Anda di halaman 1dari 9

PENDIDIKAN ORANG DEWASA

TUGAS TATAP MUKA KE-13

Oleh :

Nama: Nurhayatul Fadzila


NIM: 185040100111011
Kelas: G

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
Tugas!
1. Analisis karakter petani Indonesia dalam menjalankan kegiatan pertanian pada
aspek hulu, usaha tani, dan hilir!
Jawab:
 Umur
Umur petani di Indonesia berkisar 31-76 tahun, dengan rata-rata umur 53
tahun. Manusia dikatakan produktif apabila memiliki usia 15-64 tahun
(Nurhasikin 2013). Banyaknya petani dengan usia non produktif (lansia),
dikarenakan merasa masih kuat, harus bekerja untuk memperoleh penghasilan,
dan tidak ada regenerasi petani. Anak-anak petani selepas sekolah formal,
biasanya merantau ke luar daerah untuk mencari pengalaman alih-alih bekerja
di bidang pertanian. Selain itu, sesuai penelitian Andini et al. (2013), petani
masih bekerja di usia tua karena tidak memiliki jaminan hari tua (pensiun),
sehingga harus terus bekerja selama tidak ada yang menjamin hidupnya
 Tingkat pendidikan
Pendidikan sangat menentukan tingkat kompetensi petani dalam melakukan
kegiatan pertanian (Manyamsari & Mujiburrahmad 2014). Yang dimaksud
dengan kompetensi adalah perwujudan perilaku dalam merencanakan kegiatan
untuk mencapai target. Tingkat pendidikan petani di Indonesia didominasi
oleh SD (53%), SLTP (15%) dan SLTA (20%). Sisanya yaitu sebanyak 12%
adalah mereka yang putus sekolah (SD, tapi tidak lulus). Data tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani relatif rendah seperti sudah
diteliti oleh Suyanto dan Khususiyah (2006). Pendidikan yang rendah, selain
berimplikasi pada kurang terkoordinirnya perencanaan pertanian, juga akan
berpengaruh pada jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh petani dalam
upaya peningkatan pendapatan. Pilihan pekerjaan menjadi terbatas pada sektor
informal (Budiartiningsih et al. 2010), misalnya menjadi buruh. Buruh
menerima semua kesempatan memburuh, baik itu sebagai buruh tani, buruh
bangunan, buruh tukang kayu, buruh tukang batu ataupun sekadar membantu
tetangga memperbaiki atap rumah dan pekerjaan kasar lainnya.
 Jumlah tanggungan keluarga
Jumlah tanggungan keluarga petani rata-rata berkisar antara 1–7 orang, dengan
rata-rata jumlah tanggungan keluarga masing-masing petani adalah 4 orang.
Jumlah tanggungan keluarga yang besar dapat menjadi salah satu sebab
sebuah rumah tangga menjadi miskin (Afandi 2010), terutama jika anggota
keluarga mayoritas masih berusia non-produktif. Jumlah tanggungan keluarga
empat orang tergolong sedang. Komposisi dalam keluarga dengan jumlah
tanggungan empat orang, bukan lagi bapak-ibu-dua anak. Banyak yang hanya
tinggal berdua dengan istri, saudara, maupun cucu. Sebagian dari anak yang
telah berkeluarga, berpisah dari rumah induk. Anak yang belum berkeluarga,
keluar daerah untuk bekerja sebagai buruh. Implikasinya, pada sebagian
keluarga petani, lahan garapan hanya diolah dengan tenaga kerja keluarga
yang minimal.
 Luas lahan garapan
Adanya perbedaan luas lahan yang digarap oleh petani tidak menimbulkan
kecemburuan antar penggarap. Rata-rata luas lahan milik yang kurang dari 0,5
ha menunjukkan bahwa sebagian petani masuk dalam kategori petani kecil
atau petani gurem (Suratiyah 2001). Keahlian pada bidang lain yang terbatas
membuat petani berusaha merekayasa lahannya agar terus dapat ditanami
tanaman pangan dengan hasil optimal, misalnya dengan pemupukan maupun
pengurangan tajuk. Lahan yang digarap oleh petani dapat berupa lahan sewa,
lahan kas desa, lahan milik kerabat maupun maro atau bagi hasil.
 Jenis pekerjaan
Pekerjaan utama anggota kelompok tani di Indonesia sebagian besar adalah
sebagai petani, yang mencakup pertanian rakyat, perkebunan rakyat,
peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan atau biasa disebut
pertanian dalam arti luas (Mubyarto 1979). Petani dapat memanfaatkan waktu
luang dengan bekerja di sektor lain jika masih ingin menambah pendapata,
misalnya bekerja disektor informal menjadi buruh atau pedagang.
 Kelembagaan petani
Kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak terlepas dari penguatan
kelembagaan petani. Pertemuan kelompok baik di tingkat internal kelompok
tani maupun antar kelompok di bawah komunitas merupakan salah satu bentuk
penguatan kelompok dalam memelihara kekompakan.
2. Analisis karakter petani luar negara Indonesia dalam menjalankan kegiatan
pertanian pada aspek hulu, usaha tani, dan hilir!
Jawab:
Jepang
Di Jepang, salah satu masalah yang serius di sektor pertanian juga sama
dengan di negaranegara lain, yaitu kurangnya jumlah pengusaha pertanian
(Yaganimura 2014). Hal ini berhubungan dengan menurunnya jumlah tenaga kerja di
sektor pertanian. Menurut Uchiyama (2014), jumlah rumah tangga petani menurun
58% sejak tahun 1960 ke 2010, dan proporsi petani terhadap total populasi juga
mengalami penurunan dari 36,2% menjadi hanya 5,4%.
Sumber pendapatan rumah tangga petani terutama dari sektor nonpertanian, di
mana rumah tangga yang hanya bersumber pendapatan dari pertanian semata turun
dari jumlah tenaga kerja pertanian yang juga mengalami penurunan dari 14 juta tahun
1960 menjadi hanya 2,6 juta tahun 2010. Menurunnya jumlah tenaga kerja pertanian
semakin memburuk dikaitkan dengan sebaran umur tenaga kerja yang cenderung
semakin menua. Fenomena aging farmer berjalan cepat sehingga data tahun 2010
menunjukkan sekitar 61,6% tenaga kerja berumur lebih dari 65 tahun. Selama empat
dasawarsa proporsi petani tua lebih dari 65 tahun bertambah menjadi 43,8% dari
semula 17,8% tahun 1970.
Fenomena aging farmer di Jepang tersebut ternyata tidak berbeda jauh dengan
fenomena yang terjadi di Australia dan Amerika Serikat. Keengganan tenaga kerja
muda masuk ke sektor pertanian menurut Uchiyama (2014) terutama karena rata-rata
luas lahan pertanian yang relatif kecil dan cenderung menurun dari waktu ke waktu,
meskipun sampai tahun 2010 rata-rata pemilikan lahan sekitar 2 hektare, jauh lebih
besar dari rata-rata pemilikan lahan pertanian di Indonesia. Dengan semakin
banyaknya petani yang keluar dari pertanian, maka lahan-lahan pertanian di Jepang
banyak yang tidak diusahakan (atau disebut sebagai "weed paradise"). Menurut
Japan's Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism (JMLIT) dalam
Uchiyama (2014), pada tahun 2007 sebanyak 386 ribu hektare lahan pertanian telah
ditelantarkan dan diramalkan sebanyak 412 pemukiman di perdesaan akan musnah
dalam 10 tahun mendatang serta 2.219 lainnya bisa jadi akan musnah pula dalam 10
tahun berikutnya.
Dengan latar belakang kondisi tersebut, jumlah tenaga kerja pertanian di
Jepang secara keseluruhan menurun tajam dan tenaga kerja pertanian didominasi oleh
petani tua. Petani yang baru memulai atau masuk ke pertanian (new entry farm)
sebagian besar adalah tenaga kerja tua, sangat sedikit tenaga kerja muda (39 tahun
atau lebih muda). Mereka diistilahkan sebagai "kembali ke pertanian (back to home
farms)" setelah masa muda mereka digunakan untuk bekerja di sektor nonpertanian
(industri).
Porsi lahan pertanian Jepang hanya 25% dari total wilayahnya yang sebagian
besar berupa pegunungan dan hanya 12% dari luas daratan di Jepang yang bisa
dipergunakan untuk pertanian. Lahan pertanian yang terbatas tidak membuat jepang
berputus asa, jepang benar-benar menggunakan lahan yang terbatas semaksimal
mungkin dengan memanfaatkan kesuburan tanahnya yang mengandung abu vulkanis.
Kesuburan tanah dan didukung dengan teknologinya yang maju, jepang mampu
menghasilkan berbagai produk pertanian seperti padi, kentang, jagung, buah-buahan,
dan lain sebagainya.
Para petani disana cenderung lebih maju ketimbang Negara kita. Mereka
memanfaatkan teknologi Mesin Penanam dan Pemanen Padi Otomatis, Syarat
Swasembada Pangan, Penanam Padi Otomatis (Rice transplanter) adalah mesin
modern untuk menanam bibit padi dengan sistem penanaman yang serentak.
Pemanfaatan dari teknologi tersebut selain lebih canggih dan modern juga membuat
sistem kerja akan sangat lebih efisien. Sehingga para petani menjadi lebih mudah
dalam sistem pengerjaannya dan tidak memakan banyak waktu. Selain meningkatkan
kesejahteraan bagi para petani di negaranya ini juga merupakan suatu strategi
mengapa Negara Jepang mampu bersaing dengan Negara impor lainnya dalam bidang
pertanian. Untuk melindungi petani dari "serangan" produk impor, pemerintah
menetapkan harga jual produk impor tak boleh lebih murah daripada produk lokal. 
3. Susun strategi penyuluhan pertanian yang sesuai dengan karakter diri Anda,
materi penyuluhan, metode penyuluhan, dan kebutuhan petani Indonesia!
Jawab:
 Strategi penyuluhan pertanian
Penyuluhan pertanian tak lepas dari proses penerapan teknologi dari
sumbernya, yaitu Balai Penelitian, kepada petani sebagai pengguna teknologi
pertanian. Penyuluhan pertanian adalah sarana pembelajaran bagi para petani
beserta keluarganya dalam penerapan teknologi pertanian agar terjadi
peningkatan produksi dan pendapatan usaha taninya. Kegiatan penyuluhan
pertanian periu diaktifkan kembali sebagai media perubahan pembangunan
pertanian ke arah yang lebih baik. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam
proses penyuluhan pertanian adalah komponen-komponennya, meliputi:
SDM penyuluh pertanian, peralatan, dana operasional, metodologi
penyuluhan pertanian dan waktu yang disediakan. Komponen inilah yang
harus disiapkan secara matang demi kelancaran kegiatan penyuluhan
pertanian. Ada satu komponen yang tidak tersedia, akan mengganggu atau
tersendatnya penyuluhan pertanian di tingkat petani.
Sebagai seorang penyuluh, penyuluhan yang hendak dilakukan yaitu
berupa penyuluhan optimalisasi dengan menggunakan komoditas unggulan
disuatu daerah. Berkaitan dengan pengoptimalisasian komoditas unggulan di
daerah, maka kegiatan penyuluhan pertanian adalah upaya untuk
mewujudkan secara maksimal bagi pertumbuhan ekonomi pertanian, melalui
peningkatan kualitas produksi dan efisiensi biaya produksi. Untuk itu
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam proses penyuluhan pertanian,
guna mewujudkan optimalisasi komoditas unggulan adalah sebagai berikut:
1). Membentuk dan mengoptimalkan Kelompok Tani Binaan Komoditas
Unggulan, di setiap wilayah, sesuai dengan komoditas yang diunggulkan; 2).
Memberikan Sekolah Lapangan (SL) Budidaya Komoditas Unggulan pada
setiap kelompok tani, mulai dari pembenihan sampai pasca panen.
Mengenai teknologi penerapannya, kegiatan ini langsung di lahan petani,
dengan melibatkan bimbingan dari Balitbang Teknologi Pertanian. Poin-poin
yang ditekankan adalah perbaikan teknologi yang belum atau kurang
diterapkan oleh para petani.
Selanjutnya 3). Memberikan pelatihan teknologi pengolahan hasil
komoditas unggulan pada setiap kelompok tani. Ini dimaksudkan agar para
petani tahu tentang teknis memilahkan hasil produksi yang berkualitas dan
yang sortiran. Yang berkualitas langsung dipasarkan ke konsumen, dan yang
sortiran bisa diolah menjadi produk makanan olahan. Di sini juga ditekankan
tentang pengolahan hasil limbah komoditas unggulan yang tidak berguna,
menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi; 4). Memberikan
pelatihan tentang teknis pemasaran pada setiap kelompok tani, mulai dari
penyortiran hasil produksi, pengemasan dan memasarkan langsung ke
konsumen. Di sini ditekankan bagaimana pembelajaran menjalin hubungan
mitra usaha dengan pihak pengusaha, pembelajaran direct selling dengan
konsumen, pembelajaran tentang pemagangan kegiatan pemasaran; dan 5).
Kegiatan lain-lain yang tak kalah pentingnya pada setiap kelompok tani
binaan tersebut, perlu diajarkan pencatatan keuangan, baik pemupukan dan
pengeluaran biaya produksi usaha tani komoditas unggulan. Hal ini
dimaksudkan agar ke depan, para petani dalam mengelola usaha tani
budidaya komoditas unggulan, mengerti dan memahami apa arti efisiensi
biaya produksi bagi tingkat pendapatan bersih mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi WN. 2010. Identifikasi Karakteristik Rumah Tangga Miskin Di Kabupaten Padang
Pariaman. Tesis (tidak dipublikasikan). Univeristas Andalas. unand.ac.id/20447/1
Diakses Mei 2020.
Andini NK, Nilakusmawati DPE, Susilawati M. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Penduduk Lanjut Usia Masih Bekerja. Piramida Jurnal Kependudukan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia 9(1) :44-49
Budiartiningsih R, Maulida Y, Taryono. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Peningkatan Pendapatan Keluarga Petani Melalui Sektor Informal Di Desa
Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Bengkalis. Jurnal Ekonomi
18(1):79-93.
Manyamsari I, Mujiburrahmad. 2014. Karakteristik Petani Dan Hubungannya Dengan
Kompetensi Petani Lahan Sempit. Agrisep 15(2): 58-74.
Mubyarto. 1979. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Nurhasikin. 2013. Penduduk Usia Produktif Dan Ketenagakerjaan. http://kepri.bkkbn.go.id
Diakses Mei 2020.
Suratiyah K. 2001. Pekerjaan Luar Usahatani (Kasus Rumah Tangga Petani Gurem Di
Jawa). Agro Ekonomi 8(2): 65-72
Suyanto S, Khususiyah N. 2006. Imbalan Jasa Lingkungan Untuk Pengentasan
Kemiskinan. Jurnal Agro Ekonomi 24(1):95-113.
Uchiyama T. 2014. Recent Trends In Young People's Entry Into Farming In Japan: An
International Perspective. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced
Entry of Young Generation into Farming; Jeonju, Korea.
Yaganimura S. 2014. Farm Expansion And Entry To Farm Business: Experiences In
Hokkaido Agriculture. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced Entry
of Young Generation into Farming; Jeonju, Korea.

Anda mungkin juga menyukai