Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

SUSPEK MIELITIS TRANSVERSA AKUT

PASCAINFEKSI COVID-19

Diajukan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik di Bagian/KSM Neurologi


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUD Sekayu Musi Banyuasin

Oleh:
Wisnu Murti Suradilaya, S.Ked.
04084822225185

Pembimbing:
dr. Nursaenah, Sp.N.

BAGIAN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD SEKAYU MUSI BANYUASIN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Suspek Mielitis Transversa Akut Pascainfeksi Covid-19

Oleh:
Wisnu Murti Suradilaya, S.Ked.
04084822225185

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUD Sekayu Musi Banyuasin periode 21 November – 26 November
2022

Sekayu, November 2022


Pembimbing

dr. Nursaenah, Sp.N.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Suspek Mielitis
Transversa Akut Pascainfeksi Covid-19” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian/KSM Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUD Sekayu Musi Banyuasin.
Laporan kasus ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nursaenah, Sp.N.
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh
dari sempurna, baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik
yang membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan ini. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sekayu, November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI .........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2

2.1 Anatomi Medulla Spinalis ..................................................................... 2

2.2 Mielitis Trasnversa ................................................................................ 4


2.2.1 Definisi ................................................................................................ 4
2.2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 4
2.2.3 Etiologi ................................................................................................ 5
2.2.4 Gejala klinis ........................................................................................ 5
2.2.5 Patofisiologi ........................................................................................ 6
2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding..................................................... 7
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 9
2.2.8 Penatalaksanaan .............................................................................. 10
2.2.9 Prognosis ........................................................................................... 11

2.3 Covid-19 ................................................................................................ 11


2.3.1 Definisi .............................................................................................. 11
2.3.2 Etiologi .............................................................................................. 12

2.4 Mielitis Transversa Akut Pascainfeksi Covid-19 .............................. 13

BAB 3 STATUS PENDERITA NEUROLOGI ................................................. 14

BAB 4 ANALISIS KASUS .................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 29

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Saraf spinalis .......................................................................................... 2


Gambar 2. Penampang melintang medulla spinalis ................................................. 3
Gambar 3. Traktus asendens dan desendens di substansia alba korda spinalis dalam
potongan melintang. ................................................................................................ 3
Gambar 4. Perbandingan temuan klinis antara kondisi mielitis transversa dan
sindrom Guillain-Barré ............................................................................................ 9
Gambar 5. Struktur dan genom severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). ..................................................................................................... 12

v
BAB 1

PENDAHULUAN

Salah satu kelainan neurologi di bagian medulla spinalis ialah mielitis


transversa. Mielitis transversa menurut National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS 2012) merupakan kelainan neurologi yang
diakibatkan oleh adanya peradangan pada sepanjang medulla spinalis yang timbul
secara akut maupun sub-akut dan dapat menyebabkan gangguan pada sistem
motorik, sistem sensorik dan sistem otonom sesuai lesi yang terkena. Gangguan
sistem motorik yang terkena dapat menunjukkan gejala berupa kelemahan bagian
tubuh sesuai dengan lesi medulla spinalis yang terkena, gangguan sistem sensorik
dapat berupa nyeri, parestesia, sensasi abnormal seperti terbakar, tergelitik,
tertusuk, mati rasa, dingin atau kesemutan dan kehilangan sensorik. Gangguan
sistem otonom seperti disfungsi pada kandung kemih dan usus baik berupa retensi
urine, inkontinensia urine maupun alvi.1,2
Tingkat insidensi acute transverse myelitis di seluruh dunia bervariasi
dimana berkisar 1,35 sampai 4,6 per 1 juta penduduk. Sepertiga pasien yang
menderita mielitis transversa mengalami pemulihan sepenuhnya sedangkan
sepertiga lainnya menunjukkan adanya defisit neurologis sisa yang digambarkan
melalui keadaan klinis yang sedang, sedangkan sepertiga sisanya menunjukkan
adanya defisit neurologis residual yang berat secara klinis.3
Accute transverse myelitis (ATM) merupakan komplikasi neurologis yang
jarang terjadi pada pasien Covid-19, ditandai dengan inflamasi pada medulla
spinalis dan menyebabkan disfungsi di bawah tingkat (lokasi) lesi.4 Etiopatogenesis
dari kejadian mielitis yang dikaitkan Covid-19 masih belum diketahui secara pasti.
Namun, diperoleh hipotesis yang menjelaskan tiga mekanisme utama diduga
berperan.5 Penting untuk dapat memahami kejadian mielitis yang terkait dengan
infeksi Covid-19 agar pasien dapat segera diidentifikasi dan ditata laksana untuk
memperoleh prognosis yang lebih baik.4,6

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Medulla Spinalis


Sistem saraf pusat (SSP) tersusun atas otak dan medulla spinalis. Medulla
spinalis sebagai bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi dan dilindungi oleh
kolumna vertebralis. Medula spinalis terletak pada 2/3 superior dari canalis
vertebralis, kurang lebih berbentuk silinder dan berbentuk sirkuler sampai oval
pada potongan lintang canalis sentralis. Medulla spinalis terdiri dari 31 segmen
yang meliputi 8 segmen servikal, 12 segmen torakal, 5 segmen lumbal, 5 segmen
sacral, dan 1 segmen koksigeus dimana dari setiap segmen akan keluar beberapa
serabut saraf. Medulla spinalis berawal dari foramen magnum dan berakhir di
vertebrae lumbal 1 dan 2.7

Gambar 1. Saraf spinalis. (a) Pandangan posterior otak, korda spinalis, dan saraf spinalis
(hanya di sisi kanan). (b) Pandangan lateral korda spinalis dan saraf spinalis yang keluar
dari kolumna vertebra.7

2
3

Medula spinalis memiliki kanalis sentralis kecil yang dikelilingi oleh


substansia grisea dan substansia alba. Substansia grisea pada penampang lintang
membentuk huruf H yang khas di bagian tengah medulla dan kaya akan soma sel
neuron yang membentuk columna-columna secara longitudinal sepanjang medulla
spinalis. Sedangkan substansia alba berada di sekeliling substansia nigra dan kaya
akan prosesus sel neuron yang membentuk traktus besar yang naik dan turun di
dalam medulla menuju level medulla spinalis yang lain, juga membawa informasi
dari dan ke encephalon.8

Gambar 2. Penampang melintang medulla spinalis.8

Sebagian traktus ialah traktus asendens yang menyalurkan sinyal dari


masukan aferen ke otak (korda spinalis ke otak) dan traktus desendens yang
menyampaikan pesan dari otak ke neuron eferen (otak ke korda spinalis).7

Gambar 3. Traktus asendens dan desendens di substansia alba korda spinalis dalam
potongan melintang.7
4

2.2 Mielitis Transversa


2.2.1 Definisi
Mielitis merupakan peradangan pada medulla spinalis dan transversa
menunjukkan lokasi dan posisi dari peradangan yaitu di sepanjang medulla spinalis.
Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS 2012)
acute transverse myelitis (ATM) merupakan kelainan neurologi yang diakibatkan
oleh adanya peradangan pada sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu
tingkat atau segmen dari medulla spinalis.1
Istilah mielitis transversa menggambarkan sekumpulan gejala gangguan
inflamasi yang ditandai dengan onset akut maupun subakut disfungsi medulla
spinalis yang menyerang sistem motorik, sensorik, dan otonom (kandung kemih,
usus, dan seksual).2

2.2.2 Epidemiologi
Tingkat insidensi acute transverse myelitis di seluruh dunia bervariasi
dimana berkisar 1,35 sampai 4,6 per juta penduduk. Sepertiga pasien yang
menderita mielitis transversa mengalami pemulihan sepenuhnya sedangkan
sepertiga lainnya menunjukkan adanya defisit neurologis sisa yang digambarkan
melalui keadaan klinis yang sedang, sedangkan sepertiga sisanya menunjukkan
adanya defisit neurologis residual yang berat secara klinis.3
Predisposisi usia pada kasus mielitis transversa bervariasi dengan puncak
bimodal antara 10 – 19 tahun dan 30 – 39 tahun. ATM dapat diderita oleh orang
dewasa dan anak-anak baik pada semua jenis kelamin maupun ras.9 Insiden tahunan
mielitis transversa idiopatik atau pascainfeksi dapat berkisar 1,3 hingga 8 kasus per
1 juta penduduk. Insidennya dapat meningkat menjadi 24,6 kasus per 1 juta per
tahun terutama apabila berkaitan dengan penyebab demielinisasi termasuk
diantaranya multiple sclerosis.2 Mielitis transversa dapat terjadi pada pria dan
wanita dengan perbandingan yang sama, serta tidak terdapat perbedaan angka
kejadian mielitis transversa antara populasi Eropa/Amerika dan Afrika/Asia.10
5

2.2.3 Etiologi
Mielitis transversa dapat terjadi karena berbagai mekanisme patologik.
Mielitis transversa yang bersifat idiopatik dapat timbul pada satu episode mielitis
transversa. Selain itu, mielitis transversa juga dapat timbul karena gangguan
inflamasi yang rekuren seperti pada multiple sclerosis atau neuromyelitis optika
spectrum disorder. Adanya infeksi pada medulla spinalis, penyakit autoimun
sistemik, dan penyakit demielinisasi juga dapat menyebabkan cedera langsung pada
jaringan dan dapat memprovokasi kejadian mielitis transversa.11 Namun, pada
pasien anak etiologi tersering penyebab mielitis transversa adalah kejadian
fenomena autoimun setelah infeksi atau vaksinasi.2

2.2.4 Gejala klinis


Gambaran klinis mielitis transversa dapat berupa nyeri, parestesi, mati rasa,
kelemahan (biasanya paraplegia atau quadriplegia), disfungsi usus, dan atau
disfungsi kandung kemih. Perjalanan waktu dari timbulnya gejala hingga
menimbulkan keparahan maksimal dapat bervariasi dan bergantung pada etiologi
dan tingkat keparahan penyakit mulai dari 4 jam hingga 21 hari.11
Mielitis transversa dapat timbul akut yakni berkembang selama beberapa
jam hingga beberapa hari, maupun subakut yakni berkembang selama satu hingga
empat minggu. Empat gejala klasik myelitis transversa: kelemahan anggota gerak
(gangguan motorik), nyeri, ganguan sensorik berupa kehilangan sensasi rasa, dan
disfungsi usus dan kandung kemih.1
Nyeri, merupakan salah satu gejala utama dimana dapat timbul nyeri
punggung sesuai area lesi yang ada.10 Gejala awal biasanya termasuk nyeri
punggung bawah dapat berupa sensasi nyeri yang tajam, menusuk maupun menjalar
ke kaki, lengan, atau badan.1 Nyeri juga merupakan salah satu gejala inisial dimana
sekitar 60% timbul pada kasus mielitis transversa pada anak- anak.12
Gangguan motorik, berupa kelemahan paling sering dirasakan pada
ekstremitas bawah namun dapat juga dirasakan pada ekstremitas atas dan di badan.
Kelemahan yang dirasakan berkembang secara cepat. Pada awalnya pasien merasa
berat pada salah satu ekstremitasnya baik lengan maupun tungkai dibandingkan
normal kemudian dapat terjadi penurunan kekuatan otot. Keluhan tersebut
6

berkembang secara progresif menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh dapat


dapat terjadi paraparesis. Paraparesis dapat berkembang menjadi paraplegia.1
Gejala motorik dapat bervariasi bergantung ada tingkat medulla spinalis
yang terlibat. Lesi cervical atas (C1 – C5) dapat mengenai keempat ekstremitas.
Selain itu, jika mengenai saraf frenikus (C3, C4, C5) dapat menyebabkan disfungsi
diafragma dan gagal napas. Lesi di servikal bawah (C5 – T1) seringkali
mengembangkan tanda-tanda UMN dan LMN di ekstremitas atas dan tanda-tanda
UMN eksklusif di ekstremitas bawah. Lesi pada servikal terjadi pada sekitar 20%
kasus. Lesi di daerah torakal (T1 – T12) dapat menyebabkan tanda-tanda UMN dan
LMN pada ekstremitas bawah. Daerah torakal merupakan daerah yang paling
sering terkena kasus myelitis transversa yakni berkisar 70%. Lesi di daerah
lumbosakral (L1 – S5) dapat menyebabkan tanda-tanda UMN dan LMN di
ekstremitas bawah. Lesi lumbal terjadi pada sekitar 10% kasus.10
Gejala sensorik berupa parestesia, sensasi abnormal seperti terbakar,
tergelitik, tertusuk, mati rasa, dingin atau kesemutan dan kehilangan sensorik.
Gejala gangguan otonom berupa disfungsi pada kandung kemih dan usus, gejala
umumnya dapat berupa peningkatan frekuensi atau keinginan untuk menggunakan
toilet, inkontinensia baik urine maupun alvi dan sembelit.1

2.2.5 Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab acute transverse myelitis
terkait dengan infiltrasi sel-sel inflamasi yang dimediasi oleh imun sebagai akibat
paparan dengan antigen viral. Teori ini termasuk di antaranya molekuler mimikri,
efek superantigen, disregulasi berbasis humoral, dan toksisitas yang dimediasi oleh
interleukin 6 (IL-6).12
Molekuler mimikri dari viral dapat menjelaskan bahwa respon imunologis
terjadi karena kesamaan struktur molekul antara patogen yang menyerang dan
jaringannya sendiri sehingga mampu menstimulasi antibodi yang dapat
memberikan reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun
kompleks dan aktivasi dari complement-mediated atau cell mediated yang mampu
menimbulkan kerusakan terhadap jaringan. Superantigen merupakan peptida
mikroba yang meninduksti sel T autoreaktif dengan mengikat reseptor sel T secara
7

langsung sehingga superantigen mampu menginduksi aktivasi limfosit T tanpa


kostimulatori molekul. Sebagai contoh superantigen S. pyogenes telah terbukti
mengaktifkan sel T melawan protein dasar mielin dan mengakibatkan acute
transverse myelitis nekrotikans.12
Pada penyakit autoimun, sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri
sehingga menyebabkan inflamasi dan mampu merusak medulla spinalis. Ketika
acute transverse myelitis timbul tanpa adanya penyakit penyerta yang tampak dapat
dikatakan sebagai idiopatik. Acute transverse myelitis idiopatik diasumsikan
sebagai hasil aktivasi abnormal sistem imun melawan medulla spinalis. Pada
medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak pembengkakan
(edema), hiperemis, dan jika berat dapat menyebabkan perlunakan
(mielomalasia).12

2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis mielitis transversa dapat dilakukan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan dengan menanyakan dari
riwayat penyakit medis, riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum
serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit autoimun seperti
lupus eritematosus sistemik, sindrom Sjögren, dan sarkoidosis.2
Dari anamnesis ditanyakan riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan
pada tubuh seperti paresis pada kedua tungkai yang terdai secara progesif dalam
beberapa minggu. Kelainan fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah
pinggang, lalu perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak
pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, urinary
urgency, maupun konstipasi. Gejala dan tanda-tanda mielitis biasanya berkembang
selama jam sampai hari dan biasanya bilateral, namun dapat terjadi unilateral atau
asimetris.2,12
Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan sistemik secara luas sebagai fokus
pada temuan neurologis seperti kelemahan motorik, perubahan sensasi (peniti,
sentuhan ringan, getaran, posisi, rasa, atau suhu), tonus, refleks regangan otot,
koordinasi, dan fungsi usus dan kandung kemih. Adanya tanda-tanda Babinski
8

mengonfirmasikan penyebab sentral daripada penyebab perifer dari kelemahan


otot.2
Perubahan yang memengaruhi otak, seperti disfungsi kognitif dan saraf
kranial serta kelainan visual umumnya tidak terlihat pada mielitis transversa
idiopatik. Demam, takikardia, dan takipnea dapat mengindikasikan etiologi infeksi.
Infeksi, autoimun, dan kondisi lainnya yang menyebabkan peradangan akut pada
sumsum tulang belakang dapat juga bermanifestasi dalam sistem tubuh lainnya.
Pernafasan, kardiovaskular, gastrointestinal, dan saluran genitourinari serta sistem
muskuloskeletal dan integumen harus dinilai sesuai. Temuan akan membantu
dalam menentukan tingkat keterlibatan tulang belakang, panduan pengujian
diagnostik, dan membantu menyingkirkan diagnosis lain.13
Kriteria diagnostik untuk ATM:
1. Gejala klinis bilateral (tidak selalu simetris) mengenai sensori motorik dan
disfungsi saraf otonom
2. Gejala klinis sesuai dengan dermatom
3. Gejala progresif berupa defisit neurologis antara 4 jam sampai 21 hari setelah
onset
4. Gambaran lain inflamasi medula spinalis berupa: plesitosis cairan serebrospinal
atau peningkatan IgG atau didapatkan gambaran MRI enhancement pada lesi
5. Eksklusi pada kompresi, post radiasi, neoplasma, dan penyebab vaskular
Kriteria diagnostik ATM harus memenuhi semua kriteria inklusi dan tidak satupun
kriteria eksklusi.
Mielitis transversa sering salah didiagnosis sebagai poliradikuloneuropati
demielinisasi inflamasi akut (AIDP) atau sindrom Guillain-Barré (GBS), karena
kedua kondisi tersebut dapat muncul dengan kehilangan sensorik dan motorik
secara progresif cepat yang utamanya melibatkan ekstremitas bawah. Pada Tabel 1
akan mendeskripsikan poin penting yang membedakan antara kedua kondisi ini.
9

Gambar 4. Perbandingan temuan klinis antara kondisi mielitis transversa dan sindrom
Guillain-Barré

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang1


1. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) menghasilkan tampilan penampang
atau gambar tiga dimensi jaringan, termasuk otak dan sumsum tulang
belakang. MRI tulang belakang hampir selalu memastikan adanya lesi
di dalam sumsum tulang belakang, sedangkan MRI otak dapat
memberikan petunjuk penyebab mendasar lainnya, terutama multiple
sklerosis. Dalam beberapa kasus, computed tomography (CT) dapat
digunakan untuk mendeteksi lokasi terjadinya peradangan.
10

2. Darah lengkap
Tes darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan berbagai gangguan,
termasuk infeksi HIV dan kekurangan vitamin B12. Tes darah lengkap
bertujuan untuk memeriksa keberadaan autoantibodi (anti-aquaporin-4,
anti-mielin oligodendrosit) dan antibodi yang terkait dengan kanker
(antibodi paraneoplastik). Kehadiran autoantibodi (protein yang
diproduksi oleh sel-sel sistem kekebalan) terkait dengan gangguan
autoimun dan menunjukkan penyebab pasti mielitis transversa.
3. Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Lumbal pungsi dan analisis cairan tulang belakang (juga disebut spinal
tap) dapat mengidentifikasi lebih banyak protein daripada biasanya pada
beberapa orang dengan mielitis transversal dan peningkatan jumlah sel
darah putih (leukosit) yang membantu tubuh melawan infeksi.
Jika tidak satu pun dari tes ini menunjukkan penyebab spesifik, orang
tersebut dianggap menderita mielitis transversa idiopatik.

2.2.8 Penatalaksanaan
1. Obat kortikosteroid intravena dapat mengurangi pembengkakan dan
peradangan di tulang belakang dan mengurangi aktivitas sistem
kekebalan tubuh. Obat-obatan tersebut mungkin termasuk
metilprednisolon atau deksametason. Obat-obat ini juga dapat diberikan
untuk mengurangi serangan mielitis transversa berikutnya pada individu
dengan kelainan yang mendasarinya. Steroid intravena merupakam lini
pertama treatment pada awal serangan ATM. Sekitar 50 – 70%
mengalami pemulihan sebagian atau lengkap. Pemberian steroid
intravena dosis berlebihan dengan durasi yang lama dapat
mengakibatkan efek samping.1 Terapi steroid menimbulkan efek
antiinflamasi dengan menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh. Hal ini
mengakibatkan individu penggunanya juga menjadi lebih rentan
terhadap infeksi. Obat-obat steroid sendiri memiliki efek samping yang
bervariasi dari ringan sampai berat, yang cukup sering diantaranya
hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi.14
11

2. Terapi pertukaran plasma (plasmapheresis) dapat digunakan untuk


orang-orang yang tidak merespon dengan baik terhadap steroid
intravena. Plasmapheresis adalah prosedur yang mengurangi aktivitas
sistem kekebalan dengan membuang plasma (cairan di mana sel-sel
darah dan antibodi ditangguhkan) dan menggantinya dengan cairan
khusus, sehingga menghilangkan antibodi dan protein lain yang
dianggap menyebabkan reaksi inflamasi.1
3. Imunoglobulin intravena (IVIG) adalah pengobatan yang dianggap
mengatur ulang sistem kekebalan tubuh. IVIG merupakan suntikan
antibodi yang sangat terkonsentrasi yang dikumpulkan dari banyak
donor sehat yang mengikat antibodi yang dapat menyebabkan gangguan
dan mengeluarkannya dari peredaran.1
4. Obat nyeri yang dapat mengurangi nyeri otot termasuk asetaminofen,
ibuprofen, dan naproxen. Nyeri saraf dapat diobati dengan obat
antidepresan tertentu (seperti duloxetine), pelemas otot (seperti
baclofen, tizanidine, atau cyclobenzaprine), dan obat antikonvulsan
(seperti gabapentin atau pregabalin).1
5. Obat antivirus dapat membantu individu yang memiliki infeksi virus
pada sumsum tulang belakang.1

2.2.9 Prognosis15
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.3 Covid-19
2.3.1 Definisi
Coronavirus disease 19 (Covid-19) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh novel coronavirus bernama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Covid-19 adalah infeksi virus yang sangat menular dan patogen
yang muncul di Wuhan, China kemudian menyebar ke seluruh dunia. Infeksi virus
12

ini meluas secara internasional dan WHO secara resmi telah mengumumkan
pandemi COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian
global pada tanggal 30 Januari 2020.16,17

2.3.2 Etiologi
Coronavirus merupakan virus RNA rantai tunggal positif, tidak bersegmen,
dan berkapsul. Coronavirus termasuk ordo Nidovirales, famili Coronaviridae, dan
subfamili Orthocoronavirinae. Virus ini diklasifikasikan menjadi 4 genus yaitu
alphacoronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus, dan gammacoronavirus.18
Covid-19 disebabkan oleh coronavirus yang termasuk dalam genus
betacoronavirus, berdiameter 60 – 140 nm dan umumnya berbentuk bundar dengan
beberapa pleomorfik. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini memiliki
subgenus yang sama dengan coronavirus penyebab wabah SARS tahun 2002 –
2004, yaitu sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of
Viruses (ICTV) memberi nama SARS-CoV-2 sebagai nama virus penyebab Covid-
19.19
Coronavirus memiliki empat struktur protein utama (Gambar 4): protein
nukleokapsid (N), protein membran (M), glikoprotein permukaan spike (S), protein
selubung atau envelope (E). Protein tersebut merupakan protein esensial yang
berperan dalam perakitan dan infeksi SARS-CoV-2. Spike protein coronavirus
terletak di permukaan virus dan memiliki peran dalam perlekatan virus ke sel
inang.18

Gambar 5. Struktur dan genom severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV-2). Empat protein struktural: spike (S) surface glycoprotein (ungu), membrane (M)
protein (jingga), nukleokapsid (N) protein (biru), dan envelope (E) protein (hijau). RNA
genomik ditampilkan terbungkus dalam protein N.20
13

2.4 Mielitis Transversa Akut Pascainfeksi Covid-19


Meskipun pada kasus infeksi Covid-19 jarang menimbulkan komplikasi
neurologis dan mekanisme pasti terjadinya komplikasi neurologis pada kasus
infeksi Covid-19 belum diketahui, pada beberapa penelitian sebelumnya,
dilaporkan manifestasi neurologis pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf
tepi (PNS) akibat infeksi SARS-CoV-2, termasuk kasus mielitis transversa.
Diperoleh bahwa lebih dari sepertiga pasien dengan kasus Covid-19 yang
mendapatkan perawatan di rumah sakit memiliki beberapa bentuk manifestasi
neurologis.21,22
Accute transverse myelitis merupakan komplikasi neurologis yang jarang
terjadi pada pasien Covid-19, ditandai dengan inflamasi pada medulla spinalis dan
menyebabkan disfungsi di bawah tingkat (lokasi) lesi.4 Pada tahun 2020, kasus
mielitis yang dikaitkan dengan infeksi Covid-19, pertama kali dilaporkan pada
pasien berusia 66 tahun dari Wuhan yang mengalami paraparesis setelah 1 minggu
mengalami gejala demam.23
Etiopatogenesis dari kejadian mielitis yang dikaitkan Covid-19 masih
belum diketahui secara pasti. Namun, diperoleh hipotesis yang menjelaskan tiga
mekanisme utama diduga berperan. Mekanisme pertama yaitu cedera saraf
langsung oleh infeksi coronavirus, disebutkan pada beberapa hasil penelitian,
bahwa coronavirus dapat menyerang SSP melalui sirkulasi darah.5,24 Mekanisme
kedua yaitu kemampuan coronavirus untuk bereplikasi dan berikatan kuat dengan
reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) di jantung, paru-paru, SSP, dan
otot rangka yang akan menyebabkan aktivasi reseptor ACE2 di SSP dan memicu
terjadinya respons inflamasi sistemik dalam tubuh. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya badai sitokin (peningkatan kadar IL-6, IL-1, dan tumor necrosis factor
(TNF) alpha) yang akan menyebabkan aktivasi dan demielinisasi sel glial.5,24–26
Mekanisme ketiga dapat ditemukan pada pasien pascainfeksi, dimana terjadi
kerusakan SSP akibat mimikri molekuler dari coronavirus yang akan menyebabkan
terjadinya cedera saraf akibat produksi autoantibodi yang dimediasi oleh sistem
imunitas pada saraf .4,5
BAB 3

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

IDENTIFIKASI
Nama : Tn. AF
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Keluang, Musi Banyuasin
Agama : Islam
MRS Tanggal : 15 November 2022

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 22 November


2022 di Bangsal Meranti RSUD Sekayu Musi Banyuasin pukul 06.00 WIB)

Penderita dirawat di Bagian Neurologi RSUD Sekayu Musi Banyuasin karena


tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada keempat ektremitas yang
terjadi secara perlahan-lahan.
Sejak ± 1 minggu yang lalu, penderita mengalami kelemahan pada kedua
tungkai dan disertai nyeri, namun penderita masih bisa berdiri dan berjalan. Sejak
± 3 hari yang lalu kelemahan kedua tungkai dirasakan semakin bertambah berat
disertai juga dengan kelemahan kedua lengan. BAB dan BAK tidak didapatkan
gangguan. Kesulitan bernapas tidak ada. Pandangan ganda tidak ada. Mulut mengot
tidak ada. Bicara sengau tidak ada. Sulit menelan tidak ada. Bicara pelo tidak ada.
Gangguan sensibilitas ada yang diawali dari kedua tungkai lalu naik sampai dengan
lipatan leher. Penderita mampu memahami isi pikiran orang lain secara lisan tulisan
dan isyarat. Penderita mampu mengungkapkan isi pikiran secara lisan tulisan dan
isyarat.
Riwayat dirawat karena infeksi Covid-19 ada (terkonfirmasi PCR negatif
pada 14 November 2022). Riwayat demam ada. Riwayat diare atau mencret tidak
ada. Riwayat muntah-muntah tidak ada. Riwayat darah tinggi tidak ada. Riwayat
kencing manis tidak ada. Riwayat penyakit gangguan kekebalan tubuh tidak ada.
Riwayat merokok ada. Riwayat mengonsumsi alkohol ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

14
15

PEMERIKSAAN

STATUS PRESENS (pemeriksaan dilakukan pada tanggal 22 November 2022)

Status Internus
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,7°C
Nadi : 68 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 168 cm

Status Psikiatrikus
Sikap : Wajar, kooperatif
Perhatian : Ada
Ekspresi Muka : Wajar
Kontak Psikik : Ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normosefali
Ukuran : Normal
Simetris : Simetris
Hematom : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Nyeri fraktur : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada
Pulsasi : Tidak ada
16

LEHER
Sikap : Simetris Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri

Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


Anosmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Hyposmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Parosmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N.Opticus Kanan Kiri

Visus 6/6 6/6

Campus visi V.O.D V.O.S

- Anopsia Tidak ada Tidak ada

- Hemianopsia Tidak ada Tidak ada

Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa

- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri

Diplopia Tidak ada Tidak ada


17

Celah mata Normal Normal


Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada

- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada

- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada

- Deviation conjugate Tidak ada Tidak ada


Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pupil
- Bentuknya Bulat Bulat
- Besarnya 3 mm 3 mm

- Isokor/anisokor Isokor Isokor


- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya + +
- Langsung Ada Ada
- Konsensual Ada Ada
- Akomodasi Ada Ada
- Argyl Robertson Tidak ada Tidak ada

N .Trigeminus Kanan Kiri

Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Refleks kornea Ada Ada
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
18

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Menunjukkan gigi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabialis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Bentuk Muka
- Istirahat Simetris Simetris
- Berbicara/bersiul Simetris Simetris
Sensorik
2/3 depan lidah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chovstek’s sign Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Vertigo Tidak ada Tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Arcus pharingeus Simetris
Uvula Tidak ada kelainan
Gangguan menelan Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada
19

Denyut jantung Reguler


Refleks
- Muntah Tidak diperiksa
- Batuk Tidak diperiksa
- Okulokardiak Tidak diperiksa
- Sinus karotikus Tidak diperiksa
- Sensorik 1/3 belakang lidah Tidak diperiksa

N. Accessorius

Mengangkat bahu Simetris

Memutar kepala Tidak ada kelainan

N. Hypoglossus
Mengulur lidah Tidak ada kelainan
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang Kurang
Kekuatan 4 4
Tonus Menurun Menurun
Refleks fisiologis Menurun Menurun
Refleks patologis
- Hoffman Trommer Tidak ada Tidak ada
- Leri Tidak ada Tidak ada
- Meyer Tidak ada Tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan
Kurang Kurang
20

Kekuatan 2 2
Tonus Menurun Menurun
Klonus
- Paha Tidak ada Tidak ada
- Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Menurun Menurun
- APR Menurun Menurun
Refleks patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechterew Negatif Negatif

Refleks kulit perut


- Atas Tidak ada kelainan
- Tengah Tidak ada kelainan
- Bawah Tidak ada kelainan
Pemeriksaan refleks cremaster Tidak diperiksa

SENSORIK
Hipestesia pada ujung-ujung jari kaki hingga incissura jugularis.
21

GAMBAR

FUNGSI VEGETATIF

Miksi : Tidak ada kelainan


Defekasi : Tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
22

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk Negatif
Kernig Negatif Negatif
Lasseque Negatif Negatif
Brudzinsky
- Neck Negatif
- Cheek Negatif
- Symphisis Negatif
- Leg I Negatif Negatif
- Leg II Negatif Negatif

GAIT DAN KESEIMBANGAN

Gait Keseimbangan dan Koordinasi


Ataxia Belum dapat dinilai Romberg Belum dapat dinilai

Hemiplegi Belum dapat dinilai Dismetri Belum dapat dinilai


Scissor Belum dapat dinilai - jari-jari Belum dapat dinilai
Propulsion Belum dapat dinilai - jari hidung Belum dapat dinilai

Histeric Belum dapat dinilai - tumit-tumit Belum dapat dinilai


Limping Belum dapat dinilai Rebound Belum dapat dinilai
phenomenon

Steppage Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis Belum dapat dinilai


Astasia-Abasia Belum dapat dinilai Trunk ataxia Belum dapat dinilai

Belum dapat dinilai Limb ataxia Belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
23

Ballismus : Tidak ada


Dystoni : Tidak ada
Myocloni : Tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (15 November 2022)
Hasil Nilai Rujukan
Kimia Darah
Albumin 3,9 3,5 – 5,2 g/dL
Bilirubin direk 0,99* <0,2 mg/dL
SGPT 323* <50 U/L
SGOT 75* <50 U/L
Glukosa sewaktu 117 65 – 140 mg/dL
Bilirubin indirek 1,01 <0,70 mg/dL
Ureum 41 19 – 44 mg/dL
Kreatinin 0,75 0,70 – 1,36 mg/dL
Asam urat 2,65* 3,5 – 7,2 mg/dL
Natrium darah 135 135 – 148 mmol/L
Kalium darah 4,30 3,5 – 5,3 mmol/L
Bilirubin total 2,00* <1,0 mg/dL
Imunoserologi
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif
Anti-HCV Nonreaktif Nonreaktif
24

Rontgen (16 November 2022)


Vertical cervical AP/L

Hasil pemeriksaan radiologi:


Foto cervical (C1 – C5) AP/Lateral
- Curve lurus vertebrae cervicalis dengan alignment masih baik
- Tidak tampak fraktur maupun lesi litik sklerotik
- Discus intervetebralis dan foramen intervertebralis yang tervisualisasi masih
dalam batas normal
- Jaringan lunak kesan tenang
Kesan:
Curve lurus vertebrae cervicalis
25

DIAGNOSA
DIAGNOSA KLINIK : Tetraparese tipe flaksid
Hipestesia pada kedua ujung jari kaki
hingga incissura jugularis
DIAGNOSA TOPIK : Lesi transversa parsial medulla spinalis
setinggi segmen T1
DIAGNOSA ETIOLOGI : Suspek mielitis transversa akut
DIAGNOSA BANDING : Sindrom Guillain-Barré
DIAGNOSA TAMBAHAN : Pneumonia post Covid-19
PENGOBATAN :Non-farmakologis
- Fisioterapi
- Pemantauan BSS berkala
- IVFD RL gtt xx/menit
Farmakologis
- Omeprazole 2 x 40 mg IV (PDL)
- Ceftriaxone 2 x 1 gr IV (PDL)
- Sucralfat 3 x 1 PO (PDL)
- Curcuma 3 x 1 PO (PDL)
- Ambroxol 3 x 30 mg PO (PDL)
- Metilprednisolon 4 x 250 mg IV
(Neuro)
- Gabapentin 1 x 300 mg PO (Neuro)
- Mecobalamin 3 x 500 mcg PO
(Neuro)

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
26

BAB 4

ANALISIS KASUS

Tn. AF, 25 tahun, dirawat di Bagian Neurologi RSUD Sekayu Musi


Banyuasin karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada keempat
ektremitas yang terjadi secara perlahan-lahan. Sejak ± 1 minggu yang lalu,
penderita mengalami kelemahan pada kedua tungkai dan disertai nyeri, namun
penderita masih bisa berdiri dan berjalan. Sejak ± 3 hari yang lalu kelemahan kedua
tungkai dirasakan semakin bertambah berat disertai juga dengan kelemahan kedua
lengan. Gangguan sensibilitas ada yang diawali dari kedua tungkai lalu naik sampai
dengan lipatan leher.
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis yang telah dilakukan, pada
penderita didapatkan: kelemahan anggota gerak (gangguan motorik), rasa nyeri,
dan gangguan sensorik berupa kehilangan sensasi rasa (baal atau kebas) yang
merupakan gejala klasik yang kemungkinan dapat mengarah kepada kasus mielitis
transversa akut. Berdasarkan pemeriksaan motorik pada lengan dan tungkai
didapatkan kelemahan (tetraparese) yang ditandai dengan penurunan kekuatan dan
kemampuan gerakan, serta penurunan pada tonus dan refleks fisiologis (tipe
flaksid). Hal ini menandakan terdapat lesi pada lower motor neuron (LMN). Pada
pemeriksaan sensorik didapatkan hipestesia pada ujung-ujung jari kaki hingga ke
lipatan leher. Hal ini sesuai dengan dugaan lokasi lesi yang terletak setinggi di T1,
di mana disfungsi sensorik akan mulai terjadi di bawah lokasi dari lesi.
Berdasarkan temuan klinis, pada penderita diduga mengalami mielitis
transversa akut. Diagnosis sindrom Guillain-Barré (SGB) belum dapat
dikesampingkan pada pasien ini. Pada temuan motorik tahap awal penderita
diperoleh tetraparese (kelemahan pada keempat ekstremitas) dengan tipe ascending
yang dapat mengarah ke mielitis transversa akut, sedangkan pada kasus SGB, pada
tahap awal kelemahan dirasakan lebih berat pada ekstremitas bawah daripada
ekstremitas atas. Pada temuan sensorik penderita diperoleh disfungi sensorik dapat
didiagnosis berdasarkan ketinggian

26
27

medulla spinalis yang dapat mengarah ke mielitis transversa akut, sedangkan pada
kasus SGB, pada tahap awal disfungsi sensorik dirasakan lebih berat dirasakan pada
pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Pada temuan sistem saraf
otonom penderita, tidak terjadi disfungsi otonom sistem kardiovaskular, seperti
peningkatan denyut nadi dan peningkatan tekanan darah yang dapat mengarah
kepada diagnosis SGB. Namun diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa EMG
dan lumbal pungsi untuk menentukan diagnosis pada kasus ini.
Diperoleh riwayat pernah dirawat karena infeksi Covid-19 pada penderita.
Hal ini dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya mielitis transversa yang
merupakan salah satu manifestasi neurologis dari infeksi Covid-19. Keterkaitan
antara mielitis dengan Covid-19 masih belum diketahui secara pasti. Namun,
diperoleh hipotesis yang menjelaskan tiga mekanisme utama diduga berperan.
Mekanisme pertama yaitu cedera saraf langsung oleh infeksi coronavirus,
disebutkan pada beberapa hasil penelitian, bahwa coronavirus dapat menyerang
SSP melalui sirkulasi darah. Mekanisme kedua yaitu kemampuan coronavirus
untuk bereplikasi dan berikatan kuat dengan reseptor angiotensin-converting
enzyme 2 (ACE2) di jantung, paru-paru, SSP, dan otot rangka yang akan
menyebabkan aktivasi reseptor ACE2 di SSP dan memicu terjadinya respons
inflamasi sistemik dalam tubuh. Hal ini akan menyebabkan terjadinya badai sitokin
(peningkatan kadar IL-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF) alpha) yang akan
menyebabkan aktivasi dan demielinisasi sel glial. Mekanisme ketiga dapat
ditemukan pada pasien pascainfeksi, dimana terjadi kerusakan SSP akibat mimikri
molekuler dari coronavirus yang akan menyebabkan terjadinya cedera saraf akibat
produksi autoantibodi yang dimediasi oleh sistem imunitas pada saraf.
Tata laksana non-farmakologis pada penderita meliputi fisioterapi,
pemantauan blood sugar serum (BSS), dan IVFD RL gtt xx/m. Fisioterapi dapat
dilakukan oleh kerja sama dalam tim yang terdiri dari terapis fisik dan okupasi
untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan, keseimbangan, koordinasi, rentang
gerak sendi, rekondisi, mobilitas, dan kemandirian dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Dengan tujuan agar penderita dapat mandiri dan optimal dalam
bermobilisasi dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pemantauan BSS
bertujuan untuk mengevaluasi kadar gula darah penderita karena telah
28

mengonsumsi metilprednisolon (golongan steroid) dalam jangka waktu yang cukup


lama sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah penderita (steroid
induced hyperglycaemia).
Tata laksana farmakologi pada pasien ini diberikan metilprednisolon 4 x
250 mg IV. Pemberian kortikosteroid merupakan pengobatan lini pertama untuk
tata laksana mielitis terkait Covid-19. Pada kasus ini, penderita mendapatkan
injeksi metilprednisolon 4 x 250 mg. Pemberian metilprenisolon bertujuan untuk
menekan inflamasi pada medulla spinalis sehingga mencegah perburukan
(progresivitas) penyakit. Selain itu, pada kasus ini penderita juga mendapat
gabapentin 1 x 300 mg PO. Gabapentin merupakan salah satu obat pilihan untuk
terapi antiepilepsi dan saat ini juga digunakan sebagai lini pertama pada nyeri
neuropati. Penderita juga diberikan mecobalamin 3 x 500 mcg PO yang bertujuan
sebagai neuroprotektor dan untuk regenerasi sel saraf (neuron).
DAFTAR PUSTAKA

1. Transverse Myelitis Fact Sheet | National Institute of Neurological Disorders


and Stroke [Internet]. [cited 2022 Nov 22]. Available from:
https://www.ninds.nih.gov/transverse-myelitis-fact-sheet
2. Frohman E, Wingerchuck D. Clinical Practice: Transverse Myelitis. N Engl
J Med. 2010 Oct 5;363:564–72.
3. Huh Y, Park EJ, Jung JW, Oh S, Choi SC. Clinical insights for early
detection of acute transverse myelitis in the emergency department. Clin Exp
Emerg Med [Internet]. 2015 Mar 31 [cited 2022 Nov 22];2(1):44. Available
from: /pmc/articles/PMC5052857/
4. Qazi R, Memon A, Mohamed AS, Ali M, Singh R. Post-COVID-19 Acute
Transverse Myelitis: A Case Report and Literature Review. Cureus. 2021
Dec 23;
5. Román GC, Gracia F, Torres A, Palacios A, Gracia K, Harris D. Acute
Transverse Myelitis (ATM):Clinical Review of 43 Patients With COVID-
19-Associated ATM and 3 Post-Vaccination ATM Serious Adverse Events
With the ChAdOx1 nCoV-19 Vaccine (AZD1222). Front Immunol. 2021
Apr 26;12:879.
6. Gulati N, Kapila S, Bhalla Sehgal L, Sehgal V, LNU P. Myelitis Following
COVID-19 Illness. Cureus. 2022 Aug 18;
7. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. China: Brooks/Cole
Cengage Learning; 2013. 142–194 p.
8. Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Basic Anatomy. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2012. 31–56 p.
9. Setiawan M. Mielopati Non-Kompresif: Pendekatan Diagnosis. CDK.
2020;47(7):494–500.
10. Transverse Myelitis - StatPearls - NCBI Bookshelf [Internet]. [cited 2022
Nov 22]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559302/

29
11. Wang C, Greenberg B. Clinical Approach to Pediatric Transverse Myelitis,
Neuromyelitis Optica Spectrum Disorder and Acute Flaccid Myelitis.
Children (Basel) [Internet]. 2019 May 17 [cited 2022 Nov 22];6(5):70.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31109018/
12. Wolf VL, Lupo PJ, Lotze TE. Pediatric acute transverse myelitis overview
and differential diagnosis. J Child Neurol [Internet]. 2012 Nov [cited 2022
Nov 22];27(11):1426–36. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22914370/
13. Lim PAC. Transverse Myelitis. Essentials of Physical Medicine and
Rehabilitation [Internet]. 2020 Jan 1 [cited 2022 Nov 22];952. Available
from: /pmc/articles/PMC7151963/
14. Sitompul R. Kortikosteroid dalam Tata Laksana Uveitis : Mekanisme Kerja,
Aplikasi Klinis, dan Efek Samping. 2011 [cited 2022 Nov 23]; Available
from: //perpus.stikep-
ppnijabar.ac.id%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail%26id%3D1841
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon R, editors. 2016. 216–217 p.
16. Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19 infection:
Origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses. J Adv Res
[Internet]. 2020 Jul 1 [cited 2022 Nov 23];24:91–8. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32257431/
17. Esakandari H, Nabi-Afjadi M, Fakkari-Afjadi J, Farahmandian N,
Miresmaeili SM, Bahreini E. A comprehensive review of COVID-19
characteristics. Biol Proced Online [Internet]. 2020 Aug 4 [cited 2022 Nov
23];22(1):1–10. Available from:
https://biologicalproceduresonline.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12
575-020-00128-2
18. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, di Napoli R. Features,
Evaluation, and Treatment of Coronavirus (COVID-19). StatPearls
[Internet]. 2022 Oct 13 [cited 2022 Nov 23]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/

30
19. Rauf A, Abu-Izneid T, Olatunde A, Khalil AA, Alhumaydhi FA, Tufail T, et
al. COVID-19 Pandemic: Epidemiology, Etiology, Conventional and Non-
Conventional Therapies. Int J Environ Res Public Health [Internet]. 2020
Nov 1 [cited 2022 Nov 23];17(21):1–32. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33158234/
20. Li H, Liu SM, Yu XH, Tang SL, Tang CK. Coronavirus disease 2019
(COVID-19): current status and future perspectives. Int J Antimicrob Agents
[Internet]. 2020 May 1 [cited 2022 Nov 23];55(5). Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32234466/
21. Ahmad SA, Salih KH, Ahmed SF, Kakamad FH, Salh AM, Hassan MN, et
al. Post COVID-19 transverse myelitis; a case report with review of
literature. Annals of Medicine and Surgery. 2021 Sep 1;69.
22. Prete S, McShannic JD, Fertel BS, Simon EL. Acute transverse myelitis
progressing to permanent quadriplegia following COVID-19 infection.
American Journal of Emergency Medicine. 2022 Jun 1;56:391.e1-391.e3.
23. Chakraborty U, Chandra A, Ray AK, Biswas P. COVID-19–associated acute
transverse myelitis: a rare entity. BMJ Case Reports CP [Internet]. 2020 Aug
1 [cited 2022 Nov 23];13(8):e238668. Available from:
https://casereports.bmj.com/content/13/8/e238668
24. Wu Y, Xu X, Chen Z, Duan J, Hashimoto K, Yang L, et al. Nervous system
involvement after infection with COVID-19 and other coronaviruses. Brain
Behav Immun. 2020 Jul 1;87:18–22.
25. Chow CCN, Magnussen J, Ip J, Su Y. Acute transverse myelitis in COVID-
19 infection. BMJ Case Rep. 2020 Aug 11;13(8).
26. Advani S, Hosseini SMM, Zali A, Ommi D, Fatemi A, Jalili Khoshnoud R,
et al. Transverse myelitis after SARS-CoV-2 infection: Report of two cases
with COVID-19. Clin Case Rep [Internet]. 2021 Dec 1 [cited 2022 Nov
23];9(12):e05196. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ccr3.5196

31

Anda mungkin juga menyukai