1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan,
petunjuk dan kekuatan-Nya kepada kita semua, atas telah diselesaikannya Buku Modul
Keterampilan Klinis Blok Muskuloskeletal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi.
Keterampilan klinis adalah salah satu kompetensi yang perlu dilatih sejak awal hingga akhir
pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus
menguasai keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah
kesehatan.Buku Modul ini berisi penjabaran keterampilan klinis yang harus dikuasai oleh mahasiswa
Kedokteran khususnya sistem Muskuloskeletal yang mengacu pada Standar Kompetensi Dokter yang
diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dengan disusunnya buku Modul ini diharapkan mahasiswa
memiliki bekal keterampilan klinis dalam menyelesaikan Blok Muskuloskeletal khususnya keterampilan
dengan tingkat kemampuan 4.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap semua pihak yang telah
bekerja keras dalam penyusunan Buku Modul Blok Muskuloskeletalini. Kami menyadari bahwa
Buku Modul ini masih jauh dari sempurna, karena itu akan selalu disempurnakan secara berkala
berdasarkan masukan dari berbagai pihak maupun dari bukti-bukti empiris.Semoga buku modul
ini bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Kedokteran dan pencapaian pelayanan
kesehatan yang bermutu, efisien, efektif, adil dan merata.
Terima Kasih.
2
DAFTAR ISI
KONTRIBUTOR .......................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
DAFTAR KOMPETENSI ............................................................................................................ 5
PELAKSANAAN SKILL LAB DARING .................................................................................. 8
A. PEMERIKSAAN ORTHOPEDI ...................................................................................... 9
B. KETERAMPILAN KLINIS JAHIT LUKA.................................................................. 64
C. KETERAMPILAN KLINIS PEMASANGAN SPLINTING (BIDAI)........................ 83
D. TRANSFER PASIEN ...................................................................................................... 91
3
4
DAFTAR KOMPETENSI
Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa level kompetensi
yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang dokter.
5
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/ atau Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan (PKB)
Dengan demikian didalam Daftar Keterampilan Klinis ini level kompetensi tertinggi
adalah 4A
Pada blok Muskuloskeletal ini, berikut adalah daftar standar kompetensi terkait.
6
7
PELAKSANAAN SKILL LAB DARING
Pembelajaran skill lab dilakukan secara daring, dan diadakan dalam 2x pertemuan untuk masing-
masing SL. Pertemuan pertama berupa penjelasan terakait topik yang akan dibahas. Setelah
pertemuan pertama, mahasiswa dan dosen menyepakati bersama waktu pengumpulan tugas video
mahasiswa. Pertemuan kedua berupa pemberian umpan balik pada video yang telah dibuat
mahasiswa.
Splinting:
https://www.youtube.com/watch?v=9h7PvraIBEs
https://www.youtube.com/watch?v=O_bsrtXVpTA
8
A. PEMERIKSAAN ORTHOPEDI
3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemeriksaan orthopedi akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang skills
lab, masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Prasesi (Workplan )
Daftar pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa ( minimal 5 pertanyaan )
1. Point apa saja yang dinilai dalam pemeriksaan orthopedi umum?
2. Apa saja yang diperiksa pada pemeriksaan regional bahu?
3. Bagaimana cara mengukur discrepancy?
4. Pemeriksaan untuk menilai stabilitas postural?
9
5. Sebutkan macam-macam cara berjalan (gait)
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur( introduction), diskusi work plan dan
latihan mandiri dengan bimbingan instruktur
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan
pemeriksaan fisik dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi
pertama dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur
memberikan feedback
4. TINJAUAN TEORI
4.1 PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI
10
memerlukan penanganan darurat maka pemeriksaan fisik yang dilakukan seperlunya sesuai
dengan kebutuhan yang ada.
1. Status generalis
Untuk pemeriksaan muskuloskeletal diperlukan peralatan-peralatan :
1. Stetoskop 5. Kapas
2. Refleks Hammer 6. Jarum kecil
3. Pensil untuk kulit (marker) 7. Senter saku
4. Meteran 8. Goniometer
Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter dengan mengamati
penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur, proporsi tinggi
badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan kanan, cara berjalan
dan tingkah laku, ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-
aspek emosional dan somatis dari penderita.
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam memperkuat penemuan-
penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat dan anamnesis yang telah kita buat dan
menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan .
11
Pemeriksaan dilakukan secara sitematis dengan urutan-urutan sebagai berikut:
• Inspeksi (Look)
• Palpasi (Feel)
• Kekuatan otot (Power)
• Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif (Move)
• Auskultasi
• Uji-uji fisik khusus
a. Inspeksi (Look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi
secara umum diperhatikan raut muka penderita apakah kesakitan; bentuk tubuh penderita apakah
normal, athletik, pendek, bongkok, miring ;dan cara berjalan, cara duduk serta cara tidur. Inspeksi
dilakukan dari sisi anterior, lateral dan posterior.
Gambar:normal gait
12
2. Antalgic gait
3. Trendelenburg gait
Inspeksi pada anggota gerak dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan pada :
a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit.
b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia,
kelenjar limfe.
c. Tulang dan Sendi
d. Sinus dan jaringan parut
• Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi.
• Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi.
b. Palpasi (Feel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah:
a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri dapat
diraba atau tidak.
b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme otot,
atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan membran jaringan sinovia, adanya
tumor dan sifatnya, adanya cairan di dalam/ di luar sendi atau adanya pembengkakan.
c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat atau
nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain).
d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya
13
gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan lainnya.
e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk anggota gerak bawah dimana
adanya perbedaan panjang merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati.
Pengukuran juga berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan
membandingkan dengan anggota gerak yang sehat.
f. Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi tidak
dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.
d. Pergerakan (Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan pergerakan sendi yang
dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan bantuan
pemeriksa.
14
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
• Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit
• Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi
b. Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang
mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan
pada ligamen dan gerakan sendi diamati.
c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi
batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan
abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi,
ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi, plantar
fleksi, inversi dan eversi.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah ortopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila
ada krepitasi misalnya pada fraktur atau mendengar bising fistula arteriovenosa.
15
1. Inspeksi :
a. Anterior :
Leher dan kepala: adakah tortikolis, apakah miring ke satu arah (karena prolaps diskus servikalis
atau spasme otot), adakah asimetri wajah (biasanya karena neglected tortikolis).
Pembengkakan di bagian anterior leher pada thoracic outlet karena tumor.
Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus
b. Lateral :
Lordosis
Pembengkakan
Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus
c. Posterior :
Prominent m. trapezius
Wasting muscle
Pembengkakan
Perubahan kulit : adakah inflamasi, sikatriks, sinus
Prominent processus spinalis.
16
2. Palpasi:
Untuk identifikasi level collumna vertebralis, palpasi processus spinalis T1 (paling prominen).
Meraba suhu kulit (hangat/ dingin).
Adanya nyeri tekan: anterior, processus spinalis (dari C2 – T1).
Adanya spasme otot (m. sternocleidomastoideus penderita diminta menengok ke kiri-kanan,
pemeriksa di belakang pasien).
Dilakukan secara aktif dan pasif dengan memegang kepala dengan dua tangan pada regio temporal,
bergerak/ digerakkan ke segala arah.Diamati apakah gerakan yang terjadi smooth atau terdapat keterbatasan
gerakan karena rasa nyeri (lihat ekspresi pasien).
1. Fleksi anterior :
Normal : 0 – (75-90o) dagu dapat menempel pada dinding dada.
2. Ekstensi :
Normal : 0 - 45o pasien diminta menengadahkan kepala (melihat langit-langit).
17
5. Rotasi ke lateral kanan atau kiri :
Normal : 0 - 75o
18
4. Tes Khusus
a. Compression Test
Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien, tekan ke bawah. Pasien dalam
keadaan duduk. Hasil positif bila pasien merasakan nyeri di sepanjang daerah cervical.
b. Distraction Test
Tangan pemeriksa bagian palmar diletakkan di bawah dagu pasien, dan tangan pemeriksa yang
lain diletakkan di bagian occiput pasien. Hasil positif bila pasien merasa lebih nyaman/enak.
19
2. PEMERIKSAAN VERTEBRA THORAKALIS DAN LUMBALIS
Prinsip-prinsip pemeriksaan :
Area yang dipaparkan adalah tulang belakang dan anggota gerak bawah.
Pasien berdiri, supinasi dan pronasi.
Pemeriksaan neurologi pada anggota gerak bawah.
1. Inspeksi :
a. Posterior :
b. Lateral :
Apakah bentuk dinding thoraks dan lumbal normal/simetris : dilihat adanya kifosis thorakal
dan lordosis lumbal.
20
Kyphosis : dilihat konveksitas posterior dari tulang belakang. Konveksitas posterior
meningkat pada Schuerman’s disease dan ankylosing spondylitis.
Lordosis : dilihat konveksitas anterior dari tulang belakang. Konveksitas anterior meningkat
pada pasien dengan spondylolisthesis, menurun pada spasme otot paraspinal.
Gibbus :acute short angle kyphotic pada tuberkulosis spinal.
Gambar 10. Kiri : kyphosis meningkat – tengah : Gibbus – kanan : lordosis menurun.
c. Anterior :
21
- Panggul: rotasi internal/ eksternal, fleksi/ekstensi ?
- Lutut :padaekstensi penuh, dilihat adanya varus/ valgus.
- Tumit : dilihat adanya varus/ valgus.
2. Palpasi :
Sepanjang processus spinalis adanya bony landmarks.
Diraba suhu kulit.
Adanya nyeri tekan : di antara vertebra lumbalis, pada lumbosacral junction, sendi-sendi sela iga.
Pembengkakan, gibbus, spasme paraspinal.
a. Fleksi anterior :
Normal 0 - 90o, pada pasien non obese fleksi dapat sampai menyentuh di bawah lutut.
22
b. Ekstensi : normal 0 - 30o
23
4. Tes Khusus
a. Plumb line (dari processus spinosus C7, dengan menggunakan tali bandul untuk mengetahui
keseimbangan tulang belakang seimbang dengan mengukur kesegarisan T1 - S1)
b. Schober test
- Buat 2 titik di midline lumbal berjarak 10 cm.
- Pasien diminta membungkuk ke depan (fleksi anterior).
a. Anterior :
Secara keseluruhan dilihat kontur dari regio bahu adakah : pembengkakan, perubahan kulit (scar,
inflamasi), wasting otot dan deformitas.
Pada inspeksi dari anterior: dilihat adanya penonjolan Sternoclavicular joint (A), fraktur klavikula
(B), subluksasi Acromioclavicularjoint (C), wasting m. deltoideus (D) (lihat gambar 18, kiri).
24
Gambar 16.Glenohumeral (GH) joint
25
Gambar 18. A. Anterior B. Lateral C. Posterior
b. Lateral : dilihat adakah wasting otot pada regio deltoid, perubahan kulit (inflamasi, sikatriks,
sinus).
c. Posterior : dilihat kontur regio bahu, adanya perubahan kulit, wasting otot-otot (trapezius,
deltoideus, supraspinatus, infraspinatus, lattisimus dorsi), prominent scapula.
2. Palpasi
Dilakukan dengan cara pemeriksa berdiri di samping pasien bila pasien duduk atau pemeriksa
berdiri di depan pasien bila pasien berdiri.
26
Pemeriksaan palpasi dilakukan pada sisi anterior, lateral dan posterior.Bandingkan kedua sisi.
Palpasi bony prominence klavikula, acromioclavicular joint, skapula, adakah nyeri tekan, perubahan suhu
atau pembengkakan ?
Abduksi – Adduksi
Fleksi anterior – Ekstensi
Rotasi internal – Rotasi eksternal
Gambar 20. Pemeriksaan ROM regio bahu, kiri : abduksi aktif (normal 0-170o),
Gambar 21. Pemeriksaan ROM regio bahu, kiri : fleksi anterior (normal 0-165o),
27
Gambar 22. Kiri : posisi abduksi, rotasi internal (normal : 0-70o);
4. Tes Khusus
a. Yergason test
Untuk pemeriksaan kestabilan long head biceps tendon pada bicipital groove Cara
pemeriksaan :
28
- Positif bila pasien nyeri pada bicipital groove b.
Drop arm test
Cara pemeriksaan :
Cara pemeriksaan :
29
Gambar 25. Apprehension test
30
1. Inspeksi :
a. Anterior :
Dilihat kontur regio siku.
Dilihat adanya perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, pembengkakan).
Rotasi internal/eksternal
Cubitus varus/valgus
Muscle wasting : m. trapezius, biceps brachii, deltoideus.
b. Posterior :
Kontur siku
Perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, pembengkakan)
Muscle wasting
31
2. Palpasi :
Perubahan suhu kulit
Penonjolan tulang : epikondilus medialis, epikondilus lateralis, olecranon membentuk segitiga
o
sama sisi pada posisi siku fleksi 90 , bila ekstensi menjadi garis lurus (normal).
Jaringan lunak : adakah nodul?
Nyeri tekan : di epikondilus lateralis (Tennis elbow), epikondilus medialis (Golfer’s elbow).
(bony prominence)
32
Gambar 30. Kiri : A. Ekstensi penuh, B. Loss extension
4. Tes khusus
a. Tennis elbow test
Merupakan tes yang dirancang untuk menyebabkan rasa sakit pada siku yang
mengalami tennis elbow
Cara pemeriksaan :
33
- Positif: nyeri pada epicondilus lateralis
33a
34
33b 33c 33d
Gambar 33. Inspeksi (33a) dan palpasi pergelangan tangan dan tangan (33b, c, d, e)
1. Inspeksi
Aspek dorsal :
- Kulit (tekstur, warna, inflamasi, pembengkakan).
- Kuku (warna, bentuk).
- Deformitas jari :swan neck, Boutoniere deformation, Mallet deformation, Heberden’s node,
Bouchard’s node.
- Muscle wasting,
- Adanya guttering first web space.
Aspek palmar :
- Kulit (warna, tekstur, kontraktur)
- Pembengkakan.
- Muscle wasting : eminensia thenar/hypothenar
Gambar 34a. Deformitas jari, kiri ke kanan :Mallet deformity, swan neck, Boutoniere
deformity, A:Heberden’s node B:Bouchard’s node
35
Gambar 34b.Deformitas jari Gambar 34c.Muscle wasting
pada artritis rematoid lanjut pada eminensia thenar sinistra
2. Palpasi :
Perubahan suhu (normal, menurun, meningkat ?)
Kulit : kering, lembab
Nyeri tekan
Sendi-sendi di pergelangan tangan adalah radiocarpal joint, distal radioulnar joint dan intercarpal
joint, sedangkan sendi-sendi di telapak tangan adalah metacarpophalangeal joint, proximal
interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.
3. Pada pergerakan :
ROM Aktif
ROM Pasif
Gambar 35.Kiri : deviasi radial (normal : 0 - 20o); kanan : deviasi ulnar (normal : 0 - 35o)
36
Gambar 36. Kiri : pronasi(normal : 0 - 75o); kanan : supinasi (normal : 0 - 80o)
Gambar 38.Kiri : fleksi-ekstensi ibu jari; tengah : abduksi-adduksi ibu jari; kanan : opposisi ibu jari
37
4. Tes khusus
a. Carpal tunnel syndrome
Tes untuk penyakit entrapment/jepitan syaraf medianus pada terowongan carpal
Cara pemeriksaan :
- Phallen’s test
Gejala umum pada sindrom, seperti rasa geli pada jari-jari dapat juga disebabkan oleh
fleksi maksimum dari pegelangan tangan dan mempertahankan posisi tersebut selama
minimal satu menit.
Cara pemeriksaan : Provokasi test n. Medianus dilakukan dengan posisi fleksi wrist s.d
90°. Positif bila terasa nyeri/sensori penjalaran saraf n.medianus.
- Prayer test
Provokasi test n. Medianus dengan posisi ekstensi wrist s.d 90° /seperti gerakan
menyembah (prayer).
b. De Quervain’s syndrome
Sindrom yang menyebabkan inflamasi pada 2 tendon yang digunakan untuk menggerakkan
ibu jari, abductor pollicis longus dan extensor pollicis brevis
- Finkelstein test
Pasien disuruh membuat kepalan tangan, dengan cara jempol masuk ke dalam kepalan.
Kemudian tangan pemeriksa sebelah kiri memegang antebrachii pasien, tangan kanan
pemeriksa menggerakkan wrist ke arah deviasi ulnar.
38
Gambar 39b. Finkelstein test
a. Inspeksi :
Keterangan:
A=Pelvic tilting oleh karena deformitas adduksi/abduksi deformitas, short leg, skoliosis.
39
Meningkatnya lordosis lumbar oleh karenaFixed Flexion deformity
Pasien Berdiri :
- Anterior tilting pelvis, scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting, rotasi.
- Lateral meningkat/menurunnya lordosis lumbal, fleksi/ekstensi panggul,fleksi/ekstensi
lutut, ankle equinus.
- Posterior tilting bahu/ pelvis, skoliosis, scar, sinus, gluteal muscle wasting, deformitas
tumit/ kaki.
- Trendelenburg’s Tes : Untuk mengetahui stabilitas level arm hip, dilakukan oleh mekanisme
abduktor (lihat gambar 41).
Pasien supinasi :
- Kulit :scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting (m. quadriceps femoris, gluteal).
- Bandingkan kedua ekstremitas inferior adakah pemendekan ?
- Ukur ketidaksesuaian panjang ekstremitas inferior (limb length discrepancy).
- Posisi Anterior Superior Illiac spine (SIAS) horizontal.
- Ukur panjang kaki yang sebenarnya (true leg length): diukur dari SIAS ke malleolus medialis.
- Ukur panjang kaki yang terlihat (apparent leg length) : diukur dari umbilikus ke malleolus
medialis.
40
Gambar 44.Pengukuran true leg length
41
b. Palpasi :
Keterangan:
Kiri : Palpasi origo m. adductor longus, bila nyeri biasanya oleh karena strain adductorlongus &
osteoarthritis panggul.
Kanan: lakukan rotasi eksternal artikulasio coxae, palpasi trochanter minor. Bila terasa nyeri,
biasanya oleh karena strain m. illiopsoas.
c. Pada pergerakan :
Keterangan :
42
Gambar 48. Hip Abduksi Gambar 49. Hip Adduksi
a. Inspeksi :
- Aspek anterior dan posterior adakah genu valgum/ genu varum. - Aspek
lateral adakah genu recurvatum.
- Penderita jongkok.
43
Gambar 52. Pemeriksaan lutut
b. Palpasi :
Untuk mengetahui adanya wasting otot dilakukan dengan cara mengukur lingkar paha.
Palpasi : nyeri, suhu lutut
44
c. Pada pergerakan :
Fleksi (0 - 150o) & ekstensikan lutut.
Internal & eksternal rotasi lutut.
eksternal lutut
45
d. Tes Khusus
Anterior/Posterior drawer test untuk menilai ruptur ligamentum cruciatum anterior atau
posterior (ACL/ PCL).
Anterior drawer test, cara pemeriksaan :
- Penderita berbaring dengan posisi knee fleksi
- Pemeriksa melakukan fiksasi pada kedua kaki dan kedua tangan memegang tulang tibia
dengan sendi lutut
- Dengan gentle menarik tulang tibia ke anterior
- Positif bila terasa tulang tibia terasa bergerak/seperti lepas ke anterior
46
Gambar 56.Patella tap test
Gambar 57. Kiri :anterior drawer test; kanan : posterior drawer test
• Uji Lachman. Pada pemeriksaan ini lutut difleksi 15-20°. Satu tangan memegang tungkai
atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya memgang tibia proksimal. Kedua tangan
kemudian digerakkan ke depan dan ke belakang antara tibia proksima dan femur.
47
Lachman Test
• Pemeriksaan pivot shift lateral. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk
mengetahui defisiensi pada ligamentum krusiatum anterior. Caranya kaki yang mengalami
kelainan diangkat oleh pemeriksa, dimana kaki kanan diangkat oleh tangan kanan dan kiri diangkat
oleh tanagn kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi maksimal. Dengan satu tangan pemeriksa
memutar dari arah luar tungkai bawah persis di sebelah bawah lutut sehingga terjadi tekanan
valgus. Pada saat yang bersamaan tibia dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut difleksi secara
perlahan-lahan dari posisi ekstensi. Pemeriksaan positif apabila kondilus lateralis tibia terelokasi
secara spontan pada kondilus femur ketika fleksi mencapai 30-35°
Pivot Shift
48
• Uji Rotasi/McMurray Test: Uji rotasi dilakukan untuk mengetahui adanya robekan meniskus
dan dikenal sebagai uji Mc Murray. Pada pemeriksaan ini lutut di ekstensikan kemudian dilakukan
eksorotasi maksimal untuk memeriksa meniskus medial atau dengan endorotasi maksimal untuk
memeriksa meniskus lateral. Penderita berbaring terlentang , tungkai bawah dipegang, lutut
difleksikan 90° dan dilakukan eksorotasi maksimal dan kemudian tungkai diluruskan sambil
mempertahankan eksorotasi. Pada kerusakan meniskus, maka penderita merasa nyeri, mungkin
dapat diraba adanya krepitasi atau terdengar suara klik dari tanduk depan/belakang atau bagian
dari meniskus yang lompat keluar dari antara kondilus femur. Pemeriksaan meniskus medial
dilakukan dengan endorotasi maksimal dan mempunyai prinsip serta prosedur pemeriksaan yang
sama dengan pemeriksaan eksorotasi maksimal.
• Apley Compression Test: Pasien tengkurap dengan knee fleksi 90o, lakukan fiksasi pada
paha dengan menggunakan lutut/tangan pemeriksa. Lakukan gerakan rotasi medial dan lateral
dikombinasikan dengan kompresi
49
Dilihat deformitas tungkai dan kaki old fracture, deformitas Talipes, hammer toe
Intoeing (oleh karena torsi tibia/ adduksi panggul/ adduksi kaki depan.
Genu Valgum/ varum : oleh karena gangguan pertumbuhan lutut; inversi & eversi kaki.
50
Gambar 60. Deformitas valgum dan varum
2. Palpasi :
Diraba suhu kulit
Nyeri tekan : pada Sever’s disease (A), bursitis (B), plantar fasciitis (C), pes cavus (D).
Diraba penonjolan-penonjolan tulang (bony prominence) : maleolus medialis & lateralis.
51
Gambar 62. Palpasi kaki
3. Pada pergerakan :
Gaya berjalan (walking gait).
Supinasi kaki (normal : 0 - 35o).
Pronasi kaki (normal : 0 - 20o).
Dorsofleksi kaki (normal : 0 - 15o), plantarfleksi kaki (normal : 0 - 45o).
Metatarsophalangeal joint (MTPJ) : ekstensi (normal : 0 - 65o), fleksi (normal : 0 - 40o).
Interphalangeal joint (IPJ) : fleksi (normal : 0 - 60o, ekstensi = 0o).
52
Gambar 65.Kiri : ekstensi MTPJ; tengah: fleksi MTPJ; kanan : fleksi I
SKENARIO KLINIS
Tn. Marvel 45 tahun datang ke poli Bedah dengan keluhan nyeri di pangkal paha kanannya
setelah jatuh terpeleset 2 jam lalu dikamar mandi, nyeri bertambah bila digerakkan. Tn. Marvel
masih bisa berjalan tetapi dengan sedikit pincang.
Lakukan Pemeriksaan Orthopedi pada Tn. Marvel!
REFERENSI
1. Apley, Graham,,Solomon Louis. Buku AjarOrthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ke 7.1995. Jakarta : Widya Medika
2. Hoppenfeld, S., 1986, Physical Examination Of The Spine and Extremities, Appleton &
Lange.
3. Buckup. Clinical Test for Musculosceletal System. 2008.Thieme
4. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar ilmu bedah Orthopedi. Edisi 2. 2003. Makassar : Bintang
Lamumpatue
53
Cheklist Pemeriksaan Orthopedi:
NILAI
54
test function of shoulder joint
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks
NILAI
55
test function of muscles and elbow joint
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks
NILAI
56
test function of wrist joint, metacarpal and finger joints
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks
NILAI
57
Measurement of length of lower extremities
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks, sambil mempersiapkan peralatan berupa pena/spidol
dan tali meteran.
3 Pemeriksa memastikan bahwa posisi kedua panggul pasien
adalah simetris
NILAI
58
hip: assessment of flexion and extension, adduction, abduction and rotation
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks
3 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
mengangkat tungkai bawah setinggi-tingginya (fleksi sendi
panggul)
NILAI
59
knee : assessment of cruciate ligaments, collateral ligaments
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks
60
8 Langkah pemeriksaan 6-10 diulang untuk pemeriksaan pada
lutut sebelahnya
9 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan
NILAI
assessment of menisci
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring
terlentang/duduk dan rileks
3 Melakukan inspeksi pada lutut dan membandingkan
keduanya.
Menilai ada tidaknya perubahan warna, sikatriks, atrofi otot,
deformitas/bentuk asimetris, efusi,
pembengkakan/massa/benjolan, fistula.
61
6 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
menekuk dan meluruskan sendi lutut (fleksi dan ekstensi)
NILAI
62
5 Pemeriksa melakukan palpasi pada sisi anterior mata kaki,
daerah dorsum pedis, telapak kaki, sendi
metatarsophalangeal dan caput masing-masing metatarsal
kaki
NILAI
NILAI
63
B. KETERAMPILAN KLINIS JAHIT LUKA
3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan jahit luka ini akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang skills lab,
masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
1. Mahasiswa akan diperkenalkan dengan instrument bedah minor yang akan dipergunakan
pada keterampilan klinis jahit luka
2. Instruktur akan menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur kerja keterampilan jahit
luka sesuai dengan checklist di depan kelas
3. Mahasiswa akan melakukan diskusi dengan instruktur mengenai keterampilan jahit luka
yang belum dimengerti oleh mahasiswa
4. Masing-masing mahasiswa akan mencoba melakukan keterampilan jahit luka dan
instruktur akan memberikan feedback
5. Mahasiswa akan diberikan tugas rumah untuk melakukan teknik jahitan sederhana pada
sponge atau busa yang telah disediakan dan akan dievaluasi oleh instruktur pada pertemuan
selanjutnya
64
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan jahit
luka dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi pertama
dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur memberikan
feedback
4. TINJAUAN TEORI
65
• Gigitan hewan
66
4.1.4. Proses penyembuhan luka
4.1.5. Komplikasi pada proes penyembuhan luka
67
pada area tersebut pada lidah pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan:
pegang ujung pisau dengan needle-holder dan lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang
di tempat sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang
dapat digunakan bersama pisau scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang
sering digunakan adalah yang berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan
hematoma perianal. Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada
waktu pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan
sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan pisaunya
masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan yang baik
agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.
2. Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur. Mencukur
membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan anak jari lainnya.
Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang bersifat tidak disadari
dan berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis pada kedua lubang gunting.
Hal ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada waktu memotong sehingga
kita dapat memotong dengan tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada lubang
gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-jenis gunting berdasarkan objek kerjanya,
yakni gunting jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban dan gunting iris.
a. Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan
berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk bidang
jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting dengan
ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan gunting
ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis
batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan jangan melewati
batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.
b. Gunting Benang (dressing scissors)
Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan berujung
tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini juga
digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan dan
sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam
68
pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong
struktur lainnya.
c. Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting ini
memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam memotong
perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih panjang
dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain untuk
mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk dan memotong
perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk memotong perban
saat perban telah ditempatkan di atas luka.
d. Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4 inchi.
Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah minor,
gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup kecil untuk
menyelip saat remove benang dilakukan.
69
3. Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling berhubungan pada
ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan adapula yang
pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang
jaringan dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain
melakukan pemotongan, atau menjahit. Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan
relaks seperti memegang pulpen dengan posisi di tengah tangan. Banyak orang yang
memegang klem ini dengan salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan
menyebabkan tangan menjadi tegang. Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan.
Pegang klem selembut mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya.
Klem jaringan bergigi memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang
jaringan dengan kuat dan dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat
menggunakan alat ini dapat merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki
resiko merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan
yang kuat dalam menggenggam jaringan.
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang
menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya
memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat akhir
karena akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan
dengan cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan handlenya
sambil membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan
70
menyebabkan jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan
jepitan dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel
lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang
memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung
bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam
memegang needle.
2. Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable biasanya
digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang digunakan
pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan tertentu dan
harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis. Benang
tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya
luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan
subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan.
Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka
yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis
alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas
merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.
72
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang ini
berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan
luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari
silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat
benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan
keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen
polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis benang ini
merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat dua macam
catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari.
Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini
dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid) yang
merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan memiliki
sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang tidak
perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan
mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan sistem
tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-sepuluh
milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem
tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang
disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya,
ketebalannya semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya
seperti rambut, digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang
biasa digunakan pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit
bahu). 4/0 merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya secara
lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama yang terbuat
dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin dalam keadaan
steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan ke dalam wadah
steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang dibasahi pada satu
sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian
73
dengan menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara
hati-hati. Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau Ethilon
1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene atau ethilon
2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan untuk jahitan
interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik (3/0) digunakan pada
jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam hemostasis. Vicryl 1,5 metrik
(4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau jahitan dalam. Prolene atau
Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-anak.
3. Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis atraumatik
yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi benang. Benang
akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan (trauma). Pada needle
model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat menimbulkan trauma.
Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian
memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar
74
needle berbentuk kurva dengan ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan
needle memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk
needle yang lurus namun jarang digunakan pada bedah minor. Needle yang berbentuk setengah
lingkaran datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder.
75
Sumber : Buku Ajar Bedah, Wim De Jong
Angkat Jahitan
Adalah proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan lokasi dan hari tindakan:
76
2. Anestesi lapangan
Merupakan penyuntikan anestetik subkutan sedemikian rupa sehingga terjadi anestesia di distal
penyuntikan.
Indikasi:
▪ Alat medis habis pakai,
▪ Permukaan meja/ permukaan lain yang tercemar/tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien
▪ Linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
3. Prosedur dekontaminasi linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
▪ Cuci tangan
▪ Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
▪ Segera rendam alat tenun yang terkontaminasi setelah dipakai dalam larutan klorin 0.5
% selama 10-15 menit ( desinfektan). Alat tenun yang terkontaminasi harus terendam semua
▪ Peras alat tenun dan masukkan dalam kantong alat tenun kotor
▪ Buka sarung tangan
▪ Cuci tangan
Untuk tindakan penjahitan luka alat yang dibutuhkan hanya needle holder satu buah , jarum
jahit berujung bulat tiga buah, pinset anatomi/bedah satu buah, comb steril dua buah, gunting
benang dan doek steril satu buah.
80
10. Melakukan dressing : Setelah penjahitan selesai, lakukan eksplorasi bila terdapat jahitan
yang terlalu ketat/ kendor. Lalu desinfeksi luka dengan povidone iodine dan tutup dengan kasa
steril dan diplester
11. Melakukan dekontaminasi: Untuk menghindari penularan penyakit yang menular lewat
serum/ cairan tubuh. Alat-alat direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10- 15 menit, dan
bersihkan meja/tempat bekas tumpahan darah dengan klorin 0,5%
12.Memberikan edukasi perawatan luka ; cara merawat luka, mengganti kasa dan waktu
kontrol. Serta memberi penjelasan mengenai lama penyembuhan, waktu pengangkatan jahitan,
hasil jahitan, penyulit-penyulit yang mempengaruhi penyembuhan luka.
5. SKENARIO KLINIS
Afika umur 7 tahun dibawa orang tuanya ke poli bedah RS Randen Mattaher Jambi
setelah terjatuh dari pohon. Terdapat memar dan luka lecet di lengan kanan dan luka
robek di punggung kaki kanan afika. Pemeriksaan tanda vital pasien alert, kompos
mentis kooperatif serta airway, breathing dan circulation clear. TD : 120/80, nadi 120
x/menit, nafas 22 x/menit, suhu : 37,3 C. Pada pemeriksaan ekstremitas terdapat memar
dan luka lecet di regio cubiti dextra ukuran 5 x 5 cm dan terdapat luka robek di pedis
dorsum dextra ukuran 7 x 5 cm. Anda sebagai dokter umum di poli Bedah.
Instruksi untuk mahasiswa :
Lakukan tindakan penjahitan luka secara lege artis pada pasien ini
6. REFERENSI
1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 66-88
2. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 239-264
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 265-288
4. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong,
ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303
81
7. CHECK LIST PENILAIAN
NO. Tindakan yang dilakukan 1 2 3
1. Dokter memperkenalkan diri, menjelaskan keadaan yang
dialami pasien
- Jenis luka
- Tindakan yang diperlukan.
2. Menjelaskan prosedur tindakan dan meminta inform consent
kepada pasien
3. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril dengan
benar
4. Mempersiapkan peralatan minor set steril dan menyebutkan
perlengkapan minor set serta fungsinya
5. Melakukan asepsis dan antisepsis daerah luka dengan 2
cairan dari dalam ke luar
7. Melakukan anestesi lokal infiltrasi dengan lidokain secara
subcutan dan lakukan test nyeri sebelum tindakan
8. Melakukan debridement dan eksisi tepi luka (bila luka tepi
ireguler dan kotor)
9. Memasang doek steril
10. Melakukan penjahitan sederhana dengan teknik simpul
tunggal (minimal 3 jahitan) dengan menggunakan alat dan
cara memegang alat yang benar
11. Menutup luka yang dijahit dengan verband/kasa dan fiksasi
dengan plester
12. Segera rendam peralatan medis setelah dipakai dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10-15 menit (desinfektan). Seluruh alat
medis harus terendam dalam larutan klorin
13. Bersihkan daerah bekas tumpahan cairan tubuh seperti darah
dengan larutan klorin 0.5 % ( disinfektan)
14. Buka sarung tangan dan mencuci tangan
JUMLAH
82
C. KETERAMPILAN KLINIS PEMASANGAN SPLINTING (BIDAI)
RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemasangan splinting akan dilaksanakan selama satu sesi terbimbing diruang
skills lab, yang dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur, diskusi dan latihan mandiri dengan
bimbingan instruktur
83
TINJAUAN TEORI
Fraktur
Definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang yang menimbulkan gerakan yang
abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Fraktur terbagi atas 2 bentuk fraktur terbuka dan fraktur
tertutup yang keduanya biasanya disertai berbagai bentuk kerusakan jaringan lunak.
Immobilisasi Fraktur
Tujuan immobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi se-
anatomis mungkin.dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini dapat
dilakukan pemasangan traksi untuk meluruskan ekstremitas dan dipertahankan dengan alat
immobilisasi. Pemakain bidai secara benar akan membantu menghentikan pendarahan,
mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Jika terdapat fraktur
tulang terbuka tidak perlu dikawatirkan kemungkinan mengenai tulang yang keluar masuk
kedalam luka karena semua fragment tulang akan didebridement di kamar operasi.
Tujuan pembidaian:
Prinsip Pembidaian :
1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya.
84
3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang
masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh,
jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan
kaki maupun lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika
terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma
sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau
tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat,
krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan
traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum
ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung
tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk
mencederai saraf atau pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah
tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara
ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik
yang berada pada posisi :
1. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur,
2. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama,
3. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,
4. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu
mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
10. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
11. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian.
Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada
tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada
85
tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh
tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian.
Prosedur
1. Lakukan primary survey ABCD dan tangani keadaan yang mengancam terlebih dahulu
bila tidak ada lanjut secondary survey yaitu identifikasi adanya fraktur
2. Menjelaskan secara singkat dan jelaskan kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan dan meminta informed consent
86
3. Buka seluruh pakaian termasuk ekstremitas yang cedera. Lepaskan jam, cincin, dan
semua yang dapat menjepit dan cegah hipotermi. Bebaskan daerah fraktur dengan merobek/
menggunting bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat
dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
4. Identifikasi adanya fraktur (look, feel, move)
5. Periksa neurovaskular distal daerah farktur. Apakah denyut nadi lemah/kuat, apakah
pengisian kapiler cepat/lambat, apakah ada gangguan sensari raba.
6. Jika luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahannya lalu tutup luka dengan
balutan steril. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril
(Pressure bandage). Lalu balut dengan dengan kasaa steril. Bila terdapat fragmen tulang yang
keluar dari luka maka cukup balut dengan bahan yang steril.
87
9. Cek neurovaskular distal dari daerah yang cedera meliputi pulsasi, sensasi raba, dan
refilling kapiler
SKENARIO KLINIS
Budi 35 tahun diantar ke UGD oleh keluarga setelah kecelakaan lalu lintas 30 menit lalu.
Gaston mengeluh tungkai kirinya nyeri hebat dan sulit digerakkan. Dari penilaian awal
ABCD clear. Pada pemeriksaan cruris sinistrasi terdapat deformitas dan bengkak.
Tidak terdapat luka terbuka.
Lakukan pemeriksaan fisik dan pemasangan bidai pada pasien ini
REFERENSI
ATLS for Doctors
Buku Ajar Bedah Wim De Jong
88
CHECKLIST PENILAIAN
0 1 2 3
89
6 Melaporkan hasil dan menyimpulkan keadaan
pasien berdasarkan hasil pemeriksaan kepada
instruktur
7 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan serta
tujuan dilakukannya tindakan dan meminta infomed
consent.
8. Mepersiapkan alat dan bahan :
(Bidai, kassa gulung, elastik perban no. 4 dan no.7,
kapas dan plester)
- Bidai dengan berbagai ukuran(sesuai dengan
ektremitas yang cedera) yang panjangnya meliputi 2
sendi dan ukur bidai pada daerah yang tidak sakit
- Balut bidai dengan kassa gulung
- Letakkan kapas pada pada bidai sebagai
padding khususnya untuk darah yang menonjol
90
D. TRANSFER PASIEN
B. Pemindahan Biasa
Pemindahan biasa dilakukan jika keadaan tidak membahayakan penderita maupun penolong.
Teknik angkat langsung dengan tiga penolong:
1. ketiga penolong berlutut pada salah satu sisi penderita, jika memungkinkan beradalah
pada sisi yang paling sedikit cedera.
2. penolong pertama menyisipkan satu lengan dibawah leher dan bahu, lengan yang satu
disisipkan dibawah punggung penderita.
3. penolong kedua menyisipkan tangan dibawah punggung dan bokong penderita.
4. penolong ketiga menyisipkan lengan dibawah bokong dan dibawah lutut penderita.
5. penderita siap diangkat dengan satu perintah.
6. angkat penderita keatas lutut ketiga penolong secara bersamaan.
92
7. sisipkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh penolong yang lain.
8. letakkan kembali penderta diatas tandu dengan satu perintah yang tepat.
9. jika akan berjalan tanpa memakai tandu, dari langkah no. 6 teruskan dengan memiringkan
penderita ke dada penolong.
10. penolong berdiri secara bersamaan dengan satu perintah.
11. berjalanlah kearah yang dikehendaki dengan langkah bertahap.
93