Anda di halaman 1dari 41

Referat

SINDROM CAUDA EQUINA

Tugas Ilmiah

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Neurologi

Oleh:

Ismel Tria Pratiwi, S.Ked 04054821618029


Indah Meita Said, S.Ked 04084821719196

Pembimbing:

dr. H. M. Hasnawi Haddani, Sp.S

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL

SINDROM CAUDA EQUINA

Oleh

Ismel Tria Pratiwi, S.Ked 04054821618029

Indah Meita Said, S.Ked 04084821719196

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi)
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 24 Juli 2017- 28 Agustus 2017.

Palembang, Agustus 2017

Pembimbing

dr. H. M. Hasnawi Haddani, Sp. S


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah referat yang berjudul
Sindro Cauda Equina ini dapat diselesaikan. Pada Kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H.M. Hasnawi
Haddani, Sp.S, selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian
referat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Palembang, Agustus 2017

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................... ....1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ......................................................................................................3
2.2. Etiologi ......................................................................................................3
2.3. Epidemiologi .............................................................................................4
2.4 Anatomi .....................................................................................................5
2.5 Patofisiologi................................................................................................12
2.6 Klasifikasi...................................................................................................18
2.7. Gejala Klinis..............................................................................................19
2.8 Pemeriksaan Fisik Dan Neurologis............................................................22
2.9. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................24
2.10.Terapi........................................................................................................26
2.11.Peranan Rehabilitasi Medik......................................................................29
2.12 Prognosis...................................................................................................34
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan ................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cauda equina merupakan seluruh persarafan sensorik, motorik dan otonom
dari lumbal bagian bawah dan semua akar saraf sakralis. Nervus splanchnic
pelvicus membawa serat parasimpatis preganglionik dari S2-S4 untuk
menginervasi musculus detrusor pada kandung kencing. Sebaliknya lower motor
neuron somatik dari S2-S4 menginervasi otot volunter dari sfingter ani eksterna
dan sfingter uretra ke rektum inferior, dan percabangan perineum dari nervus
pudendus. 15,16
Cauda equina adalah kumpulan-kumpulan akar saraf intradural pada ujung
medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah
bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda, cauda equina memberi
inervasi sensorik ke saddle area, inervasi motorik ke sfingter dan inervasi
parasimpatis ke kandung kencing dan usus bagian bawah, yaitu dari flexura
lienalis kiri ke rektum. 1,15,16
Sindrom cauda equina (CES) adalah kondisi neurologis yang serius
dimana disfungsi neurologis mempengaruhi akar saraf lumbalis dan sakral di
dalam kanal vertebralis. Istilah "cauda equina" pertama kali diterapkan oleh ahli
anatomi Prancis Lazarius. Pada tahun 1934, Mixter dan Barr menerbitkan definisi
pertama CES yaitu suatu disfungsi neurologis dan otonom pada pasien dengan
prolaps disk lumbal, yang menghasilkan kompresi parah pada cauda equina yang
memerlukan dekompresi darurat. 2
Hilangnya 2 atau lebih akar saraf yang membentuk cauda equina
merupakan salah satu penyebab sindrom cauda equina. Sindrom cauda equina
didefinisikan sebagai kompleks gejala yang meliputi low back pain, siatika
unilateral atau yang lebih khas bilateral, gangguan sensoris saddle, dan
kehilangan sensasi motorik dan sensori ekstremitas bawah yang bervariasi,
bersama-sama dengan gangguan kandung kencing, usus dan disfungsi ereksi.
Sindrom cauda equina merupakan kasus yang jarang terjadi baik yang
diakibatkan oleh trauma maupun non trauma, insidensi bervariasi tergantung pada

1
etiologinya. Prevalensi diantara populasi umum diperkirakan 1:100.000 dan
1:33.000. Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis. Dilaporkan
oleh lebih kurang 1% sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal. 1,15,16
Sindrom cauda equina merupakan kondisi yang serius. Meskipun lesi
secara teknik melibatkan akar saraf dan menunjukan kerusakan saraf perifer ,
akibat yang ditimbulkan dapat irreversible sehingga memerlukan tindakan bedah
emergensi. Onset gejala sindrom cauda equina dapat akut atau kadang kronis.
Hilangnya sensasi motorik bervariasi dari kelemahan sampai paralysis flaksid
(sesuai waktu) tanpa tanda-tanda gangguan upper motor neuron. Gejala sensoris
meliputi saddle anesthesia dan berbagai gangguan sensoris dan ekstremitas
bawah dari nervus L3 sampai coccygeus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI 1
Cauda equina adalah kumpulan-kumpulan akar saraf intradural pada ujung
medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah
bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda. Sindrom cauda equina
merupakan kumpulan gejala yang timbul akibat penekanan (kompresi radiks saraf
spinalis yang membentuk cauda equina. Sindrom cauda equina (CES) adalah
kondisi neurologis yang serius dimana disfungsi neurologis mempengaruhi akar
saraf lumbalis dan sakral di dalam kanal vertebralis.
Definisi minimal klasik menurut Scott adalah disfungsi kandung kemih dan
saluran cerna yang diakibatkan kompresi cauda equina, tetapi bukan diakibatkan
kompresi konus medullaris.

2.2 ETIOLOGI2,3
Penyebab tersering dan utama dari sindrom cauda equina adalah kompresi
yang timbul dari herniasi lumbal sentral besar pada tingkat L4 / L5 dan L5 / S1.
Namun prolaps cakram pada tingkat lumbar manapun dapat menyebabkan CES.
Pasien mungkin cenderung terhadap CES jika mereka memiliki kanal tulang
belakang yang sempit atau telah mendapatkan stenosis spinal yang timbul dari
kombinasi perubahan degeneratif disk dan sendi posterior sekunder dengan
penebalan ligamentum flavum dan konsekuen. Faktor risiko herniasi meliputi
obesitas, jenis kelamin laki-laki, berusia di atas 40 tahun, beban seumur hidup
yang lebih berat selama kegiatan pekerjaan dan waktu senggang, dan riwayat
kelainan masa belakang. Faktor yang terkait dengan degenerasi diskus
intervertebralis meliputi genetik yaitu perubahan dalam hidrasi disk dan kolagen.
Faktor-faktor ini mengurangi keefektifan nukleus pulposus (lapisan dalam
disk) untuk menyerap kejutan, memberikan ketahanan terhadap kompresi, dan
memungkinkan fleksibilitas kolom vertebral. Sebaliknya, nukleus
mentransmisikan bagian yang lebih besar. Beban terapan ke anulus putaran secara

3
asimetris, ketidakseimbangan yang dapat menyebabkan pelemahan anulus dan
herniasi bahan nukleus pulposus ke dalam kanal tulang belakang.

Gambar 1. Etiologi Sindrom Cauda Equina

2.3 EPIDEMIOLOGI 1,2,14,15


Insidensi sindrom cauda equina setelah prolaps lumbal disk dilaporkan
sebesar 2-6%. Podnar dkk melaporkan tingkat kejadian sindrom cauda equina
sebanyak 3,4% / 1,5 juta dalam satu tahun dan prevalensi periode 8,9 / 4,5 per
100.000 penduduk dihitung.
Sindrom cauda equina merupakan kasus yang jarang terjadi, baik
traumatik ataupun etiologi non trauma. Tidak dijumpai perbedaan pada jenis
kelamin, dan dapat terjadi pada segala usia. Insidensi bervariasi, tergantung
kepada etiologi penyebab. Prevalensi diperkirakan 1 dari 33.000 hingga 1 dari
100.000 populasi umum. Prevalensi pada penderita dengan keluhan low back pain
yang bermakna sekitar 4/10.000.

4
2.4 ANATOMI 1,4
2.4.1 Columna Vertebralis dan Vertebra Lumbal
Columna vertebralis terbentang dari kranium sampai ujung Os coccygeus
dan merupakan unsur utama kerangka aksial. Columna vertebralis menyokong
kepala dan melindungi medulla spinalis. Terdiri dari 33 vertebra yang teratur
dalam 5 area yang berbeda yaitu 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra torakalis, yang
berhubungan dengan costae, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacral yang menyatu
membentuk sacrum, 4 vertebra koksigeal.1,4

Gambar 2. Anatomi Columna Vertebralis

5
Gambar 3. Persarafan Columna Vertebralis

Columna vertebralis membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal cord


merupakan struktur yang sangat sensitif dan sangat penting karena struktur ini
menghubungkan otak dengan sistem saraf perifer. 1
Diantara vertebra terdapat discus intervertebralis yang mempunyai fungsi
utama mengabsorbsi pergerakan yang berat. Vertebra bersama diskus
intervertebralis membentuk columna yang elastis. Columna vertebralis lumbal
terdiri dari 5 buah vertebra lumbal yang menyangga sebagian besar berat badan,
karena merupakan columna vertebralis yang lokasinya di bagian yang lebih bawah
dan strukturnya lebih tebal dibandingkan vertebra lainnya. Akan tetapi dengan
struktur yang lebih tebal dalam menyangga sebagian berat badan, tidak menjamin
vertebra lumbalis tersebut dapat terhindar dari kerusakan yang umumnya terjadi
pada daerah ini. 1,4

6
Pada bayi baru lahir, medula spinalis dapat meluas sejauh L3. Selama proses
maturasi janin, kolumna vertebralis akan memanjang lebih dari medula spinalis,
dan pada medulla spinalis orang dewasa yaitu sekitar 25 cm lebih pendek dari
kolumna vertebralis. Variabilitas level terendah berhubungan dengan panjang
leher, terutama pada wanita. Berdasarkan radiografi, konus biasanya terlihat pada
sela L1-L2 pada orang dewasa; jika tingkat ujung konus berada di bawah L2,
artinya konus dianggap lebih rendah. Medula spinalis biasanya berakhir pada sela
L1-L2 sehingga pungsi lumbal dilakukan pada lokasi ini. 1

2.4.2 Medulla Spinallis dan Meningen 1,4,14,13


Medulla spinalis dan meningen terletak di dalam canalis vertebralis
merupakan pusat refleks dan jalur konduksi utama antara tubuh dan otak. Medulla
spinalis terlindung oleh vertebra ligamentum serta ototnya dan cairan
serebrospinal (CSS). Medulla spinalis berawal sebagai lanjutan medulla oblongata,
bagian kaudal truncus encephali. Pada orang dewasa medulla spinalis terbentang
dari foramen magnum os occipitale sampai diskus intevertebralis antara vertebra
lumbal I dan vertebral lumbal II, tetapi dapat berakhir pada vertebra thorakal ke
XII atau vertebra lumbal III. Dengan demikian medulla spinalis hanya menempati
bagian dua pertiga kranii canalis vertebralis.1
Medula spinalis lebih lebar dan berdiameter lebih besar di daerah servikal
dan lumbosakral, servikal dan lumbal akan mengalami pembesaran dan akan
menginervasi ekstremitas. Pembesaran servikal dimulai dari segmen tulang
belakang C3-T2; yang menginervasi otot ekstremitas atas. Pembesaran lumbal
dimulai dari segmen tulang belakang L1-S3; yang menginervasi ekstremitas
bawah. Pembesaran lumbal berada di atas tingkat vertebra T9-T12 dan daerah
dibawah T12, medula spinalis mengecil dan membentuk konus medularis. 4
Setiap segmen dari medula spinalis terdapat nervus spinalis yang terdiri dari
campuran serat motorik, sensorik, dan serat otonom. Akson motorik yang timbul
dari sel-sel cornu anterior (anterior horn) berjalan pada filamen konvergen dari
radix spinalis anterior. Pada setiap radix posterior, di dalam foramen
intervertebralis dan hanya bagian proksimal yang bergabung dengan akar
anterior, yang terletak pada Dorsal Root Ganglion (DRG) . DRG terdiri dari

7
neuron unipolar, dan radix posterior yang merupakan pusat neuron ini. Asetilkolin
merupakan satu-satunya neurotransmitter di radix anterior; radix posterior berisi
beberapa, termasuk substansi P, glutamat, kalsitonin, polipeptida intestinal
vasoaktif, kolesistokinin, somatostatin, dan dinorfin. Radix anterior membawa
serabut saraf motorik dan otonom ke dalam saraf perifer; lalu bergabung dengan
radix posterior untuk membentuk saraf perifer campuran. Di wilayah
torakolumbalis, rami communicantes putih dan abu-abu menghubungkan nervus
spinalis ke rantai simpatis paravertebral. 4
Hukum Bell-Magendie (Sir Charles Bell dan Francois Magendie)
menyatakan bahwa radix anterior merupakan serabut saraf motorik sedangkan
radix posterior bersifat sensorik; Penemuan ini merupakan salah satu
perkembangan terbaru dibidang neurobiologi. Namun, saat ini terdapat beberapa
serat saraf aferen di radix anterior, dan sekitar 3% dari serabut saraf di radix
posterior bersifat eferen. Radix melewati duramater secara terpisah dan kemudian
bersatu lagi di dalam foramen intervertebralis, hanya bagian distal yang
bergabung dengan DRG untuk membentuk nervus spinalis campuran. Setelah
nervus spinalis campuran keluar dari foramen intervertebralis, selanjutnya akan
terbagi menjadi rami primer anterior dan posterior. 4

Gambar 4. Anatomi Medulla Spinalis

8
Rami primer posterior yang lebih kecil akan memasok kulit punggung dan
otot-otot paraspinal. Rami primer anterior merupakan kelanjutan dari nervus
spinalis campuran dan memasok serabut saraf motorik dan sensorik ke semua
struktur lain dari tubuh. Rami primer anterior yang berasal dari pembesaran
servikal dan lumbal membentuk pleksus brakhialis dan lumbosakral, yang
menginervasi ekstremitas. Rami primer anterior segmen torakal dari medula
spinalis terus sebagai nervus intercostalis. Ramus utama anterior saraf spinal
campuran kadang-kadang disebut sebagai radix, terutama oleh ahli bedah dan
terutama pada pleksus brakialis. Ketika sumber anatomi mengatakan bahwa radix
C5 dan C6 bergabung untuk membentuk trunkus atas, sebenarnya hal itu mengacu
pada rami primer anterior nervus spinalis. Demikian pula, ketika nervus skapula
dorsalis dikatakan berasal dari radix C5. 1,4
Selaput meningen yaitu pia-arachnoid tetap ada hingga ke medula spinalis.
Medula spinalis dipisahkan dari dinding kanalis vertebralis oleh ruang epidural,
yang mengandung jaringan areolar dan pleksus vena. Ruang subdural merupakan
ruangan yang mengandung sejumlah kecil cairan. Ruang subarachnoid
merupakan rongga yang berisi cairan serebrospinal yang meluas hingga ke
vertebra sakral kedua. Keganasan sistemik sering bermetastasis luas ke ruang
epidural spinalis. Hematoma tulang belakang dapat terakumulasi di rongga
epidural, subdural, atau ruang subarachnoid. Hematoma subarachnoid dapat
meluas hingga ke seluruh ruangan subarachnoid. Pada epidural dan subdural
hematoma akan menyebabkan nyeri terus menerus seperti pisau pada lokasi
perdarahan ("coup de poignard") diikuti oleh kelumpuhan progresif di bawah
segmen yang terganggu.
Bagian dari medula spinalis di mana rootlets dari sepasang nervus spinalis
disebut sebagai segmen. Setiap segmen medula spinalis memiliki beberapa fungsi
yang sangat dasar, seperti refleks peregangan otot segmental. Setiap segmen
mengontrol tonus otot relaksasi pada otot yang diinervasi. Unit motorik yang
mensuplai otot myotomal dipersarafi oleh segmen yang bersifat volunter. Fungsi
motorik dari segmen medula spinalis dimodulasi dan dipengaruhi oleh impuls
suprasegmental dari beberapa traktus motorik desenden.

9
Parenkim medula spinalis terdiri dari inti berbentuk H atau kupu-kupu dari
grey matter yang berisi sel-sel saraf, dikelilingi oleh white matter yang terdiri dari
serabut saraf asending dan desending dan pada umumnya bermielin. Proporsi
relatif dari white matter ke grey matter tergantung pada tingkat medula spinalis.
Pada bagian pusat dari grey matter, berjalan sepanjang seluruh medula spinalis
hingga ke filum terminalis dalam jarak yang pendek. Filum terminalis merupakan
kanalis sentral yang terdiri dari satu lapisan sel ependymal. Dua bagian dari
medula spinalis digabung oleh komisura yang terdiri dari inti grey matter dan
kommisura white matter posterior. 2
Secara internal, white matter dari medula spinalis terbagi menjadi funikuli
posterior, lateral, dan anterior. Funikulus anterior memanjang dari sulkus median
posterior hingga ke perlengketan dari rootlets posterior pada sulkus posterolateral.
Rostral hingga ke segmen atas torakal sulkus memisahkan fasikulus grasilis
medial dari fasikulus kuneatus lateral. Funiculus lateral yang terletak di antara
rootles posterior dan anterior tulang belakang. Funikulus anterior memanjang dari
rootlets anterior ke fisura median anterior.
Grey matter Medula spinalis terdiri dari cornu anterior dan posterior yang
cekung di bagian lateral. Pada region thorakal dan bagian atas lumbal, kolumna
intermediolateral dari neuron otonom, membentuk cornu lateral yang kecil yang
terletak antara cornu anterior dan posterior. Akson simpatik melalui cornu anterior
dan anterior lalu melalui rami communicantes abu-abu untuk memasuki rantai
ganglia simpatik. Greymatter terdiri dari neuron, serabut saraf, neuroglia, dan
pembuluh darah.
Neuron tidak terdistribusi secara merata tetapi berkumpul dalam kelompok-
kelompok fungsional yang terdiri dari kolumna sel yang mempersarafi lebih
banyak segmen. Pembagian yang paling dasar yaitu cornu posterior yang
mengandung neuron sensorik dan cornu anterior yang mengandung neuron
motorik. Cornu posterior relatif menyempit dan dibatasi oleh suatu jaringan tipis
yaitu substansia gelatinosa (Rolando). Ujung cornu posterior dipisahkan dari
permukaan oleh traktus white matter yang tipis yaitu traktus dorsolateral
(Lissauer).

10
2.4.3 Nervus Spinalis dan Cauda Equina 1,4,5
Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari
medulla spinalis. Terdiri dari 8 pasang nervus servicalis, 12 pasang nervus sacralis,
5 pasang nervus lumbalis, dan 1 pasang nervus coccygeus. Masing-masing nervus
spinalis hampir langsung tercepah menjadi sebuah ramus anterior dan ramus
posterior. Ramus posterior mempersarafi kulit dan otot-otot punggung dan ramus
anterior mempersarafi extemitas dan bagian batang tubuh lainnya.
Perbedaan panjang antara tulang belakang dan medula spinalis membentuk
perbedaan antara segmen-segmen dari medula spinalis yang semakin besar dari
rostral ke kaudal. Pada bagian servikal atas, area medula spinalis terletak satu
segmen lebih tinggi dari prosesus spinosus vertebra yang sesuai (misalnya,
prosesus spinosus C5 terletak di segmen C6 dari medula spinalis). Sedangkan
pada servikal bawah dan thorakal, terdapat perbedaan sekitar dua segmen; di
daerah lumbal terdapat perbedaaan hampir tiga segmen. Oleh karena itu, hanya
nervus spinalis yang berada dibawah area servikal yang turun sebelum keluar ke
foramen intervertebralis. Radix nervus C1 ke C7 keluar melalui foramen atas
vertebra sedangkan sisanyanya keluar dari bawah kolumna vertebralis. Serabut
saraf lumbal dan sakral turun vertikal hingga ke tempat keluarnya dan membentuk
cauda equina. 1,4,5

Gambar 5. Cauda Equina

11
Gambar 6. Perbedaan Cauda Equina Normal dan Terganggu

2.5 PATOFISIOLOGI1,2,13,14,15,16,17
Mekanisme patofisiologis CES tidak sepenuhnya dipahami namun
beberapa pendapat mengemukakan bahwa CES dapat terjadi akibat lesi apapun
yang mempengaruhi akar saraf CE seperti kompresi mekanik langsung,
pembengkakan, dan kongesti vena atau iskemia. Akar saraf CE sangat rentan
terhadap luka tekan dan tegangan tarik. Parke et al menyarankan adanya area
hipovaskularitas relatif pada bagian proksimal akar yang sensitif terhadap
manifestasi neuroiskemik bersamaan dengan perubahan degeneratif. Delamarter et
al menganalisis potensi muntah dan patologi kompresi akar saraf cauda equina.
Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada kanalis
spinalis yang menekan akar saraf di bawah level medula spinalis. Beberapa
penyebab sindrom cauda equina telah dilaporkan, meliputi cedera traumatik,
herniasi diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal, schwannoma, ependimoma,
kondisi peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab iatrogenik.

12
a. Trauma
Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat
menyebabkan kompresi cauda equina.
Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda
equina.
Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan
munculnya sindrom cauda equina.
Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan
menyebabkan sindrom cauda equina.

Gambar 7. Hubungan Fraktur Lumbal dengan Sindrom Cauda Equina

b. Herniasi Diskus1,7,8,10,14,15
Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus
lumbalis dilaporkan bervariasi dari 1-15%.
Sembilan puluh persen (90%) herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada
L4-L5 atau L5-S1.

13
Tujuh puluh persen (70%) kasus herniasi diskus yang menyebabkan
sindrom cauda equina terjadi pada pasien dengan riwayat low back pain
kronis, dan 30% berkembang menjadi sindrom cauda equina sebagai
gejala pertama herniasi diskus lumbalis.
Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom
cauda equina akibat herniasi diskus.
Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi
diskus melibatkan partikel besar dari materi diskus yang rusak,
mengganggu setidaknya sepertiga diameter canalis spinalis.
Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang
menetap lebih mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang
disebabkan bahkan oleh herniasi diskus yang ringan dapat secara drastis
membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf.
Kasus herniasi diskus transdural yang jarang telah dilaporkan menyebabkan
sindrom cauda equina.

Gambar 8. Herniasi Diskus

14
c. Stenosis Spinalis
Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam
proses perkembangan atau degeneratif.
Kasus spondilolistesis dan Pagets disease yang berat dapat menyebabkan
sindrom cauda equina.

d. Neoplasma 10,11,12
Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik
primer atau metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).
Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik
primer atau metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).
60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma
spinal mengalami nyeri berat yang dini.
Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan
oleh keterlibatan ventral root.
Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks.
Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan

15
e. Schwannoma
Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural
identik dengan sinsisium sel Schwann.
Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis.
Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah
kriteria standar. Schwannoma bersifat isointense pada image T1,
hyperintense pada image T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

f. Ependimoma
Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif
undifferentiated.
Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung
tersusun secara radial di sekitar pembuluh darah.
Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35
tahun.
Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
peningkatan kadar protein pada cairan serebrospinalis.
Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam
mendiagnosis sindrom cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-
weighted image, hypointense pada T2-weighted image, dan enhanced
dengan kontras gadolinium.

g. Kondisi Peradangan
Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama,
misalnya Pagets disease dan spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan
sindrom cauda equina karena stenosis ataupun fraktur spinal.

h. Kondisi Infeksi
Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas
akar saraf dan medula spinalis.
MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan
ke satu sisi sacus duralis.

16
Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan
motorik yang berkembang sangat cepat.

Gambar 9. Ankylosing Spondylitis

i. Penyebab Iatrogenik
Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus
sindrom cauda equina, misalnya pedicle screw dan laminar hook yang
salah tempat.
Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab
sindrom cauda equina.
Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft
merupakan penyebab yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom
cauda equina meskipun jarang.
Beberapa kasus melibatkan penggunaan lidokain hiperbarik 5%.
Rekomendasi yang ada menyebutkan bahwa lidokain hiperbarik tidak
dimasukkan dengan konsentrasi yang lebih dari 2%, dengan dosis total
tidak melebihi 60 mg.

17
2.6 KLASIFIKASI 1,2
Terdapat klasifikasi dari sindrom cauda equina yaitu
a. CESI
Sindrom cauda equina tidak lengkap memiliki tanda dan gejala
berupa perubahan motorik dan sensorik, termasuk anestesi pelana,
kesulitan buang air besar akibat neurogenik termasuk sensasi kencing yang
berubah, kehilangan keinginan untuk membungkam, aliran urin yang
buruk dan kebutuhan untuk menahan diri agar mudah berkemih.

b. CESR
Sindrom cauda equina lengkap ditandai dengan retensi urin tanpa
rasa sakit dan inkontinensia overflow, bila kandung kemih tidak lagi
berada di bawah kendali eksekutif. Biasanya ada pelukan yang ekstensif
atau lengkap dan defisit sensorik genital dengan sensasi trigon yang
kurang.

Tandon dan Sankaran serta Tay dan Chacha membagi tiga variasi Sindrom
cauda equida berdasarkan onset sebagai berikut :
a. Onset akut tanpa adanya riwayat nyeri punggung sebelumnya
b. Disfungsi kandung kemih akut dengan riwayat nyeri punggung bawah dan
sciatica
c. Nyeri punggung bawah kronis dan sciatica yang berkembang menjadi
Cauda Equina Syndrome yang disertai stenosis kanalis spinalis

Berdasarkan nyeri punggung bawah yang dikeluhkan pasien Sindrom cauda


equina diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu :
a. Tipe I : gejala pertama kali/akut
b. Tipe II : nyeri punggung bawah kronis dengan atau tanpa sciatica
c. Tipe III : nyeri punggung bawah yang lebih kronis yang secara perlahan-
lahan menyebabkan ganggguan sensorik dan berkemih

18
Shepherd dan Kostuik mengelompokan menjadi dua tipe sekunder
terhadap herniasi diskus centralis
a. Tipe I merupakan tipe akut dengan gejala klinis yang berat dengan
prognosis yang lebih buruk, terutama terhadap fungsi berkemih
b. Tipe II dengan progresifitas yang lebih lambat dan cenderung bertahap

Gleave dan Macfarlane mengklasifikasikan berdasarkan fungsi berkemih dan


mengelompokan menjadi :
a. Sindrom cauda equina dengan retensi urine dan dikarakteristikan retensi
yang tidak nyeri dan inkontinensia tipe overflow
b. Sindrom cauda equina inkomplit dengan kesulitan dalam berkemih dan
pancaran urine yang lemah.

Berdasarkan gejala klinis dan elektrofisiologis Shi membagi menjadi :


a. Stage I : fase pre klinis (laboratory stage), asimptomatik dengan perubahan
pada permeriksaan elektrofisiologis
b. Stage II : fase klinis awal, berkurangnya sensasi di daerah saddle dan
perianal
c. Stage III : fase intermediate, dengan sfingter ani dan gangguan fungsi
seksual
d. Stage IV : fase lanjut / advance, kehilangan fungsi sensorik dan impotensi

2.7 GEJALA KLINIS 1,2,3,5,10,18


Sindrom cauda equina adalah diagnosis klinis dari riwayat pasien dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis tepat waktu dan pengobatan yang cepat diterima
secara luas. Studi radiografi berfungsi untuk mengkonfirmasi diagnosis dan
menentukan tingkat patologis lesi. Fraser et al meninjau 105 artikel dan
mengajukan satu definisi tunggal.
Untuk diagnosis CES, satu atau beberapa hal berikut harus ada yaitu
1. Disfungsi kandung kemih dan / atau usus
2. Mengurangi sensasi di area pelana

19
3. Disfungsi seksual, dengan kemungkinan neurologis Defisit pada tungkai bawah
(motor / sensory loss, refleks berubah).
Beberapa gejala penting sindrom cauda equina adalah nyeri punggung
bagian bawah, nyeri memanjang ke bawah salah satu atau kedua ekstremitas
bawah, mati rasa di daerah pantat di sekitar rektum, kelemahan pada ekstremitas
bawah, dan disfungsi usus atau kandung kemih. Ini bisa termasuk kesulitan dalam
memulai buang air kecil atau inkontinensia dan disfungsi usus bisa termasuk
konstipasi sembelit atau feses. Tingkat gejala pasti bisa bervariasi dan tidak setiap
pasien memiliki semua gejala. Sedangkan gejala sering bisa timbul akut,
terkadang ada onset yang lebih lambat. Kondisi tersebut bahkan bisa timbul pada
pasien yang sebelumnya tidak memiliki nyeri punggung bawah yang signifikan.

Gejala sindrom cauda equina meliputi:


Low back pain
Siatika unilateral atau bilateral
Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal
Gangguan buang air besar dan buang air kecil
Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit sensorik
Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah

Gambar 10. Gejala Klinis pada Sindrom Cauda equina

20
Low back pain dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.
Nyeri lokal secara umum merupakan nyeri dalam akibat iritasi jaringan
lunak dan corpus vertebra.
Nyeri radikular secara umum adalah nyeri yang tajam dan seperti ditusuk-
tusuk akibat kompresi radiks dorsalis. Nyeri radikular berproyeksi dengan
distribusi sesuai dermatom.

Manifestasi buang air kecil pada sindrom cauda equina meliputi:


Retensi
Sulitnya memulai miksi
Berkurangnya sensasi urethra
Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan
kemudian diikuti oleh inkontinensia urin overflow.

Gangguan buang air besar dapat meliputi:


Inkontinensia
Konstipasi
Hilangnya tonus dan sensasi anus

Gambar 11. Gejala Klinis pada Sindrom Cauda Equina

21
2.8 PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS 1,2,3,5,10,13,14,17
Pemeriksaan fisik dari sindrom cauda equina meliputi :
Inspeksi : mencari beberapa manifestasi eksternal dari nyeri, seperti : sikap
tubuh yang abnormal, pemeriksaan sikap tubuh dan gaya berjalan untuk
mengetahui kemungkinan dari defek dan adanya kelainan pada tulang
belakang
Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan
Kekuatan tonus dan otot ekstremitas bawah
Sensoris ekstremitas bawah
Colok dubur

Nyeri dan defisit dengan keterlibatan akar saraf ditunjukkan dalam tabel berikut:
Akar saraf Nyeri Defisit Defisit Defisit refleks
sensorik motorik
L2 Paha bagian Paha bagian Kelemahan Suprapatella
anterior medial atas slight yang sedikit
quadricep; menurun
fleksi
panggul;
aduksi paha
L3 Paha anterior Paha bagian Kelemahan Patella atau
lateral bawah quadricep; suprapatella
ekstensi lutut;
aduksi paha
L4 Paha Kaki bagian Ekstensi lutut Patella
posterolateral; bawah dan pedis
tibia anterior sebelah
medial
L5 Dorsum pedis Dorsum Dorsofleksi Harmstring
pedis pedis dan ibu
jari kaki

22
S1-2 Pedis bagian Pedis bagian Plantar fleksi Achilles
lateral lateral pedis dan ibu
jari kaki
S3-5 Perineum Saddle Sfingter Bulbocavernosus;
anus

Pemeriksaan batuk, duduk, atau bantalan turun (manuver Valsava) dapat


memperparah rasa sakitatik, dan berbaring telentang dapat mengurangi rasa sakit.
Tes angkat kaki lurus, di mana exineriner mengangkat kaki sepenuhnya terlentang
telentang hingga 70 derajat, dianggap positif untuk diagnosis disket dan iritasi
saraf saat menghasilkan nyeri radikular yang menyebar ke bagian ekstremitas
bawah sampai di bawah lutut di salah satu atau kedua tungkai di antara 30 dan 60
derajat lanjut. Kaki lurus positif Hasil tes Raise untuk anggota badan di sisi yang
terkena adalah 80% sensitif dan 40% spesifik untuk herniasi disk, sebuah hasil
yang menunjukkan keterlibatan akar saraf L5 sampai S1 atau nervus skiatik. Hasil
tes penguatan kaki lurus positif untuk anggota badan di sisi kontralateral adalah
sensitif 25% dan 90% spesifik untuk diagnosis disket, sebuah hasil yang
menunjukkan keterlibatan akar saraf L2 ke L4.
Pemeriksaan neurologis harus mengevaluasi masing-masing akar saraf
tulang belakang. Herniasi lumbar disk biasanya mempengaruhi akar saraf inferior
ke ruang disk. Dengan demikian, herniasi dari cakram intervertebral L4-5
biasanya akan menimpa akar saraf L5. Pemeriksaan sensorik harus dilakukan
dengan menggunakan sentuhan ringan dan pinprick, sensasi suhu dingin dapat
dengan mudah diuji dengan menggunakan ujung logam dingin dari garpu tala.
Akar saraf L4 mengendalikan dorsofleksi pergelangan kaki, akar saraf L4
dapat diuji dengan tumit berjalan. Akar saraf L5 dapat dievaluasi dengan dengan
menggunakan tes Trendelenburg. Tes Trendelenburg mengharuskan pasien berdiri
dengan satu kaki dan dokter berada di belakang pasien dengan tangan di pinggul
pasien, penurunan panggul di sisi yang berlawanan dengan kaki yang terangkat
menyiratkan adanya akar saraf L5 atau patologi sendi pinggul. Akar saraf S1 dan
S2 bersama-sama bertanggung jawab atas plantarflexion pergelangan kaki dan

23
dapat diuji dengan meminta pasien untuk berdiri dan untuk berjalan di atas jari
kaki.
CES atau kompresi medula spinalis harus dipertimbangkan sampai
terbukti sebaliknya pada semua pasien yang memiliki nyeri pinggang rendah
dengan inkontinensia usus atau kandung kemih. Disfungsi kandung kemih
biasanya sekunder akibat kelemahan otot pada otot dan kandung kemih yang
berlebihan, disfungsi ini pada awalnya menyebabkan retensi urin diikuti oleh
inkontinensia overflow pada stadium lanjut. Pasien yang mengalami nyeri
punggung dengan inkontinensia urin namun yang memiliki hasil pemeriksaan
neurologis normal harus memiliki volume residu postvoid kencing yang diukur.
Volume residu postvoid lebih besar dari 100 mL mengindikasikan overflow.
Inkontinensia dan mandat evaluasi lebih lanjut, sebuah volume kurang dari 100
mL menyingkirkan diagnosis CES. Refleks kedip dubur, yang diisyaratkan
dengan membelai kulit secara lembut ke anus, biasanya menyebabkan kontraksi
refleksif sfingter anal eksternal. Pemeriksaan rektal harus dilakukan. Dilakukan
untuk menilai nada sfingter anal dan sensasi jika ada tanda atau gejala khas CES

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,2,3,5,9,10


Selain riwayat lengkap, pemeriksaan fisik, evaluasi neurologis dan analisis
laboratorium dasar, diagnostik workup untuk cauda equina dapat dilihat secara
radiologis.

Radiografi
Radiografi polos memiliki peran terbatas dalam mengkonfirmasikan CES.
Foto polos harus dilakukan untuk menemukan perubahan destruktif, penyempitan
ruang diskus atau hilangnya alignment spinal.

Myelografi Lumbal
Myelography dan CT Myelography dapat digunakan sebagai alternatif
bagi pasien yang tidak cocok untuk MRI namun memiliki kelemahan sebagai
teknik invasif. Myelografi dipilih pada keadaan tertentu dimana MRI menjadi
kontraindikasi (misalnya pasien dengan pacemaker jantung). Obstruksi aliran

24
kontras pada area kompresi membantu untuk mengkonfirmasi level kondisi
patologis yang dicurigai.

CT-scan dengan atau tanpa kontras


Potongan resolusi tinggi CT mungkin digunakan sebagai alat non-invasif
di mana MRI tidak memungkinkan. CT-scan sering lebih mudah didapatkan
daripada myelografi lumbal. CT-scan memberi detail tambahan tentang densitas
dan integritas tulang yang membantu dalam rencana terapi, khususnya pada kasus
tulang belakang dan mana instrumen untuk stabilisasi dibutuhkan setelah agen
yang mengganggu dihilangkan dari regio cauda equina. CT-scan yang dilakukan
setelah myelografi dapat menunjukkan blok kontras dan memperjelas kondisi
patologis lebih baik dari yang ditunjukkan denagn CT-scan.

MRI
Standar emas yang diterima adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Ini jelas menggambarkan patologi jaringan lunak pasien dan menggambarkan
tingkat. MRI adalah modalitas yang paling membantu untuk diagnosis kelainan
medulla spinalis dan umumnya menjadi tes yang dipilih untuk membantu dokter
dalam mendiagnosis sindrom cauda equina. MRI memberikan gambaran jaringan
lunak, termasuk struktur neuron dan keadaan patologis yang terjadi. Ini kurang
membantu dibanding dengan CT-scan dalam mengevalusi arsitektur tulang dan
stabilitas medulla spinalis. 1,2,3,10

25
Gambar 12. Hasil MRI pada Vertebrae Lumbal

Radionuclide scanning
Ini merupakan modalitas yang membantu saat berhadapan dengan
osteomyelitis dan infeksi tulang belakang pada kondisi sindrom cauda equina.

Positron emission tomography scan


Positron emission tomography (PET) dalam hubungannya dengan CT-scan
dikatakan sebagai modalitas yang berguna pada penderta sindrom cauda equina
dan keganasan pada tulang belakang.

2.10 TERAPI 1,2,3,4,5,10,11,12,13


2.10.1 Terapi Konservatif
Iskemia akar saraf bertanggung jawab sebagian terhadap nyeri dan
berkurangnya kekuatan motorik yang berhubungan dengan sindrom cauda equina.
Hasilnya, terapi vasodilatasi dapat membantu pada beberapa pasien. Mean arterial
blood pressure (MABP) harus dipertahankan di atas 90 mmHg untuk
memaksimalkan aliran darah ke medula spinalis dan akar saraf.
Terapi dengan lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan efektif
dalam meningkatkan aliran darah ke regio cauda equina dan mengurangi gejala

26
nyeri dan kelemahan motorik. Pilihan terapi ini harus dilakukan untuk pasien
dengan stenosis spinal sedang dengan neurogenic claudication. Tidak ada
keuntungan yang telah dilaporkan pada pasien dengan gejala yang lebih berat atau
pasien dengan gejala radikular.
Pilihan terapi medis lain berguna pada pasien-pasien tertentu, tergantung
penyebab yang mendasari sindrom cauda equina. Obat anti inflamasi dan steroid
dapat efektif pada pasien dengan proses inflamasi, termasuk spondilitis ankilosa.
Pasien dengan sindrom cauda equina akibat penyebab infeksius harus
mendapat terapi antibiotik yang sesuai. Pasien dengan neoplasma spinal harus
dievaluasi untuk kecocokan terhadap terapi kemoterapi dan radioterapi.
Kita harus berhati-hati dalam semua bentuk manajemen medis untuk
sindrom cauda equina. Pasien dengan sindrom cauda equina yang sebenarnya
dengan gejala saddle anerthesia dan atau kelemahan bilateral ekstremitas bawah
atau hilangnya kontrol untuk buang air besar dan buang air kecil harus menjalani
terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam. Jika tidak ada perbaikan gejala selama
periode tersebut, dekompresi bedah segera adalah hal yang diperlukan untuk
meminimalkan kesempatan terjadinya kerusakan saraf permanen.
Penatalaksanaan pada pasien dengan lesi kauda ekuina memerlukan
perhatian khusus. Pada umumnya ditemukan kandung kencing yang arefleksi
(nonkontraktil) dan miksi dilakukan dengan bantuan manipulasi Crede atau
Valsava. Lesi umumnya inkomplit atau tipe campuran dan berpotensi untuk
mengalami penyembuhan. Pemeriksaan urodinamik mungkin menunjukkan
sfingter uretral eksternal yang utuh dan demikian dengan lesi suprakonus mungkin
mengalami kesulitan dalam miksi kecuali bila terdapat tekanan intravesikal yang
penuh yang dapat mengakibatkan refluksi vesikoureteral. Pada pasien ini
didapatkan kerusakan pada persarafan parasimpatis dengan persarafan simpatis
yang utuh atau mengalami reinervasi dimana leher kandung kencing mungkin
tidak dapat membuka dengan baik pada waktu miksi.

2.10.2 Terapi Pembedahan 1,2,3,9


Tujuan pembedahan adalah untuk mengurangi tekanan pada saraf di cauda
equina dengan menghilangkan agen yang mengkompresi dan memperluas ruang

27
canalis spinalis. Sindrom cauda equina telah dipikirkan sebagai emergensi bedah
dengan dekompresi bedah yang diperlukan dalam 48 jam setelah onset gejala.
Berbagai teknik telah dijelaskan untuk dekompresi CES. Sebagian besar
prosedur untuk prolaps disk lumbal akan memerlukan dekompresi posterior tetapi
dalam kasus di mana tumor atau infeksi menyebabkan patologi kolom tulang
belakang anterior operasi anterior mungkin diperlukan. Pendekatan posterior yang
tersedia bagi ahli bedah adalah flavotomi bilateral unilateral, bilateral atau lebar.
Ini bisa dilakukan terbuka, mini atau mikroskopis.
Dokter bedah dapat tetap berada di ruang interlaminar. Namun untuk
eksposur yang lebih besar, terutama pada tingkat lumbar yang lebih tinggi,
penambahan laminotomi atau laminektomi digunakan untuk mengakses kanal
vertebra. Tidak ada cukup bukti yang membandingkan satu pendekatan dengan
yang lain. Kostuik dkk melakukan laminektomi dan dekompresi bilateral yang
meluas pada pasien CES karena herniasi lumbal, dan menemukan bahwa pasien
ini pada umumnya memiliki hasil yang sangat baik. Shapiro et al22 melakukan
laminektomi sebelum discectomi untuk memfasilitasi penyampaian herniasi disk
tanpa manipulasi unsur-unsur syaraf yang tidak semestinya, dan kemudian
pemindahan material yang tersisa di ruang disk dilakukan. Mereka juga
melakukan foraminotomies pada pasien stenosis. Satu pasien diobati melalui
pendekatan mikrodekektomi unilateral. Mereka juga melaporkan hasil yang wajar.
Banyak laporan klinis dan eksperimental telah menunjukkan data outcome
fungsional berdasarkan timing dekompresi bedah. Beberapa peneliti melaporkan
tidak ada perbadaan yang bermakna dalam perbaikan derajat fungsional sebagai
fungsi timing dekompresi bedah. Bahkan dengan temuan-temuan ini, sebagian
besar peneliti merekomendasikan dekompresi bedah sesegera mungkin setelah
onset gejala untuk menawarkan kesempatan terbesar untuk perbaikan neurologis
yang komplit.
Para peneliti telah mengusahakan untuk mengidentifikasi kriteria khusus
yang dapat membantu dalam memprediksi prognosis pasien dengan sindrom
cauda equina:
Pasien dengan siatika bilateral telah dilaporkan memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan pasien dengan nyeri unilateral.

28
Pasien dengan anestesia perineum komplit lebih mungkin untuk
mengalami paralisis kandung kencing yang permanen.
Luasnya defisit sensorik perineum atau saddle telah dilaporkan sebagai
prediktor yang terpenting untuk kesembuhan. Pasien dengan defisit
unilateral memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
defisit bilateral.
Wanita dan pasien dengan gangguan buang air besar telah dilaporkan
memiliki outcome pasca operasi yang lebih buruk.

2.11 PERANAN REHABILITASI MEDIK 6,7,8


Program rehabilitasi medik pada penderita CES adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan Kelemahan Otot 6,7
Pada penderita kelemahan otot dapat dilakukan terapi fisik untuk
membantu meningkatkan kekuatan otot atau untuk mencegah komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi jika otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama
akibat kelemahannya.
Latihan lingkup gerak sendi (ROM exercise). Tujuan latihan untuk
mempertahankan LGS yang normal, mempertahankan panjang otot dan
melancarkan aliran darah pada gerak, terutama pada anggota gerak bawah
untuk mencegah deep vein thrombosis. Jenis latihan yang diberikan tergantung
dari tingkat kelemahan otot pada pasien tersebut. Untuk kekuatan otot 1 atau
kurang diberikan latihan lingkup gerak sendi pasif, untuk kekuatan otot 2
diberikan latihan LGS aktif dibantu, sedangkan untuk kekuatan otot 3 atau
lebih diberikan latihan LGS aktif. Latihan diberikan pada setiap sendi
ekstremitas. Latihan penguatan otot Disebut juga latihan LGS aktif dengan
tahanan (active resistive ROM exercise)
Latihan peregangan otot (stretching exercise). Latihan ini diberikan bila telah
terjadi kontraktur ringan pada anggota gerak. Lesi pada cauda equina
menimbulkan berbagai macam variasi kelemahan motorik ekstremitas bawah.
Meskipun penderita mengalami paralisis flaksid, kontraktur dapat merupakan
problem mayor jika tidak dapat dicegah. Jika otot quadriceps tidak mengalami
kelemahan, AFO (ankle Foot orthoses) dapat dipakai untuk menopang kaki dan

29
pergelangan kaki jika terdapat foot drop, dan control lutut yang normal
memungkinkan pola gait yang mendekati normal dengan menggunakan alat
bantu jalan. Jika terjadi kelemahan otot quadriceps, diperlukan KAFO (knee
ankle foot orthoses)

b. Pengelolaan Nyeri 6,7,8


Nyeri merupakan fenomena sensorik yang dapat mempengaruhi atau
mengganggu berbagai macam aspek pelaksanaan rehabilitasi. Transcutaneus
electrical nerve stimulation (TENS) sudah dievaluasi secara luas sebagai medikasi
tambahan dalam kontrol nyeri dengan tujuan untuk mengurangi penggunaan
narkotik atau analgesik lain. Pada waktu yang bersamaan, banyak peneliti juga
melaporkan bahwa penggunaan TENS menurunkan insidensi komplikasi
postoperative seperti deep vein thrombosis, atelektasis, ileus dan spasme otot.
Pasien dengan komplikasi yang lebih sedikit dan nyeri yang sudah berkurang
dapat segera dimobilisasi tanpa perlu ditunda.
Pengalaman menunjukkan bahwa TENS frekuensi tinggi konvensional
memberikan kontrol nyeri yang paling baik. Percobaan menunjukkan bahwa low
rate-high intensity TENS menimbulkan pengeluaran opiat endogen (endorphin).
Respon ini tidak ditemukan pada penggunaan TENS konvensional. Mekanisme
yang pasti bagaimana stimulasi TENS frekuensi tinggi dapat memproduksi
analgesia belum sepenuhnya dipahami. Melzack dan Wall mengenalkan tentang
adanya teori kontrol gerbang (gate control theory).

c. Pengelolaan Bladder 8
Tujuan pengelolaan neurogenik bladder adalah untuk meningkatkan
pemeliharaan traktus urinarius bagian atas, evakuasi tekanan vesica urinaria dan
penyimpanan yang rendah, dan kepatuhan pasien dengan memilih teknik yang
sesuai dengan gaya hidupnya, ketangkasan tangan, dan situasi psikososial
keseluruhan.

30
Rehabilitasi medik pada disfungsi kandung kemih neurogenik meliputi :
1. Modifikasi perilaku (behavioral modification). Modifikasi perilaku adalah
upaya untuk mengubah perilaku berkemih pasien sesuai dengan gejala
disfungsi kandung kemih, kondisi pasien dan lingkungannya.
2. Manuver pengosongan kandung kemih. Manuver pengosongan kandung kemih
dilakukan untuk memfasilitasi atau membantu upaya pengosongan kandung
kemih. Tujuan dari manuver pengosongan kandung kemih ini adalah agar
pengosongan urin efektif (kandung kemih dapat dikosongkan pada tekanan
intravesikal yang rendah dan volume urin residual 100 ml). 6,7,8
a) Manuver Valsava. Meningkatkan tekanan intravesikal dengan bantuan
peningkatan tekanan intraabdominal. Caranya adalah pasien dalam
posisi duduk, badan dibungkukkan ke depan sampai abdomen
menyentuh paha, kemudian pasien diinstruksikan untuk mengejan.
Manuver Valsava ini dilakukan untuk membantu proses pengosongan
kandung kemih terjadwal (modifikasi perilaku) pada kandung kemih
atonik atau arefleksi (LMN).
b) Manuver Crede. Adalah upaya untuk meningkatkan tekanan
intravesikal dengan menekan kandung kemih (pada daerah
suprapubik).
3. Memicu refleks kandung kemih (bladder reflex triggering). Untuk
membangkitkan timbulnya refleks kandung kemih melalui rangsangan atau
stimulasi eksteroseptif atau dermatom yang bersangkutan (segmen sakral dan
lumbal). Yang paling sering dilakukan adalah tepukan suprapubik, menggosok-
gosok sisi dalam paha, dan manipulasi anal / rektal. Sedangkan stimulasi lain
yang dapat dilakukan, antara lain : meremas glans penis atau kulit skrotum atau
menarik rambut pubis. Manuver ini dilakukan hanya pada pasien yang
integritas arkus refleks sakralnya masih utuh.
4. Kateterisasi atau penggunan kateter dapat merupakan bagian dari modifikasi
perilaku atau merupakan pengelolaan definitif (permanen) neurogenic bladder:
- Kateter kondom eksternal
- Indwelling catheterization (IDC)
- Kateterisasi intermiten (kateterisasi berkala)

31
d. Pengelolaan Bowel 7,8
Disfungsi usus neurogenik (neurogenic bowel dysfunction) dapat
berakibat gangguan penyimpanan dan eliminasi feses. Ketidakmampuan
menghambat defekasi spontan secara volunter mengarah kepada inkontinensia
alvi, sedangkan ketidakmampuan mengeluarkan feses secara adekuat mengarah
kepada konstipasi dan impaksi. Sedangkan impaksi feses secara paradoksal dapat
berakibat diare dan inkontinensia. Dalam hal ini perlu diusahakan eliminasi feses
secara adekuat dan juga inhibisi defekasi spontan pada saat yang diinginkan untuk
mencapai kontinen (kemampuan menahan defekasi) yang baik secara sosial.
Sembilan puluh empat persen (94%) orang sehat akan defekasi tiga kali
atau lebih per minggu, sehingga secara fisiologis orang diharapkan defekasi satu
kali dalam dua hari atau kurang. Oleh sebab itu menstimulasi eliminasi feses
secara reguler pada saat dan frekuensi yang teratur akan mengurangi
kemungkinan kejadian inkontinensia. Bila intervalnya terlalu panjang, feses akan
lebih keras dan lebih sulit dikeluarkan.

Gangguan defekasi berupa :


Perlambatan transportasi bolus makanan
Hambatan pengeluaran feses

Penanganan secara umum:


Banyak minum
Makanan serat tinggi untuk mempertahankan konsistensi feses dan
memperbaiki waktu transit
Mobilisasi secepatnya
Biasakan defekasi pada jam yang sama pelunak feses rangsangan jari dengan
atau tanpa supositoria penggunaan laksan yang bijaksana pada pasien-pasien
tertentu
Tidak defekasi paling lama 3 hari

32
Latihan defekasi:
Lakukan latihan defekasi pada jam yang sama
Frekuensi defekasi disesuaikan dengan kebiasaan pasien sebelum sakit
Sebelum defekasi, pasien minum air hangat / dingin
Apabila diperlukan pencahar, sebaiknya diberikan jam sebelum makan
Miringkan pasien ke sisi kiri
Dibantu dengan masase ringan pada daerah abdomen
Untuk pasien yang bisa duduk latihan defekasi dilakukan di closet

Tujuan program saluran cerna ini adalah untuk melatih usus untuk
evakuasi pada waktu yang terjadwal setiap harinya, sehingga mencegah konstipasi
atau inkontinesia alvi. Dengan melakukan program saluran cema 30 hingga 60
menit setelah makan akan menyebabkan refleks gastrokolik membantu peristaltik.
Rangsangan dengan jari akan merangsang refleks anorektal dan peristaltik.
Pada cedera cauda equina, terjadi cedera lower motor neuron (LMN) , usus
tersebut secara fungsional arefleksia dan sfingter ekstemalnya biasanya hipotonik
atau teregang. Anus yang terbuka tidak mempunyai mekanisme struktural untuk
menahan buang air besar. Karena itu, dalam penatalaksanaannya, hindari pelunak
yang meningkatkan risiko kejadian-kejadian saluran cerna. Tidak adanya
persarafan ekstrinsik pada usus besar yang memungkinkan refleks evakuasi,
penggunaan rangsangan jari dan supositoria katartik dibatasi. Metode evakuasi ini
sangat tergantung pada peregangan. Pembuangan manual dan enema, pada
beberapa kasus, kadang-kadang merupakan satu-satunya cara untuk
mengosongkan usus bagian bawah pada pasien-pasien seperti ini.7,8
Tidak hanya hilangnya kontrol pengeluaran feses yang menjadi masalah,
tetapi juga flatus dan keluarnya gas yang tidak terkontrol pada saat-saat yang tidak
tepat merupakan suatu hal yang memalukan bagi penderita. Inkontinensia alvi
mungkin dapat terbantu secara tidak sengaja dengan pemakaian pembunuh nyeri
(painkiller) seperti codein atau morfin karena zat tersebut cenderung
menyebabkan terjadinya konstipasi. Pada CES, terdapat kesulitan dalam hal
pengosongan bowel, sensasi pada rectum menjadi menurun dan mengurangi aksi
propulsive (pendorongan). Sering diperlukan bantuan untuk pengosongan bowel.

33
2.12 PROGNOSIS 1,2
Prognosis kasus cauda equina secara tradisional dianggap multifaktorial,
dan bergantung kepada etiologi, progresifitas onset klinis, lamanya kompresi,
keparahan defisit neurologis maupun tanda dan gejala klinis serta level spinal
yang terlibat.
McCarthy dkk melakukan penelitian kohort retrospektif dan menemukan
bahwa durasi gejala sebelum operasi dan kecepatan awitan tidak mempengaruhi
hasil lebih dari 2 tahun setelah operasi.
Rydevik dkk menciptakan model khusus perubahan neurofisiologis pada
cauda equina dihubungkan dengan peningkatan tekanan kompresi. Penelitian ini
menunjukan batas ambang kompresi sebesar 50-70 mmhg. Tekanan dibawah nilai
ambang ini secara klinis memungkinkan untuk sembuh secara fungsional tanpa
defisit neurologis.
Sampai saat ini, literatur up date mencatat bahwa tidak ada korelasi antara
tingkat keparahan simptom pada awal onset dengan tingkat keparahan prognosis.
Gleave dan Macfarlane menyatakan kecepatan terjadinya proses kompresi
merupakan faktor prognosis yang penting. Tapi pernyataan tersebut tidak
didukung oleh model eksperimental kompresi cauda equina juga tidak ada
korelasi antara besar diameter herniasi diskus terhadap outcome.

34
BAB III
KESIMPULAN

KESIMPULAN
Cauda equina adalah kumpulan-kumpulan akar saraf intradural pada ujung
medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina
adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda.
Sindrom cauda equina (CES) adalah kondisi neurologis yang serius
dimana disfungsi neurologis mempengaruhi akar saraf lumbalis dan sakral
di dalam kanal vertebralis.
Cauda equina syndrome merupakan kasus yang jarang terjadi, baik
traumatik ataupun etiologi non trauma.
Sindroma cauda equina dapat terjadi akibat lesi apapun yang
mempengaruhi akar saraf cauda equina. Beberapa penyebab sindrom
cauda equina telah dilaporkan, meliputi cedera traumatik, herniasi diskus,
stenosis spinalis, neoplasma spinal, schwannoma, ependimoma, kondisi
peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab iatrogenik.
Gejala klinis dari sindrom cauda equina meliputi nyeri hebat pada
punggung bawah, disfungsi kandung kemih dan / atau usus, gangguan
sensorik di daerah saddle dan atau di daerah genitalia, dan disfungsi
seksual.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan standar emas dalam
penegakan diagnosis sindrom cauda equine. MRI memberikan gambaran
jaringan lunak, termasuk struktur neuron dan keadaan patologis yang
terjadi dan kelainan pada medulla spinalis.
Terapi meliputi terapi konservatif dan terapi pembedahan. Sindrom cauda
equina telah dipikirkan sebagai emergensi bedah dengan dekompresi
bedah yang diperlukan dalam 48 jam setelah onset gejala.
Prognosis kasus cauda equina secara tradisional dianggap multifaktorial,
dan bergantung kepada etiologi, progresifitas onset klinis, lamanya
kompresi, keparahan defisit neurologis maupun tanda dan gejala klinis
serta level spinal yang terlibat.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Gofar Abdul S. Neurosurgery Lecture Notes. Bedah Saraf FK USU. 2012


2. Eames NW. Cauda Equina Syndrome. Bedah Ortopedi. 2014
3. Lavy Chris. Cauda Equina Syndrome. Bedah Ortopedi. 2009
4. Adams and Victor. Principles of Neurology. Eighth Edition: McGraw-Hill;
2005
5. Christopher G. Goetz, MD. Textbook of Clinical Neurology. Third Edition:
Saunders; 2007.
6. Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 5. EGC.
2002
7. Steven Kirshblum. Rehabilitation of spinal cord injury. In: DeLisa JA (ed).
Physical medicine and rehabilitation, principles and practice. 4th edition. Vol
2. Lippincot Williams & Wilkins. 2005. 1715-1752
8. Thamrinsyam H. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Unit Rehabilitasi
Medik RS Dr Soetomo/FK Unair, 1992:1-8,41-60
9. Gleave JR, Macfarlane R. Cauda equina syndrome: what is the relationship
between timing of surgery and outcome?. Br JNeurosurg 2002; 16: 325-328.
10. Tsementzis Sotirios. Differential diagnosis in neurology and neurosurgery.
Thieme. 2000. 210-212
11. Dhokia RB. (2014). Cauda Equina Syndrome : A Review Of The Current
Position, Available: http://www.oapublishinglondon.com/article/1456
Accessed: 2017, July 28
12. Nisarg Mehta, David Garbera, Jeremy Kaye and Muthukrishnan
Ramakrishnan (2015). Documentation of Focal Neurology on Patients with
Suspected Cauda Equina Syndrome and the Development of an Assessment
Proforma,
Available: http://benthamopen.com/contents/pdf/TOORTHJ/TOORTHJ-9-
E008.pdf. Accessed: 2017, July 28
13. Anonim. (2015). Cauda Equina Syndrome Avaiable:
http://www.judithbrowncpd.co.uk/Cauda%20Equina%20Syndrome.pdf.
Accesed: 2017, July 28

36
14. Nicholas Lorenzo, MD. (2016). Cauda Equina and Conus Medullaris
Syndromes, Avaiable:. http://emedicine.medscape.com/article/1148690-
overview. Accessed: 2017, July 28
15. Anonim. (2016). Cauda Equina Sindrome Avaiable:
http://www.emedicinehealth.com/cauda_equina_syndrome/article_em.htm.
Accessed: 2017, July 29
16. Vickie wolfe. (2016). What is Cauda Equina Syndrome? Avaiable:
http://columbiaspine.org/condition/cauda-equina-syndrome. Accessed: 2017,
July 29
17. Tidy Colin DR (2016). Cauda Equina Syndrome Avaiable:
http://patient.info/doctor/cauda-equina-syndrome-pro. Accessed: 2017, July
29
18. Haverbush, Thomas (2014). Cauda Equina Syndrome Avaiable:
http://www.orthopodsurgeon.com/cauda.pdf. Accessed: 2017, July 29

37

Anda mungkin juga menyukai