Oleh:
Ayu Sri Mega Astuti 0910311021
Reshka Renanti M 0910312067
Mia Puspita 1010312044
Pembimbing:
dr. Amilus Ismail Sp.S
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2
1.4 Metode Penulisan............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Etiologi............................................................................................................4
2.4 Patofisiologi....................................................................................................4
2.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................4
2.6 Diagnosa.........................................................................................................5
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................7
2.8 Terapi..............................................................................................................8
2.9 Prognosis.........................................................................................................8
BAB III ILUSTRASI KASUS....................................................................................9
DISKUSI.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
dihasilkan dari kompresi simultan dari beberapa akar saraf lumbosakral pada bagaian bawah conus
medullaris. Gejala ini termasuk nyeri pinggang, nyeri panggul (unilateral atau bilateral), disfungsi
kandung kemih dan usus serta disfungsi seksual, dan defisit neurologis berupa gangguan motorik,
Angka kejadian cauda equina syndrome relatif cukup jarang, baik yang disebabkan oleh
trauma maupun yang bukan disebabkan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari
10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena kelangkaannya.2
Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis. Dilaporkan oleh lebih kurang 1%
sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal. Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius.
Meskipun lesi secara teknik melibatkan akar saraf dan menunjukkan kerusakan saraf perifer,
akibat yang ditimbulkan dapat irreversibel sehingga CES memerlukan tidakan bedah emergensi.
Sindroma cauda equina dianggap sebagai darurat bedah karena jika tidak diobati dapat
menyebabkan kerusakan permanen kontrol usus dan kandung kemih dan kelumpuhan kaki.2,3,
Pembahasan pada makalah ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, prognosis sindrom cauda equina.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang definisi,
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke beberapa literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi
kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik saraf
lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pleksus
lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular dan gejala-
gejala urogenital.1
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian cauda equina syndrome relatif cukup jarang, baik yang disebabkan oleh
trauma maupun yang bukan disebabkan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari
10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena kelangkaannya. CES
yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia. Sedangkan CES yang bukan disebakan
oleh trauma terjadi terutama pada orang dewasa yaitu pada usia 40-50 tahunan dan lebih sering
terjadi pada pria sebagai akibat dari morbiditas bedah, penyakit sendi tulang belakang, metastase
kanker, ataupun abses epidural. Hernia nukleus pulposus lumbal dilaporkan penyebab paling umum
dari Cauda equina syndrome, dan diperkirakan sekitar 2% dari semua kasus hernia nukleus lumbal
mengakibatkan CES. Kanal tulang belakang yang sempit secara kongenital atau adanya spinal
stenosis yang timbul akibat perubahan degeneratif diskus intervertebralis dan sendi bagian posterior
2.3 Etiologi
1. Stenosis lumbalis
6. Idiopatik
2.4 Patofisiologi
Cauda Equina Syndrome (CES) merujuk pada kondisi dimana terjadi kompresi secara
bersamaan pada akar saraf lumbosakral dibawah level conus medularis, yang menyebabkan gejala
dipahami. CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda equina. Akar saraf
ini sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium yang kurang berkembang.
Epineurium yang berkembang dengan baik dapat melindungi cauda equina dari tegangan dan
tarikan.5,6,7
1. Retensi
4. Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan kemudian diikuti
oleh inkontinensia urin overflow
1.Inkontinensia
2.Konstipasi
2.6 Diagnosa
Anamnesa :
Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri punggung yang
merupakan gejala yang paling menonjol. Didapatkan akurasi diagnostik antara retensi urin,
frekuensi urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan penurunan sensasi perineal
Pemeriksaan Fisik
Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat atau
nyeri sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.
Nyeri lokal biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus vertebra. Nyeri
radikular umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi radiks saraf dorsal.
Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis.
Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis sehingga diagnosis
CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau bilateral merupakan
karakteristik CES, diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik mungkin muncul di
area perineal atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light touch) pada area perineal
seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi mungkin menunjukkan adanya kerusakan
kulit. Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks saraf
Tonus sphincter ani yang menurun atau hilang merupakan karakteristik CES.
Adanya tanda babinski atau tanda-tanda upper motor neuron lainnya menunjukkan diagnosis selain
CES, kemungkinan merupakan kompresi medula spinalis. Penurunan fungsi bladder dapat dinilai
CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki keluhan
nyeri punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder biasanya
merupakan akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder, disfungsi ini awalnya
menyebabkan retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium
selanjutnya.7,8,10
lokasi patologik dan penyakit yang mendasari. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam
1. X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat dilakukan
dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya perubahan destruktif pada
2. CT dengan atau tanpa kontras. CT-scan sering lebih mudah didapatkan daripada
tulang belakang.
merupakan tes yang baik dalam mendiagnosis CES. MRI direkomendasikan untuk seluruh
pasien yang memiliki gejala urinari yang baru muncul yang berhubungan dengan nyeri
2.8 Terapi
Sindrom cauda equina merupakan keadaan darurat medis. Kompresi saraf tulang
belakang bisa menyebabkan disfungsi ekstremitas bawah, kandung kemih dan defekasi. Jika
penyebabnya infeksi maka diberikan antibiotik, jika penyebabnya tumor maka dilakukan
2.9 Prognosis
Prediksi prognosis pasien dengan CES dapat dipengaruhi oleh beberapa kriteria-kriteria
tertentu yaitu:
1. Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik dibanding
2.
Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita paralisis
bladder permanen.
3. Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor perbaikan/penyembuhan
yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral memiliki prognosis yang lebih baik
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 39 tahun datang ke poliklinik Dr. Achmad Mochtar
Identitas
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
Alamat : Lubuk Basung, Kab. Agam
Pekerjaan : Wiraswasta
Keluhan utama :
Otot betis keram dan terasa nyeri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Otot betis keram dan terasa nyeri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keram dan nyeri
dirasakan pada tungkai kiri bawah hingga paha kiri sisi dalam. Keluhan juga dirasakan pada
bagian kanan, rasa seperti tertusuk-tusuk, kadang disertai rasa terbakar, hilang timbul, hilang
dengan istirahat, frekuensi >10 kali perhari dengan durasi lebih kurang 30 menit. Keluhan
ini telah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pasien telah menjalani pengobatan
alternatif di Jakarta sebanyak 3 kali. Keluhan sempat berkurang dalam beberapa bulan,
namun kemudian muncul lagi dan terasa semakin parah sejak 3 hari yang lalu.
- Kesulitan berkemih sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien kehilangan sensasi untuk
berkemih dan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan urin secara spontan. Urin hanya
bisa dikeluarkan melalui penekanan perut bagian bawah atau dengan rangsangan batuk.
- Pasien tidak BAB sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit karena hilangnya rangsangan
untuk buang air besar. Biasanya pasien BAB 2 kali dalam sehari.
- Gangguan dalam ereksi dan ejakulasi ada.
- Riwayat trauma pada daerah pinggang dan selangkangan tidak ada.
- Demam tidak ada, kejang tidak ada, mual muntah tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
BB : 75 kg
TB : 170 cm
Status Internus
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Keadaan regional
V
Auskultasi : Bunyi jantug murni, irama regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Gibus (-)
Status Neurologis
1. GCS 15 E4M6V5
2. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya +/+, papil edema (-), muntah proyektil tidak
N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif (+) (+)
N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Visus 5/5 Visus 5/5
Lapangan Pandang Normal Normal
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan Bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/Endopthalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)
N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakan mata kemedial bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
- Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Menggerakan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Nistagmus (-) (-)
Rinne Test (+) (+)
Weber Test Tidak ada lateralisasi
Scwabach Test Sama Sama
Pengaruh posisi kepala (-)
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang (+) (+)
Refleks muntah (gag refleks) (+)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Baik
Artikulasi Jelas
Suara (+)
Nadi Teratur
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)
Mengangkat bahu kanan (+)
Mengangkat bahu kiri (+)
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Normal
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)
Pemeriksaan Koordinasi
Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas (+) Sensibilitas (+)
taktil kortikal
Sensibilitas (+) Stereognosis (+)
nyeri
Sensibilitas (+) Pengenalan 2 titik (+)
termis
Sistem Refleks
A. Fisiologis Kana Kir Kana Kiri
n i n
Kornea (+) (+) Biseps (+) (+)
Berbangkis Triseps (+) (+)
Laring KPR (+) (+)
Masseter APR (+) (+)
B. Patologis Kana Kir Kana Kiri
n i n
Lengan Tungkai
Fungsi Otonom
1. Miksi : retensio urin
2. Defekasi : konstipasi
3. Keringat : baik
4. Ereksi dan ejakulasi : terganggu
Fungsi Luhur
Kesadaran Baik Tanda Demensia (-)
Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)
Refleks (-)
Memegang
Refleks (-)
palmomental
Pemeriksaan Laboratorium
2. MRI
3. Konsul bedah
Diagnosis :
Terapi :
Umum
Diet MB
Khusus:
Mecobalamin 3x1
Ranitidin 2x1
Provelyn 2x1
Prognosis :
Quo ad vitam : Dubia ed bonam
Quo ad sanam : Dubia ed bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ed bonam
BAB 4
DISKUSI
Telah dirawat pasien laki-laki usia 39 tahun dibangsal neurologi RS Ahmad Mochtar
Bukittinggi dengan diagnosis klinis Susp. Sindrom Cauda Equina, diagnosis topik setinggi L5-S1,
diagnosis etiologi Susp. Trauma tulang belakang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Dari anamnesa didapatkan otot betis keram dan terasa nyeri sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keram dan nyeri dirasakan pada tungkai kiri dan kanan. Kadang disertai rasa terbakar,
nyeri seperti ditusuk, hilang timbul, hilang dengan istirahat, frekuensi >10 kali sehari dengan durasi
lebih kurang 30 menit. Keluhan mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu . Pasien juga mengeluhkan
sulit berkemih dan tidak BAB sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien hanya bisa berkemih
dengan menekan perut bagian bawah atau dengan ransangan batuk. Pasien juga mendapat gangguan
ereksi dan ejakulasi. Pasien ada riwayat jatuh terduduk 25 tahun yang lalu.
gangguan sensorik dan otonom, sedangkan motorik tidak ada masalah. Gangguan sensorik muncul
pada otot betis dan paha sisi dalam, berupa nyeri seperti ditusuk-tusuk, yang berarti nyeri radikular
dengan lokasi sesuai dengan dermatom setinggi L2-3 (paha sisi dalam) dan S1-2 (betis). Sedangkan
gangguan otonom muncul pada sistem genitourinaria dan saluran cerna, dimana gangguan BAK
berupa retensio urin, gangguan saluran cerna berupa konstipasi, dan gangguan fungsi seksual
berupa ketidakmampuan ereksi dan ejakulasi. Dari gejala ini, dapat disimpulkan pasien mengalami
gangguan saraf otonom parasimpatis, yang berarti gangguan pada radiks nervus spinalis setinggi
S2-4. Berdasarkan gejala-gejala sensorik dan otonom yang muncul, diduga pasien mengalami
Sindroma Kauda Equina, dimana kelainan yang muncul disebabkan oleh kelainan fungsi saraf yang
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 dan tidak ada tanda ransangan selaput
otak serta tidak terdapat tanda peningkatan TIK. Pada pemeriksaan nervus kranialis tidak terdapat
kelainan, refleks Fisiologis positif normal dan refleks Patologis negatif. Hal ini dapat
menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan langsung pada SSP (medulla spinalis), sehingga
semakin memperkuat diagnosis ke arah Sindroma Kauda Equina. Untuk memastikan diagnosis,
Pada pasien ini diberikan terapi umum berupa diet makanan biasa dan terapi khusus yaitu
mecobalamin 3x1 amp (IV) untuk membantu myelogenesis saraf, ranitidin 2x1 amp (IV), provelyn
2x1 amp (IV)sebagai analog GABA untuk menghilangkan neuropati perifer dan alprazolam 0,5 2x1
1. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all. Cauda equina
2. Ropper AH, Brown RH. Principles of Neurology. 8th ed. Mc.Graw-Hill. New York. 2005; 168-
171.
http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#showall
2009;122(10):1214-1222
9. Esther Dan-Phuong. A case study of cauda equina syndrome. The Permanente Journal. fall
2003; 7(4):13-17
10. Tsementzis Sotirios. Diagnosis in neurology and neurosurgery. Thieme. 2000. 210-212