Anda di halaman 1dari 74

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS (SKILL LAB)

BLOK 4.3 MUSKULOSKELETAL


KONTRIBUTOR

Penanggung Jawab Blok

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 2


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan,
petunjuk dan kekuatan-Nya kepada kita semua, atas telah diselesaikannya Buku Modul
Keterampilan Klinis Blok Muskuloskeletal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi.

Keterampilan klinis adalah salah satu kompetensi yang perlu dilatih sejak awal hingga akhir
pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter
harus menguasai keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan
masalah kesehatan.Buku Modul ini berisi penjabaran keterampilan klinis yang harus dikuasai oleh
mahasiswa Kedokteran khususnya sistem Muskuloskeletal yang mengacu pada Standar
Kompetensi Dokter yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dengan disusunnya buku
Modul ini diharapkan mahasiswa memiliki bekal keterampilan klinis dalam menyelesaikan Blok
Muskuloskeletal khususnya keterampilan dengan tingkat kemampuan 4.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap semua pihak yang telah
bekerja keras dalam penyusunan Buku Modul Blok Muskuloskeletalini. Kami menyadari
bahwa Buku Modul ini masih jauh dari sempurna, karena itu akan selalu disempurnakan secara
berkala berdasarkan masukan dari berbagai pihak maupun dari bukti-bukti empiris.Semoga
buku modul ini bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Kedokteran dan
pencapaian pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien, efektif, adil dan merata.

Terima Kasih.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 3


DAFTAR ISI

Kontributor................................................................................................................. 2
Kata Pengantar .......................................................................................................... 3
Daftar Isi ..................................................................................................................... 4
Daftar Kompetensi .................................................................................................... 5
Pemeriksaan fisik orthopedi ...................................................................................... 8
Keterampilan klinis jahit luka ................................................................................... 44
Pemasangan Bidai/Splint ........................................................................................... 63
Transportasi pasien .................................................................................................... 71
Integrated Patient Management................................................................................... 74

DAFTAR KOMPETENSI
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 4
Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa level
kompetensi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang dokter.

Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan


Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan
psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/ klien dan
keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi
yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi,
penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows how): Pernah melihat atau didemonstrasikan
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan penekanan pada
clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/
masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis
pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/ atau lisan (oral test)
Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latarbelakang
biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/ masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/ atau standardized
patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective
Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical
Skills (OSATS).
Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh
teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi dan pengendalian
komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat
kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment seperti mini-CEX, portfolio,
logbook, dsb.
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/ atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 5
Dengan demikian didalam Daftar Keterampilan Klinis ini level kompetensi tertinggi
adalah 4A

Pada blok Muskuloskeletal ini, berikut adalah daftar standar kompetensi terkait.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 6


A. PEMERIKSAAN ORTHOPEDI

1. TUJUAN INSTRUKSI UMUM


Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan orthopedi

2. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


Kemampuan melakukan pemeriksaan orthopedi meliputi :
1. Pemeriksaan orthopedi umum
a. Inspeksi (look)
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 7
b. Palpasi (feel)
c. Kekuatan otot (power)
d. Pergerakan (movement)

2. Pemeriksaan orthopedi regional


a. Pemeriksaan sendibahu
b. Pemeriksaan lengan atas dan sendi siku
c. Pemeriksaan lengan bawah, sendi pergelangan tangan dan jari tangan
d. Pemeriksaan sendi panggul
e. Pemeriksaan sendi lutut
f. Pemeriksaan tungkai bawah, pergelangan kaki dan jari kaki

3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemeriksaan orthopedi akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang
skills lab, masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa
10 orang perkelompok.

Prasesi (Workplan )
Daftar pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa ( minimal 5 pertanyaan )
1. Point apa saja yang dinilai dalam pemeriksaan orthopedi umum?
2. Apa saja yang diperiksa pada pemeriksaan regional bahu?
3. Bagaimana cara mengukur discrepancy?
4. Pemeriksaan untuk menilai stabilitas postural?
5. Sebutkan macam-macam cara berjalan (gait)

Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur( introduction), diskusi work plan
dan latihan mandiri dengan bimbingan instruktur

Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan
pemeriksaan fisik dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 8


pertama dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur
memberikan feedback

Sesi Kegiatan pembelajaran Alokasi waktu


Sesi pertama 1. Introduction 30 menit
2. Diskusi workplan 15 menit
3. Latihan mandiri di bimbing oleh instruktur 90 menit
Sesi kedua 4. Evaluasi 10 – 13
menit/mahasiswa
5. Feedback 15 - 20 menit

4. TINJAUAN TEORI

4.1 PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI

1. Pemeriksaan orthopedi umum


Pemeriksaaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik
pemeriksaan secara alami bervariasi pada setiap individu, tetapi pada dasarnya dibutuhkan
suatu pemeriksaan yang rutin atau baku, tahap demi tahap agar pemeriksaan tidak berulang.
Pemeriksaan fisik juga disesuaikan dengan keadaan dan kondisi penderita, misalnya penderita
yang memerlukan penanganan darurat maka pemeriksaan fisik yang dilakukan seperlunya
sesuai dengan kebutuhan yang ada.

1. Status generalis
Untuk pemeriksaan muskuloskeletal diperlukan peralatan-peralatan :
1. Stetoskop 5. Kapas
2. Refleks Hammer 6. Jarum kecil
3. Pensil untuk kulit (marker) 7. Senter saku
4. Meteran 8. Geniometer

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 9


Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter dengan
mengamati penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur,
proporsi tinggi badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan
kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional
lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dan somatis dari penderita.
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam memperkuat penemuan-
penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat dan anamnesis yang telah kita buat dan
menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan .

Pemeriksaan Fisik Ortopedi

Inspeksi (look) Palpasi (feel) Gerak (move)

Bagian distal Bagian utama Bagian lain

Kulit Jaringan lunak Tulang dan sendi


Pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen

Pemeriksaan dilakukan secara sitematis dengan urutan-urutan sebagai berikut:


 Inspeksi (Look)
 Palpasi (Feel)
 Kekuatan otot (Power)

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 10


 Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif (Move)
 Auskultasi
 Uji-uji fisik khusus

a. Inspeksi (Look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi
secara umum diperhatikan raut muka penderita apakah kesakitan; bentuk tubuh penderita
apakah normal, athletik, pendek, bongkok, miring ;dan cara berjalan, cara duduk serta cara
tidur
Cara berjalan (gait)
Gait perlu diperhatikan pada waktu penderita berdiri dan berjalan. Cara berjalan sekurang-
kurangnya 20 langkah. Apabila penderita mengalami nyeri pada panggul atau panggul tidak
stabil, biasanya penderita menggunakan tongkat pada sisi yang sebaliknya.
Ada beberapa jenis karakteristik cara berjalan:
1. Cara berjalan antalgik, yaitu cara berjalan dengan berupaya mengurangi berat untuk
mengurangi nyeri
2. Cara berjalan kaki pendek
3. Cara berjalan Trendelenburg

Inspeksi pada anggota gerak dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan
pada :
a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit.
b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia,
kelenjar limfe.
c. Tulang dan Sendi
d. Sinus dan jaringan parut
 Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi.
 Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi.
b. Palpasi (Feel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah:
a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri dapat
diraba atau tidak.
b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme otot,

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 11


atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan membran jaringan sinovia, adanya
tumor dan sifatnya, adanya cairan di dalam/ di luar sendi atau adanya pembengkakan.
c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat atau
nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain).
d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya
gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan lainnya.
e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk anggota gerak bawah dimana
adanya perbedaan panjang merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati.
Pengukuran juga berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan
membandingkan dengan anggota gerak yang sehat.
f. Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi tidak
dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.

c. Kekuatan Otot (Power)


Pemeriksaan kekuatan otot penting artinya untuk diagnosis, tindakan, prognosis serta hasil
terapi. Penilaian dilakukan menurut Medical Research Council dimana kekuatan otot dibagi
dalam grade 0-5, yaitu:
Grade 0
Tidak ditemukan adanya kontraksi otot.
Grade 1
Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui
dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi.
Grade 2
Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan
pengaruh gravitasi.
Grade 3
Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak
kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.

Grade 4
Kekuatan otot seperti pada grade 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang
ringan.
Grade 5
Kekuatan otot normal.
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 12
d. Pergerakan (Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan pergerakan sendi
yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan
bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
 Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit
 Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi
b. Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang
mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati.
c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi
batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan
abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi,
ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi,
plantar fleksi, inversi dan eversi.

d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah ortopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan
bila ada krepitasi misalnya pada fraktur atau mendengar bising fistula arteriovenosa.

2. Pemeriksaan Fisik Orthopedi Regional

1. Pemeriksaan Sendi Leher


Inspeksi
Suruh penderita duduk atau berdiri dengan posisi relaks. Pemeriksa memperhatikan dari
arah depan, samping dan belakang. Dari inspeksi akan terlihat :
- Leher normal sama kiri dan kanan
- Lordosis hebat jika leher lebih ante fleksi

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 13


- Miring seperti pada tortikolis

2. Palpasi ; meraba kalau ada tonjolan tulang abnormal

2. Pemeriksaan gerakan leher

3. Pemeriksaan Sendi Bahu


Sendi bahu merupakan suatu sendi yang secara mekanik sangat kompleks dan terdiri atas tiga
komponen persendian yaitu sendi glenohumeral, sendi akromioklavikular, sendi

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 14


sternoklavikular. Sendi glenohumeral memungkinkan untuk gerakan abduksi, fleksi dan rotasi
di bawah kontrol otot skapulohumeral. Kedua sendi lainnya bersama-sama memberikan
pergerakan 90° berupa rotasi skapula terhadap toraks dan sedikit perputaran anteroposterior
skapula. Nyeri pada bahu dan lengan harus dibedakan dengan seksama apakah kelainan ini
berasal dari bahu sendiri atau nyeri yang berasal dari vertebra servikalis atau toraks.
Pemeriksaan klinik rutin gangguan pada sendi bahu
1. Pemeriksaan lokal sendi bahu
Inspeksi
 Kontur tulang
 Kontur jaringan lunak
 Warna dan tekstur kulit
 Adanya jaringan parut atau sinus
Palpasi
 Suhu kulit
 Kontur tulang
 Kontur jaringan lunak
 Nyeri lokal
Pergerakan
 Membedakan pergerakan antara sendi glenohumeral dan sendi skapula pada gerakan
abduksi, fleksi, ekstensi, rotasi lateral dan rotasi medial.
 Nyeri pada saat pergerakan
 Spasme otot
 Krepitasi pada saat pergerakan

Kekuatan
 Kekuatan otot servikoskapula dan otot torakoskapula
 Uji elevasi skapula, retraksi skapula, abduksi-rotasi skapula
 Otot skapulo-humeral (mengontrol pergerakan sendi glenohumeral) yaitu pergerakan
abduksi 180°, adduksi 75°, fleksi 180°, ekstensi 60°, rotasi lateral 80°, rotasi medial 80°.

Sendi akromioklavikular
Pemeriksaaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 15


Sendi sternoklavikula
Pemerikasaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas.
2. bahu.
Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan
lokal.
Pemeriksaan meliputi :
 Pemeriksaan leher dengan pleksus brakialis
 Toraks, jantung dan pleura
 Abdomen dan lesi subdiafragma
3. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum bagian tubuh lainnya.
Gerakan sendi bahu
Pada pemerikasaan sendi bahu sangat penting diketahui berapa besar gerakan yang terjadi pada
sendi glenohumeral dan berapa besar gerakan rotasi skapula. Untuk membedakannya maka
pemeriksa perlu memegang atau memfiksasi bagian bawah skapula. Dalam keadaan normal
gerakan sendi bahu berupa abduksi yang terjadi dari sebagian sendi glenohumeral dan sebagian
dari rotasi sendi skapula sendiri. Kelainan pada sendi bahu akan memberikan hambatan pada
gerakan sendi glenohumeral tetapi tidak pada gerakan skapula.

Estimasi kekuatan otot


Untuk memperkirakan besarnya kekuatan ada dua kelompok otot pada daerah bahu yang harus
dibedakan yaitu:
1. Otot servikoskapula dan otot torakoskapula
Otot servikoskapula dan otot torakoskapula mengontrol gerakan skapula. Fungsi otot ini untuk
gerakan elevasi skapula yaitu levator skapula dan bagian atas dari otot trapezius.
Retraktor dari skapula yaitu otot rhomboid dan bagian tengah dari otot trapezius. Abduktor
rotator dari skapula yaitu otot seratus anterior, bagian tengah dan bagian bawah dari otot
trapezius. Untuk menguji perlu dilakukan pemeriksaan fungsi dan kekuatan otot dengan
pemeriksaan khusus.
2. Otot skapulohumeral
Kelompok otot ini mengontrol sendi glenohumeral yaitu gerakan yang berfungsi untuk
abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi lateral, rotasi medial.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 16


Sendi akromioklavikular dan sternoklavikular
Klavikula merupakan suatu jembatan yang menghubungkan skapula dan sternum. Gerakan
sendi akromioklavikular dan sternoklavikular terjadi pada umumnya setelah elevasi dari lengan
atas sebesar 90° dan gerakan sendi bahu ke belakang atau ke depan.

Sumber: Clinical test for Musculoskeletal System

2. Pemeriksaan Lengan Atas dan Sendi Siku


Kelainan yang biasa ditemukan pada humerus adalah trauma, infeksi pada tulang, tumor tulang
terutama oleh karena metastasis. Sedangkan pada sendi siku biasanya berupa artritits. Kelainan

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 17


lain yang biasa ditemukan adalah osteoarthritis disekans dan bergesernya sendi siku dan
beberapa kelainan akibat jepitan pada saraf.

Gerakan sendi siku


Pada sendi siku terdapat dua komponen persendian yaitu antara humerus dengan ulna dan
antara ulna dengan radius yang memberikan kemungkinan gerakan fleksi dan ekstensi serta
rotasi pada lengan bawah. Gerakan fleksi dan ekstensi bervariasi antara 0-150 serta pronasi
dan supinasi masing-masing sebesar 0-90 .

Sumber: Clinical test for Musculoskeletal System

Tahap-tahap pemeriksaan rutin kelainan lengan atas dan sendi siku


a. Pemeriksaan lokal dan sendi siku
Inspeksi Palpasi
 kontur tulang  suhu kulit
 kontur jaringan lunak  kontur tulang
 warna dan tekstur kulit  kontur jaringan lunak
 adanya jaringan atau sinus  nyeri lokal

Pergerakan ( aktif dan pasif )


 sendi humero-ulnar  sendi radio-ulnar
- fleksi 150 - supinasi 80
- ekstensi 0 - pronasi 90

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 18


 nyeri pada pergerakan  supinasi 80
 krepitasi pada pergerakan  pronasi 90
Kekuatan Stabilitas
 fleksi 150  ligamentum lateral
 ekstensi 0  ligamentum medial

Nervus medianus (ekstensi pergelangan tangan, ibu jari, dan


 funfsi sensoris jari-jari)
 fungsi motoris
( gerakan oponen )
 kelenjar keringat Nervus ulnaris
Nervus radialis  fungsi sensoris
 fungsi sensoris  fungsi motoris
 fungsi motoris  kelenjar keringat.

b. Pemeriksaan nyeri lengan yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik.


Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan
lokal, meliputi :
- leher dan pleksus brakialis
- pemeriksaan bahu
c. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya. Gejala lokal yang terjadi mungkin merupakan
manifestasi dari penyakit lain.

3. Pemeriksaan lengan bawah, pergelengan tangan dan jari-jari


Gerakan pada pergelangan tangan
Pergelangan tangan mempunyai dua komponen utama yaitu sendi radiokarpal ( termasuk sendi
interkarpal yang memungkinkan fleksi 80, ekstensi 90 abduksi / deviasi radial 25, adduksi /
deviasi ulnar 30 ) dan sendi radioulnar inferior yang memungkinkan gerakan supinasi 90 dan
pronasi 90. Untuk melakukan pemeriksaan secara akurat terhadap kedua gerakan ini maka
sendi siku difleksikan 90 untuk menghilangkan rotasi pada sendi bahu.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 19


Gerakan pada jari-jari
Gerakan pada jari-jari dibagi dalam tiga kelompok sendi, yaitu ;
1. Sendi karpometakarpal ibu jari
Pada sendi karpometakarpal ibu jari terdapat lima macam gerakan yaitu fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi dan oposisi.

Pemeriksaan klinik rutin gangguan lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari
 Pemeriksaan local lengan bawah,pergelangan tangan dan jari-jari
Inspeksi : kontur tulang Palpasi : suhu kulit
Kontur jaringan lunak kontur tulang
Warna dan tekstur kulit kontur jaringan lunak

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 20


Adanya jaringan parut dan sinus nyeri local

Pergerakan ( aktif dan pasif )


- pergelangan tangan :
 sendi radiokarpal : fleksi-ekstensi, adduksi-abduksi
 sendi radioulnar inferior : supinasi dan pronasi
- tangan
 sendi karpometakarpal ibu jari : fleksi-ekstensi, adduksi-abduksi, oposisi
 sendi metakarpofalangeal : fleksi-ekstensi, adduksi-abduksi
 sendi interfalangeal : fleksi-ekstensi
Kekuatan
 kekuatan tiap kelompok dikontrol oleh :
- pergerakan pergelangan tangan
- pergerakan ibu jari dan jari-jari
 stabilitas : uji untuk pergerakan abnormal
Fungsi saraf : uji fungsi sensoris, fungsi motoris dan kelenjar keringat pada bagian medial
saraf ulna dan radius.

Sirkulasi : denyut arteri, warna dan rasa hangat, pengisian kembali kapiler, sensibilitas kulit.
 Pemeriksaan bagian yang kemungkinan dapat merupakan faktor ekstrinsik gangguan
pada lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari. Pemeriksaan ini penting untuk
menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan lokal. Pemeriksaan ini meliputi :
 pemeriksaan leher dan toraks
 pemeriksaan lengan atas secara tersendiri
 pemeroksaan siku secara tersendiri
 Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum pada bagian-bagian tubuh lainnya. Gejala pada tangan mungkin hanya
merupakan salah satu manifestasi klinis dari penyakit lain.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 21


2. Sendi metakarpopalangeal
Pada sendi metakarpopalangeal ibu jari dan jari-jari terdapat gerakan fleksi dan gerakan
ekstensi sebesar 90.
3. Sendi interfalangeal
Pada sendi interfalangeal ibu jari dan jari-jari hanya terdapat gerakan fleksi dan gerakan
ekstensi.
Kekuatan otot
Pemeriksaan kekuatan otot tangan perlu dilakukan secara teliti dan sabar. Untuk setiap
kelompok otot harus dilakukan uji secara tersendiri. Pemeriksaan otot-otot ibu jari meliputi
pemeriksaan otot abduktor, addutor, ekstensor ( longus dan brevis ), fleksor ( longus dan brevis
) serta otot-otot oponens. Sementara pada jari-jari dilakukan pemeriksaan otot fleksor
profundus dan superficial, ekstensor digitorum, ekstensor indisis, otot interosseus dan otot
lumbrikal.
Kekuatan pegangan otot
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan pegangan yang merupakan kombinasi
gerakan otot fleksor dan ekstensor pergelangan tangan serta fleksor jari-jari dan ibu jari.
Fungsi saraf
Pemeriksaan fungsi ketiga saraf yaitu n.ulnaris, n.medianus, n.radialis harus dilakukan secara
tersendiri baik fungsi motoris, sensoris serta fungsi keringat.
Sirkulasi
Sirkulasi pada jari diamati melalui pemeriksaan denyutan nadi pada arteri, suhu dan warna jari-
jari.
Faktor ekstrinsik pada lengan bawah dan jari-jari
Seringkali sulit dibedakan apakah gejala dan tanda klinis lengan bawah atau jari-jari
merupakan gangguan lokal atau bukan. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan dengan baik
agar dapat membedakannya dengan jelas.

4. Pemeriksaan Sendi Panggul


Pemeriksaan sendi panggul merupakan pemeriksaan yang penting dalam ortopedi oleh karena
trauma/penyakit pada panggul akan menyebabkan gangguan yang berkepanjangan dan
mungkin memberikan kecacatan yang serius atau lebih parah lagi menyebabkan
ketidakmampuan untuk bekerja sehingga memberikan dampak ekonomis dalam kehidupan.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 22


Daerah panggul ini merupakan suatu daerah yang penting oleh karena sendi panggul
merupakan sendi yang sangat kompleks, sulit diperiksa secara akurat.
Pengukuran panjang anggota gerak dan ukuran-ukurannya
Secara ideal pengukuran dilakukan pada aksis gerakan panggul, yaitu pada titik tengah kaput
femur. Tetapi secara klinik hal ini sulit dilakukan, sehingga titik ukur diambil dari titik yang
paling mendekati yaitu spina iliaka anterior superior.
1. Pengukuran panjang klinik (panjang sebenarnya=true leg length)
Panjang klinik diukur dari spina iliaka anterior superior sampai pinggir bawah maleolus
lateralis atau pinggir maaleolus medialis. Dengan pengukuran ini dibandingkan antara kiri dan
kanan.
Apabila ditemukan adanya pemendekan maka harus ditentukan apakah ditemukan:
 Diatas trokanter, melalui pengukuran segitiga dari Bryant, garis dari Nelaton, garis dari
Schoemaker.
 Dibawah trokanter.
2. Pengukuran panjang tampak (palsu=apparent leg length)
Kadang-kadang ditemukan tungkai bawah tampak panjang sebelah tapi sebenarnya ukurannya
sama. Pada keadaan ini pemeriksaan diukur dari titik di garis tengah tubuh yaitu xiphisternum,
dari pusat atau dari pubis ke maleolus medialis. Pemendekan yang palsu dari panjang tungkai
biasanya disebabkan oleh karena panggul miring dimana koreksi sepenuhnya tidak dapat
dilakukan. Panggul miring umumnya disebabkan oleh deformitas adduksi yang menetap yang
membuat sisi tersebut seakan lebih pendek atau oleh deformitas abduksi yang menetap
sehingga tungkai bawah tersebut terlihat lebih panjang.
Pemeriksaan klinik rutin gangguan pada panggul
1. Pemeriksaan lokasi sendi panggul
a. Penderita berbaring
Penderita berbaring dan membentuk sudut terhadap tungkai bila mungkin
Inspeksi
 Kontur tulang
 Kontur jaringan lunak
 Warna dan tekstur kulit Palpasi
 Adanya jaringan parut atau sinus  Suhu kulit
 Kontur tulang
 Kontur jaringan lunak

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 23


 Nyeri lokal  Abduksi saat fleksi
Pergerakan (aktif dan pasif)  Rotasi medial (interna)
 Fleksi  Rotasi lateral (eksterna)

Pemeriksaan adanya deformitas


Dilakukan uji Thomas untuk mendeteksi dan mengukur deformitas pada posisi fleksi
Kekuatan (dilakukan uji yang berlawanan dengan tahanan pemeriksa)
Estimasi kekuatan pada kelompok otot fleksor, ekstensor, abduktor, adduktor dan rotator
Pengukuran discrepancy ( kesenjangan anggota gerak )
Membandingkan ukuran kiri dan kanan dengan melihat perbedaan tonjolan
atausendi-sendi tertentu, seperti lutut kiri dengan lutut kanan, siku kiri dengan sikukanan, ankle
kiri dengan ankle kanan . Misalnya contoh gambar dibawah dimana Atampak perbedaan
ukuran tibia, dan B tampak perbedaan femur

Mengukur panjang tungkai


- Panjang klinik (true/real length) : SIAS – maleolus medial
- Panjang yang tampak (apparent length) : umbilikus – maleolus medial

Pemeriksaan pergerakan abnormal


 Uji pergerakan longitudinal (teleskopik)

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 24


 Uji klik (pada bayi baru lahir)

2. Pemeriksaan faktor ekstrinsik yang mungkin memberikan gejala pada panggul


Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan
lokal, meliputi :
 Pemeriksaan sendi sakroiliaka
 Pemeriksaan abdomen dan pelvis
 Pemeriksaan pembuluh darah besar (sirkulasi arteri)
3.Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan terhadap bagian tubuh lainnya untuk mencari kemungkinan gangguan merupakan
manifestasi dari suatu penyakit sistemik pada tubuh.
Pergerakan pada sendi panggul
1. Fleksi, pergerakan fleksi pada sendi panggul sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan
fleksi pada lutut. Nilai normal gerakan ini besarnya 120°.
2. Ekstensi, dengan meluruskan kaki. Dalam keadaan ini didapat nilai 0°.
3. Abduksi dilakukan dengan cara satu tangan berada di antara spina iliaka anterior superior
kiri dan kanan dari tangan yang satu melakukan abduksi. Normal dilakukan abduksi 30-40°
aksial.
4. Adduksi, dilakukan dengan menyilangkan kedua kaki. Dalam keadaan normal didapatkan
besarnya adduksi 30°.
5. Rotasi lateral dan medial masing-masing diperkirakan melalui garis imajiner pada patela,
yang normalnya sebesar 40°.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 25


Pemeriksaan stabilitas postural
Pemeriksaan ini untuk menentukan stabilitas panggul terutama kemampuan oto abduktor
panggul (otot gluteus medius dan minimus) dalam menstabilisasi panggul terhadap femur.
Pemeriksaan ini dilakukan menurut uji Duschene-Trendelenburg.
Cara pemeriksaannya:
Satu tungkai diangkat dalam keadaan fleksi 90° sambil berdiri di atas kaki yang lain. Panggul
akan ditahan oleh otot panggul yaitu muskulus gluteus medius dan minimus. Jika otot-otot ini
tidak berfungsi maka pada inspeksi panggul miring/jatuh ke sisi kaki yang diangkat, dengan
kata lain otot-otot panggul tidak mampu menstabilisasi panggul dan disebut uji Trendelenburg
positif. Sebaliknya disebut uji Trendelenburg negatif apabila otot-otot abduktor dapat bekerja
secara normal mengankat pelvis ke atas apabila tungkai yang lain diangakat.
Ada tiga kelainan yang dapat menyebabkan uji Trendelenburg positi, yaitu:
1.Paralisis otot abduktor misalnya pada poliomielitis.
2.Origo dan insersi otot-otot abduktor terlalu berdekatan sehingga daya kontraksinya hilang.
Keadaan ini dapat terjadi pada semua kelainan yang menyebabkan trokanter letak tinggi.
3.Hilangnya stabilitas pada komponen sendi panggul, misalnya fraktur leher femur yang tidak
menyambung.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 26


Sumber: Clinical test for Musculoskeletal System

5. Pemeriksaan Lutut
Stabilitas lutut sangat ditentukan oleh ligamentum dan otot kuadrisep. Otot kuadrisep
yang kuat dapat mengontrol stabilitas lutut walupun terdapat keregangan dari ligamen.
Pemeriksaan rutin kelainan pada lutut
1. Pemeriksaan lokal pada lutut
Inspeksi Palpasi
 Kontur tulang  suhu kulit
 Kontur jaringan lunak  Kontur tulang
 Warna dan tekstur kulit  Kontur jaringan lunak
 Adanya jaringan parut atau sinus  Nyeri lokal
Pergerakan (aktif dan pasif dan dibandingkan dengan lutut yang normal)
 Fleksi  Nyeri bila digerakkan
 Ekstensi  Krepitasi bila digerakkan
Kekuatan (membandingkan dengan tahanan dari pemeriksa)
 Fleksi  Uji rotasi Mc Murray
 Ekstensi  Cara berjalan (gait)
Stabilitas
 Ligamentum medial  Ligamentum lateral

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 27


 Ligamentum krusiatum anterior  Ligamentum krusiatum posterior
 Uji drawer; uji Lachman; uji pivot
shift lateral
2. Pemeriksaan gejala yang mungkin merupakan akibat faktor ekstrinsik.
Pemeriksaan ini penting bila tidak ditemukan kelainan lokal pada pemeriksaan. Pemeriksaan
meliputi pemeriksaan tulang belakang dan panggul.
3. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum pada setiap anggota tubuh. Gejala lokal pada lutut dapat ditimbulkan oleh
adanya penyakit sistemik.

Gerakan sendi lutut


Pemeriksaan gerakan sendi lutut sangat penting oleh karena setiap kelainan pada lutut. Pada
pemeriksaan perlu diketahui apakah gerakan disertai nyeri atau krepitasi. Secara normal
gerakan fleksi pada sendi lutut sebesar 120-145° dan gerakan ekstensi 0° dan mungkin dapat
ditemukan hiperekstensi sebesar 10°.
1. Pemeriksaan ligamentum medial dan lateral. Robekan pada ligamentum medial dapat
diperiksa melalui uji abduction stress dan pada ligamentum lateral adduction stress. Pada
pemeriksaan ini sendi lutut dalam keadaan ekstensi penuh, satu tangan pemeriksa memegang
pergelangan kaki dan satunya pada lutut. Dengan kedua tangan dilakukan abduksi untuk
menguji ligamentum medial dan adduksi untuk menguji ligamentum lateral. Apabila ada
robekan ligamentum maka dapat dirasakan sendi bergerak melebihi batas normal.
2. Pemeriksaan ligamentum krusiatum anterior dan posterior. Kedua ligamentum ini
berfungsi untuk stabilisasi sendi lutut ke arah depan dan belakang. Ligamentum krusiatum
anterior berfungsi untuk mencegah tibia tergelincir ke depan femur. Sedangkan ligamentum
krusiatum posterior pada arah sebaliknya.
 Uji Drawer. Lutut difleksikan 90° dan pemeriksa duduk pada kaki penderita untuk
mencegah gerakan kaki. Dengan meletakkan kedua tangan di belakang tibia bagian proksimal
dan kedua ibu jari pada kondilus femur, kemudian dilakukan tarikan pada tibia ke depan dan
ke belakang. Kecurigaan adanya robekan pada ligamentum krusiatum apabila ada gerakan yang
abnormal, baik ke depan ataupun ke belakang.
 Uji Lachman. Pada pemeriksaan ini lutut difleksi 15-20°. Satu tangan memegang tungkai
atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya memgang tibia proksimal. Kedua tangan
kemudian digerakkan ke depan dan ke belakang antara tibia proksima dan femur.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 28


 Pemeriksaan pivot shift lateral. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk
mengetahui defisiensi pada ligamentum krusiatum anterior. Caranya kaki yang mengalami
kelainan diangkat oleh pemeriksa, dimana kaki kanan diangkat oleh tangan kanan dan kiri
diangkat oleh tanagn kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi maksimal. Dengan satu tangan
pemeriksa memutar dari arah luar tungkai bawah persis di sebelah bawah lutut sehingga terjadi
tekanan valgus. Pada saat yang bersamaan tibia dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut difleksi
secara perlahan-lahan dari posisi ekstensi. Pemeriksaan positif apabila kondilus lateralis tibia
terelokasi secara spontan pada kondilus femur ketika fleksi mencapai 30-35°
 Uji Rotasi. Uji rotasi dilakukan untuk mengetahui adanya robekan meniskus dan dikenal
sebagai uji Mc Murray. Pada pemeriksaan ini lutut di ekstensikan kemudian dilakukan
eksorotasi maksimal untuk memeriksa meniskus medial atau dengan endorotasi maksimal
untuk memeriksa meniskus lateral. Penderita berbaring terlentang , tungkai bawah dipegang,
lutut difleksikan 90° dan dilakukan eksorotasi maksimal dan kemudian tungkai diluruskan
sambil mempertahankan eksorotasi. Pada kerusakan meniskus, maka penderita merasa nyeri,
mungkin dapat diraba adanya krepitasi atau terdengar suara klik dari tanduk depan/belakang
atau bagian dari meniskus yang lompat keluar dari antara kondilus femur. Pemeriksaan
meniskus medial dilakukan dengan endorotasi maksimal dan mempunyai prinsip serta prosedur
pemeriksaan yang sama dengan pemeriksaan eksorotasi maksimal.

6. Pemeriksaan Tungkai bawah, Pergelangan Kaki dan Jari-jari Kaki


Kelainan pada kaki menempati frekuensi yang kedua setelah kelainan punggung dalam kasus
bedah ortopedi.
Beberapa penyebab kelainan pada kaki yaitu:
 Faktor herediter.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 29


 Tekanan postural.
 Pemakaian alas kaki.

Pemeriksaan klinik pada tungkai bawah, pergelangan kaki dan kaki.


1. Pemeriksaan lokal tungkai bawah, pergelangan kaki dan kaki.
Inspeksi Palpasi
 Kontur tulang  suhu kulit
 Kontur jaringan lunak  Kontur tulang
 Warna dan tekstur kulit  Kontur jaringan lunak
 Adanya jaringan parut atau sinus  Nyeri lokal

Pergerakan (aktif dan pasif dan dibandingkan dengan sisi yang normal)
 Pergelangan kaki  Sendi midtarsal
- Plantar fleksi - Inversi-adduksi
- Ekstensi (dorsofeksi) - Eversi-abduksi
 Sendi subtalar  Jari kaki
- Inversi-adduksi - Fleksi
- Eversi-abduksi - Ekstensi

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 30


Sumber: Clinical test for Musculoskeletal System

Kekuatan
Setiap otot harus diuji dan dibandingkan dengan sisi yang sebelah.

Stabilitas
 Integritas ligamen khususnya ligamentum lateral dari pergelangan kaki

Cara berjalan (gait)


Keadaan alas kaki (sepatu)
Bandingkan dengan sisi yang sebelah
Sirkulasi perifer
 Denyut a.dorsalis pedis  Denyut a.femoral
 Denyut a.tibialis posterior  Pemeriksaan adanya sianosis pada
 Denyut a.poplitea kaki

Penapakan kaki saat berdiri


 Bentuk arkus longitudinal  Efisiensi jari kaki
 Bentuk kaki  Efisiensi otot betis

2. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan anggota tubuh lainnya untuk menentukan apakah gejala yang terjadi merupakan
manifestasi dari suatu penyakit sistemik tubuh.

Evaluasi status perifer


 Evaluasi klinik yang dilakukan meliputi keadaan kulit dari kaki, kuku, perubahan warna,
suhu, denyutan arteri dan toleransi latihan.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 31


 Pencatatan tekanan sistolik. Bila terdapat iskemik, maka kulit menipis dan tidak elastis.
Kuku menjadi buram, menebal dan ireguler. Kaki lebih dingin, berwarna merah bata atau
kebiruan (sianotik) pada uji Buerger.
 Pencatatan volume denyut
 Pemeriksaan aliran darah kaki dengan menggunakan prinsip teknik Doppler
 Arteriografi. Struktur arterial serta adanya penyumbatan vaskuler dapat terlihat melalui
pemeriksaan radiologis setelah penyuntikan zat kontras.
Pemeriksaan gerakan pada pergelangan kaki dan sendi tarsal
 Secara normal pergerakan pergelangan kaki ke arah ekstensi atau dorso fleksi sebesar 15-
20° dan plantar fleksi sebesar 40-50°
 Pergerakan sendi subtalar dan midtarsal. Gerakan pada sendi subtalar dan midtarsal terjadi
secara bersama-sama sebagai satu unit kesatuan. Gerakan ini meliputi :
- Kombinasi gerakan inversi dan adduksi (supinasi) sebesar 5°.
- Kombinasi gerakan eversi dan abduksi (pronasi) sebesar 5°.
 Pada saat kedua kaki menginjak diperhatikan arkus longitudinalis apakah bentuknya
normal atau ceper, apakah ada pes kavus, pes planus, pes valgus dan pes varus.
 Pemakaian alas kaki. Pemeriksaan pada kaki tidak lengkap tanpa disertai dengan
pemeriksaan alas kaki yang dipakai , apakah ada tekanan-tekanan tertentu pada alas kaki atau
alas kaki tidak sesuai/sempit.

5 SKENARIO KLINIS
Tn. Mahmud 60 tahun datang ke poli Bedah dengan keluhan nyeri di pangkal paha
kanannya setelah jatuh terpeleset 2 jam lalu dikamar mandi, nyeri bertambah bila digerakkan.
Tn. Mahmud masih bisa berjalan tetapi dengan sedikit pincang. Dari pemeriksaan fisik
orthopedi didapatkan nyeri tekandi regio femoralis dextra, tidak ada deformitas dan range of
movement terbatas.

6. REFERENSI

1. Apley, Graham,,Solomon Louis. Buku AjarOrthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ke 7.1995. Jakarta : Widya Medika
2. Buckup. Clinical Test for Musculosceletal System. 2008.Thieme

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 32


3. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar ilmu bedah Orthopedi. Edisi 2. 2003. Makassar : Bintang
Lamumpatue

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 33


Cheklist Pemeriksaan Orthopedi:

inspection shoulder / upper extremity


No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks

3 Melakukan inspeksi pada kedua sendi bahu.


Inspeksi dilakukan dari arah depan, samping dan belakang
Menilai ada tidaknya perubahan warna, sikatriks, atrofi otot,
deformitas/bentuk asimetris,
pembengkakan/massa/benjolan, fistula.

4 Pemeriksa melakukan palpasi pada kedua sendi bahu


Menentukan penonjolan tulang : acromion, spina scapula,
prosesus coracoid, artikulasi acromioclavikular, os
clavicula, teberkulum major os humerus

7 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 34


test function of shoulder joint
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks

3 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan


mengangkat lengan setinggi bahu dengan telapak tangan
menghadap bawah (abduksi sendi bahu)

4 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan


mengangkat lengan secara vertikal ke atas kepala dengan
kedua telapak tangan saling berhadapan.
5 Pemeriksa meminta pasien untuk meletakkan kedua tangan
dibelakang leher dengan sendi siku terletak disisi luar
(gerakan rotasi eksternal dan abduksi)
6 Pemeriksa meminta pasien untuk meletakkan kedua tangan
di belakang/punggung bawah (gerakan internal rotasi dan
adduksi)
7 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 35


test function of muscles and elbow joint
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks

3 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan


menekuk dan meluruskan sendi siku (fleksi dan ekstensi)

4 Pemeriksa meminta pasien untuk meletakkan lengannya


menempel pada sisi tubuh dengan sendi siku ditekuk 90
derajat kemudian melakukan gerakan memutar telapak
tangan ke arah atas dan bawah (gerakan pronasi dan
supinasi).
7 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 36


test function of wrist joint, metacarpal and finger joints
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks

3 Pemeriksa meminta pasien untuk mengepal jari tangan


kemudian menekukkan masing-masing jari

4 Pemeriksa meminta pasien untuk membuka dan menutup


jari-jari tangan
5 Pemeriksa meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
melewati telapak tangan dan meletakkan ibu jari tersebut
pada sisi jari kelima/kelingking, kemudian mengembalikan
posisi ibu jari ke posisi semula
6 Pemeriksa meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
menyentuh ujung masing-masing jari
7 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
menekuk dan meluruskan sendi pergelangan tangan (fleksi
dan ekstensi)

8 Pemeriksa meminta pasien untuk menggerakkan


pergelangan tangan secara vertikal ke arah samping dalam
dan luar (gerakan deviasi radial dan deviasi ulnar)
9 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 37


Measurement of length of lower extremities
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks, sambil mempersiapkan peralatan berupa pena/spidol
dan tali meteran.
3 Pemeriksa memastikan bahwa posisi kedua panggul pasien
adalah simetris

4 Pemeriksa menentukan titik SIAS dan tip/puncak dari


malleolus medial di pergelangan kaki kemudian memberi
tanda titik dengan pena/spidol.
5 Pemeriksa melakukan pengukuran dengan menggunakan
tali meteran panjang dari SIAS dan malleolus medial dan
mencatatkannya sebagai true length leg (TLL)
6 Pemeriksa menunjuk umbilikalis/prosesus xyphoideus
kemudian melakukan pengukuran dengan menggunakan
tali meteran panjang dari umbilikalis/prosesus xyphoideus
dan malleolus medial dan mencatatkannya sebagai apparent
length leg (ALL)
7 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan
Bila TLL (-) dan ALL (+)
 Suspect pelvic obliquity atau adductor contracture

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 38


hip: assessment of flexion and extension, adduction, abduction and rotation
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks
3 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
mengangkat tungkai bawah setinggi-tingginya (fleksi sendi
panggul)

4 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan


menggeser tungkai bawah ke arah luar (abduksi) dan
menggeser kearah dalam (adduksi).
5 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring tengkurap

6 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan


mengangkat tungkai bawah setinggi-tingginya (ekstensi
sendi panggul)
7 Pemeriksa meminta pasien untuk menekut sendi lutut 90
derajat, kemudian melakukan gerakan rotasi tungkai bawah
ke arah dalam (gerakan rotasi eksternal) dan gerakan rotasi
ke arah luar (rotasi internal)
8 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 39


knee : assessment of cruciate ligaments, collateral ligaments
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks

Pemeriksaan ligamentum cruciatum

3 Pemeriksa meminta pasien untuk menekuk lutut 90 derajat


dan meletakkan kaki di atas meja periksa
4 Pemeriksa menduduki kaki pasien secara lege artis,
meletakkan kedua tangan dibelakang lutut pasien kemudian
menggenggam dibawah lutut pasien
5 Pemeriksa memberikan penekanan ke arah bawah.
Menilai patensi dari ligamentun cruciatum posterior
6 Pemeriksa dengan tetap menggenggam lutut pasien
melalukan penarikan lutut ke arah atas.
Menilai patensi dari ligamentum cruciatum anterior.

Pemeriksaan ligamentum collateral

7 Pemeriksa berdiri di sisi pasien, dengan memegang sisi


distal femur dengan satu tangan dan menggendong tungkai
bawah pasien dengan tangan lain kemudian melakukan
gerakan menekuk lutut dengan cara menekan tungkai bawah
ke arah medial dan lateral.
Menilai patensi dari ligamentum collateral medial dan
lateral lutut.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 40


8 Langkah pemeriksaan 6-10 diulang untuk pemeriksaan pada
lutut sebelahnya
9 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

assessment of menisci
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring
terlentang/duduk dan rileks
3 Melakukan inspeksi pada lutut dan membandingkan
keduanya.
Menilai ada tidaknya perubahan warna, sikatriks, atrofi otot,
deformitas/bentuk asimetris, efusi,
pembengkakan/massa/benjolan, fistula.

4 Pemeriksa melakukan palpasi pada lutut


Menentukan garis kesejajaran sendi lutut, yaitu dengan
meraba dengan jari batas proksimal os tibia dari medial
condyles tibia ke arah lateral melalui tuberositas tibia.
Menilai adakah pembengkakan atau rasa nyeri saat
penekanan.

5 Pemeriksa melakukan palpasi pada os patella, lateral dan


medial epicondilus femoris

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 41


6 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
menekuk dan meluruskan sendi lutut (fleksi dan ekstensi)

7 Pemeriksa dengan memegang sisi distal femur dengan satu


tangan dan melakukan gerakan rotasi ke arah luar maupun
dalam pada tungkai bawah dengan tangan lain (gerakan
rotasi eksternal dan internal sendi lutut)
6 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

feet : inspection of posture and shape


No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring
terlentang/duduk dan rileks
3 Melakukan inspeksi pada kedua kaki dan
membandingkannya.
Menilai ada tidaknya perubahan warna, sikatriks, atrofi otot,
deformitas/bentuk asimetris,
pembengkakan/massa/benjolan, fistula.

4 Pemeriksa melakukan palpasi pada kedua kaki


Menentukan ada tidaknya edema pedis dengan melakukan
penekanan ibu jari pada daerah dorsum pedis, bagian
belakang malleolus medialis

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 42


5 Pemeriksa melakukan palpasi pada sisi anterior mata kaki,
daerah dorsum pedis, telapak kaki, sendi
metatarsophalangeal dan caput masing-masing metatarsal
kaki

6 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

feet : assessment of dorsal / plantar flexion,inversion, eversion


No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks
3 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
mengangkat pergelangan kaki ke atas (dorsifleksi sendi
pergelangan kaki)

4 Pemeriksa meminta pasien untuk menggerakkan


pergelangan kaki ke arah bawah/telapak kaki (gerakan
plantarfleksi pergelangan kaki)
5 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
menekuk pergelangan kaki ke arah dalam dan keluar
(inversi dan eversi pergelangan kaki)
6 Melaporkan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan

NILAI

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 43


B. KETERAMPILAN KLINIS JAHIT LUKA

1. TUJUAN INSTRUKSI UMUM


Mahasiswa mampu melakukan tindakan jahit luka

2. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


Kemampuan melakukan tindakan jahit luka meliputi :
4. Mahasiswa mampu mengenali instrumen bedah minor dan memilih instrument yang tepat
yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan jahit luka
5. Mahasiswa mampu melakukan tindakan asepsis dan antisepsis sebelum melakukan
tindakan jahit luka
6. Mahasiswa mampu melakukan tindakan anestesi lokal secara subcutan pada daerah luka
7. Mahasiswa mampu melakukan tindakan debridement dan eksisi tepi luka
8. Mahasiswa mampu melakukan tindakan penjahitan luka sederhana dengan teknik jahitan
simpul tunggal
9. Mahasiswa mampu melakukan tindakan dekontaminasi instrumen bedah minor yang
telah digunakan untuk tindakan jahit luka

3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan jahit luka ini akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang skills lab,
masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
1. Mahasiswa akan diperkenalkan dengan instrument bedah minor yang akan dipergunakan
pada keterampilan klinis jahit luka
2. Instruktur akan menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur kerja keterampilan jahit
luka sesuai dengan checklist di depan kelas
3. Mahasiswa akan melakukan diskusi dengan instruktur mengenai keterampilan jahit luka
yang belum dimengerti oleh mahasiswa
4. Masing-masing mahasiswa akan mencoba melakukan keterampilan jahit luka dan
instruktur akan memberikan feedback
5. Mahasiswa akan diberikan tugas rumah untuk melakukan teknik jahitan sederhana pada
sponge atau busa yang telah disediakan dan akan dievaluasi oleh instruktur pada pertemuan
selanjutnya
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 44
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan jahit
luka dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi pertama
dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur memberikan
feedback

Sesi Kegiatan pembelajaran Alokasi waktu


Sesi pertama 1. Pengenalan alat dan bahan 15 menit
2. Penjelasan dan demonstrasi oleh instruktur 20 menit
3. Diskusi 15 menit
4. Masing-masing mahasiswa mencoba 100 menit
melakukan keterampilan jahit luka di bimbing oleh
instruktur
5. Tugas rumah Mandiri
Sesi kedua 1. Evaluasi 10 – 13
menit/mahasiswa
2. Feedback 15 - 20 menit

4. TINJAUAN TEORI

4.1. Luka dan Penanganannya


4.1.1 Definisi
Kehilangan kontuinitas kulit atau mukosa yang disebabkan oleh trauma, kimia, listrik, radiasi,
dan bisa juga disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang.
4.1.2 Etiologi
Biasanya disebabkan oleh :
• Trauma benda tajam atau tumpul
• Perubahan suhu
• Zat kimia
• Sengatan listrik

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 45


• Gigitan hewan

4.1.3 Macam-macam luka


Excoriasi (luka lecet)
Terjadi kerusakan sebahagian tebal kulit biasanya disebabkan oleh tergores benda tajam atau
tumpul, tergores aspal. Biasanya luka dangkal dan sedikit berdarah
Vulnus scisum/incised wound (luka sayat)
Terjadinya sayatan pada kulit bahkan bisa menembus otot, biasanya disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau, kaca dan lain sebagainya. Biasanya lukanya bersifat bersih, pinggir rata,
dasar kecil.
Vulnus Laceratum (luka robek)
Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul, kecelakaan. Dan pinggir luka compang camping,
dinding tidak rata, dasar kotor/tidak teratur dan terjadi hematom/edem disekitar luka tersebut.
Vulnus punctum (luka tusuk)
Adalah luka kecil dengan dasar yang sukar dilihat.disebabkan oleh tertususuk paku atau benda
yang runcing, lukanya kecil, dasar sukar dilihat, pada luka ini kuman tetanus gampang masuk.
Vulnus Sclopectum (luka tembak)
Biasanya luka ini mempunyai ciri :
- Luka masuk : kecil, dinding luka sukar dilihat, dasar dalam
- Luka keluar : besar, pinggir compang camping, dinding tidak rata dasar dalam
luka ini sebenarnya bersih tapi sering dianggap kotor karena banyaknya jaringan yang rusak
yang nantinya akan menjadi benda asing. Luka ini harus segera di cek apakah kena otot, tendon,
syaraf, pembuluh darah dan tulang
Luka dengan skin loss (kehilangan jaringan kulit)
Luka ini setelah dibersihkan harus ditutup karena kalau dibiarkan terbuka akan lama
penyembuhannya, dan kalau disertai dengan patah tulang atau robek tendon, dapat terjadi
infeksi dan sembuhnya lama.Bisa timbul kontraktur (bekas luka mengkerut karena jaringan
parut)
Luka memar (kontusio)

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 46


4.1.4. Proses penyembuhan luka
4.1.5. Komplikasi pada proes penyembuhan luka

4.2 PENGENALAN INSTRUMEN BEDAH MINOR


Instrumen dasar bedah minor terbagi atas empat berdasarkan fungsi, yakni instrumen dengan
fungsi memotong (pisau scalpel + pegangan dan beragam jenis gunting), instrumen dengan
fungsi menggenggam (pinset anatomi, pinset cirrhurgis dan klem jaringan), instrumen dengan
fungsi menghentikan perdarahan (klem arteri lurus dan klem mosquito), serta instrumen
dengan fungsi menjahit (needle holder,benang bedah, dan needle).

Gambar 1: Instrumen Dasar Bedah Minor


Sumber : On Minor Surgery written by Robert Kneebon dan Julia Schofield

Kesemua instrumen tersebut akan dijelaskan secara detail sebagai berikut:


4.2.1 Instrumen Dengan Fungsi Memotong
1. Pisau Scalpel + Pegangan
Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat ini
bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu, alat ini
juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit. Setiap pisau
scalpel memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai bagian pemotong
dan yang lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel.
Cara pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan needle-holder dan hubungkan lubang

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 47


pada area tersebut pada lidah pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan:
pegang ujung pisau dengan needle-holder dan lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang
di tempat sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang
dapat digunakan bersama pisau scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang
sering digunakan adalah yang berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan
hematoma perianal. Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada
waktu pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan
sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan pisaunya
masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan yang baik
agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.

2. Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur. Mencukur
membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan anak jari lainnya.
Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang bersifat tidak disadari
dan berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis pada kedua lubang gunting.
Hal ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada waktu memotong sehingga
kita dapat memotong dengan tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada lubang
gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-jenis gunting berdasarkan objek kerjanya,
yakni gunting jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban dan gunting iris.
a. Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan
berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk bidang
jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting dengan
ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan gunting
ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis
batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan jangan melewati
batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.
b. Gunting Benang (dressing scissors)
Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan berujung
tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini juga
digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan dan
sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 48


pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong
struktur lainnya.
c. Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting ini
memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam memotong
perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih panjang
dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain untuk
mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk dan memotong
perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk memotong perban
saat perban telah ditempatkan di atas luka.
d. Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4 inchi.
Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah minor,
gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup kecil untuk
menyelip saat remove benang dilakukan.

4.2.2 Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam


1. Pinset Anatomi
Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan oleh ibu jari dan
dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul saat jari-jari tersebut
saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan kemampuan menggenggam. Alat
ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah, serta memindahkan
dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam. Pinset Anatomi ini juga digunakan
saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan tanpa
melibatkan jari.
2. Pinset Chirurgis
Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang). Pinset bergigi
ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena dapat merusak
jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan dengan genggaman halus).
Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi yakni untuk membentuk pola
jahitan, meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 49


3. Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling berhubungan pada
ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan adapula yang
pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang
jaringan dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain
melakukan pemotongan, atau menjahit. Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan
relaks seperti memegang pulpen dengan posisi di tengah tangan. Banyak orang yang
memegang klem ini dengan salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan
menyebabkan tangan menjadi tegang. Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan.
Pegang klem selembut mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya.
Klem jaringan bergigi memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang
jaringan dengan kuat dan dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat
menggunakan alat ini dapat merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki
resiko merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan
yang kuat dalam menggenggam jaringan.

4.2.3. Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan


Klem Arteri
Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan pembuluh darah kecil
dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan kerusakan yang tidak
dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-holder memiliki bentuk yang sama.
Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2), dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa
galur paralel pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya sampai handle agak lebih
panjang dibanding needle-holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus
dan bengkok (mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada
bedah minor.

Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang
menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya
memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat akhir
karena akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan
dengan cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan handlenya
sambil membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 50


menyebabkan jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan
jepitan dengan tepat.

Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel
lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang
memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung
bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam
memegang needle.

4.2.4. Instrumen Dengan Fungsi Menjahit


1. Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan. Secara
keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung
jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting adalah
perbedaan pada struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder berbentuk criss-
cross di permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang dari jepitannya, untuk
tahanan yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu, jangan menggenggam
jaringan dengan needle holder karena akan menyebabkan kerusakan jaringan
secara serius.
Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang telah
dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung
berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan
tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan needle pada area dekat
dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan needle
sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami tangan
ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan
needle ini juga akan menyebabkan needle menekuk.
Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat menjahit
dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder dengan
telapak tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan
mengeluarkan jari dari lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan
pergunakan ibu jari pada lubang handled yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya
dengan jari manis dan kelingking.
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 51
Gambar 2. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle Holder
Sumber : On Minor Surgery written by Robert Kneebon dan Julia Schofield

2. Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable biasanya
digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang digunakan
pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan tertentu dan
harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis. Benang
tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya
luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan
subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan.
Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka
yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis
alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas
merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 52


Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang ini
berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan
luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari
silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat
benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan
keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen
polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis benang ini
merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat dua macam
catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari.
Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini
dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid) yang
merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan memiliki
sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang tidak
perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan
mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan sistem
tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-sepuluh
milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem
tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang
disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya,
ketebalannya semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya
seperti rambut, digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang
biasa digunakan pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit
bahu). 4/0 merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya secara
lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama yang terbuat
dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin dalam keadaan
steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan ke dalam wadah
steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang dibasahi pada satu
sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 53


dengan menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara
hati-hati. Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau Ethilon
1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene atau ethilon
2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan untuk jahitan
interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik (3/0) digunakan pada
jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam hemostasis. Vicryl 1,5 metrik
(4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau jahitan dalam. Prolene atau
Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-anak.

Lokasi penjahitan Jenis benang Ukuran


Fasia Semua 2.0-1
Otot Semua 3.0-0
Kulit Tak terserap 2.0-6.0
Lemak Terserap 2.0-3.0
Hepar Kromik catgut 2.0-0
Ginjal Semua catgut 4.0
Pankreas Sutera, kapas 3.0
Usus halus Catgut, sutera, 2.0-3-0
Usus besar kapas 4.0-0
Tendo Kromik catgut 5.0-3.0
Kapsul sendi Tak terserap 3.0-2.0
Peritoneum Tak terserap 3.0-2.0
Bedah mikro Kromik catgut, Tak terserap 7.0-11.0
Sumber : Buku Ajar Bedah, Wim De Jong

3. Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis atraumatik
yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi benang. Benang
akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan (trauma). Pada needle
model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat menimbulkan trauma.
Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian
memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 54


needle berbentuk kurva dengan ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan
needle memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk
needle yang lurus namun jarang digunakan pada bedah minor. Needle yang berbentuk setengah
lingkaran datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder.

4.3. Jenis – jenis jahitan (suture)


Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
o Jahitan tunggal/ terputus/ interuptus
o Jahitan jelujur/ kontinyu
o Jahitan jelujur/ kontinyu terkunci
o Jahitan matras vertikal
o Jahitan matras horisontal.

Keterangan gambar. A. Jahitan simpul tunggal, B, Matras vertikal, C. Matras horizontal, D.


Subkutikuler kontinyu, E. Matras horizontal half burried, F. Continous over and over

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 55


Sumber : Buku Ajar Bedah, Wim De Jong

Angkat Jahitan
Adalah proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan lokasi dan hari tindakan:

a. Muka atau leher hari ke 5


b. Perut hari ke7-10
c. Telapak tangan 10
d. Jari tangan hari ke 10
e. Tungkai atas hari ke 10
f. Tungkai bawah 10-14
g. Dada hari ke 7
h. Punggung hari ke 10-14

4.4. Anestesi lokal


1. Anestesia infiltrasi
Anestesia infiltrasi dilakukan dengan menyuntikkan anestetik lokal langsung ke jaringan tanpa
mempertimbangkan persarafannya. Anestetik berdifusi dan khasiatnya dicapai melalui
penghambatan ujung saraf perasa di jaringan subkutan. Jika penyuntikan anestetik
menimbulkan nyeri, berarti tehnik penyuntikan tidak memenuhi syarat. Infiltrasi dimulai
dengan penyuntikan kecil intrakutan yang memang menimbulkan sedikit nyeri. Tempat
penyuntikan intrakutan digunakan sebagai pintu masuk selanjutnya untuk anestetik.
Penyuntikannya harus dilakukan secara teliti, sedikit demi sedikit supaya tidak menyebabkan
nyeri.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 56


2. Anestesi lapangan
Merupakan penyuntikan anestetik subkutan sedemikian rupa sehingga terjadi anestesia di distal
penyuntikan.

4.5. Dekontaminasi Instrument Bedah


Suatu proses untuk menghilangkan/memusnakan mikroorganisme dan kotoran yang melekat
pada peralatan medis/objek, sehingga aman untuk penanganan selanjutnya. Merupakan
langkah pertama dalam menangani barang yang telah digunakan
Klasifikasi alat-alat medis menurut Dr.Earl Spaulding:
 Peralatan Kritis
Peralatan medis yang masuk kedalam jaringan tubuh steril atau sistem pembuluh darah.
Pengelolaan peralatan dengan cara sterilisasi
Contoh: instrumen bedah, kateter intravena, kateter jantung dll
 Peralatan semi kritis
Peralatan yang masuk/kontak dengan membran mukosa tubuh. Pengelolaan peralatan medis
dengan disinfeksi tingkat tinggi.
Contoh: endotracheal tube, endoscopi, nasogastric tube
 Peralatan non kritis
Peralatan medis yang kontak dengan permukaan kulit yang utuh. Pengelolaan peralatan medis
dengan cara disinfeksi tingkat intermediate/tingkat rendah
Contoh: Tensimete, stetoscope, bedpan, urinal, linen

Indikasi:
 Alat medis habis pakai,
 Permukaan meja/ permukaan lain yang tercemar/tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien
 Linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien

1. Proses dekontaminasi alat medis habis pakai:


 Cuci tangan
 Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
 Segera rendam peralatan medis setelah dipakai dalam larutan klorin 0.5 % selama 10-15
menit (desinfektan). Seluruh alat medis harus terendam dalam larutan klorin.
 Lanjutkan dengan pembersihan
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 57
 Buka sarung tangan
 Cuci tangan

2. Prosedur dekontaminasi permukaan meja/permukaan lain yang tercemar/tumpahan


darah atau cairan tubuh pasien
 Cuci tangan
 Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
 Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan kertas/koran bekas/tissue
 Buang kertas/tissue penyerap kedalam kantong sampah medis
 Bersihkan daerah bekas tumpahan dengan larutan klorin 0.5 % ( disinfektan)
 Buka sarung tangan
 Cuci tangan

3. Prosedur dekontaminasi linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
 Cuci tangan
 Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
 Segera rendam alat tenun yang terkontaminasi setelah dipakai dalam larutan klorin 0.5
% selama 10-15 menit ( desinfektan). Alat tenun yang terkontaminasi harus terendam semua
 Peras alat tenun dan masukkan dalam kantong alat tenun kotor
 Buka sarung tangan
 Cuci tangan

4.6 Tindakan Penjahitan Luka( Hecting)


4.6.1. Alat, bahan dan perlengkapan
Alat yang dibutuhkan adalah “Minor set” yang isinya:
1. Wadah dari besi/stanless
2. Needle holder/ pemegang jarum
3. Jarum dengan ujung segi tiga
4. Jarum dengan ujung bulat
5. Pinset anatomi
6. Pinset chirrurgis
7. Gunting Benang
8. Gunting jaringan
9. Klem arteria berujung lurus/ bengkok
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 58
10. Kain/doek steril
11. Comb steril

Untuk tindakan penjahitan luka alat yang dibutuhkan hanya needle holder satu buah , jarum
jahit berujung bulat tiga buah, pinset anatomi/bedah satu buah, comb steril dua buah, gunting
benang dan doek steril satu buah.

Bahan yang dibutuhkan :


1. Handscoon steril no. 7
2. NaCl fisiologis
3. Povidon Iodine 10%
4. Alkohol 70 %
5. Perhidrol 3% / H2O2 3%
6. Lidocain 2%
7. Klorin 0,5%
8. Kasa steril
9. Plester
10. Spuit 3cc
11. Benang side/silk no 3.0
12. Benang catgut no. 3.0

4.6.2. Prosedur kerja:

1. Mengidentifikasi jenis luka (luka robek/skin loss)


- Menilai bentuk luka : teratur/tidak
- Menilai tepi luka : teratur/tidak
- Menilai luas luka : panjang dan lebar dalam cm
- Menilai kedalaman luka : dalam cm
2. Memberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan tindakan medik kepada pasien.
a. menjelaskan kondisi luka
b. menjelaskan prosedure tindakan
c. menjelaskan tujuan tindakan,keuntungan dan kerugian
d. meminta persetujuan tindakan
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 59
3. Menyiapkan instrument yang diperlukan dalam keadaan steril dan memilih instrument
yang tepat untuk tindakan jahit luka
4. Melakukan cuci tangan secara 7 langkah dan memakai sarung tangan steril
5. Melakukan tindakan aseptik anti septik secara sirkuler dari dalam ke luar menggunakan
kasa yang telah dicelupkan povidon iodine dan alkohol
6. Melakukan anestesi lokal dengan lidokain (secara infiltrasi atau lapangan)
Cara: menusukkan jarum sub kutan menyusuri tepi luka sampai seluruh luka teranestesi dengan
baik. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak masuk pembuluh darah
(terlihat cairan darah dalam spuit). infiltrasikan lidokain bersamaan waktu menarik mundur
jarum 2-4 cc (tergantung luas luka)
7. Melakukan debridemen luka dan eksisi tepi luka bila luka kotor dengan pinggir tidak
teratur
Cara : Setelah luka teranestesi dengan baik, desinfeksi luka menggunakan perhidrol/hidrogen
peroksida 3%, agar kotoran yang menempel terangkat. Untuk mengangkat tanah/ pasir yang
melekat dapat menggunakan kasa atau sikat halus. Lanjutkan dengan irigasi menggunakan
NaCl fisiologis sampai semua kotoran terangkat.
8. Memasang doek steril
9. Menjahit luka dengan teknik simpul tunggal
- Gunakan needle holder untuk memegang jarum. Jepit jarum pada ujung pemegang jarum
pada pertengahan atau sepertiga ekor jarum. Jika penjepitan kurang dari setengah jarum, akan
sulit dalam menjahit. Pegang needle holder dengan jari-jari sedemikian sehingga pergelangan
tangan dapat melakukan gerakan rotasi dengan bebas.
- Masukkan ujung jarum pada kulit dengan jarak dari tepi luka sekitar 1cm, membentuk
sudut 90˚ lalu dorong jarum mengikuti kelengkungan jarum.
- Jahit luka lapis-demi lapis dari yang terdalam(bila terjadi robekan pada otot, lemak
subkutan, kulit ) dengan teknik jahitan simpul tunggal. Aproksimasi tepi luka harus baik.
- Penjahitan luka bagian dalam menggunakan benang yang dapat di serap atau
monofilament.
- Jarak tiap jahitan sekitar 1cm. Jahitan yang terlalu jarang luka kurang menutup dengan
baik. Bila terlalu rapat meningkatkan trauma jaringan dan reaksi inflamasi.
- Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan
- Benang dipotong kurang lebih 1 cm diatas simpul.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 60


10. Melakukan dressing : Setelah penjahitan selesai, lakukan eksplorasi bila terdapat jahitan
yang terlalu ketat/ kendor. Lalu desinfeksi luka dengan povidone iodine dan tutup dengan kasa
steril dan diplester
11. Melakukan dekontaminasi: Untuk menghindari penularan penyakit yang menular lewat
serum/ cairan tubuh. Alat-alat direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10- 15 menit, dan
bersihkan meja/tempat bekas tumpahan darah dengan klorin 0,5%
12.Memberikan edukasi perawatan luka ; cara merawat luka, mengganti kasa dan waktu
kontrol. Serta memberi penjelasan mengenai lama penyembuhan, waktu pengangkatan jahitan,
hasil jahitan, penyulit-penyulit yang mempengaruhi penyembuhan luka.

5. SKENARIO KLINIS

Afika umur 7 tahun dibawa orang tuanya ke poli bedah RS Randen Mattaher Jambi
setelah terjatuh dari pohon. Terdapat memar dan luka lecet di lengan kanan dan luka
robek di punggung kaki kanan afika. Pemeriksaan tanda vital pasien alert, kompos
mentis kooperatif serta airway, breathing dan circulation clear. TD : 120/80, nadi 120
x/menit, nafas 22 x/menit, suhu : 37,3 C. Pada pemeriksaan ekstremitas terdapat memar
dan luka lecet di regio cubiti dextra ukuran 5 x 5 cm dan terdapat luka robek di pedis
dorsum dextra ukuran 7 x 5 cm. Anda sebagai dokter umum di poli Bedah.
Instruksi untuk mahasiswa :
Lakukan tindakan penjahitan luka secara lege artis pada pasien ini

6. REFERENSI

1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 66-88
2. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 239-264
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 265-288
4. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong,
ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 61


7. CHECK LIST PENILAIAN

NO. Tindakan yang dilakukan 1 2 3


1. Dokter memperkenalkan diri, menjelaskan keadaan yang
dialami pasien
- Jenis luka
- Tindakan yang diperlukan.
2. Menjelaskan prosedur tindakan dan meminta inform consent
kepada pasien
3. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril dengan
benar
4. Mempersiapkan peralatan minor set steril dan menyebutkan
perlengkapan minor set serta fungsinya
5. Melakukan asepsis dan antisepsis daerah luka dengan 2
cairan dari dalam ke luar
7. Melakukan anestesi lokal infiltrasi dengan lidokain secara
subcutan dan lakukan test nyeri sebelum tindakan
8. Melakukan debridement dan eksisi tepi luka (bila luka tepi
ireguler dan kotor)
9. Memasang doek steril
10. Melakukan penjahitan sederhana dengan teknik simpul
tunggal (minimal 3 jahitan) dengan menggunakan alat dan
cara memegang alat yang benar
11. Menutup luka yang dijahit dengan verband/kasa dan fiksasi
dengan plester
12. Segera rendam peralatan medis setelah dipakai dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10-15 menit (desinfektan). Seluruh alat
medis harus terendam dalam larutan klorin
13. Bersihkan daerah bekas tumpahan cairan tubuh seperti darah
dengan larutan klorin 0.5 % ( disinfektan)
14. Buka sarung tangan dan mencuci tangan
JUMLAH

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 62


C. KETERAMPILAN KLINIS PEMASANGAN SPLINTING (BIDAI)

TUJUAN INSTRUKSI UMUM


1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi fraktur dan melakukan immobilisasi fraktur dengan
bidai/splinting

TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


1. Mahasiswa mampu melakukan mengidentifikasi fraktur
2. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan bidai/splinting
- Persiapkan alat
- Melakukan pemasangan bidai/splinting sesuai lokasi fraktur secara lege artis
- Menilai neurovaskular distal dari fraktur

RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemasangan splinting akan dilaksanakan selama satu sesi terbimbing diruang
skills lab, yang dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur, diskusi dan latihan mandiri dengan
bimbingan instruktur

Sesi Kegiatan pembelajaran Alokasi waktu


Sesi pertama Penjelasan dan demonstrasi oleh instruktur 30 menit
Diskusi 15 menit
Latihan mandiri di bimbing oleh instruktur 90 menit

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 63


TINJAUAN TEORI

Fraktur
Definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang yang menimbulkan gerakan yang
abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Fraktur terbagi atas 2 bentuk fraktur terbuka dan fraktur
tertutup yang keduanya biasanya disertai berbagai bentuk kerusakan jaringan lunak.

Immobilisasi Fraktur
Tujuan immobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi se-
anatomis mungkin.dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini dapat
dilakukan pemasangan traksi untuk meluruskan ekstremitas dan dipertahankan dengan alat
immobilisasi. Pemakain bidai secara benar akan membantu menghentikan pendarahan,
mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Jika terdapat fraktur
tulang terbuka tidak perlu dikawatirkan kemungkinan mengenai tulang yang keluar masuk
kedalam luka karena semua fragment tulang akan didebridement di kamar operasi.

Tujuan pembidaian:

1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;


2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.

Prinsip Pembidaian :

1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;


2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada atau tidaknya patah tulang;
3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

Hal-hal yang harus diperhatikan saat Pembidaian:

1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 64


3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang
masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh,
jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan
kaki maupun lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika
terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma
sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau
tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat,
krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan
traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum
ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung
tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk
mencederai saraf atau pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah
tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara
ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik
yang berada pada posisi :
1. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur,
2. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama,
3. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,
4. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu
mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
10. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
11. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian.
Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada
tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 65


tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.

Kontra Indikasi Pembidaian

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

Komplikasi Pembidaian

Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh
tindakan pembidaian :

1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian.

Alat dan bahan :

1. Bidai dengan berbagai ukuran sesuai ekstremitas yang cedera


2. Elastic perban no. 4 dan no.7
3. Kasaa gulung
4. Kapas
5. Plester

Prosedur

1. Lakukan primary survey ABCD dan tangani keadaan yang mengancam terlebih dahulu
bila tidak ada lanjut secondary survey yaitu identifikasi adanya fraktur
2. Menjelaskan secara singkat dan jelaskan kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan dan meminta informed consent

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 66


3. Buka seluruh pakaian termasuk ekstremitas yang cedera. Lepaskan jam, cincin, dan
semua yang dapat menjepit dan cegah hipotermi. Bebaskan daerah fraktur dengan merobek/
menggunting bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat
dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
4. Identifikasi adanya fraktur (look, feel, move)
5. Periksa neurovaskular distal daerah farktur. Apakah denyut nadi lemah/kuat, apakah
pengisian kapiler cepat/lambat, apakah ada gangguan sensari raba.
6. Jika luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahannya lalu tutup luka dengan
balutan steril. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril
(Pressure bandage). Lalu balut dengan dengan kasaa steril. Bila terdapat fragmen tulang yang
keluar dari luka maka cukup balut dengan bahan yang steril.

7. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


a. Persiapkan Bidai berbagai ukuran sesuai dengan ekstremitas yang cedera. Gunakan alat
bidai standar, namun bidai juga bisa dibuat dari bahan sederhana, misalnya ranting pohon,
papan kayu, pelepah pohon pisang
- Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai. Ukur pada
bagian tubuh yang sehat.
- Jika menggunakan bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibalut
terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll).
- Lapisi bidai yang telah dibalut dengan kapas sebagai padding/bantalan khusunya
untuk tulang yang menonjol
b. Elastic perban ukuran no. 4 atau no.7
c. Kassa gulung
d. kasaa steril
e. Kapas dan plester

8. Lakukan pemasangan bidai


a. Bila terdapat gangguan dari neurovaskuler distal dari fraktur, ekstremitas yang cedera
dapat diluruskan secara hati-hati
b. Letakkan bidai pada daerah luar dan dalam ekstremitas yang cedera meliputi 2 buah sendi
dari lokasi fraktur
c. Balut bidai secara roll on menggunakan elastic perban/ kasa gulung dan fiksasi bagian
ujungnya

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 67


9. Cek neurovaskular distal dari daerah yang cedera meliputi pulsasi, sensasi raba, dan
refilling kapiler

SKENARIO KLINIS
Budi 35 tahun diantar ke UGD oleh keluarga setelah kecelakaan lalu lintas 30 menit lalu.
Gaston mengeluh tungkai kirinya nyeri hebat dan sulit digerakkan. Dari penilaian awal
ABCD clear. Pada pemeriksaan cruris sinistrasi terdapat deformitas dan bengkak.
Tidak terdapat luka terbuka.
Lakukan pemeriksaan fisik dan pemasangan bidai pada pasien ini

REFERENSI
ATLS for Doctors
Buku Ajar Bedah Wim De Jong

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 68


CHECKLIST PENILAIAN

No. Aspek yang dinilai Skor

0 1 2 3

1. Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi


salam, memperkenalkan diri,
2. menerangkan secara singkat pemeriksaan yang akan
dilakukan serta tujuan dilakukannya tindakan dan
meminta infomed consent.
3. Membebaskan daerah fraktur

4. Melakukan pemeriksaan fisik regional pada daerah


yang cedera (fraktur)
a. Inspeksi( look) :
-Deformitas
- Memar/bengkak
- Luka terbuka/pendarahan aktif
b. Palpasi (feel) :
- Nyeri tekan
- Nyeri sumbu
- Krepitasi
c. Move :
Meminta pasien menggerakkan ektremitas yang
cedera

5 Periksa neurovaskular distal daerah fraktur


- Nadi kuat / lemah
- Pengisian kapiler cepat/lambat
- Sensasi raba

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 69


6 Melaporkan hasil dan menyimpulkan keadaan
pasien berdasarkan hasil pemeriksaan kepada
instruktur
7 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan serta
tujuan dilakukannya tindakan dan meminta infomed
consent.
8. Mepersiapkan alat dan bahan :
(Bidai, kassa gulung, elastik perban no. 4 dan no.7,
kapas dan plester)
- Bidai dengan berbagai ukuran(sesuai dengan
ektremitas yang cedera) yang panjangnya meliputi 2
sendi dan ukur bidai pada daerah yang tidak sakit
- Balut bidai dengan kassa gulung
- Letakkan kapas pada pada bidai sebagai
padding khususnya untuk darah yang menonjol

9. Lakukan pemasangan bidai


- Bila terdapat gangguan dari neurovaskuler
distal dari fraktur, ekstremitas yang cedera dapat
diluruskan secara hati-hati
- Letakkan bidai pada daerah luar dan dalam
ekstremitas yang cedera meliputi 2 buah sendi dari
lokasi fraktur
- Balut bidai secara roll on menggunakan elastic
perban/ kasa gulung dan fiksasi bagian ujungnya
10. Periksa neurovaskular distal dari daerah fraktur
TOTAL SKOR 24

D. TRANSPORTASI PASIEN

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemindahan penderita

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 70


 Nilai kesulitan yang mungkin terjadi pada saat pemindahan.
 Rencanakan gerakan sebelum mengangkat dan memindahkan penderita.
 Jangan memindahkan dan mengangkat penderita jika tidak mampu.
 Gunakan otot tungkai, panggul serta otot perut.
 Hindari mengangkat dengan otot punggung dan membungkuk.
 Jaga keseimbangan.
 Rapatkan tubuh penderita dengan tubuh penolong saat memindahkan dan mengangkat
korban.
 Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap.
Prinsip dasar pemindahan penderita
 Jangan dilakukan jika tidak perlu.
 Melakukan sesuai dengan cara yang benar.
 Kondisi fisik Penolong harus baik dan terlatih.
Tidak ada definisi yang pasti kapan seorang penderita harus dipindahkan. Sebagai pedoman
dapat dikatakan bahwa bila tidak ada bahaya berikan pertolongan dulu baru pindahkan
penderita. Bila situasi dan kondisi dilapangan relative tidak aman mungkin harus dilakukan
pemindahan korban terlebih dahulu.
Evakuasi :
Darurat :
1. Lingkungan berbahaya (misal kebakaran).
2. Ancaman jiwa (misal perlu tempat rata dan keras untuk RJP).
3. Prioritas bagi pasien ancaman jiwa
Segera :
1. Ancaman jiwa, perlu penanganan segera.
2. Pertolongan hanya bisa di RS (misal pernafasan tidak adekuat, syok).
3. Lingkungan memperburuk kondisi pasien (hujan, dingin dll).
Biasa :
Tanpa ancaman jiwa, namun tetap memerlukan RS
Pemindahan darurat dilakukan bila ada bahaya yang mengancam bagi penderita dan penolong.
Contoh:
o Ancaman kebakaran.
o Ancaman ledakan.
o Ancaman bangunan runtuh.
o Ancaman mobil terguling bensin tumpah.
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 71
o Adanya bahan-bahan berbahaya.
o Orang sekitar yang berprilaku aneh.
o Kondisi cuaca yang buruk.
A. Pemindahan Darurat

Contoh Cara pemindahan Darurat:


o Tarikan lengan.
o Tarikan bahu.
o Tarikan baju.
o Tarikan selimut.

B. Pemindahan Biasa
Pemindahan biasa dilakukan jika keadaan tidak membahayakan penderita maupun penolong.
Teknik angkat langsung dengan tiga penolong:
1. ketiga penolong berlutut pada salah satu sisi penderita, jika memungkinkan beradalah
pada sisi yang paling sedikit cedera.
2. penolong pertama menyisipkan satu lengan dibawah leher dan bahu, lengan yang satu
disisipkan dibawah punggung penderita.
3. penolong kedua menyisipkan tangan dibawah punggung dan bokong penderita.
4. penolong ketiga menyisipkan lengan dibawah bokong dan dibawah lutut penderita.
5. penderita siap diangkat dengan satu perintah.
6. angkat penderita keatas lutut ketiga penolong secara bersamaan.
7. sisipkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh penolong yang lain.
8. letakkan kembali penderta diatas tandu dengan satu perintah yang tepat.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 72


9. jika akan berjalan tanpa memakai tandu, dari langkah no. 6 teruskan dengan memiringkan
penderita ke dada penolong.
10. penolong berdiri secara bersamaan dengan satu perintah.
11. berjalanlah kearah yang dikehendaki dengan langkah bertahap.

Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 73


Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 74

Anda mungkin juga menyukai