Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN NEUROLOGI JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

EVALUASI DAN MANAGEMEN SINDROM CAUDA EQUINA PADA


DEPARTEMEN KEGAWATDARURATAN

Oleh :
dr. Ilham Sarif (C155212012)
dr. Dwi Rahmad Setiawan (C155212001)
dr. Tika Gustia Saraswati (C155212009)
.

Supervisor :
dr. Andi Weri Sompa, M.Kes, Sp.S(K)
dr. Ummu Atiah, Sp.S(K)

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

1
Evaluasi Dan Managemen Sindrom Cauda Equina Pada Departemen
Kegawatdaruratan

Abstrak
Latar Belakang: Cauda Equina Syndrome (CES) merupakan penyakit
yang merusak dengan potensi morbiditas pasien yang signifikan. Penting
bagi dokter emergensi untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa
yang efektif dan cara mengatasi kondisi ini.
Tujuan: artikel ini memberikan tinjauan naratif terkait diagnosis dan
managemen CES untuk dokter emergensi.
Diskusi: sindrom cauda equina adalah kondisi yang jarang namun gawat
darurat yang berkaitan dengan nyeri punggung. Keadaan ini dapat
menyebabkan morbiditas yang berat dan dapat terjadi karena berbagai
penyebab, paling banyak karena protrusi diskus vertebralis. Diagnosis
penyakit ini kadang terlambat, yang mana mengakibatkan prognosis yang
buruk. Red flag dan temuan yang berhubungan dengan CES adalah
sciatica neurogenik bilateral, penurunan sensasi perineal, gangguan
fungsi buli yang berujung pada retensi urin tanpa nyeri, hilangnya tonus
anal, dan hilangnya fungsi seksual. Di perawatan, anamnesis dan temuan
pemeriksaan menunjukkan sensitifitas yang buruk. Gejala dapat
berlangsung secara tiba-tiba maupun berangsung-angsur, dan
kebanyakan pasien tidak datang dengan semua gejala ini. Pemeriksaan
volume buli-buli post berkemih dapat membantu evaluasi, namun
diagnosa biasanya membutuhkan MRI atau CT myeolography jika MRI
tidak tersedia. Terapi bergantung pada konsultasi pembedahan dan
intervensi operatif untuk dekompresi.
Kesimpulan: sindrom cauda equina merupakan diagnosa yang sulit.
Namun, informasi terkait anamnesis dan temuan pemeriksaan, pencitraan,
dan terapi dapat membantu dokter emergensi untuk mengoptimalkan
terapi kondisi ini.

1. Pendahuluan

2
Nyeri punggung dialami oleh 75% pasien selama kehidupannya
dan menyebabkan disabilitas, dimana 15-20% orang di Amerika Serikat
mengalami nyeri punggung minimal sekali selama hidupnya. Ketika
kebanyakan kasus nyeri punggung adalah jinak, Sindrom Cauda Equina
(Cauda Equina Syndrome-CES) adalah penyebab nyeri punggung yang
berpotensi merusak dengan kemungkinan morbiditas yang signifikan dan
efek neurologis jangka panjang. Sindrom cauda equina merupakan
kondisi yang jarang namun gawat darurat yang berhubungan dengan nyeri
punggung dan gejala lain yang diakibatkan oleh kompresi cauda equina.
Cauda equina disusun oleh nervus lumbalis ke dua hingga ke lima, nervus
sacralis, dan nervus coccygeal serta dimulai dalam conus medularis.
Insidensi CES bervariasi berdasarkan etiologi, dengan keseluruhan
prevalensi berkisar antara 1 dari 33.000 hingga 1 dari 100.000 pasien.
Meskipun CES dapat muncul pada usia berapapun, kebanyakan pasien
dengan CES didagnosa pada umur sekitar 40 tahun. Faktor risiko
tambahan mencakup obesitas dan gender wanita. Sebuah penelitian
retrospektif menemukan CES yang berasal dari prolaps diskus terjadi
pada 1,8 per sejuta pasien, sementara itu penelitian terdaftar lain
menemukan insidensinya pada 7 dari 100.000 pasien pertahun. Pada
mereka yang datang dengan keluhan utama nyeri punggung, CES dapat
ditemukan pada 0.04% kasus. Sayangnya, CES juga berhubungan
dengan konsekuensi medikolegal yang signifikan, kebanyakan karena
gagalnya diagnosa CES, pemeriksaan yang tidak adekuat, kegagalan
komunikasi, kesalahan pemeriksaan, dan penundaan operasi. Literatur
menunjukkan bahwa kerusakan yang ada dibayarkan pada kurang lebih
setengah kasus yang ada, dengan rata-rata beberapa ratus ribu dolar per
orang.
Walaupun nyeri punggung adalah gejala paling umum dari CES,
gejala lain juga dapat mencakup sciatica unilateral atau bilateral,
penurunan sensasi daerah perianal, gangguan fecal dan buli-buli,
kelemahan ekstremitas inferior, dan penurunan fungsi seksual. Namun,
banyak pasien tidak datang dengan semua gejala tersebut, dan gejala ini

3
dapat terjadi baik secara mendadak atau berangsur-angsur. Selain itu,
ada sekitar 17 definisi yang jelas dari CES yang ditampilkan di dalam
literatur. Karena faktor-faktor ini serta variasi etiologi, diagnosa dapat sulit
dilakukan dan mungkin dapat terlambat, sehingga menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Sayangnya, sedikit bukti
kegawatdaruratan dalam literatur kedokteran emergensi terkait gejala,
evaluasi, dan managemen pasien cauda equina. Tinjauan naratif ini
memberikan dokter kegawatdaruratan tinjauan berbasis bukti dari kondisi
saat ini dari CES.

2. Metode
Penulis mencari artikel di PubMed dan Google Scholar
menggunakan kata kunci “cauda equina syndrome”. Penulis memasukkan
laporan kasus, serial kasus, penelitian retrospektif, penelitian prospektif,
tinjauan sistematik dan meta-analisis, panduan klinis, dan tinjauan naratif.
Pencarian literatur dibatasi pada penelitian yang dipublikasikan dalam
bahasa Inggris. Dokter emergensi dengan pengalaman dalam critical
appraisal meninjau semua artikel memutuskan penelitian mana yang
dapat dimasukkan dalam peninjauan, dengan berfokus pada artikel
berhubungan dengan kedokteran emergensi. Total 80 artikel telah dipilih
untuk dimasukkan dalam tinjauan ini.

3. Diskusi
a. Anatomi dan Patofisiologi
Ujung dari korda spinalis adalah konus medularis yang berada
pada level vertebral L1/L2, yang mana kemudian berjalan sejauh akar
saraf (gambar 1). Akar saraf lumbosaral dan coccygeal ini mirip
dengan gambaran ekor kuda, yang mana menyebabkan penamaan
cauda equina. Akar saraf ini mencakup akar saraf ascendens dan
descendens dari L2 hingga segmen coccygeal. Saraf ini mengontrol
pergerakkan tungkai bawah (L2-S2), sensasi tungkai bawah (L2-S3),
kontrol buli-buli (S2-S4), kontrol sphincter anal eksterna (S2-S4),

4
genitalia eksterna dan sensasi perianal (S2-S4), serta sensasi
coccygeal (S4,S5, dan nervus coccygeal). Akar saraf berjalan diantara
kanalis vertebralis dan dikelilingi oleh arkus neural, diskus dan corpus
vertebralis, proceccus spinosus, ligamentum flavum, ligamen
longitudinal posterior, dan facet joint, yang mana semua ini
membungkus dan melindungi akar saraf tersebut. CES diakibatkan
oleh kompresi pada saraf cauda equina yang berjalan sepanjang
kanalis vertebralis, baik itu berupa kompresi langsung, inflamasi,
kongesti vena, atau iskemia.
Urinasi, defekasi, fungsi seksual adalah komponen penting dari
fungsi normal yang dipengaruhi oleh CES. Buli-buli diinervasi oleh
nervus splanchnic pelvic, dengan input sensori dari nervus
hipogastrik, pelvic, dan pudendal, sementara itu kontrol autonomi
terutama oleh sistem parasimpatik. Stimulasi dari nervus ini
menyebabkan pengosongan buli-buli melalui stimulasi muskulus
detrussor dan inhibisi sphincter urethral. Kerusakan pada saraf ini
menyebabkan atoni buli-buli dengan retensi urin dan hilangnya kontrol
volunteer. Defekasi dikontrol oleh sphincter anal internal (involunteer)
dan eksternal (volunteer). Stimulasi rectum terjadi karena feses
memicu nervus pudendal (S2-S4) untuk meningkatkan peristaltik dan
merelaksasikan sphincter. Kerusakan pada akar saraf ini
menyebabkan aperistalsis dan kegagalan aktifitas sphincter.
Konstipasi pada umumnya adalah gejala awal, yang diikuti oleh
kegagalan menahan feses secara volunteer. Fungsi seksual juga
dapat dipengaruhi oleh CES. Pada laki-laki, ereksi dikontrol oleh
sistem parasimpatik, sementara ejakulai dikontrol oleh sistem simpatik
dan somatik. Sebagai konsekuensinya, kerusakan pada innervasi
parasimpatik akibat CES akan menyebabkan disfungsi ereksi.

Gambar 1. Caudal Spinal Cord dengan 1) conus medullaris, 2) filum


terminale, dan 3) cauda equina

5
b. Etiologi
CES paling banyak diakibatkan oleh herniasi atau prolaps diskus
sentral yang lebar pada level L4/L5 atau L5/S1, yang mana sekitar
45% dari seluruh kasus. Sementara herniasi diskus adalah penyebab
terbanyak dari CES, hanya 1-2% dari semua herniasi diskus akan
menyebabkan CES. Derajat herniasi yang ada pada CES bervariasi.
Salah satu penelitian menemukan bahwa sekitar 75% herniasi
menempati setidaknya sepertiga diameter kanalis spinalis, sementara
penelitian lain menemukan bahwa 45% herniasi menempati lebih dari
¾ kanalis spinalis. Etiologi lain dari CES ditampilkan dalam tabel 1.
Riwayat penyakit spinal sebelumnya seperti stenosis spinal atau
penebalan ligamentum flavum adalah faktor risiko mayor untuk
terbentuknya CES, bahkan protrusi diskus yang berukuran kecil pun
dapat menyebabkan kompresi yang signifikan pada pasien-pasien ini.

Tabel 1. Etiologi Cauda Equina

Ankylosing spondilytis
Kemoterapi
Gangguan spinal cord kongenital
Konstipasi
Herniasi diskus
Anestesi epidural
Infeksi- osteomyelitis, abses epidural spinal, arachnoiditis
Multiple sclerosis
Neooplasma- primer atau metastasis
Radiasi
Spinal stenosis
Lesi vaskular- hematoma, asteriovenosus malformasi,
thrombosis vena cava inferior
Trauma

6
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari sekian banyak gambaran klinis yang mungkin, anamnesis dan
fisik merupakan hal yang penting. Namun, literatur menunjukkan
adanya keterlambatan waktu diagnosis yang signifikan, dengan rata-
rata 11 hari dari munculnya gejala CES hingga diagnosa. Tandon dan
Sankaran menunjukkan tiga gambaran umum dari CES berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik: 1) onset yang cepat dari tidak
adanya masalah punggung pertama, 2) disfungsi buli-buli akut dengan
riwayat nyeri punggung bawah dengan atau tanpa sciatica, dan 3)
nyeri punggung kronik dan sciatica dengan perburukan nyeri yang
terjadi berangsur-angsur yang dikombinasikan dengan disfungsi buli
dan pencernaan. Sekitar 70% pasien memiliki riwayat nyeri punggung
kronik. Namun, CES dapat ditemukan baik secara akut maupun
berangsur-angsur selama beberapa minggu hingga bulan. Salah satu
penelitan menunjukkan bahwa 89% pasien dengan CES mengalami
perburukan gejala yang akut dalam 24 jam. Penting untuk
menentukan waktu onset, karena semakin cepat onset penyakit
berhubungan dengan perburukan hasil akhir penyakit. Definisi lain
membagi CES ke dalam dua kategori. CNS komplit mencakup retensi
urin yang tidak disertai nyeri dengan inkontinensia, sementara CES
inkomplit dapat mencakup penurunan sensasi urinaria, penurunan
keinginan untuk pengosongan buli, atau penurunan laju urinasi yang
disertai nyeri. Perbedaan ini merupakan hal yang penting, karena
mereka dengan CES komplit lebih membutuhkan terapi emergensi
dan mungkin memiliki prognosis yang lebih buruk. Definisi paling baru
bergantung pada lima gejala klinis dan empat stadium penyakit (Tabel
2). Tabel ini menunjukkan stadium CES, yang mana berperan penting
dalam menentukan prognosis. CES dengan retensi berhubungan
dengan prognosis yang buruk, sementara kecurigaan CES dengan

7
nyeri radikular bilateral berhubungan dengan prognosis yng lebih baik
jika kondisi tersebut didiagnosa dan ditangani dengan layak.
Gejala “red flag” klasik dari CES mencakup nyeri punggung
belakang kronik, sciatica bilateral, saddle anesthesia atau perubahan
sensori genital, inkontinensia buli atau bowel, dan disfungsi seksual.
Temuan ini menunjukkan penyebab sentral dari kompresi kanalis.
Anamnesis dan pemeriksaan sebaiknya berfokus pada temuan-
temuan ini, begitu juga faktor risiko yang memperberat (Tabel 3).
Walaupun kronologi nyeri penting untuk dikumpulkan, faktor penting
lain juga mencakup perubahan nyeri, riwayat kelemahan atau
perubahan sensoris pada ekstremitas bawah, kelemahan atau
perubahan sensoris yang baru, intervensi sebelumnya (mencakup
pungsi lumbal, anestesia epidural atau spinal, atau operasi spinal),
dan riwayat medis sebelumnya. Nyeri punggung pada CES biasanya
lebih berat dibandingkan kompresi satu akar saraf. Nyeri terutama
memburuk ketika posisi supinasi karena meningkatkan tekanan pada
akar saraf yang tertimpa, walaupun distribusi yang spesifik dari
radikulopati bergantung pada saraf yang dipengaruhi. Semakin cranial
lesi tersebut maka semakin berat dan luas nyerinya. Sciatica unilateral
lebih sering terjadi dibandingkan sciatica bilateral dalam kasus CES
terkonfimasi. Karena sciatica bilateral berkaitan dengan CES, namun
hal ini belum menjadi indikator CES yang signifikan secara statistik.
Kelemahan ekstremitas inferior terjadi ketika terdapat kompresi akar
saraf lumbosakral pada distribusi L4-S2. Perubahan sensori perianal
dapat terjadi, namun pasien sering gagal untuk melaporkannya secara
spontan hingga ditanyakan secara spesifik. Dokter sebaiknya
menanyakan perubahan sensasi saat duduk, selama defekasi, atau
selama aktifitas hygiene (mis: mengelap dengan tissue toilet).
Perubahan dalam sensasi perianal dapat bersifat unilateral, ringan,
atau seperti belang-belang. Distribusi kehilangan sensoris memburuk
sejalan dengan progresifitas kompresi nervus sacralis dan coccygel.

8
Disfungsi buli-buli dapat berupa retensi, inkontinensia, atau
penurunan sensasi uretral selama urinasi. Retensi urinari yang tidak
disertai nyeri punggung dapat merupakan gambaran serius dari CES,
walaupun hal ini jarang terjadi. Retensi biasanya mendahului
inkontinensia, sehingga pasien mungkin tidak datang dengan
inkontinensia hingga akhir proses penyakit. Daripada menanyakan
inkontinensia, dokter sebaiknya menanyakan tentang retensi dan
kesulitan mengeluarkan urin. Sayangnya, kesulitan mengeluarkan urin
dapat berhubungan dengan nyeri yang berat atau penyakit kronik.
Penyebab umum lain dari retensi urin adalah terapi antikolinergik dan
hiperplasia prostat jinak; sehingga, penting untuk menanyakan
tentang faktor risiko. Inkontinensia fecal tidak umum dilaporkan seperti
retensi dan inkontinensia urin. Hal ini mungkin diakibatkan kurangnya
laporan pasien, karena pasien lebih sering urinasi dibandingkan
defekasi, atau masalah transit pencernaan membutuhkan waktu yang
lama untuk menunjukkan gejala. CES juga dapat menyebabkan
urinasi selama intercourse, dyspareunia, dan disfungsi ereksi. Namun,
literatur menunjukkan bahwa dokter gagal untuk menanyakan dan
mendokumentasikan fungsi seksual dalam pemeriksaan pasien yang
dicurigai CES. Hal ini mungkin diakibatkan oleh ketidaknyamanan
dalam bertanya mengenai fungsi seksual, karena pasien mungkin
lebih enggan untuk melaporkan gejala seksual. Sehingga, penting
bagi dokter untuk secara spesifik menanyakan tentang masalah ini.
Pemeriksaan fisik mungkin sulit dilakukan pada pemeriksaan ini,
terutama jika mereka mengalami nyeri yang berat. Sehingga, penting
untuk mengatasi nyeri terlebih dahulu untuk memastikan pemeriksaan
yang layak dapat dilakuakan. Pemeriksaan sebaiknya berfokus pada
pemeriksaan kekuatan dan sensasi ekstremitas inferior (L2-L3),
sensasi perianal (S2-S4), refleks patella (L4), refleks tendon Achilles
(S1), refleks anal, dan refleks bulbocavernosus (S2-4). Dokter dapat
menemukan kelemahan unilateral atau bilateral sepanjang distribusi
L2-S2. Refleks achilles dan patella secara jelas menurun pada CES.

9
Hyperefleks dapat terlihat ketika kompresi bersifat multifokal atau
superior dari cauda equina. Sensasi dari dermatomal lumbosacral
sebaiknya diperiksa, terutama daerah perinal. Dokter sebaiknya
memeriksa refleks kedip anus, yang mana dapat dinilai dengan
memberikan sentuhan lembut pada kulit disekitar anus menggunakan
cotton swab atau aplikator. Refleks yang intak menghasilkan kontraksi
dari sphincter anal eksterna. Hilangnya refleks kedip anus
berhubungan dengan disfungsi akar saraf sacralis. Refleks
bulbocavernosus terjadi ketika kontraksi sphincter anal yang
merespon dengan terjadinya peremasan glans penis atau penarikan
kateter urin. Refleks ini juga secara khas menghilang pada CES.
Ketika pemeriksaan rectal secara tradisional menunjukkan diagnosis,
literatur menjelaskan bahwa temuan yang berhubungan dengan tonus
rectal tidak berkaitan dengan CES dan bervariasi diantara penyedia
layanan. Tabel 3 berisi daftar gambaran klinis yang menunjukkan
CES.
Saat tanda dan gejala yang ada ini menunjukkan CES, tidak ada
satupun bahkan kombinasi temuan yang cukup untuk mengeksklusi
CES. Walaupun nyeri punggung adalah gejala yang paling umum
ditemukan, diikuti oleh disfungsi buli-buli dan saddle hypoesthesia,
tinjauan sistematis terbaru mengevaluasi temuan red flag dalam
riwayat dan pemeriksaan fisik pasien ketika dibandingkan dengan
CES yang dikonfirmasi oleh MRI menemukan bahwa inkontinensia
bowel, perineal anestesia, dan penurunan tonus anal adalah gejala
yang paling spesifik, namun kebanyakan temuan tersebut memiliki
sensitifitas yang rendah (Tabel 4). Karena banyak penelitian individual
memiliki keterbatasan yang signifikan, dokter sebaiknya mencurigai
CES pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut atau kronik
dengan setidaknya satu gejala berikut: retensi urin, inkontinensia urin,
retensi feses, inkontinensia fecal, hilangnya tonus sphincter anal,
disfungsi seksual, atau saddle hypoesthesia atau anesthesia.

10
Tabel 2. Gambaran dan stadium CES
Gambaran dan stadium Spesifik
Gambaran khas CES 1. Sciatica neurogenik bilateral
2. Penurunan sensasi perineal
3. Gangguan fungsi buli-buli yang
menyebabkan retensi urin tanpa nyeri
4. Hilangnya tonus anal
5. Hilangnya fungsi seksual
Sadium CES 1. CES suspected: nyeri radikular bilateral
2. CES incomplete: kesulitan berkemih yang
berasal dari neurogenik (mis: gangguan
sensasi berkemih, hilangnya keinginan
untuk berkemih, aliran urin yang lemah,
harus mengedan untuk berkemih
3. CES retention: retensi urin neurogenik
(digambarkan sebagai retensi urin tanpa
nyeri disertai dengan overflow incontinence)
4. CES complete: hilangnya fungsi cauda
equina yang objektif, hilangnya sensasi
perianal, patulous anus, buli paralisis dan
tidak adanya sensasi buli/bowel

Tabel 3. Gambaran yang mengarah ke CES


Evaluasi Temuan (urutan menurun berdasarkan
pengaruhnya terhadap prognosis)
Ananmesis Disfungsi buli-buli (retensi, inkontinensia urin)
Disfungsi defekasi
Disfungsi seksual
Anesthesia atau hypesthesia perineal
Nyeri punggung berat yang tiba-tiba memburuk
Kelemahan motortik ekstremitas atau perubahan
sensoris

11
Sciatica bilateral
Sciatica unilateral
Pemeriksaan Penurunan sensasi perineal/urinari
Penurunan tonus anal
Kelemahan motorik eksteremitas inferior
Defisit sensoris ekstremitas inferior
Penurunan refleks patellar dan achilles

Tabel 4. Keandalan anamnesis dan pemeriksaan dalam CES


Gambaran Sensitifitas (95% Spesifisitas (95% LR + (95% CI) LR – (95% CI)
CI) CI)
Nyeri 34% (26-42%) 62% (51-72%) 1.98 (1.52-2.58) 0.64 (0.26-1.60)
punggung
Sciatica 43% (30-56%) 66% (59-73%) 1.50 (0.80-2.80) 0.90 (0.61-1.30)
Anesthesia 38% (28-49%) 85% (81-89%) 2.00 (0.92-4.33) 0.80 (0.61-1.05)
perineal
Retensi urin 25% (17-35%) 72% (65-79%) 0.84 (0.53-1.32) 0.99 (0.82-1.20)
Inkontinensia 24% (16-33%) 70% (61-72%) 0.76 (0.50-1.13) 1.05 (0.92-1.20)
urin
Inkontinensia 19% (9-33%) 86% (80-91%) 1.60 (0.66-3.89) 0.97 (0.78-1/20)
bowel
Penurunan 30% (16-49%) 83% (76-88%) 1.83 (1.00-3.33) 0.90 0.73-1.12)
tonus anal

d. Pemeriksaan diagnostik
Tidak ada penelitian laboratorium yang mendiagnosis CES.
Namun, pemeriksaan laboratorium pre operatif sebaiknya
diperhatikan jika ada kondisi yang signifikan terhadap CES.
Pemeriksaan ini sering berupa complete blood count, basic
metabolic panel, prothrombin time, activated partial thromboplastin
time, dan banyak lagi tergantung rumah sakit yang memeriksa.

12
Pemeriksaan point-of-care ultrasound dapat dilakukan untuk
menilai volume buli-buli. Penting untuk menilai keadaan ini dengan
cepat setelah pasien berkemih. Salah satu penelitian menemukan
bahwa volume post berkemih >500 mL memiliki odd ratio 4.0 dalam
mendiagnosa CES. Namun, odd ratio meningkat hingga 48.0 ketika
kondisi ini dikombinasikan dengan dua dari tiga gejala berikut:
bilateral sciatica, keluhan retensi urin, atau gejala inkontinensia
rectal.
Foto polos rendah penggunaannya dalam CES. Karena
pemeriksaan ini menunjukkan kondisi yang berkaitan dengan fraktur
dan trauma lain, pencitraan lebih lanjut masih dibutuhkan, dan foto
polos tidak secara signifikan mengubah terapi awal. Gold standart
untuk mendiagnosa CES adalah MRI. Karena tidak ada penelitian
penelitian yang secara langsung menilai keakuratan diganostik MRI
pada pasien CES, tinjauan sistematik dan meta analisis terbaru
terkait pencitraan herniasi diskus menemukan bahwa MRI 81%
sensitif dan 81% spesifik. Pemeriksaan ini menunjukkan bahwa
banyak kasus CES memiliki derajat herniasi yang lebih besar
dibandingkan penelitian terdahulu, hal ini sepertinya menunjukkan
keakuratan diagnosa akan lebih besar pada populasi ini. Hal yang
penting diketahui, MRI dikontraindikasikan pada pasien yang
menggunakan pacemaker, aneurysmal clip, atau ketika fragmen
metal dekat dengan struktur vital (mis: mata, jantung). Ketika MRI
tidak bisa dilakukan, dokter sebaiknya mempertimbangkan CT
myelogram. CT myelography lebih invasif dibandingkan MRI dan
melibatkan penggunaan jarum ke dalam kanalis spinalis yang diikuti
oleh injeksi pewarna kontras. Satu penelitian terbaru menemukan
bahwa CT lumbal dengan <50% thecal sac effacement dapat
mengeluarkan CES sebanyak 96 kasus dari total 97 kasus
(sensitifitas 98%), sementara thecal sac effacement ≥50
menunjukkan CES (spesifisitas 86%).

13
e. Tatalaksana
Tatalaksana mencakup konsultasi neurologis dini terkait
managemen operatif. Literatur menyarankan bahwa operasi
sebaiknya dilakukan dalam 48 jam setelah gejala muncul, karena
penundaan lebih dari 48 jam berhubungan dengan risiko disfungsi
permanen yang lebih besar. Karena waktu pasti untuk terapi operatif
masih kontroversial, mereka dengan onset gejala yang cepat (terjadi
dalam 24 jam) atau berkembangnya disfungsi buli dianggap sebagai
faktor risiko tinggi, dan ahli merekomendasikan bahwa pasien-pasien
ini mendapatkan terapi operatif dalam 24 jam munculnya gejala.

f. Disposisi
Pasien dengan sindrom cauda equina membutuhkan intervensi
operatif. Dengan demikian, pasien ini akan masuk ke rumah sakit
untuk mendapatkan operasi. Mayoritas pasien akan masuk ke unit
perawatan intensif sebelum operasi dilakukan untuk pemeriksaan
neurologi berkala.

4.Kesimpulan
Sindrom cauda equina merupakan penyakit yang jarang namun
merusak dengan potensi morbiditas yang signifikan. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berbagai penyebab, penyebab paling sering adalah
protrusi diskus vertebralis. Temuan yang sesuai dengan CES mencakup
sciatica neurogenik bilateral, penurunan sensasi perineal, gangguan
fungsi buli-buli yang menyebabkan retensi urin tanpa nyeri, hilangnya
tonus anal, dan gangguan fungsi seksual. Karena di perawatan temuan
ini memiliki sensitifitas yang terbatas, dokter harus mengetahui CES
pada pasien dengan gejala-gejala ini. Beberapa stadium CES
berdasarkan anamnesis dan temuan pemeriksaan adalah suspected,
incomplete, retention, dan complete. Pada departemen emergensi,
pemeriksaan fisik dan anamnesis yang fokus dikombinasikan dengan
penilaian volume buli post verkemih dapat membantu mengidentifikasi

14
kasus. Pencitraan yang direkomendasikan mencakup MRI atau CT
myelography. Terapi bergantung pada konsultasi operatif dan operasi
intervensi untuk dekompresi.

15

Anda mungkin juga menyukai