi HIV dan kekurangan vitamin B12. Tes darah lengkap
bertujuan untuk memeriksa keberadaan autoantibodi (anti-aquaporin-4,
anti-mielin oligodendrosit) dan antibodi yang terkait dengan kanker
(antibodi paraneoplastik). Kehadiran autoantibodi (protein yang
diproduksi oleh sel-sel sistem kekebalan) terkait dengan gangguan
autoimun dan menunjukkan penyebab pasti mielitis transversa.
3. Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Lumbal pungsi dan analisis cairan tulang belakang (juga disebut spinal
tap) dapat mengidentifikasi lebih banyak protein daripada biasanya pada
beberapa orang dengan mielitis transversal dan peningkatan jumlah sel
darah putih (leukosit) yang membantu tubuh melawan infeksi.
Jika tidak satu pun dari tes ini menunjukkan penyebab spesifik, orang
tersebut dianggap menderita mielitis transversa idiopatik.
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Obat kortikosteroid intravena dapat mengurangi pembengkakan dan
peradangan di tulang belakang dan mengurangi aktivitas sistem
kekebalan tubuh. Obat-obatan tersebut mungkin termasuk
metilprednisolon atau deksametason. Obat-obat ini juga dapat diberikan
untuk mengurangi serangan mielitis transversa berikutnya pada individu
dengan kelainan yang mendasarinya. Steroid intravena merupakam lini
pertama treatment pada awal serangan ATM. Sekitar 50 – 70%
mengalami pemulihan sebagian atau lengkap. Pemberian steroid
intravena dosis berlebihan dengan durasi yang lama dapat
mengakibatkan efek samping.1 Terapi steroid menimbulkan efek
antiinflamasi dengan menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh. Hal ini
mengakibatkan individu penggunanya juga menjadi lebih rentan
terhadap infeksi. Obat-obat steroid sendiri memiliki efek samping yang
bervariasi dari ringan sampai berat, yang cukup sering diantaranya
hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi.14
11
2.2.9 Prognosis15
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.3 Covid-19
2.3.1 Definisi
Coronavirus disease 19 (Covid-19) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh novel coronavirus bernama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Covid-19 adalah infeksi virus yang sangat menular dan patogen
yang muncul di Wuhan, China kemudian menyebar ke seluruh dunia. Infeksi virus
12
ini meluas secara internasional dan WHO secara resmi telah mengumumkan
pandemi COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian
global pada tanggal 30 Januari 2020.16,17
2.3.2 Etiologi
Coronavirus merupakan virus RNA rantai tunggal positif, tidak bersegmen,
dan berkapsul. Coronavirus termasuk ordo Nidovirales, famili Coronaviridae, dan
subfamili Orthocoronavirinae. Virus ini diklasifikasikan menjadi 4 genus yaitu
alphacoronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus, dan gammacoronavirus.18
Covid-19 disebabkan oleh coronavirus yang termasuk dalam genus
betacoronavirus, berdiameter 60 – 140 nm dan umumnya berbentuk bundar dengan
beberapa pleomorfik. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini memiliki
subgenus yang sama dengan coronavirus penyebab wabah SARS tahun 2002 –
2004, yaitu sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of
Viruses (ICTV) memberi nama SARS-CoV-2 sebagai nama virus penyebab Covid-
19.19
Coronavirus memiliki empat struktur protein utama (Gambar 4): protein
nukleokapsid (N), protein membran (M), glikoprotein permukaan spike (S), protein
selubung atau envelope (E). Protein tersebut merupakan protein esensial yang
berperan dalam perakitan dan infeksi SARS-CoV-2. Spike protein coronavirus
terletak di permukaan virus dan memiliki peran dalam perlekatan virus ke sel
inang.18
Gambar 5. Struktur dan genom severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV-2). Empat protein struktural: spike (S) surface glycoprotein (ungu), membrane (M)
protein (jingga), nukleokapsid (N) protein (biru), dan envelope (E) protein (hijau). RNA
genomik ditampilkan terbungkus dalam protein N.20
13
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. AF
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Keluang, Musi Banyuasin
Agama : Islam
MRS Tanggal : 15 November 2022
14
15
PEMERIKSAAN
Status Internus
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,7°C
Nadi : 68 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 168 cm
Status Psikiatrikus
Sikap : Wajar, kooperatif
Perhatian : Ada
Ekspresi Muka : Wajar
Kontak Psikik : Ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normosefali
Ukuran : Normal
Simetris : Simetris
Hematom : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Nyeri fraktur : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada
Pulsasi : Tidak ada
16
LEHER
Sikap : Simetris Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Pupil
- Bentuknya Bulat Bulat
- Besarnya 3 mm 3 mm
Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Refleks kornea Ada Ada
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
18
N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Vertigo Tidak ada Tidak ada
N. Accessorius
N. Hypoglossus
Mengulur lidah Tidak ada kelainan
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang Kurang
Kekuatan 4 4
Tonus Menurun Menurun
Refleks fisiologis Menurun Menurun
Refleks patologis
- Hoffman Trommer Tidak ada Tidak ada
- Leri Tidak ada Tidak ada
- Meyer Tidak ada Tidak ada
Kekuatan 2 2
Tonus Menurun Menurun
Klonus
- Paha Tidak ada Tidak ada
- Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Menurun Menurun
- APR Menurun Menurun
Refleks patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechterew Negatif Negatif
SENSORIK
Hipestesia pada ujung-ujung jari kaki hingga incissura jugularis.
21
GAMBAR
FUNGSI VEGETATIF
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
22
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
23
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (15 November 2022)
Hasil Nilai Rujukan
Kimia Darah
Albumin 3,9 3,5 – 5,2 g/dL
Bilirubin direk 0,99* <0,2 mg/dL
SGPT 323* <50 U/L
SGOT 75* <50 U/L
Glukosa sewaktu 117 65 – 140 mg/dL
Bilirubin indirek 1,01 <0,70 mg/dL
Ureum 41 19 – 44 mg/dL
Kreatinin 0,75 0,70 – 1,36 mg/dL
Asam urat 2,65* 3,5 – 7,2 mg/dL
Natrium darah 135 135 – 148 mmol/L
Kalium darah 4,30 3,5 – 5,3 mmol/L
Bilirubin total 2,00* <1,0 mg/dL
Imunoserologi
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif
Anti-HCV Nonreaktif Nonreaktif
24
DIAGNOSA
DIAGNOSA KLINIK : Tetraparese tipe flaksid
Hipestesia pada kedua ujung jari kaki
hingga incissura jugularis
DIAGNOSA TOPIK : Lesi transversa parsial medulla spinalis
setinggi segmen T1
DIAGNOSA ETIOLOGI : Suspek mielitis transversa akut
DIAGNOSA BANDING : Sindrom Guillain-Barré
DIAGNOSA TAMBAHAN : Pneumonia post Covid-19
PENGOBATAN :Non-farmakologis
- Fisioterapi
- Pemantauan BSS berkala
- IVFD RL gtt xx/menit
Farmakologis
- Omeprazole 2 x 40 mg IV (PDL)
- Ceftriaxone 2 x 1 gr IV (PDL)
- Sucralfat 3 x 1 PO (PDL)
- Curcuma 3 x 1 PO (PDL)
- Ambroxol 3 x 30 mg PO (PDL)
- Metilprednisolon 4 x 250 mg IV
(Neuro)
- Gabapentin 1 x 300 mg PO (Neuro)
- Mecobalamin 3 x 500 mcg PO
(Neuro)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
26
BAB 4
ANALISIS KASUS
26
27
medulla spinalis yang dapat mengarah ke mielitis transversa akut, sedangkan pada
kasus SGB, pada tahap awal disfungsi sensorik dirasakan lebih berat dirasakan pada
pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Pada temuan sistem saraf
otonom penderita, tidak terjadi disfungsi otonom sistem kardiovaskular, seperti
peningkatan denyut nadi dan peningkatan tekanan darah yang dapat mengarah
kepada diagnosis SGB. Namun diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa EMG
dan lumbal pungsi untuk menentukan diagnosis pada kasus ini.
Diperoleh riwayat pernah dirawat karena infeksi Covid-19 pada penderita.
Hal ini dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya mielitis transversa yang
merupakan salah satu manifestasi neurologis dari infeksi Covid-19. Keterkaitan
antara mielitis dengan Covid-19 masih belum diketahui secara pasti. Namun,
diperoleh hipotesis yang menjelaskan tiga mekanisme utama diduga berperan.
Mekanisme pertama yaitu cedera saraf langsung oleh infeksi coronavirus,
disebutkan pada beberapa hasil penelitian, bahwa coronavirus dapat menyerang
SSP melalui sirkulasi darah. Mekanisme kedua yaitu kemampuan coronavirus
untuk bereplikasi dan berikatan kuat dengan reseptor angiotensin-converting
enzyme 2 (ACE2) di jantung, paru-paru, SSP, dan otot rangka yang akan
menyebabkan aktivasi reseptor ACE2 di SSP dan memicu terjadinya respons
inflamasi sistemik dalam tubuh. Hal ini akan menyebabkan terjadinya badai sitokin
(peningkatan kadar IL-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF) alpha) yang akan
menyebabkan aktivasi dan demielinisasi sel glial. Mekanisme ketiga dapat
ditemukan pada pasien pascainfeksi, dimana terjadi kerusakan SSP akibat mimikri
molekuler dari coronavirus yang akan menyebabkan terjadinya cedera saraf akibat
produksi autoantibodi yang dimediasi oleh sistem imunitas pada saraf.
Tata laksana non-farmakologis pada penderita meliputi fisioterapi,
pemantauan blood sugar serum (BSS), dan IVFD RL gtt xx/m. Fisioterapi dapat
dilakukan oleh kerja sama dalam tim yang terdiri dari terapis fisik dan okupasi
untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan, keseimbangan, koordinasi, rentang
gerak sendi, rekondisi, mobilitas, dan kemandirian dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Dengan tujuan agar penderita dapat mandiri dan optimal dalam
bermobilisasi dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pemantauan BSS
bertujuan untuk mengevaluasi kadar gula darah penderita karena telah
28
29
11. Wang C, Greenberg B. Clinical Approach to Pediatric Transverse Myelitis,
Neuromyelitis Optica Spectrum Disorder and Acute Flaccid Myelitis.
Children (Basel) [Internet]. 2019 May 17 [cited 2022 Nov 22];6(5):70.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31109018/
12. Wolf VL, Lupo PJ, Lotze TE. Pediatric acute transverse myelitis overview
and differential diagnosis. J Child Neurol [Internet]. 2012 Nov [cited 2022
Nov 22];27(11):1426–36. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22914370/
13. Lim PAC. Transverse Myelitis. Essentials of Physical Medicine and
Rehabilitation [Internet]. 2020 Jan 1 [cited 2022 Nov 22];952. Available
from: /pmc/articles/PMC7151963/
14. Sitompul R. Kortikosteroid dalam Tata Laksana Uveitis : Mekanisme Kerja,
Aplikasi Klinis, dan Efek Samping. 2011 [cited 2022 Nov 23]; Available
from: //perpus.stikep-
ppnijabar.ac.id%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail%26id%3D1841
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon R, editors. 2016. 216–217 p.
16. Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19 infection:
Origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses. J Adv Res
[Internet]. 2020 Jul 1 [cited 2022 Nov 23];24:91–8. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32257431/
17. Esakandari H, Nabi-Afjadi M, Fakkari-Afjadi J, Farahmandian N,
Miresmaeili SM, Bahreini E. A comprehensive review of COVID-19
characteristics. Biol Proced Online [Internet]. 2020 Aug 4 [cited 2022 Nov
23];22(1):1–10. Available from:
https://biologicalproceduresonline.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12
575-020-00128-2
18. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, di Napoli R. Features,
Evaluation, and Treatment of Coronavirus (COVID-19). StatPearls
[Internet]. 2022 Oct 13 [cited 2022 Nov 23]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/
30
19. Rauf A, Abu-Izneid T, Olatunde A, Khalil AA, Alhumaydhi FA, Tufail T, et
al. COVID-19 Pandemic: Epidemiology, Etiology, Conventional and Non-
Conventional Therapies. Int J Environ Res Public Health [Internet]. 2020
Nov 1 [cited 2022 Nov 23];17(21):1–32. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33158234/
20. Li H, Liu SM, Yu XH, Tang SL, Tang CK. Coronavirus disease 2019
(COVID-19): current status and future perspectives. Int J Antimicrob Agents
[Internet]. 2020 May 1 [cited 2022 Nov 23];55(5). Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32234466/
21. Ahmad SA, Salih KH, Ahmed SF, Kakamad FH, Salh AM, Hassan MN, et
al. Post COVID-19 transverse myelitis; a case report with review of
literature. Annals of Medicine and Surgery. 2021 Sep 1;69.
22. Prete S, McShannic JD, Fertel BS, Simon EL. Acute transverse myelitis
progressing to permanent quadriplegia following COVID-19 infection.
American Journal of Emergency Medicine. 2022 Jun 1;56:391.e1-391.e3.
23. Chakraborty U, Chandra A, Ray AK, Biswas P. COVID-19–associated acute
transverse myelitis: a rare entity. BMJ Case Reports CP [Internet]. 2020 Aug
1 [cited 2022 Nov 23];13(8):e238668. Available from:
https://casereports.bmj.com/content/13/8/e238668
24. Wu Y, Xu X, Chen Z, Duan J, Hashimoto K, Yang L, et al. Nervous system
involvement after infection with COVID-19 and other coronaviruses. Brain
Behav Immun. 2020 Jul 1;87:18–22.
25. Chow CCN, Magnussen J, Ip J, Su Y. Acute transverse myelitis in COVID-
19 infection. BMJ Case Rep. 2020 Aug 11;13(8).
26. Advani S, Hosseini SMM, Zali A, Ommi D, Fatemi A, Jalili Khoshnoud R,
et al. Transverse myelitis after SARS-CoV-2 infection: Report of two cases
with COVID-19. Clin Case Rep [Internet]. 2021 Dec 1 [cited 2022 Nov
23];9(12):e05196. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ccr3.5196
31