Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

SINDROM CAUDA EQUINA

Oleh:
Ayu Sri Mega Astuti 0910311021
Reshka Renanti M 0910312067
Mia Puspita 1010312044

Pembimbing:
dr. Amilus Ismail Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUD DR ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2
1.4 Metode Penulisan............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Etiologi............................................................................................................4
2.4 Patofisiologi....................................................................................................4
2.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................4
2.6 Diagnosa.........................................................................................................5
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................7
2.8 Terapi..............................................................................................................8
2.9 Prognosis.........................................................................................................8
BAB III ILUSTRASI KASUS....................................................................................9
DISKUSI.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cauda equina syndrome mengacu pada kumpulan gejala neuromuskuler dan urogenital yang

dihasilkan dari kompresi simultan dari beberapa akar saraf lumbosakral pada bagaian bawah conus

medullaris. Gejala ini termasuk nyeri pinggang, nyeri panggul (unilateral atau bilateral), disfungsi

kandung kemih dan usus serta disfungsi seksual, dan defisit neurologis berupa gangguan motorik,

sensorik atau refleks pada ekstremitas bawah.1

Angka kejadian cauda equina syndrome relatif cukup jarang, baik yang disebabkan oleh

trauma maupun yang bukan disebabkan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari

10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena kelangkaannya.2
Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis. Dilaporkan oleh lebih kurang 1%

sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal. Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius.

Meskipun lesi secara teknik melibatkan akar saraf dan menunjukkan kerusakan saraf perifer,

akibat yang ditimbulkan dapat irreversibel sehingga CES memerlukan tidakan bedah emergensi.

Sindroma cauda equina dianggap sebagai darurat bedah karena jika tidak diobati dapat

menyebabkan kerusakan permanen kontrol usus dan kandung kemih dan kelumpuhan kaki.2,3,

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan pada makalah ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, prognosis sindrom cauda equina.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi,

prognosis sindrom cauda equina.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke beberapa literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi

kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik saraf

lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pleksus

lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular dan gejala-

gejala urogenital.1

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian cauda equina syndrome relatif cukup jarang, baik yang disebabkan oleh

trauma maupun yang bukan disebabkan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari

10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena kelangkaannya. CES

yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia. Sedangkan CES yang bukan disebakan

oleh trauma terjadi terutama pada orang dewasa yaitu pada usia 40-50 tahunan dan lebih sering

terjadi pada pria sebagai akibat dari morbiditas bedah, penyakit sendi tulang belakang, metastase

kanker, ataupun abses epidural. Hernia nukleus pulposus lumbal dilaporkan penyebab paling umum
dari Cauda equina syndrome, dan diperkirakan sekitar 2% dari semua kasus hernia nukleus lumbal

mengakibatkan CES. Kanal tulang belakang yang sempit secara kongenital atau adanya spinal

stenosis yang timbul akibat perubahan degeneratif diskus intervertebralis dan sendi bagian posterior

diduga merupakan predisposisi timbulnya CES.3

2.3 Etiologi

Penyebab paling banyak yaitu :1

1. Stenosis lumbalis

2. Trauma tulang belakang

3. Hernia nukleus pulposus

4. Neoplasma termasuk metastasis, astrositoma, neurofibroma dan meningioma

5. Infeksi tulang belakang (tb, herpes, meningitis, cytomegalovirus)

6. Idiopatik

2.4 Patofisiologi

Cauda Equina Syndrome (CES) merujuk pada kondisi dimana terjadi kompresi secara

bersamaan pada akar saraf lumbosakral dibawah level conus medularis, yang menyebabkan gejala

neuromuskuler dan urogenital. Patofisiologi mekanisme terjadinya CES belum sepenuhnya

dipahami. CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda equina. Akar saraf

ini sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium yang kurang berkembang.

Epineurium yang berkembang dengan baik dapat melindungi cauda equina dari tegangan dan

tarikan.5,6,7

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala sindrom cauda equina meliputi:

1. Low back pain

2. Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal

3. Gangguan buang air besar dan buang air kecil


4. Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit sensorik

5. Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah

Manifestasi buang air kecil pada sindrom cauda equina meliputi:

1. Retensi

2. Sulitnya memulai miksi

3. Berkurangnya sensasi urethra

4. Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan kemudian diikuti
oleh inkontinensia urin overflow

Gangguan buang air besar dapat meliputi:

1.Inkontinensia

2.Konstipasi

3.Hilangnya tonus dan sensasi anus

2.6 Diagnosa

Anamnesa :

Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri punggung yang

merupakan gejala yang paling menonjol. Didapatkan akurasi diagnostik antara retensi urin,

frekuensi urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan penurunan sensasi perineal

dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya prolaps diskus.

Pemeriksaan Fisik

Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat atau

nyeri sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.

Nyeri lokal biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus vertebra. Nyeri

radikular umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi radiks saraf dorsal.

Nyeri radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.

Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis.
Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis sehingga diagnosis

CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau bilateral merupakan

karakteristik CES, diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik mungkin muncul di

area perineal atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light touch) pada area perineal

seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi mungkin menunjukkan adanya kerusakan

kulit. Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks saraf

yang terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik.

Tonus sphincter ani yang menurun atau hilang merupakan karakteristik CES.

Adanya tanda babinski atau tanda-tanda upper motor neuron lainnya menunjukkan diagnosis selain

CES, kemungkinan merupakan kompresi medula spinalis. Penurunan fungsi bladder dapat dinilai

secara empiris dengan kateterisasi urin.

CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki keluhan

nyeri punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder biasanya

merupakan akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder, disfungsi ini awalnya

menyebabkan retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium

selanjutnya.7,8,10

2.7 Pemeriksaan penunjang10

Pemeriksaan radiologi digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dan untuk menentukan

lokasi patologik dan penyakit yang mendasari. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam

penelusuran diagnosis CES adalah:

1. X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat dilakukan

dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya perubahan destruktif pada

vertebra, penyempitan diskus intervertebralis atau adanya spondilosis, spondilolistesis

2. CT dengan atau tanpa kontras. CT-scan sering lebih mudah didapatkan daripada

myelografi lumbal. CT-scan memberi detail tambahan tentang densitas dan


integritas tulang yang membantu dalam rencana t e r a p i , k h u s u s n y a p a d a k a s u s

tulang belakang.

3. MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI umumnya

merupakan tes yang baik dalam mendiagnosis CES. MRI direkomendasikan untuk seluruh

pasien yang memiliki gejala urinari yang baru muncul yang berhubungan dengan nyeri

punggung bawah dan ischialgia.

2.8 Terapi

Sindrom cauda equina merupakan keadaan darurat medis. Kompresi saraf tulang

belakang bisa menyebabkan disfungsi ekstremitas bawah, kandung kemih dan defekasi. Jika

penyebabnya infeksi maka diberikan antibiotik, jika penyebabnya tumor maka dilakukan

pembedahan kemudian radioterapi atau kemoterapi mungkin diperlukan.4

2.9 Prognosis

Prediksi prognosis pasien dengan CES dapat dipengaruhi oleh beberapa kriteria-kriteria

tertentu yaitu:

1. Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik dibanding

yang mengalami ischialgia unilateral.

2.
Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita paralisis

bladder permanen.

3. Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor perbaikan/penyembuhan

yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral memiliki prognosis yang lebih baik

daripada pasien dengan defisit bilateral.


BAB III

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 39 tahun datang ke poliklinik Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi pada tanggal 3 September 2015 dengan :

Identitas

Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
Alamat : Lubuk Basung, Kab. Agam
Pekerjaan : Wiraswasta

Keluhan utama :

Otot betis keram dan terasa nyeri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Otot betis keram dan terasa nyeri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keram dan nyeri

dirasakan pada tungkai kiri bawah hingga paha kiri sisi dalam. Keluhan juga dirasakan pada

bagian kanan, rasa seperti tertusuk-tusuk, kadang disertai rasa terbakar, hilang timbul, hilang

dengan istirahat, frekuensi >10 kali perhari dengan durasi lebih kurang 30 menit. Keluhan

ini telah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pasien telah menjalani pengobatan
alternatif di Jakarta sebanyak 3 kali. Keluhan sempat berkurang dalam beberapa bulan,

namun kemudian muncul lagi dan terasa semakin parah sejak 3 hari yang lalu.
- Kesulitan berkemih sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien kehilangan sensasi untuk

berkemih dan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan urin secara spontan. Urin hanya

bisa dikeluarkan melalui penekanan perut bagian bawah atau dengan rangsangan batuk.
- Pasien tidak BAB sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit karena hilangnya rangsangan

untuk buang air besar. Biasanya pasien BAB 2 kali dalam sehari.
- Gangguan dalam ereksi dan ejakulasi ada.
- Riwayat trauma pada daerah pinggang dan selangkangan tidak ada.
- Demam tidak ada, kejang tidak ada, mual muntah tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat terjatuh terduduk sebelumnya ada 25 tahun yang lalu

- Riwayat trauma pada daerah pinggang tidak ada.

- Riwayat penyakit DM, Hipertensi, Jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi

- Seorang wiraswasta dengan aktifitas ringan-sedang.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sakit sedang Nadi : 80x/menit

Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5) Nafas : 16x/menit

Tekanan darah : 110/80 mmHg Suhu : 36,5 oC

BB : 75 kg

TB : 170 cm

BMI : 25,95 kg/m2

Status Internus
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Kulit dan kuku : tidak ditemukan sianosis

Keadaan regional

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : tak ditemukan kelainan

Telinga: tidak ditemukan kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Kelenjar getah bening


Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB
Toraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC

V
Auskultasi : Bunyi jantug murni, irama regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Gibus (-)

Status Neurologis

1. GCS 15 E4M6V5
2. Tanda Rangsangan Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

Tanda Kernig : (-)

3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)

Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya +/+, papil edema (-), muntah proyektil tidak

ada, sakit kepala progresif tidak ada

4. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif (+) (+)

Objektif (dengan bahan) (+) (+)

N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Visus 5/5 Visus 5/5
Lapangan Pandang Normal Normal
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan Bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/Endopthalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)

N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakan mata kemedial bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
- Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik

N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Menggerakan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)

N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Nistagmus (-) (-)
Rinne Test (+) (+)
Weber Test Tidak ada lateralisasi
Scwabach Test Sama Sama
Pengaruh posisi kepala (-)

N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang (+) (+)
Refleks muntah (gag refleks) (+)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Baik
Artikulasi Jelas
Suara (+)
Nadi Teratur

N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)
Mengangkat bahu kanan (+)
Mengangkat bahu kiri (+)

N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Normal
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

Pemeriksaan Koordinasi

Cara Berjalan Sedikit Disatria (-)


menyeret
Romberg test (-) Disgrafia (-)
Ataksia (-) Supinasi-Pronasi baik
Rebound (-) Tes Jari Hidung baik
Phenomen
Tes Tumit Lutut baik Tes Hidung Jari baik

Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Badan Respirasi Teratur


Duduk Teratur

B.Berdiri dan berjalan Gerakan spontan (+)


Tremor (-)
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)

C.Ekstermita Superior Inferior


s Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5/5/5 5/5/5 5/5/5 5/5/5
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas (+) Sensibilitas (+)
taktil kortikal
Sensibilitas (+) Stereognosis (+)
nyeri
Sensibilitas (+) Pengenalan 2 titik (+)
termis

Sistem Refleks
A. Fisiologis Kana Kir Kana Kiri
n i n
Kornea (+) (+) Biseps (+) (+)
Berbangkis Triseps (+) (+)
Laring KPR (+) (+)
Masseter APR (+) (+)
B. Patologis Kana Kir Kana Kiri
n i n
Lengan Tungkai

Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddoks (-) (-)


Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

Fungsi Otonom
1. Miksi : retensio urin
2. Defekasi : konstipasi
3. Keringat : baik
4. Ereksi dan ejakulasi : terganggu
Fungsi Luhur
Kesadaran Baik Tanda Demensia (-)
Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)

Reaksi intelek Baik Refleks Snout (-)

Reaksi emosi Baik Refleks (-)


Menghisap

Refleks (-)
Memegang

Refleks (-)
palmomental
Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin : Hb : 15,7 gr/dl


Leukosit : 12.570/mm3
Trombosit : 285.000/mm3
Hematokrit : 43%

Rencana pemeriksaan tambahan

1. Rontgen lumbosakral AP Lateral

2. MRI

3. Konsul bedah

Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Susp. Sindrom Cauda Equina


Diagnosis Topik : setinggi L5-S1
Diagnosis Etiologi : Susp. Trauma tulang belakang
Diagnosis Sekunder :-

Terapi :
Umum
Diet MB

Khusus:

Mecobalamin 3x1

Ranitidin 2x1

Provelyn 2x1

Alprazolam 0,5 2x1

Prognosis :
Quo ad vitam : Dubia ed bonam
Quo ad sanam : Dubia ed bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ed bonam
BAB 4

DISKUSI

Telah dirawat pasien laki-laki usia 39 tahun dibangsal neurologi RS Ahmad Mochtar

Bukittinggi dengan diagnosis klinis Susp. Sindrom Cauda Equina, diagnosis topik setinggi L5-S1,

diagnosis etiologi Susp. Trauma tulang belakang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesa didapatkan otot betis keram dan terasa nyeri sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Keram dan nyeri dirasakan pada tungkai kiri dan kanan. Kadang disertai rasa terbakar,

nyeri seperti ditusuk, hilang timbul, hilang dengan istirahat, frekuensi >10 kali sehari dengan durasi

lebih kurang 30 menit. Keluhan mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu . Pasien juga mengeluhkan

sulit berkemih dan tidak BAB sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien hanya bisa berkemih
dengan menekan perut bagian bawah atau dengan ransangan batuk. Pasien juga mendapat gangguan

ereksi dan ejakulasi. Pasien ada riwayat jatuh terduduk 25 tahun yang lalu.

Berdasarkan anamnesa tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami

gangguan sensorik dan otonom, sedangkan motorik tidak ada masalah. Gangguan sensorik muncul

pada otot betis dan paha sisi dalam, berupa nyeri seperti ditusuk-tusuk, yang berarti nyeri radikular

dengan lokasi sesuai dengan dermatom setinggi L2-3 (paha sisi dalam) dan S1-2 (betis). Sedangkan

gangguan otonom muncul pada sistem genitourinaria dan saluran cerna, dimana gangguan BAK

berupa retensio urin, gangguan saluran cerna berupa konstipasi, dan gangguan fungsi seksual

berupa ketidakmampuan ereksi dan ejakulasi. Dari gejala ini, dapat disimpulkan pasien mengalami

gangguan saraf otonom parasimpatis, yang berarti gangguan pada radiks nervus spinalis setinggi

S2-4. Berdasarkan gejala-gejala sensorik dan otonom yang muncul, diduga pasien mengalami

Sindroma Kauda Equina, dimana kelainan yang muncul disebabkan oleh kelainan fungsi saraf yang

berada di radiks nervus spinalis dan radiks nervus sakralis.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 dan tidak ada tanda ransangan selaput

otak serta tidak terdapat tanda peningkatan TIK. Pada pemeriksaan nervus kranialis tidak terdapat

kelainan, refleks Fisiologis positif normal dan refleks Patologis negatif. Hal ini dapat

menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan langsung pada SSP (medulla spinalis), sehingga

semakin memperkuat diagnosis ke arah Sindroma Kauda Equina. Untuk memastikan diagnosis,

diperlukan rontgen Lumbosakral AP dan Lateral, serta MRI.

Pada pasien ini diberikan terapi umum berupa diet makanan biasa dan terapi khusus yaitu

mecobalamin 3x1 amp (IV) untuk membantu myelogenesis saraf, ranitidin 2x1 amp (IV), provelyn

2x1 amp (IV)sebagai analog GABA untuk menghilangkan neuropati perifer dan alprazolam 0,5 2x1

sebagai obat penenang.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all. Cauda equina

andconus medullaris syndromes. March 2013. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1148690 overview#aw2aab6b2b4, 5 September 2015.

2. Ropper AH, Brown RH. Principles of Neurology. 8th ed. Mc.Graw-Hill. New York. 2005; 168-
171.

3. Mahadewa T, Maliawan S. Cedera Saraf Tulang Belakang Aspek Klinis dan


Penatalaksanaannya. Udayana University Press. Denpasar 2009

4. Dawodu ST. Cauda Equina and Conus Medullaris Syndromes. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#showall

5. Shiel WC, Davis C. Cauda equina syndrome. Diunduh

dari:http://www.medicinenet.com/cauda_equina_syndrome/article.htm, 5 September 2015.

6. MA Bin et al. Cauda equina syndrome: a review of clinical progress.Chin Med J

2009;122(10):1214-1222

7. Jason C Eck. Cauda equina syndrome. Available from http://emedicine.medscape.com

/article/1263571-overview , 5 September 2015.

8. David H Durrant, Jerome M True. Myelopathy,radiculopathy, and peripheral entrapment

syndromes. CRC press. 2002.

9. Esther Dan-Phuong. A case study of cauda equina syndrome. The Permanente Journal. fall

2003; 7(4):13-17
10. Tsementzis Sotirios. Diagnosis in neurology and neurosurgery. Thieme. 2000. 210-212

Anda mungkin juga menyukai