Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan,
petunjuk dan kekuatan-Nya kepada kita semua, atas telah diselesaikannya Buku Modul
Keterampilan Klinis Blok Muskuloskeletal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi.
Keterampilan klinis adalah salah satu kompetensi yang perlu dilatih sejak awal hingga akhir
pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus
menguasai keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah
kesehatan.Buku Modul ini berisi penjabaran keterampilan klinis yang harus dikuasai oleh
mahasiswa Kedokteran khususnya sistem Muskuloskeletal yang mengacu pada Standar Kompetensi
Dokter yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dengan disusunnya buku Modul ini
diharapkan mahasiswa memiliki bekal keterampilan klinis dalam menyelesaikan Blok Muskuloskeletal
khususnya keterampilan dengan tingkat kemampuan 4.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap semua pihak yang telah
bekerja keras dalam penyusunan Buku Modul Blok Muskuloskeletalini. Kami menyadari bahwa
Buku Modul ini masih jauh dari sempurna, karena itu akan selalu disempurnakan secara berkala
berdasarkan masukan dari berbagai pihak maupun dari bukti-bukti empiris.Semoga buku modul
ini bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Kedokteran dan pencapaian pelayanan
kesehatan yang bermutu, efisien, efektif, adil dan merata.
Terima Kasih.
DAFTAR ISI
Kontributor................................................................................................................. 2
Kata Pengantar .......................................................................................................... 3
Daftar Isi ..................................................................................................................... 4
Daftar Kompetensi .................................................................................................... 5
Pemeriksaan fisik orthopedi ...................................................................................... 8
Keterampilan klinis jahit luka ................................................................................... 44
Pemasangan Bidai/Splint ........................................................................................... 63
Transportasi pasien .................................................................................................... 71
Integrated Patient Management................................................................................... 74
DAFTAR KOMPETENSI
Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa level kompetensi
yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang dokter.
Pada blok Muskuloskeletal ini, berikut adalah daftar standar kompetensi terkait.
A. PEMERIKSAAN ORTHOPEDI
3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemeriksaan orthopedi akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang
skills lab, masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa
10 orang perkelompok.
Prasesi (Workplan )
Daftar pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa ( minimal 5 pertanyaan )
1. Point apa saja yang dinilai dalam pemeriksaan orthopedi umum?
2. Apa saja yang diperiksa pada pemeriksaan regional bahu?
3. Bagaimana cara mengukur discrepancy?
4. Pemeriksaan untuk menilai stabilitas postural?
5. Sebutkan macam-macam cara berjalan (gait)
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur( introduction), diskusi work plan
dan latihan mandiri dengan bimbingan instruktur
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan
pemeriksaan fisik dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi
pertama dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur
memberikan feedback
4. TINJAUAN TEORI
4.1 PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI
a. Inspeksi (Look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi
secara umum diperhatikan raut muka penderita apakah kesakitan; bentuk tubuh penderita apakah
normal, athletik, pendek, bongkok, miring ;dan cara berjalan, cara duduk serta cara tidur.
Inspeksi dilakukan dari sisi anterior, lateral dan posterior.
Gambar:normal gait
2. Antalgic gait
3. Trendelenburg gait
Inspeksi pada anggota gerak dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan pada :
a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit.
b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia,
kelenjar limfe.
c. Tulang dan Sendi
d. Sinus dan jaringan parut
Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi.
Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi.
b. Palpasi (Feel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah:
a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri dapat
diraba atau tidak.
b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme otot,
atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan membran jaringan sinovia, adanya
tumor dan sifatnya, adanya cairan di dalam/ di luar sendi atau adanya pembengkakan.
c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat atau
nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain).
d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya
gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan lainnya.
e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk anggota gerak bawah dimana
adanya perbedaan panjang merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati.
Pengukuran juga berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan
membandingkan dengan anggota gerak yang sehat.
f. Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi tidak
dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.
d. Pergerakan (Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan pergerakan sendi
yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan
bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit
Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi
b. Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang
mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati.
c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi
batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan
abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi,
ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi,
plantar fleksi, inversi dan eversi.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah ortopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan
bila ada krepitasi misalnya pada fraktur atau mendengar bising fistula arteriovenosa.
a. Anterior :
Leher dan kepala: adakah tortikolis, apakah miring ke satu arah (karena prolaps
diskus servikalis atau spasme otot), adakah asimetri wajah (biasanya karena
neglected tortikolis).
Pembengkakan di bagian anterior leher pada thoracic outlet karena tumor.
Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus
b. Lateral :
Lordosis
Pembengkakan
Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus
c. Posterior :
Prominent m. trapezius
Wasting muscle
Pembengkakan
Perubahan kulit : adakah inflamasi, sikatriks, sinus
Prominent processus spinalis.
Dilakukan secara aktif dan pasif dengan memegang kepala dengan dua tangan pada
regio temporal, bergerak/ digerakkan ke segala arah.Diamati apakah gerakan yang terjadi
smooth atau terdapat keterbatasan gerakan karena rasa nyeri (lihat ekspresi pasien).
1. Fleksi anterior :
o
Normal : 0 – (75-90 ) dagu dapat menempel pada dinding dada.
2. Ekstensi :
o
Normal : 0 - 45 pasien diminta menengadahkan kepala (melihat langit-langit).
b. Distraction Test
Tangan pemeriksa bagian palmar diletakkan di bawah dagu pasien, dan tangan
pemeriksa yang lain diletakkan di bagian occiput pasien. Hasil positif bila pasien
merasa lebih nyaman/enak.
Prinsip-prinsip pemeriksaan :
Area yang dipaparkan adalah tulang belakang dan anggota gerak bawah.
Pasien berdiri, supinasi dan pronasi.
Pemeriksaan neurologi pada anggota gerak bawah.
1. Inspeksi :
a. Posterior :
b. Lateral :
Apakah bentuk dinding thoraks dan lumbal normal/simetris : dilihat adanya kifosis
thorakal dan lordosis lumbal.
Kyphosis : dilihat konveksitas posterior dari tulang belakang. Konveksitas posterior
meningkat pada Schuerman’s disease dan ankylosing spondylitis.
Lordosis : dilihat konveksitas anterior dari tulang belakang. Konveksitas anterior
meningkat pada pasien dengan spondylolisthesis, menurun pada spasme otot
paraspinal.
Gibbus :acute short angle kyphotic pada tuberkulosis spinal.
Gambar 10. Kiri : kyphosis meningkat – tengah : Gibbus – kanan : lordosis menurun.
c. Anterior :
a. Fleksi anterior :
o
Normal 0 - 90 , pada pasien non obese fleksi dapat sampai menyentuh di bawah lutut.
o
c. Fleksi lateral dekstra/ sinistra : normal 0 – (30-40 )
o
d. Rotasi dekstra/ sinistra : normal 0 - 45
a. Anterior :
Secara keseluruhan dilihat kontur dari regio bahu adakah : pembengkakan, perubahan
kulit (scar, inflamasi), wasting otot dan deformitas.
Pada inspeksi dari anterior: dilihat adanya penonjolan Sternoclavicular joint (A), fraktur
klavikula (B), subluksasi Acromioclavicularjoint (C), wasting m. deltoideus (D) (lihat
gambar 18, kiri).
Gambar 16.Glenohumeral (GH) joint
b. Lateral : dilihat adakah wasting otot pada regio deltoid, perubahan kulit (inflamasi,
sikatriks, sinus).
c. Posterior : dilihat kontur regio bahu, adanya perubahan kulit, wasting otot-otot
(trapezius, deltoideus, supraspinatus, infraspinatus, lattisimus dorsi), prominent scapula.
2. Palpasi
Dilakukan dengan cara pemeriksa berdiri di samping pasien bila pasien duduk atau
pemeriksa berdiri di depan pasien bila pasien berdiri.
Abduksi – Adduksi
Fleksi anterior – Ekstensi
Rotasi internal – Rotasi eksternal
o
Gambar 20. Pemeriksaan ROM regio bahu, kiri : abduksi aktif (normal 0-170 ),
o
tengah : abduksi pasif, kanan : aduksi (normal 0-50 )
o
Gambar 21. Pemeriksaan ROM regio bahu, kiri : fleksi anterior (normal 0-165 ),
o o
tengah : ekstensi (normal 0-60 ), kanan : fleksi horisontal (normal : 0-140 )
o
Gambar 22. Kiri : posisi abduksi, rotasi internal (normal : 0-70 );
o
kanan : posisi abduksi, rotasi eksternal (normal : 0-100 )
o
Gambar 23. Kiri : posisi ekstensi, rotasi eksternal (normal : 0 - 70 );
o
Kanan : posisi ekstensi, rotasi internal (normal 0 - 70 )
4. Tes Khusus
a. Yergason test
Untuk pemeriksaan kestabilan long head biceps tendon pada bicipital
Cara pemeriksaan :
b. Posterior :
Kontur siku
Perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, pembengkakan)
Muscle wasting
(bony prominence)
o o
Gambar 31.Kiri : supinasi (normal : 80 ) kanan : pronasi (normal : 75 )
4. Tes khusus
a. Tennis elbow test
Merupakan tes yang dirancang untuk menyebabkan rasa sakit pada siku yang
mengalami tennis elbow
Cara pemeriksaan :
33a
33b 33c 33d
Gambar 33. Inspeksi (33a) dan palpasi pergelangan tangan dan tangan (33b, c, d, e)
1. Inspeksi
Aspek dorsal :
- Kulit (tekstur, warna, inflamasi, pembengkakan).
- Kuku (warna, bentuk).
- Deformitas jari :swan neck, Boutoniere deformation, Mallet deformation, Heberden’s
node, Bouchard’s node.
- Muscle wasting,
- Adanya guttering first web space.
Aspek palmar :
- Kulit (warna, tekstur, kontraktur)
- Pembengkakan.
- Muscle wasting : eminensia thenar/hypothenar
Gambar 34a. Deformitas jari, kiri ke kanan :Mallet deformity, swan neck, Boutoniere
deformity, A:Heberden’s node B:Bouchard’s node
Gambar 34b.Deformitas jari
pada artritis rematoid
lanjut
Gambar 34c.Muscle
wasting pada eminensia
thenar sinistra
2. Palpasi :
Perubahan suhu (normal, menurun, meningkat ?)
Kulit : kering, lembab
Nyeri tekan
Sendi-sendi di pergelangan tangan adalah radiocarpal joint, distal radioulnar joint dan
intercarpal joint, sedangkan sendi-sendi di telapak tangan adalah metacarpophalangeal
joint, proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.
3. Pada pergerakan :
ROM Aktif
ROM Pasif
o o
Gambar 35.Kiri : deviasi radial (normal : 0 - 20 ); kanan : deviasi ulnar (normal : 0 - 35 )
o o
Gambar 36. Kiri : pronasi(normal : 0 - 75 ); kanan : supinasi (normal : 0 - 80 )
o o
Gambar 37.Kiri : ekstensi(normal : 0 - 70 ); kanan : fleksi (normal : 0 - 80 )
Gambar 38.Kiri : fleksi-ekstensi ibu jari; tengah : abduksi-adduksi ibu jari; kanan : opposisi ibu
jari
4. Tes khusus
a. Carpal tunnel syndrome
Tes untuk penyakit entrapment/jepitan syaraf medianus pada terowongan
carpal
Cara pemeriksaan :
- Phallen’s test
Gejala umum pada sindrom, seperti rasa geli pada jari-jari dapat juga
disebabkan oleh fleksi maksimum dari pegelangan tangan dan mempertahankan
posisi tersebut selama minimal satu menit.
- Prayer test
Provokasi test n. Medianus dengan posisi ekstensi wrist s.d 90° /seperti gerakan
menyembah (prayer).
b. De Quervain’s syndrome
Sindrom yang menyebabkan inflamasi pada 2 tendon yang digunakan untuk
menggerakkan ibu jari, abductor pollicis longus dan extensor pollicis brevis
- Finkelstein test
Pasien disuruh membuat kepalan tangan, dengan cara jempol masuk ke dalam
kepalan. Kemudian tangan pemeriksa sebelah kiri memegang antebrachii pasien,
tangan kanan pemeriksa menggerakkan wrist ke arah deviasi ulnar.
a. Inspeksi :
Keterangan:
A=Pelvic tilting oleh karena deformitas adduksi/abduksi deformitas, short leg, skoliosis.
Pasien Berdiri :
- Anterior tilting pelvis, scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting, rotasi.
- Lateral meningkat/menurunnya lordosis lumbal, fleksi/ekstensi
panggul,fleksi/ekstensi lutut, ankle equinus.
- Posterior tilting bahu/ pelvis, skoliosis, scar, sinus, gluteal muscle wasting,
deformitas tumit/ kaki.
- Trendelenburg’s Tes : Untuk mengetahui stabilitas level arm hip, dilakukan oleh
mekanisme abduktor (lihat gambar 41).
Pasien supinasi :
- Kulit :scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting (m. quadriceps femoris, gluteal).
- Bandingkan kedua ekstremitas inferior adakah pemendekan ?
- Ukur ketidaksesuaian panjang ekstremitas inferior ( limb length discrepancy).
- Posisi Anterior Superior Illiac spine (SIAS) horizontal.
- Ukur panjang kaki yang sebenarnya (true leg length): diukur dari SIAS ke malleolus
medialis.
- Ukur panjang kaki yang terlihat (apparent leg length) : diukur dari umbilikus ke
malleolus medialis.
Keterangan:
Kiri : Palpasi origo m. adductor longus, bila nyeri biasanya oleh karena strain
adductorlongus & osteoarthritis panggul.
Kanan: lakukan rotasi eksternal artikulasio coxae, palpasi trochanter minor. Bila
terasa nyeri, biasanya oleh karena strain m. illiopsoas.
c. Pada pergerakan :
Keterangan :
o
Kiri : ekstensi panggul normal : 0 – (5-20 )
o
Kanan: fleksi panggul 0 - 135
Gambar 48. Hip Abduksi Gambar 49. Hip Adduksi
o o
pada posisi fleksi 90 pada posisi fleksi 90
b. Inspeksi :
- Aspek anterior dan posterior adakah genu valgum/ genu varum.
- Aspek lateral adakah genu recurvatum.
- Penderita jongkok.
Gambar 52. Pemeriksaan lutut
b. Palpasi :
Untuk mengetahui adanya wasting otot dilakukan dengan cara mengukur lingkar paha.
Palpasi : nyeri, suhu lutut
eksternal lutut
d. Tes Khusus
Anterior/Posterior drawer test untuk menilai ruptur ligamentum cruciatum anterior atau
posterior (ACL/ PCL).
Anterior drawer test, cara pemeriksaan :
- Penderita berbaring dengan posisi knee fleksi
- Pemeriksa melakukan fiksasi pada kedua kaki dan kedua tangan memegang tulang
tibia dengan sendi lutut
- Dengan gentle menarik tulang tibia ke anterior
- Positif bila terasa tulang tibia terasa bergerak/seperti lepas ke anterior
Gambar 57. Kiri :anterior drawer test; kanan : posterior drawer test
Uji Lachman. Pada pemeriksaan ini lutut difleksi 15-20°. Satu tangan memegang tungkai
atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya memgang tibia proksimal. Kedua tangan
kemudian digerakkan ke depan dan ke belakang antara tibia proksima dan femur.
Lachman Test
Pemeriksaan pivot shift lateral. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk
mengetahui defisiensi pada ligamentum krusiatum anterior. Caranya kaki yang mengalami
kelainan diangkat oleh pemeriksa, dimana kaki kanan diangkat oleh tangan kanan dan kiri
diangkat oleh tanagn kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi maksimal. Dengan satu tangan
pemeriksa memutar dari arah luar tungkai bawah persis di sebelah bawah lutut sehingga terjadi
tekanan valgus. Pada saat yang bersamaan tibia dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut difleksi
secara perlahan-lahan dari posisi ekstensi. Pemeriksaan positif apabila kondilus lateralis tibia
terelokasi secara spontan pada kondilus femur ketika fleksi mencapai 30-35°
Pivot Shift
Uji Rotasi/McMurray Test: Uji rotasi dilakukan untuk mengetahui adanya robekan
meniskus dan dikenal sebagai uji Mc Murray. Pada pemeriksaan ini lutut di ekstensikan
kemudian dilakukan eksorotasi maksimal untuk memeriksa meniskus medial atau dengan
endorotasi maksimal untuk memeriksa meniskus lateral. Penderita berbaring terlentang , tungkai
bawah dipegang, lutut difleksikan 90° dan dilakukan eksorotasi maksimal dan kemudian tungkai
diluruskan sambil mempertahankan eksorotasi. Pada kerusakan meniskus, maka penderita
merasa nyeri, mungkin dapat diraba adanya krepitasi atau terdengar suara klik dari tanduk
depan/belakang atau bagian dari meniskus yang lompat keluar dari antara kondilus femur.
Pemeriksaan meniskus medial dilakukan dengan endorotasi maksimal dan mempunyai prinsip
serta prosedur pemeriksaan yang sama dengan pemeriksaan eksorotasi maksimal.
Apley Compression Test: Pasien tengkurap dengan knee fleksi 90 o, lakukan fiksasi pada
paha dengan menggunakan lutut/tangan pemeriksa. Lakukan gerakan rotasi medial dan lateral
dikombinasikan dengan kompresi
Intoeing (oleh karena torsi tibia/ adduksi panggul/ adduksi kaki depan.
Genu Valgum/ varum : oleh karena gangguan pertumbuhan lutut; inversi & eversi kaki.
Gambar 60. Deformitas valgum dan varum
2. Palpasi :
Diraba suhu kulit
Nyeri tekan : pada Sever’s disease (A), bursitis (B), plantar fasciitis (C), pes cavus (D).
Diraba penonjolan-penonjolan tulang (bony prominence) : maleolus medialis & lateralis.
Gambar 62. Palpasi kaki
3. Pada pergerakan :
Gaya berjalan (walking gait).
o
Supinasi kaki (normal : 0 - 35 ).
o
Pronasi kaki (normal : 0 - 20 ).
o o
Dorsofleksi kaki (normal : 0 - 15 ), plantarfleksi kaki (normal : 0 - 45 ).
o o
Metatarsophalangeal joint (MTPJ) : ekstensi (normal : 0 - 65 ), fleksi (normal : 0 - 40 ).
o o
Interphalangeal joint (IPJ) : fleksi (normal : 0 - 60 , ekstensi = 0 ).
SKENARIO KLINIS
Tn. Marvel 45 tahun datang ke poli Bedah dengan keluhan nyeri di pangkal paha kanannya
setelah jatuh terpeleset 2 jam lalu dikamar mandi, nyeri bertambah bila digerakkan. Tn. Marvel
masih bisa berjalan tetapi dengan sedikit pincang.
Lakukan Pemeriksaan Orthopedi pada Tn. Marvel!
REFERENSI
1. Apley, Graham,,Solomon Louis. Buku AjarOrthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke
7.1995. Jakarta : Widya Medika
2. Hoppenfeld, S., 1986, Physical Examination Of The Spine and Extremities, Appleton &
Lange.
3. Buckup. Clinical Test for Musculosceletal System. 2008.Thieme
4. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar ilmu bedah Orthopedi. Edisi 2. 2003. Makassar : Bintang
Lamumpatue
Cheklist Pemeriksaan Orthopedi:
NILAI
test function of shoulder joint
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks
NILAI
test function of muscles and elbow joint
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks
NILAI
test function of wrist joint, metacarpal and finger joints
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk duduk tegap dan rileks
NILAI
NILAI
NILAI
NILAI
assessment of menisci
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring
terlentang/duduk dan rileks
3 Melakukan inspeksi pada lutut dan membandingkan
keduanya.
Menilai ada tidaknya perubahan warna, sikatriks, atrofi
otot, deformitas/bentuk asimetris, efusi,
pembengkakan/massa/benjolan, fistula.
NILAI
NILAI
feet : assessment of dorsal / plantar flexion,inversion, eversion
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring terlentang dan
rileks
3 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
mengangkat pergelangan kaki ke atas (dorsifleksi sendi
pergelangan kaki)
NILAI
B. KETERAMPILAN KLINIS JAHIT LUKA
3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan jahit luka ini akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang skills lab,
masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
1. Mahasiswa akan diperkenalkan dengan instrument bedah minor yang akan dipergunakan
pada keterampilan klinis jahit luka
2. Instruktur akan menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur kerja keterampilan jahit
luka sesuai dengan checklist di depan kelas
3. Mahasiswa akan melakukan diskusi dengan instruktur mengenai keterampilan jahit luka
yang belum dimengerti oleh mahasiswa
4. Masing-masing mahasiswa akan mencoba melakukan keterampilan jahit luka dan
instruktur akan memberikan feedback
5. Mahasiswa akan diberikan tugas rumah untuk melakukan teknik jahitan sederhana pada
sponge atau busa yang telah disediakan dan akan dievaluasi oleh instruktur pada pertemuan
selanjutnya
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan jahit luka
dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi pertama dengan
alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur memberikan feedback
Sesi Kegiatan pembelajaran Alokasi waktu
Sesi pertama 1. Pengenalan alat dan bahan 15 menit
2. Penjelasan dan demonstrasi oleh instruktur 20 menit
3. Diskusi 15 menit
4. Masing-masing mahasiswa mencoba 100 menit
melakukan keterampilan jahit luka di bimbing oleh
instruktur
5. Tugas rumah Mandiri
Sesi kedua 1. Evaluasi 10 – 13
menit/mahasiswa
2. Feedback 15 - 20 menit
4. TINJAUAN TEORI
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang
menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya memiliki
tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat akhir karena
akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan dengan
cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan handlenya sambil
membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan menyebabkan
jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan jepitan dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel
lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang
memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung
bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam
memegang needle.
4.2.4. Instrumen Dengan Fungsi Menjahit
1. Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan. Secara
keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung jepitannya
bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting adalah perbedaan pada
struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder berbentuk criss-cross di
permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang dari jepitannya, untuk tahanan
yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu, jangan menggenggam jaringan dengan
needle holder karena akan menyebabkan kerusakan jaringan
secara serius.
Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang telah dipaparkan
pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung berlubang
needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan tusukan jaringan
pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan needle pada area dekat dengan engsel needle
holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan needle sedikit ke arah depan
pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami tangan ketika insersi
dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan needle ini juga
akan menyebabkan needle menekuk.
Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat menjahit
dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder dengan telapak
tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan mengeluarkan jari dari
lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada
lubang handled yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya dengan jari manis dan
kelingking.
Gambar 2. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle Holder
Sumber : On Minor Surgery written by Robert Kneebon dan Julia Schofield
2. Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable biasanya
digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang digunakan pada
bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan tertentu dan harus
diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut
dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya luka pada
bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan subkutikuler
harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan. Meskipun
demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka yang agak
besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis alternatif
yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas merupakan
pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang ini
berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan luwes
dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari silk
sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat
benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan
keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen
polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis benang ini
merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat dua macam
catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari.
Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini
dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid) yang
merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan memiliki
sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu
diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan
mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan sistem
tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-sepuluh
milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem
tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan
menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya
semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut,
digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan
pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0 merupakan
nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya secara
lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama yang terbuat
dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin dalam keadaan
steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan ke dalam wadah
steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang dibasahi pada satu sisinya.
Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan
menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara hati-hati.
Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau Ethilon 1,5
metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene atau ethilon 2
metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan untuk jahitan
interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik (3/0) digunakan pada
jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam hemostasis. Vicryl 1,5 metrik
(4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau jahitan dalam. Prolene atau
Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-anak.
Angkat Jahitan
Adalah proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan lokasi dan hari tindakan:
2. Anestesi lapangan
Merupakan penyuntikan anestetik subkutan sedemikian rupa sehingga terjadi anestesia di distal
penyuntikan.
Indikasi:
Alat medis habis pakai,
Permukaan meja/ permukaan lain yang tercemar/tumpahan darah atau cairan tubuh pasien
Linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
3. Prosedur dekontaminasi linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
Cuci tangan
Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
Segera rendam alat tenun yang terkontaminasi setelah dipakai dalam larutan klorin 0.5 %
selama 10-15 menit ( desinfektan). Alat tenun yang terkontaminasi harus terendam semua
Peras alat tenun dan masukkan dalam kantong alat tenun kotor
Buka sarung tangan
Cuci tangan
Untuk tindakan penjahitan luka alat yang dibutuhkan hanya needle holder satu buah , jarum jahit
berujung bulat tiga buah, pinset anatomi/bedah satu buah, comb steril dua buah, gunting benang
dan doek steril satu buah.
5. SKENARIO KLINIS
Afika umur 7 tahun dibawa orang tuanya ke poli bedah RS Randen Mattaher Jambi
setelah terjatuh dari pohon. Terdapat memar dan luka lecet di lengan kanan dan luka
robek di punggung kaki kanan afika. Pemeriksaan tanda vital pasien alert, kompos mentis
kooperatif serta airway, breathing dan circulation clear. TD : 120/80, nadi 120 x/menit,
nafas 22 x/menit, suhu : 37,3 C. Pada pemeriksaan ekstremitas terdapat memar dan luka
lecet di regio cubiti dextra ukuran 5 x 5 cm dan terdapat luka robek di pedis dorsum
dextra ukuran 7 x 5 cm. Anda sebagai dokter umum di poli Bedah.
Instruksi untuk mahasiswa :
Lakukan tindakan penjahitan luka secara lege artis pada pasien ini
6. REFERENSI
1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 66-88
2. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 239-264
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 265-288
4. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong,
ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303
RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemasangan splinting akan dilaksanakan selama satu sesi terbimbing diruang skills
lab, yang dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur, diskusi dan latihan mandiri dengan
bimbingan instruktur
TINJAUAN TEORI
Fraktur
Definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang yang menimbulkan gerakan yang
abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Fraktur terbagi atas 2 bentuk fraktur terbuka dan fraktur
tertutup yang keduanya biasanya disertai berbagai bentuk kerusakan jaringan lunak.
Immobilisasi Fraktur
Tujuan immobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi se-
anatomis mungkin.dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini dapat
dilakukan pemasangan traksi untuk meluruskan ekstremitas dan dipertahankan dengan alat
immobilisasi. Pemakain bidai secara benar akan membantu menghentikan pendarahan,
mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Jika terdapat fraktur
tulang terbuka tidak perlu dikawatirkan kemungkinan mengenai tulang yang keluar masuk
kedalam luka karena semua fragment tulang akan didebridement di kamar operasi.
Tujuan pembidaian:
2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.
Prinsip Pembidaian :
2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada atau tidaknya patah tulang;
1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya.
3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang
masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh,
jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan
kaki maupun lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun dislokasi
secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi
kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar
sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau
tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat,
krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan
traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum
ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang
yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk
mencederai saraf atau pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah
tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara
ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik
yang berada pada posisi :
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu sirkulasi
pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah
pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
11. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian.
Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada
tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada
tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh
tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
3. Kasaa gulung
4. Kapas
5. Plester
Prosedur
1. Lakukan primary survey ABCD dan tangani keadaan yang mengancam terlebih dahulu bila
tidak ada lanjut secondary survey yaitu identifikasi adanya fraktur
2. Menjelaskan secara singkat dan jelaskan kepada penderita tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan dan meminta informed consent
3. Buka seluruh pakaian termasuk ekstremitas yang cedera. Lepaskan jam, cincin, dan semua
yang dapat menjepit dan cegah hipotermi. Bebaskan daerah fraktur dengan merobek/
menggunting bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat dimanfaatkan
untuk proses pembidaian.
5. Periksa neurovaskular distal daerah farktur. Apakah denyut nadi lemah/kuat, apakah
pengisian kapiler cepat/lambat, apakah ada gangguan sensari raba.
6. Jika luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahannya lalu tutup luka dengan balutan
steril. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril (Pressure
bandage). Lalu balut dengan dengan kasaa steril. Bila terdapat fragmen tulang yang keluar dari
luka maka cukup balut dengan bahan yang steril.
7. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
a. Persiapkan Bidai berbagai ukuran sesuai dengan ekstremitas yang cedera. Gunakan alat
bidai standar, namun bidai juga bisa dibuat dari bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan
kayu, pelepah pohon pisang
- Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai. Ukur pada
bagian tubuh yang sehat.
- Jika menggunakan bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibalut
terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll).
- Lapisi bidai yang telah dibalut dengan kapas sebagai padding/bantalan khusunya untuk
tulang yang menonjol
c. Kassa gulung
d. kasaa steril
c. Balut bidai secara roll on menggunakan elastic perban/ kasa gulung dan fiksasi bagian
ujungnya
9. Cek neurovaskular distal dari daerah yang cedera meliputi pulsasi, sensasi raba, dan
refilling kapiler
SKENARIO KLINIS
Budi 35 tahun diantar ke UGD oleh keluarga setelah kecelakaan lalu lintas 30 menit lalu.
Gaston mengeluh tungkai kirinya nyeri hebat dan sulit digerakkan. Dari penilaian awal
ABCD clear. Pada pemeriksaan cruris sinistrasi terdapat deformitas dan bengkak. Tidak
terdapat luka terbuka.
Lakukan pemeriksaan fisik dan pemasangan bidai pada pasien ini
REFERENSI
ATLS for Doctors
Buku Ajar Bedah Wim De Jong
CHECKLIST PENILAIAN
0 1 2 3
B. Pemindahan Biasa
Pemindahan biasa dilakukan jika keadaan tidak membahayakan penderita maupun penolong.
Teknik angkat langsung dengan tiga penolong:
1. ketiga penolong berlutut pada salah satu sisi penderita, jika memungkinkan
beradalah pada sisi yang paling sedikit cedera.
2. penolong pertama menyisipkan satu lengan dibawah leher dan bahu, lengan yang
satu disisipkan dibawah punggung penderita.
3. penolong kedua menyisipkan tangan dibawah punggung dan bokong penderita.
4. penolong ketiga menyisipkan lengan dibawah bokong dan dibawah lutut
penderita.
5. penderita siap diangkat dengan satu perintah.
6. angkat penderita keatas lutut ketiga penolong secara bersamaan.
7. sisipkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh penolong yang lain.
8. letakkan kembali penderta diatas tandu dengan satu perintah yang tepat.
9. jika akan berjalan tanpa memakai tandu, dari langkah no. 6 teruskan dengan
memiringkan penderita ke dada penolong.
10. penolong berdiri secara bersamaan dengan satu perintah.
11. berjalanlah kearah yang dikehendaki dengan langkah bertahap.