PATOLOGI KLINIK
SEMESTER GANJIL 2023 – 2024
1
Kata Pengantar
2
Penyusun:
dr. Dedi Ansyari, M. Ked (Clin.Path), Sp.PK
dr. Fani Ade Irma, M. Ked (Clin.Path), Sp.PK
Penyunting:
Prodi Pendidikan Dokter
3
DAFTAR ISI
4
VISI, MISI DAN TUJUAN
PRODI PENDIDIKAN DOKTER FK. UMSU
Visi
Menjadi pusat unggulan bagi pendidikan kedokteran dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan sumber daya manusia yang profesional dan berorientasi
komunitas berdasarkan nilai-nilai al-Islam dan kemuhammadiyahan di Indonesia
pada tahun 2030.
Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran ilmu kedokteran yang
berbasis kompetensi dan berdasarkan nilai-nilai Islam dan
kemuhammadiyahan.
2. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang ilmu kedokteran berdasarkan nilai-nilai Islam dan
kemuhammadiyahan.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat berkelanjutan di
bidang ilmu kedokteran berdasarkan nilai-nilai Islam dan
kemuhammadiyahan.
Tujuan
1. Membentuk mahasiswa yang cerdas, kreatif, inovatif, beretika dan
memiliki kemampuan belajar mandiri dan belajar sepanjang hayat.
2. Menghasilkan lulusan yang profesional, kompeten, berdedikasi,
berwawasan islami sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
(SKDI) dan Standar Kompetensi dan Karakteristik Dokter
Muhammadiyah (SKKDM).
3. Meningkatkan jumah penelitian berbasis hibah dan kompetisi.
4. Meningkatkan jumlah publikasi ilmiah di jurnal nasional dan internasional
yang bereputasi.
5. Meningkatkan jumlah pengabdian kepada masyarakat untuk mewujudkan
masyarakat yang sehat dan berpengetahuan.
6. Mewujudkan tata kelola yang transparan dan akuntabel.
7. Meningkatkan kinerja dosen dan pegawai.
8. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
9. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang
kegiatan akademik.
5
10. Membangun atmosfer akademik.
6
7. Mahasiswa wajib membawa alat dan kelengkapan yang ditetapkan oleh
masing-masing bagian laboratorium.
8. Mahasiswa wajib membawa buku penuntun praktikum atau buku-buku
lainnya yang ditentukan oleh bagian untuk kelancaran praktikum.
9. Mahasiswa yang tidak mengenakan busana sesuai dengan peraturan busana
kegiatan praktikum Fakultas Kedokteran UMSU tidak diperkenankan
mengikuti kegiatan.
10. Tidak diperkenankan mengaktifkan telepon genggam dan tidak boleh makan
dan tidur, serta harus menjaga sopan santun dan etika selama kegiatan
praktikum.
11. Perwakilan dari grup kecil bertugas mengambil alat dan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan praktikum dari petugas laboratorium dan
mengembalikan alat dan bahan tersebut seperti sediakala setelah kegiatan
selesai dilaksanakan. Apabila terjadi kerusakan/kehilangan, maka grup
tersebut wajib mengganti dengan alat/bahan yang sama.
12. Selama jam praktikum, tidak dibenarkan meninggalkan laboratorium tanpa
seizin pengawas.
13. Melakukan prosedur dengan lege artis termasuk terhadap kadaver, binatang
percobaan dll
14. Mahasiswa harus berhati-hati pada percobaan/praktikum yang memakai bahan
kimia dan atau obat-obatan.
15. Mahasiswa yang tidak hadir karena alasan yang dapat dibenarkan sesuai
Panduan Akademik dapat mengikuti kegiatan susulan (inhal) sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
16. Mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan praktikum secara lengkap tidak
diperkenankan untuk ujian praktikum (post test) dan selanjutnya tidak
memenuhi syarat untuk mengikuti ujian blok.
17. Hal-hal lain yang belum tercantum di dalam tata tertib ini akan ditentukan
kemudian oleh bagian sejauh tidak bertentangan dengan peraturan umum yang
ada.
7
SISTEM PENILAIAN PRAKTIKUM
Kompenen Penilaian:
No KEGIATAN BOBOT
1 Pre test 20%
2 Tugas 20%
3 Post test 50%
4 Sikap/attitude 10%
8
URINALISIS DAN PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
Oleh: dr. Dedi Ansyari Sp.PK, dr. Fani Ade Irma, Sp.PK(K)
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan Umum:
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu serta memahami
tentang pemeriksaan urinalisis, mampu serta memahami tentang pemeriksaan
fungsi ginjal, serta mampu dan memahami serta dapat menghubungkan hasil
pemeriksaan fisik, kimia, dan mikroskopis urine dengan keadaan fisiologis dan
penyakit.
Tujuan Khusus:
Mahasisa mampu:
1. Melakukan pemeriksaan fisik urine (makroskopis).
2. Melakukan pemeriksaan kimia urine.
3. Melakukan pemeriksaan mikroskopis urine.
2. LANDASAN TEORI
Urinalisis merupakan pemeriksaan noninvasif yang relatif murah dan mudah
mengerjakannya, sehingga pemeriksaan ini hampir selalu diminta oleh klinisi.
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu dalam diagnosis penyakit, menyaring
penyakit asimtomatik, kongenital, atau keturunan, memantau perkembangan
penyakit dan juga untuk memantau efektivitas terapi atau komplikasi.
Urinalisis meliputi pemeriksaan (a) karakteristik fisik (makroskopik), seperti
warna, kejernihan, bau, dan berat jenis; (b) sifat kimia, termasuk pH, protein,
glukosa, keton, darah, bilirubin, nitrit, leukosit esterase, dan urobilinogen; dan (c)
struktur mikroskopis pada sedimen.
Jenis spesimen urine yang umum digunakan untuk pemeriksaan adalah: (a)
spesimen urine acak (random urine specimen), (b) spesimen urine pagi pertama
(first morning urine specimen), (c) spesimen berjangka waktu (timed specimen),
seperti spesimen urine 24 jam. Semua spesimen urine kecuali spesimen urine 24
jam, sebaiknya dikumpulkan dengan prosedur midstream. Spesimen urine
midstream merupakan spesimen dimana pasien hanya mengumpulkan bagian
tengah dari aliran urine.
Sampel untuk pemeriksaan urinalisis rutin biasanya membutuhkan 10 hingga
15 mL urine, tetapi pengumpulan volume yang lebih besar dianjurkan untuk
memastikan urine yang cukup untuk pengujian tambahan atau pengujian ulang.
Bila urine tidak segera diperiksa dalam waktu 2 jam, urine bisa disimpan dalam
kulkas pada suhu 2 – 8 oC. Selanjutnya bila urine simpan akan diperiksa, biarkan
9
urine dalam suhu kamar terlebih dahulu dan jangan lupa untuk menghomogenkan
urine sebelum dilakukan pemeriksaan.
3. PROSEDUR PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat Praktikum:
- Gelas ukur
- pH meter atau lakmus
- Tabung reaksi
- Sentrifuge
- Object glass
- Mikroskop
- Urinometer
3.1.2 Bahan Praktikum:
- Urine
- Strip urine
- Asam sulfosalisilat
- Asam asetat 3 – 6%
- Reagensia Benedict
- Fehling A.
- Fehling B.
2. Kejernihan
10
Warna dan kejernihan secara rutin ditentukan pada saat yang
bersamaan. Terminologi umum yang digunakan untuk melaporkan
kejernihan adalah jernih (clear), kabur atau berkabut (hazy), berawan
(cloudy), keruh (turbid), dan seperti susu (milky).
3. Berat Jenis
Berat jenis digunakan untuk mengukur kemampuan pemekatan dan
pengenceran ginjal dalam upaya mempertahankan homeostasis dalam
tubuh. Kisaran berat jenis normal untuk spesimen acak adalah 1,003 –
1,035, kisaran untuk spesimen 24 jam adalah 1,015 – 1,025. Spesimen
dengan berat jenis lebih rendah dari 1,003 mungkin bukan urin. Berat
jenis urine dapat diukur dengan urinometer, refraktometer dan dengan
memakai reagen strip.
Pemeriksaan Kimia
Cara Kerja Pemeriksaan Carik Celup Urine (Reagen Strip Test)
- Periksa urine sesegera mungkin setelah tiba di laboratorium.
- Sebelum urine diperiksa, homogenkan sampel urin terlebih dahulu.
- Bila menggunakan urine simpan, biarkan urine beberapa saat pada
suhu kamar.
- Ambil strip pada saat segera akan diperiksa dan tutup kembali wadah
botol tempat strip urine disimpan untuk mengurangi paparan terlalu
lama terhadap cahaya dan udara.
- Peganglah bagian tangkai strip urine dan jangan sentuh daerah pad
strip urine.
- Celupkan seluruh pad strip dalam waktu singkat tidak lebih dari 1
detik untuk menghindari larutnya pad strip reagensia.
11
- Buang kelebihan urine pada strip dengan cara menempelkan tepi strip
urine ke bibir tabung urine. Selanjutnya pegang strip urine dalam
posisi horizontal dan sentuhkan ke kertas penghisap untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi silang antar reagen kimia pada
strip urine.
- Jangan meletakkan strip urine langsung di atas permukaan meja kerja.
- Ikuti waktu pembacaan yang dianjurkan untuk tiap testnya.
- Cocokkan setiap warna pad strip urine dengan chart warna pada label
wadah urine pada cahaya yang cukup.
1. pH
pH urine dipengaruhi oleh diet, obat-obatan, penyakit ginjal, dan
penyakit metabolik seperti diabetes mellitus. Biasanya, pH urin
bervariasi dari 4,5 hingga 8,0. Rata-rata individu mengekskresikan urin
yang sedikit asam dengan pH 5,0 hingga 6,0 karena produksi asam
endogen mendominasi.
2. Protein
Dari tes kimia rutin yang dilakukan pada urine, yang paling
menunjukkan penyakit ginjal adalah penentuan protein. Seringkali
proteinuria dikaitkan dengan penyakit ginjal dini, menjadikan tes
protein urine sebagai bagian penting dari setiap pemeriksaan fisik.
Urine normal mengandung hingga 150 mg (1 hingga 14 mg/dL)
protein per hari. Protein ini berasal dari ultrafiltrasi plasma dan dari
saluran kemih itu sendiri. Protein dalam urine normal terdiri dari
sekitar sepertiga albumin dan dua pertiga globulin. Di antara protein
yang berasal dari saluran kemih itu sendiri: (1) uromodulin (juga
dikenal sebagai protein Tamm-Horsfall), yang merupakan
mukoprotein yang disintesis oleh sel tubulus distal dan terlibat dalam
pembentukan cast; (2) urokinase, yang merupakan enzim fibrinolitik
yang disekresikan oleh sel tubulus; dan (3) imunoglobulin A sekretori,
yang disintesis oleh sel epitel tubulus ginjal.
12
- Bandingkan isi tabung pertama dengan yang kedua, kalau tetap
sama jernihnya berarti test negatif.
- Jika tabung pertama lebih keruh daripada tabung kedua,
panasilah tabung pertama itu di atas nyala api sampai mendidih
dan kemudian dinginkan kembali dengan air mengalir.
o Jika kekeruhan tetap ada pada waktu pemanasan dan tetap
ada juga setelah dingin Kembali, test terhadap protein
adalah positif. Protein itu mungkin albumin, globulin atau
keduanya.
o Jika kekeruhan hilang pada waktu pemanasan, tetapi
muncul lagi setelah dingin, mungkin sebabnya protein
Bence Jones. diperhatikan dan dibandingkan dengan 2 ml
urin dalam
13
Urin sangat keruh dan kekeruhan
Positif ++++ atau 4 + berkeping-keping besar atau bergumpal-
gumpal ataupun memadat; >5 gr/liter.
3. Glukosa
Adanya glukosa dalam urin disebut glukosuria. Normalnya, semua
glukosa yang melewati sawar filtrasi glomerulus ke dalam ultrafiltrasi
secara aktif direabsorbsi oleh tubulus ginjal proksimal. Namun,
reabsorpsi glukosa di tubulus adalah proses yang dibatasi ambang
dengan kapasitas reabsorpsi maksimum (Tm) rata-rata sekitar 350
mg/menit. Ketika kadar glukosa dalam darah melebihi tingkat ambang
ginjal sekitar 160 – 180 mg/dL, konsentrasi ultrafiltrat glukosa
melebihi kemampuan reabsorbsi tubulus, dan terjadi glukosuria.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
hiperglikemia dan glukosuria. Kondisi selain diabetes mellitus dapat
menyebabkan hiperglikemia dengan glukosuria. Kondisi tersebut
meliputi berbagai gangguan hormonal, penyakit hati, penyakit
pankreas, kerusakan sistem saraf pusat, dan obat-obatan.
A. Cara Benedict
- Masukkan 5 ml reagensia Benedict ke dalam tabung reaksi.
- Teteskan sebanyak 8 tetes urine ke dalam tabung tersebut.
- Masukkan tabung tersebut ke dalam air mendidih selama 5
menit. Dapat juga dipanaskan langsung diatas nyala api, dalam
hal ini isi tabung harus perlahan-lahan mendidih selama 2
menit penuh.
- Angkat tabung, kocoklah isinya dan bacalah hasil reduksi.
B. Cara Fehling
- Ambillah 1 ml reagensia Fehling A dan 1 ml reagensia Fehling
B masukkan ke dalam 1 tabung reaksi.
- Ambil 1 ml dari campuran tersebut, dan masukkan ke dalam
tabung reaksi lain dan bubuhi urine sebanyak 0,25 ml.
Perbandingan jumlah reagensia terhadap urine adalah 4
banding 1.
- Masukkan tabung tersebut ke dalam air mendidih selama 5
menit. Dapat juga dipanaskan langsung diatas nyala api, dalam
hal ini isi tabung harus perlahan-lahan mendidih selama 2
menit penuh.
- Angkat tabung, kocoklah isinya dan bacalah hasil reduksi.
KADAR
WARNA HASIL
GLUKOSA
Tetap biru jernih atau
sedikit kehijau-hijauan dan Negatif - <0.2 g/dl
14
agak keruh.
Hijau kekuning-kuningan Positif + atau 1 + 0.2 – 0.5 g/dl
dan keruh
Kuning keruh Positif ++ atau 2 + 0.5 – 1.0 g/dl
Jingga atau warna lumpur Positif +++ atau 3 + 1.0 – 2.0 g/dl
keruh
Merah keruh Positif ++++ atau 4 + >2.0 g/dl
4. Darah
Darah dalam urine dapat menyebabkan berbagai presentasi warna atau
mungkin tidak terlihat secara visual. Secara historis, warna dan
kejernihan atau tampilan mikroskopis digunakan untuk mendeteksi
adanya darah dalam urine.
Metode kimia sekarang menyediakan cara yang cepat dan sensitif
untuk mendeteksi adanya darah. Tes kimia untuk darah tidak spesifik.
Hasil tes positif menunjukkan adanya hemoglobin, sel darah merah,
atau myoglobin. Hematuria adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan jumlah sel darah merah yang abnormal dalam urine,
sedangkan hemoglobinuria menunjukkan adanya hemoglobin dalam
urine.
Korelasi dengan hasil mikroskopis urine, penampilan plasma pasien,
dan hasil tes kimia plasma, serta presentasi klinis dan riwayat pasien,
mungkin diperlukan untuk menentukan zat mana yang ada.
5. Leukosit
Sel darah putih granulositik (WBCs) (neutrofil, eosinofil, dan basofil)
dan monosit, tetapi bukan limfosit, mengandung enzim yang disebut
leukosit esterase. Adanya enzim ini dalam urin menunjukkan adanya
leukosit dalam urin, biasanya akibat infeksi atau peradangan pada
saluran kemih.
Enzim esterase bereaksi dengan substrat esterase pada bantalan reagen
esterase leukosit membentuk warna ungu. Intensitas warna sebanding
dengan jumlah leukosit yang ada. Urin normal negatif untuk leukosit
esterase dengan metode strip reagen.
6. Nitrit
Normalnya, nitrat dikonsumsi dalam makanan (misalnya, dalam sayuran
hijau) dan diekskresikan dalam urin tanpa pembentukan nitrit. Ketika
bakteri pereduksi nitrat menginfeksi saluran kemih dan waktu retensi
kandung kemih yang cukup, bakteri ini mengubah nitrat makanan
menjadi nitrit.
Bakteri gram negatif menghasilkan enzim yang mengubah urin
menjadi nitrat, konstituen urin normal, menjadi nitrit. Nitrit bereaksi
15
dengan bahan kimia di bantalan reagen nitrit untuk membentuk warna
merah muda.
Tes nitrit positif merupakan indikasi kemungkinan infeksi saluran
kemih oleh bakteri. Contoh bakteri yang sering menyebabkan ISK dan
menyebabkan uji nitrit positif adalah Escherichia coli, Klebsiella,
Proteus, dan Pseudomonas. Karena bakteri tertentu tidak mampu
mengubah nitrat menjadi nitrit, hasil nitrit negatif mungkin terjadi di
beberapa ISK. Hasil untuk nitrit dilaporkan sebagai negatif atau
positif.
7. Keton
Istilah keton dan badan keton mengidentifikasi tiga produk antara
metabolisme asam lemak, yaitu, aseton (2%), asam asetoasetat (20%),
dan β-hidroksibutirat (78%). Normalnya, bila karbohidrat tersedia,
sintesis keton dihambat, kadar keton darah ≤3 mg/dL, dan ekskresi
keton urin sekitar 20 mg/hari. Ketika konsentrasi keton darah melebihi
70 mg/dL (tingkat ambang ginjal), keton diekskresikan dalam urin.
Kondisi ini disebut ketonuria.
Hasil pemeriksaan keton dilaporkan secara kualitatif: negative, trace,
small (1+), moderate (2+), or large (3+), atau secara semikuantitatif:
negative, trace (5 mg/dL), small (15 mg/dL), moderate (40 mg/dL), or
large (80 to 160 mg/dL).
8. Bilirubin
Pada individu yang sehat, hanya sedikit bilirubin (0,02 mg/dL) yang
diekskresikan, dan keberadaannya biasanya tidak terdeteksi dengan
metode pengujian rutin. Oleh karena itu, setiap jumlah bilirubin yang
terdeteksi dianggap signifikan dan memerlukan pemeriksaan klinis
lebih lanjut.
Peningkatan bilirubin plasma dan kemunculannya dalam urin
merupakan indikator awal penyakit hati dan dapat terjadi sebelum
gejala klinis lainnya. Bilirubinemia dan bilirubinuria dapat dideteksi
jauh sebelum terjadinya icterus–pigmentasi kekuningan pada kulit,
sklera, jaringan, dan cairan tubuh yang disebabkan oleh bilirubin.
Jaundice muncul ketika konsentrasi bilirubin plasma mencapai 2
sampai 3 mg/dL (kira-kira dua sampai tiga kali normal). Deteksi
bilirubin urin tidak hanya memberikan indikasi awal penyakit hati,
tetapi juga ada tidaknya bilirubin dapat digunakan dalam menentukan
penyebab ikterus klinis.
16
Hasil dilaporkan sebagai negative, small, moderate, or large, atau bisa
juga negatif, 1+, 2+, atau 3+. Batas bawah deteksi untuk tes strip
reagen adalah sekitar 0,5 mg/dL bilirubin terkonjugasi.
A. Percobaan Busa.
- Tabung reaksi diisi setengah penuh dengan urine dan diberi
penutup, kemudian kocok kuat-kuat.
- Perhatikan warna busa yang terbentuk, apabila busa yang
terbentuk berwarna kuning, kemungkinan besar terdapat
bilirubin dalam urine dan test ini dilaporkan positif.
B. Percobaan Harrison.
- Masukkan 5 ml urine yang lebih dulu dikocok ke dalam tabung
reaksi.
- Tambahkan 5 ml larutan Barium Chlorida 10%, campur
kemudian disaring.
- Endapan yang melekat pada kertas saring dikeringkan.
- Teteskan 2 – 3 tetes reagensia Fouchet ke atas kertas saring
yang mengandung endapan tersebut.
- Timbulnya warna hijau menandakan adanya bilirubin.
9. Urobilinogen
Urobilinogen muncul dalam urin karena saat beredar dalam darah
kembali ke hati, melewati ginjal dan disaring oleh glomerulus. Oleh
karena itu, sejumlah kecil urobilinogen–kurang dari 1 mg/dL atau 1
unit Ehrlich atau 0,5 hingga 2,5 mg/hari biasanya ditemukan dalam
urin.
Pemeriksaan Mikroskopik
Cara Kerja:
1. Wadah berisi urine digoyangkan agar memperoleh sampel yang
homogen
2. Masukkan 10 – 12 ml urine ke dalam tabung sentrifuge
3. Pusinglah urine dalam tabung tadi selama 3 – 5 menit dengan
kecepatan 1500 – 2000 rpm.
4. Kemudian tuanglah isi tabung yang sudah disentrifuge tadi dengan
satu gerakan cepat dan luwes, kemudian tegakkan Kembali tabung
hingga cairan yang melekat pada dinding mengalir ke dasar tabung
hingga volumenya kira-kira 0.5 ml.
5. Dasar tabung dikocok atau diketok beberapa kali agar sisa urin dan
endapan tercampur.
17
6. Dengan menggunakan pipet Pasteur ambillah dan letakkanlah setetes
campuran tersebut diatas kaca objek bersih lalu tutup dengan kaca
penutup.
7. Periksa dibawah mikroskop dengan kondensor diturunkan atau
kecilkanlah diafragma mikroskop.
8. Periksa sedimen dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10x untuk
Lapangan Pandang Kecil (LPK)
9. Periksalah kemudian sedimen tersebut dengan lensa objektif 40x untuk
Lapangan Pandang besar (LPB).
10. Laporkanlah unsur-unsur sedimen yang terlihat di bawah mikroskop.
Hasil yang mungkin ditemukan pada tes sedimen urine dapat dibedakan:
A. Unsur Organik
1. Eritrosit
Dalam urin, sel darah merah (RBCs) tampak sebagai cakram
bikonkaf yang halus, tidak berinti, dengan diameter kira-kira 7
mm. Sel darah merah harus diidentifikasi menggunakan objektif
40x (perbesaran x400). Sel darah merah secara rutin dilaporkan
sebagai jumlah rata-rata yang terlihat pada 10 Lapangan Pandang
Besar (LPB). Biasanya, sel darah merah ditemukan dalam urin
orang sehat dan tidak melebihi 0 hingga 3 per LPB atau 3 hingga
12 per mikroliter sedimen urin.
2. Leukosit
Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati 10 lapangan pandang
besar dan dihitung jumlah rata-rata sel darah putih yang ada di
setiap bidang. Biasanya, pada orang sehat dijumpai 0 sampai 8 sel
18
darah putih per LPB atau sekitar 10 sel darah putih per mikroliter
sedimen urine menggunakan slide mikroskop standar.
Peningkatan sel darah putih urin disebut piuria dan menunjukkan
adanya infeksi atau peradangan pada sistem genitourinaria.
3. Epitel
Pada dasarnya terdapat tiga jenis sel epitel dalam sedimen urin: sel
epitel skuamosa, transisional dan renal tubular epithelial cells. Sel
epitel yang paling umum ditemui adalah squamous epithelial cells.
Sel epitel skuamosa mudah diamati menggunakan perbesaran kecil
karena ukurannya yang besar. Sebaliknya, sel epitel transisional
dan sel epitel ginjal lebih baik dinilai menggunakan perbesaran
besar. Setelah sel epitel diamati di 10 bidang pandang yang
representatif pada perbesaran yang sesuai, laporan tersebut harus
menunjukkan setiap jenis sel epitel yang ditemui. Format laporan
dapat menggunakan istilah deskriptif seperti sedikit (few), sedang
(moderate), atau banyak (many) per lapangan pandang atau
numerik seperti 5 hingga 10 sel per lapangan pandang.
19
Gambar 3. Squamous epithelial cells (sel epitel skuamosa)
20
Gambar 6. Sedimen squamous, transitional, dan RTE cells
4. Silinder (Cast)
Urine cast dibentuk di distal dan tubulus pengumpul dengan
matriks inti uromodulin (sebelumnya dikenal sebagai protein
Tamm-Horsfall). Karena cast terbentuk di dalam tubulus, cast
berbentuk silindris dan secara mikroskopis selalu tampak lebih
tebal di tengah daripada di sepanjang tepinya. Mereka pada
dasarnya memiliki sisi paralel dengan ujung yang bulat atau lurus.
Bentuk dan ukuran cast urine sangat bervariasi tergantung pada
diameter dan bentuk tubulus tempat mereka terbentuk.
Beberapa cast hialin atau granular halus mungkin ada dalam
sedimen urin dari individu yang normal dan sehat. Cast
mencerminkan status tubulus ginjal, oleh karena itu jika ada
penyakit ginjal, peningkatan jumlah cast ditemukan dalam sedimen
urin. Jumlah cast mencerminkan luasnya keterlibatan tubulus dan
tingkat keparahan penyakit.
21
Gambar 7. Silinder Hialin (Hyaline cast)
22
Gambar 10. Silinder sel darah putih (White blood cell cast)
5. Spermatozoa
Sel sperma mungkin dijumpai sedimen urin dari pria dan wanita.
Sel sperma memiliki kepala oval dengan panjang sekitar 3 sampai
5 m dan tipis, ekor seperti benang dengan panjang sekitar 40
sampai 60 µm.
23
Karena urin bukanlah media yang layak untuk sperma, kehadiran
sperma motil menunjukkan ejakulasi atau hubungan seksual baru-
baru ini. Dalam urine dari wanita, sperma biasanya dianggap
sebagai kontaminan vagina. Penting untuk melaporkan adanya
sperma dalam urine dari wanita karena berpotensi mengidentifikasi
pelecehan seksual di bawah umur dan perempuan rentan lainnya.
Sperma dalam sedimen urin tidak memiliki signifikansi klinis dan
dilaporkan sebagai hadir/dijumpai.
24
Gambar 13. Budding yeast
B. Unsur Anorganik
1. Zat Amorf
Urat-urat dalam urine asam dan fospat-fospat dalam urine alkali.
2. Kristal
Kristal dihasilkan dari pengendapan zat terlarut dalam urine.
Ketika dijumpai kristal dalam urine yang baru dikeluarkan, mereka
menunjukkan pembentukan in vivo dan selalu signifikan secara
klinis.
25
Kebanyakan kristal tidak signifikan secara klinis. Beberapa kristal
menunjukkan proses patologis, oleh karena itu penting bahwa
mereka diidentifikasi dan dilaporkan dengan benar.
Kristal diidentifikasi berdasarkan penampilan mikroskopis dan pH
urine. Kristal yang paling signifikan secara klinis (misalnya, sistin,
tirosin, leusin) ditemukan dalam urin asam, termasuk yang berasal
dari iatrogenik (misalnya, sulfonamid, ampisilin).
26
Gambar 15. Kristal bilirubin
B. Pemeriksaan Kreatinin
a. Alat dan Bahan:
- Spektrofotometer 492 (490 – 510) nm.
- Serum
b. Cara Kerja
27
BLANKO STANDART SAMPLE
Working Reagent 1000 µl 1000 µl 1000 µl
Serum - - 100 µl
Standart - 100 µl -
Distilled Water 100 µl - -
Campur, kemudian baca absorbance.
LAPORAN PRAKTIKUM
URINALISIS DAN PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
b. Pemeriksaan Kimia:
- pH : ………………………………………………………...
- Protein :
- Strip test : ………………………………………………………...
- Cara Keja dengan Asam Sulfosalisilat:
28
………………………………………………………………………
- Cara Keja pemanasan dengan Asam Asetat:
………………………………………………………………………
- Glukosa :
- Strip test : ………………………………………………………...
- Reduksi (Benedict):
……………..………………………………………………………..
- Reduksi (Fehling):
………………………………………………………........................
- Darah : ………………………………………………………...
- Leukosit : ………………………………………………………...
- Nitrit : ………………………………………………………...
- Keton : ………………………………………………………...
- Bilirubin : ………………………………………………………...
- Urobilinogen : ………………………………………………………...
b. Pemeriksaan Kimia:
- pH : ………………………………………………………...
- Protein : ………………………………………………………...
- Glukosa : ………………………………………………………...
- Darah : ………………………………………………………...
- Leukosit : ………………………………………………………...
29
- Nitrit : ………………………………………………………...
- Keton : ………………………………………………………...
- Bilirubin : ………………………………………………………...
- Urobilinogen : ………………………………………………………...
Tanggal :
Dosen pembimbing :
( .............................. )
Daftar Pustaka
1. Strasinger, S. K, Di Lorenzo, M. S, Urinalysis and body fluids, Seventh
edition, F. A. Davis Company, Philadelphia, 2021.
2. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan ke enam belas,
Dian Rakyat, Jakarata; Indonesia. 2010.
31