Anda di halaman 1dari 21

Referat

Brown Sequard Syndrome

Oleh :

Fajar Satria Rahman NIM. 2130912310065

Riswenty Ariyani NIM. 2130912320100

Siti Arika Bulan Shabhana NIM. 2130912320152

Pembimbing :

dr. Hj. Lily Runtuwene, Sp. S

DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Januari, 2023
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 3

A. DEFINISI ...................................................................................... 3

B. EPIDEMIOLOGI........................................................................... 3

C. ETIOLOGI.……............................................................................ 4

D. FAKTOR RISIKO.......................................................................... 6

E. PATOFISIOLOGI........................................................................... 7

F. MANIFESTASI KLINIS .............................................................. 9

G. KLASIFIKASI .............................................................................. 11

H. DIAGNOSIS ................................................................................ 12

I. TATALAKSANA ......................................................................... 15

J. PROGNOSIS............................................................................... 16

BAB III PENUTUP................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Brown Se'quard adalah pola cedera yang tidak lengkap yang

menunjukkan hemiseksi sumsum tulang belakang yang mengakibatkan kelemahan

dan kelumpuhan pada satu sisi kerusakan dan hilangnya sensasi nyeri dan suhu

pada sisi yang berlawanan. Di Amerika Serikat, sekitar 11.000 kasus baru

dilaporkan setiap tahun di antara cedera tulang belakang, yang meliputi paraplegia

dan tetraplegia tidak lengkap.10 Trauma merupakan penyebab tersering sindrom

ini, baik trauma tajam maupun trauma tumpul.11

Brown-sequard syndrom ditandai dengan paresis yang asimetris disertai

dengan hypalgesia yang lebih jelas pada sisi yang mengalami paresis. Brown

sequard syndrom biasa disebakan bisa karena adanya gangguan traktus

kortikospinal lateralis, gangguan kolumna alba posterior maupun gangguan

traktus spinotalamikus lateralis.2

Karakteristik dari gambaran klinik yang ditemui pada pasien-pasien

dengan hemiseksi medulla spinalis komplet dapat beragam semua tergantung

penyebab nyeri dan sejauh mana kerusakan pada medula spinalis.2

Prognosis dari tiap individu yang terdiagnosis Brown Sequard Syndrome

pun bergantung oleh penyebab nyeri dan sejauh mana kerusakan pada medula

spinalis.Lebih dari setengah dari penderita Brown Sequard Syndrome pulih

dengan baik, dan kebanyakan dari pasieen pascatrauma yang memulihkan fungsi

motorik. 0.5 – 0,67 pemulihan motorik pada pasien BSS pasca cedera terjadi

1
2

dalam 1-2 bulan yang seharusnya terjadi dalam 1 tahun. Selanjutnya pemulihan

melambat dalam 3-6 bulan dan akan meningkat hingga 2 tahun pasca cedera.5-7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sindrom Brown-Séquard adalah sindrom neurologis akibat hemiseksi

sumsum tulang belakang yang mengakibatkan kelemahan dan kelumpuhan dan

defisit proprioseptif di sisi tubuh ipsilateral terhadap lesi dan hilangnya sensasi

nyeri dan suhu pada kontralateral. Sebagai sindrom sumsum tulang belakang yang

tidak lengkap, presentasi klinis sindrom Brown-Séquard bervariasi dalam tingkat

keparahan.10 Ini tergantung pada lokasi cedera yang juga dapat melibatkan batang

toraks servikal atau simpatis yang mengakibatkan sindrom Horner. Secara

keseluruhan, gejalanya tergantung pada bagian sumsum tulang belakang mana

yang terpengaruh. Ia juga dikenal sebagai hemiseksi sumsum tulang belakang.

Sebagai sindrom sumsum tulang belakang yang tidak lengkap, presentasi klinis

BSS dapat berkisar dari defisit neurologis ringan hingga berat. 10

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sekitar 11.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun di

antara cedera tulang belakang, yang meliputi paraplegia dan tetraplegia tidak

lengkap. Sindrom Brown-Séquard adalah bentuk langka dari cedera tulang

belakang tidak lengkap yang terjadi setelah kerusakan pada satu sisi sumsum

tulang belakang saja (hemisection), biasanya di leher (sumsum tulang belakang

leher), atau sumsum tulang belakang toraks, namun bisa di mana saja. sepanjang

3
4

sumsum tulang belakang. Perkiraan menunjukkan di antara semua penyebab

traumatis, 4% cedera tulang belakang adalah Sindrom Brown-Séquard.10

C. Etilogi

Etiologi sindrom Brown Sequard adalah rusaknya atau hilangnya traktus

medula spinalis baik ascenden atau descenden pada satu sisi medula spinalis.

Penyebab sindrom Brown Sequard dapat dibedakan menjadi penyebab trauma

atau non trauma.11

Trauma merupakan penyebab tersering sindrom ini, antara lain trauma

tajam seperti tusukan benda tajam, luka tembakan, fraktur unilateraf facet, dan

dislokasi akibat jatuh atau kecelakaan, selain itu dapat pula disebabkan oleh

trauma tumpul, contusio tekanan dan manipulasi chiropraktik.11

Penyebab non trauma antara lain tumor medula spinalis, baik intrinsik

ataupun ekstrinsik, penyakit degenerasi seperti herniasi diskus atau spondilosis

servikalis, iskemia, perdarahan spinal subdural atau epidural atau hematomyelia,

infeksi atau peradangan seperti meningitis, empyema, herpes zoster, herpes

simpleks, myelitis, tuberkulosis, sifilis, multipel sklerosis.11

Lesi spinovaskuler paling sering dijumpai berupa paraplegia yang selalu

disertai gangguan miksi dan defekasi, sebagian kecil berupa sindrom Brown

Sequard. Lesi spinovaskuler lebih sering disebabkan oleh proses kompresi

terhadap arteri spinalis dari luar daripada proses oklusi di lumen, lebih jarang lagi

disebabkan oleh gangguan tekanan perfusi yang menurun akibat menurunnya

tekanan darah sistemik. Tumor di dalam kanalis vertebralis, HNR pakimeningitis,

fraktur kolumna vertebralis akibat trauma dan osteofit tulang belakang dapat
5

menekan arteri yang memperdarahi medula spinalis. Tergantung pada lokasi

proses penyebab kompresi, dapat terjadi lesi yang menentukan gambaran klinis.

Aliran darah yang tersumbat ialah lairan salah satu cabang intramedular sistem

anastomosis arterial anterior.12

Gambar 2.1 Osteofit pada spondilosis dapat menekan sistem anastomosis arterial

anterior atau a.radikulares

Baik paraplegia maupun sindrom Brown Sequard akibat lesi vaskular

dapat dibedakan dari paraplegia/sindrom Brown Sequard akibat lesi nonvaskular

dengan menyelidiki tanda - tanda LMN. Oleh karena kebanyakan lesi vaskuler di

medula spinalis hampir selalu merusak 2/3 bagian bawah segmen medula spinalis

sepanjang bagian torakal bawah sampai sakral atau torakal Tengah sampai lumbal

bawah, tergantung pada variasi topografik arteria radikularis magna

Adamkiewicz, maka tanda - tanda LMN akan ditemukan walaupun batas defisit

sensorik jelas pada tingkat tinggi, yang lebih sesuai untuk dikorelasikan dengan
6

tanda-tanda UMN. Jadi paraplegiaflaksid yang menetap dengan batas sensorik

pada tingkat torakal tengah atau bawah merupakan ciri khas untuk lesi vaskuler

akibat penyumbatan sistem anastomosis arterial anterior.12

D. Faktor Risiko

Faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya sindrom brown sequard ini

masih berkaitan erat dengan etiologi. Sindrom brown sequard secara umum

etiologi atau penyebabnya dapat berupa trauma dan non trauma. Trauma

dimaksud di sini berupa trauma tajam seperti tusukan benda tajam, luka

tembakan, fraktur unilateraf facet, dan dislokasi akibat jatuh atau kecelakaan,

selain itu dapat pula disebabkan oleh trauma tumpul, contusio tekanan dan

manipulasi chiropraktik.1-2 Sehingga pekerjaan juga kebiasaan dapat menjadi

faktor resiko. Seperti misalnya pada beberapa pekerjaan yang berkaitan erat

dengan senjata tajam maupun senjata api yang aktif digunakan dan memiliki

resiko tertembak atau tertusuk dapat meningkatkan resiko. Kebiasaan yang

dimaksud di sini merupakan kebiasaan yang tidak menggunakan alat pelindung

diri yang baik dan sesuai aturan misalnya pada saat berkendara, sehingga resiko

terjadinya cedera, fraktur maupun dislokasi jika terjadi kecelakaan akan lebih

besar. Selain faktor resiko terkait etiologi trauma juga terdapat faktor resiko pada

etiologic non trauma. Umumnya hal ini terkait dengan usia, semakin tua usia

maka resiko terjadinya penyakit degenaratif yang dapat menyebabkan sindrom

brown sequard juga meningkat. Beberapa penyakit degeneratif atau terkait

penuaan yaitu herniasi diskus atau spondilosis servikalis.

E. Patofisiologi
7

Sindrom ini terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis, biasanya akibat luka

tembus. Brown sequard sindrom terjadi karena hemiseksi medulla spinalis yang

mana ini di maksud sebagai kerusakan traktus korda spinalis asenden dan

desenden pada satu sisi korda spinalis. Serabut motorik dari traktus kortikospinal

menyilang pada pertemuan antara medulla dan korda spinalis. Kolumna dorsalis

asenden membawa sensasi getar dan posisi ipsilateral terhadap akar masuknya

impuls dan menyilang diatas korda spinalis di medulla. Traktus spinotalamikus

membawa sensasi nyeri, suhu dan raba kasar dari sisi kontralateral tubuh. Pada

lokasi terjadinya cedera spinal, akar saraf dapat terkena.1-2

Gambar 2.2 Patofisiologi BSS

Brown-sequard syndrom jarang dan biasanya tidak komplit. Penyebab

tersering adalah karena trauma medulla spinalis dan herniasi diskus cervicalis.

Interupsi jaras motorik descendens pada satu sisi medulla spinalis pada awalnya
8

menyebabkan paresis flasid ipsilateral dibawah tingkat lesi (syok spinal), yang

kemudian menjadi spastic dan disertai hiperefleksia, tanda babinski dan gangguan

vasomotor. Pada saat yang bersamaan gangguan posterior pada salah satu

sisi medulla spinalis menimbulkan hilangnya sensasi posisi, getar dan

diskriminasi taktil ipsilateral di bawah tingkat lesi. Ataksia yang normalnya

terlihat pada lesi kolumna posterior tidak terjadi karena paresis yang bersamaan.

Sensasi nyeri dan suhu sesisi tidak terganggu, karena serabut yang mempersarafi

modalitas ini teah menyilang ke sisi kontralateral dan berjalan naik ke dalam

traktus spinotalamicus lateralis, tetapi sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang

dibawah tingkat lesi karena traktus spinotalamikus ipsilateral terganggu. Sensasi

taktil sederhana tidak terganggu karena modalitas ini dipersarafi oleh dua jaras

serabut yang berbeda. Kolumna posterior (tidak menyilang) dan traktus

spinotalamikus anterior menyilang. Hemiseksi medulla spinalis menyisakan satu

dari kedua jaras tersebut untuk sensasi taktil pada kedua sisi tubuh tetap intak-

kolumna posterior kontralateral untuk sisi kontralateral lesi dan traktus

spinotalamikus anterior kontralateral untuk sisi ipsilateralis.1-2


9

Gambar 2.3 BSS

F. Manifestasi Klinis

Brown-sequard syndrom ditandai dengan paresis yang asimetris disertai

dengan hypalgesia yang lebih jelas pada sisi yang mengalami paresis. Brown

sequard syndrom murni sering berhubungan dengan hal- hal berikut:2

1. Gangguan traktus kortikospinal lateralis

a. Paralisis spastic ipsilateral dibawah letak lesi

b. Tanda babinski positif ipsilateral dari letak lesi

c. Reflek patologis dan tanda babinski positif (mungkin tidak didapatkan

pada cedera akut)

2. Gangguan kolumna alba posterior: menyebabkan hilangnya kemampuan

membedakan sensasi taktil, getaran, posisi tubuh, posisi sendi, dan diskriminasi 2

titik ipsilateral pada tingkat di bawah lesi


10

3. Gangguan traktus spinotalamikus lateralis: berkurangnya sensasi nyeri dan

sensasi suhu kontralateral terhadap lesi. Hal ini biasanya terjadi pada 2-3 segmen

bawah letak lesi.

Karakteristik dari gambaran klinik yang ditemui pada pasien-pasien

dengan hemiseksi medulla spinalis komplet, setelah syok spinal berakhir:

1. Paralisis LMN ipsilateral pada segmen dari lesi dan atrofi otot. Keadaan ini

disebabkan kerusakan neuron dalam kolum anterior dan mungkin juga diikuti oleh

kerusakan dari serabut saraf pada segmen yang sama.

2. Paralisis spastic ipsilateral pada tingkat dibawah lesi. Munculnya babinski

ipsilateral, reflek dinding perut ipsilateral, dan reflek kremaster ipsilateral. Semua

gejala ini muncul karena hilangnya traktus kortikospinal pada daerah lesi.

3. Anestesi ipsilateral kulit. Ini akibat kerusakan terletak pada jalan masuknya,

pada daerah lesi.

4. Kehilangan sensasi propioseptif, diskriminasi taktil, dan getaran dibawah

tingkat lesi. Gejala ini disebabkan oleh kerusakan traktus asenden pada sisi yang

sama dengan lesi.

5. Kehilangan sensasi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi


11

G. Klasifikasi

Berdasarkan ASIA Impairment Scale (AIS), trauma medula spinalis

dikategorikan dalam 5 tingkatan.


12

Grade Jenis Lesi Manifestasi Klinis


A Komplit Hilangnya fungsimotorik dan sensorik, selamatnya fungsi segmen
sacral S4-5
B Inkomplit Adanya fungsi sensorik tetapi tidak ada fungsi motoric yang
selamat di bawah level lesi neurologis dan termasuk segmen
sacral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motoric selamat di bawah level kerusakan neurologis dan
lebih dari setengah otot-otot kunci di bawah level ini memiliki
kekuatan otot kurang dari 3
D Inkomplit Fungsi motoric selamat di bawah level kerusakan neurologis dan
lebih dari setengah otot-otot kunci di bawah level ini memiliki
kekuatan 3 atau lebih
E Normal Motorik dan sensorik berfungsi normal

H. Diagnosis

Anamnesis

Riwayat klinis sering mencerminkan etiologi sindorom Brown-Sequard.

Timbulnya gejala mungkin akut atau bertahap progresif. Keluhan terkait dengan

hemiparesis atau hemiparalysis dan perubahan sensorik, parestesia, atau

dysesthesias di tungkai kontralateral. Kelemahan terisolasi atau perubahan

sensorik dapat dilaporkan. Hemiseksi lengkap, menyebabkan gambaran klinis

klasik murni sindrom Brown-Sequard, jarang terjadi. Hemiseksi lengkap

menyebabkan sindrom Brown-Sequard ditambah tanda-tanda dan gejala lain yang

lebih umum. Gejala ini dapat terdiri dari temuan keterlibatan kolom posterior

seperti kehilangan sensasi getaran.3,4

Pemeriksaan fisik

Diagnosis dan identifikasi sindrom Brown-Sequard didasarkan pada temuan

pemeriksaan fisik. Parsial sindrom Brown-Sequard ditandai dengan paresis


13

asimetris, dengan hypalgesia lebih ditandai di sisi kurang paretic. 3,4 Pure sindrom

Brown-Sequard (jarang telihat dalam praktek klinis) dikaitkan dengan berikut:3,4

1. Gangguan saluran kortikospinalis lateralis-paralisis spastik ipsilateral di

bawah tingkat lesi dan Babinski menandatangani ipsilateral lesi (refleks

abnormal dan Babinski tanda mungkin tidak hadir dalam cedera akut)

2. Gangguan posterior kolom putih-hilangnya ipsilateral diskriminasi taktil,

serta sensasi getaran dan posisi, dibawah tingkat lesi.

3. Gangguan traktus spinotalamikus lateralis-hilangnya kontralateral nyeri dan

sensasi suhu: ini biasanya terjadi 2-3 segmen bawah tingkat lesi.

Cobalah untuk membedakan tingkat kerugian sensasi, kehilangan motorik,

kehilangan suhu, dan kehilangan akal getaran. Evaluasi bilateral dibandingkan

temuan neurologis sepihak ketika menentukan tingkat kerugian.3,4

Pemeriksaan motorik pada pasien dengan sindrom Brown-Sequard

mengungkapkan kelemahan atau kelumpuhan spastik dengan motor atas tanda-

tanda neuron dari peningkatan tonus, hyperreflexia, klonus, dan tanda-tanda

Hoffmann atas 1 sisa tubuh.3,4

Kekuatan motorik otot kunci yang mewakili tingkat akar spinal servikal dan

lumbal harus diniali [ada standar 0-5 skala. Perhatian khusus harus diambil untuk

menguji di posisi dengan gravitasi dihilangkan dan melawan gravitasi.3,4

Pemeriksaan sensorik adalah hal penting untuk kontralateral penurunan

sensasi sentuhan ringan dan panas atau dingin. Fungsi sensorik harus disimpan di

dermatom perwakilan dari C2-S4/5 untuk hadir, gangguan, atau normal sensasi

sentuhan ringan dan titik-titik.3,4


14

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis sindrom Brown-Sequard ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu diperlukan untuk

mengevaluasi kondisi pasien tetapi sangat membantu dalam mengikuti perjalanan

penyakit pasien. Pemeriksaan dapat berguna pada sindrom Brown-Sequard yang

disebabkan keadaan non traumatik seperti infeksi atau neoplasma.

 Pemeriksaan radiologis

- Foto polos vertebrae merupakan langkah awal untuk mendeteksi

kelainan-kelainan yang mengakibatkan medulla spinalis, kolumna

vertbralis, dan jaringan sekitarnya pada trauma cervical digunakan foto

AP, lateral dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal digunakan foto

AP dan lateral.

- CT Scan Vertebrae. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan

lunak, struktur tulang dan kanalis spinalis dalam potongan axial.

- Pemeriksaan Vertebrae menunjukkan luasnya cedera korda spinalis dan

ini sangat membantu untuk membedakannya dengan penyebab non

traumatik.

- CT Myelogram dapat membantu jika MRI dikontraindikasikan atau

tidak tersedia.3,4

 Pemeriksaan lain

Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) dapat dilakukan jika dicurigai

disebabkan oleh tuberkulosis.3


15

I. Tatalaksana

Pasien dengan sindrom Brown-Sequard akibat trauma perlu dievaluasi

kemungkinan adanya cedera lain, seperti halnya penderita trauma. Evaluasi lain

dapat meliputi:4,5

 Pemasangan kateter urin

 Imobilisasi

 Pemasangan NGT

 Imobilisasi cervikal, vertebra dorsal bawah, dan imobilisasi dengan hard

collar jika terjadi cedera cervical.

 Pasien dengan sindrom Brown-Sequard mengalami kehilangan daya sensasi.

Untuk mengetahui adanya kemungkinan cedera intraabdominal dapat

dilakukan CT-Scan atau peritoneal lavage.

 Pasien dengan stabbing wound dengan alat yang masih terfiksir pada tubuh

pasien tidak boleh dilakukan tindakan pencabutan alat, dikerenakan

dikhwatirkan akan menyebabkan perdarahan yang masif dan subdural

hematoma.

 Tindakan operatif diperlukan dengan tujukan dekompresi spinal, menghindari

dura yang dapat menyebabkan pengeluaran cairan serebrospinal.

 Pemberian medikamentosa bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Banyak penelitian menunjukkan penyembuhan yang lebih baik pada

penderita yang diberikan steroid dosis tinggi pada awal pengobatan.

Pemberian kortikosteroid, yaitu metilprednisonlon (solu-medrol, depo-


16

medrol) berguna sebagai neuroproteksi dengan cara mengurangi peroksidasi

memberane lipid dan infalmasi paska trauma. Dosis dewasa 30 mg/kgBB IV

bolus dalam 15 menit, dilanjutkan 5.4 mg/kgBB/jam dalam infus 23 jam

(harus dilakukan dalam 8 jam post trauma). Kontraindikasi, yaitu riwayat

alergi, infeksi virus, bakteri atau tuberkulosis kulit.6

 Terapi fisik yang mungkin bisa diterapkan pada pasien sindrom Brown-

Sequard antara lain:5

- Monitor perubahan pada perbaikan

- Perbaiki status keadaan pasien

- Pertahankan intergritas dari kulit pasien

- Perbaiki kekuatan pasien

- Meningkatkan control posisi tubuh pasien

- Mendukung atau memberi motivasi pada pasien ataupun keluarga pasien

J. Prognosis

Prognosis dari tiap individu yang terdiagnosis Brown Sequard Syndrome

bergantung oleh penyebab nyeri dan sejauh mana kerusakan pada medula spinalis.

Umumnya kerusakan medula spinalis tidak lengkap pada Brown Sequard

Syndrome bisa mendapatkan penyembuhan yang baik. Lebih dari setengah dari

penderita Brown Sequard Syndrome pulih dengan baik, dan kebanyakan dari

pasieen pascatrauma yang memulihkan fungsi motorik. 0.5 – 0,67 pemulihan

motorik pada pasien BSS pasca cedera terjadi dalam 1-2 bulan yang seharusnya
17

terjadi dalam 1 tahun. Selanjutnya pemulihan melambat dalam 3-6 bulan dan akan

meningkat hingga 2 tahun pasca cedera.

Neurological Level of Injury (NLI) dan American Spinal Injury

Association (ASIA) Impairment Scale (AIS) merupakan faktor penting dalam

penentuan prognosis. Keterlambatan dalam penilaian AIS (>72 jam) akan

mengurangi angka pemulihan sampai sebesar 2.5%. Kemungkinan ambulasi pada

pasien cedera spinal dapat diperkirakan melalui AIS dan mempengaruhi prognosis

pasien. Pasien dengan AIS grade A (fungsi motorik dan sensorik komplit)

mempunyai kemungkinan  ambulasi sangat kecil dalam 1 tahun pasca cedera

spinal,yaitu sekitar 8.3%. Pasien dengan AIS grade A membutuhkan alat bantu

dan asisten untuk dapat berjalan. Rehabilitasi dengan terapi, penentuan alat bantu

perlu diberikan agar pasien bisa hidup secara mandiri. Pasien cedera spinal

dengan AIS Grade B (fungsi motorik komplit, fungsi sensori inkomplit) dan AIS

grade C (fungsi motorik inkomplit) mempunyai kemungkinan pemulihan

ambulasi yang cukup tinggi. Angka pemulihan ambulasi tertinggi berada pada

AIS grade D (fungsi motor inkomplit) mencapai 97.3%.7-9


BAB III

PENUTUP

Brown Sequard Syndrome (BSS) merupakan sindrom neurologis akibat

hemiseksi sumsum tulang belakang. Gejala yang timbul ditandai dengan paresis

yang asimetris disertai dengan hypalgesia yang lebih jelas pada sisi yang

mengalami paresis. Gejala yang muncul pada Brown Sequard Syndrome (BSS)

terbagi menjadi lima yaitu paralisis LMN ipsilateral, paralisis spastic ipsilateral,

anestesi ipsilateral kulit, kehilangan sensasi propioseptif, dan kehilangan sensasi

nyeri dan suhu kontralateral. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta penunjang yang akan disesuaikan dengan kriteria

diagnosis ICD-10 atau DSM-V. Tatalaksana yang diberikan sesuai dengan gejala

yang dirasakan pasien. Sebagian besar orang akan pulih secara sempurna dalam

waktu 1 bulan sampai 2 tahun.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Shams S, Arain A. Brown Sequard Syndrome. InStatPearls [Internet].


StatPearls Publishing. 2021
2. Mahadewa TG, Maliawan S. Diagnosis dan tatalaksana kegawat daruratan
tulang belakang. Ed I. Jakarta: CV Sagung Seto. 2009.
3. (1)Baehr M, Frotscher M, Duus: Tropical diagnosis in neurology. 4th revised
edition. New York: Thieme. 2005.
4. (2)Basjirudin A. Darwin Amir. Gangguan medula spinalis. Buku ajar ilmu
penyakit saraf. Padang; FK UNAND: 2008.
5. (3)Jones and Barlet. Physical Therapy for physical therapiest and
neurophysiology. Special edition. USA. 2010.
6. (4)Shah manan, Peterson C, Yilmaz E, Halalmeh DR, Moisi M. Current
advancements in the management of spinal cord injury: A comprehensive
review of literature. Surg Neurol Int. 2020; 11(2).
7. (5)Wirz M, Zörner B, Rupp R, Dietz V. Outcome after incomplete spinal cord
injury: central cord versus Brown-Sequard syndrome. Spinal Cord. 2010
May;48(5):407-14. 
8. (6)Mazwi N, Adeletti K, Hirschberg R. Traumatic Spinal Cord Injury:
Recovery, Rehabilitation, and Prognosis. Curr Trauma Reports. 2015;1:182–
92.
9. (7)Chin LS. Spinal Cord Injuries [Internet]. Medscape. 2018.
10. Shams S, Arain A. Brown Sequard Syndrome. InStatPearls [Internet] 2021
Sep 14. StatPearls Publishing.
11. Albanese.C.V Brown Sequard Syndrome. Available at: http://
www.emedicine.com/pmr/TOPIC 17.HTM. (Last update December 2006).
Accesed: November I 1,2007
12. Mardjono,M;Sidharta,R 2004. Neurologi Klinis Dasar, cetakar kesepuluh.
Dian Rakyat Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai