Anda di halaman 1dari 44

PANDUAN PRAKTEK LABORATORIUM

KEPERAWATAN JIWA

Program studi diploma iii


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEkNIK KESEHATAN
KEMENKES JAYAPURA
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, kami panjatkan kehadirat Allah S W T, karena dengan limpahan berkah


dan rahmat dan hidayahNyalah sehingga Panduan Praktek Laboratorium Keperawatan Jiwa , ini
akhirnya dapat diselesaikan.
Tujuan penyusunan ini, untuk membantu mahasiswa Program D-III Jurusan
Keperawatan dalam mempraktekkan prosedur keperawatan di laboratorium sehingga saat praktik
klinik di rumah sakit, mereka mampu mengaplikasikan teori dan ketrampilan keperawatan
dengan baik dan benar. Panduan ini juga sebagai pegangan fasilitator sehingga diharapkan ada
kesamaan persepsi antara fasilitator dan mahasiswa sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan
yang diharapkan.
Panduan Praktek Laboratorium ini berisi kompetensi-kompetensi yang terdapat pada
mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Kami telah berusaha maksimal dalam penyusunan panduan ini secara lengkap sesuai
dengan kurikulum namun kami menyadari sepenuhnya bahwa panduan yang kami sajikan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang dada kami menerima saran,
tanggapan dan kritik yang konstrukstif demi penyempurnaan panduan ini
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dosen Keperawatan dan semua
pihak yang telah membantu hingga tersusunnya panduan ini .
Harapan kami semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
mahasiswa Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura.

Jayapura,

Tim Penyusun

​ ​ ​
DAFTAR ISI

Hal
Halaman 1
Judul………………………………………………………………………………………………
……………
Kata Pengantar 2
……………………………………………………………………………………………………
…….
Daftar Isi 3
……………………………………………………………………………………………………
………………
Visi Misi 4
……………………………………………………………………………………………………
…………………
Tata Tertib Pembelajarn Laboratorium 5
………………………………………………………………………
Kartu Praktek 6
……………………………………………………………………………………………………
…………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 7
………………………………………………………………………………….................. 7
.... 8
B. Tujuan 8
…………………………………………………………………………………………… 9
………………
C. Kompetensi
……………………………………………………………………………………………
………
D. Strategi Bimbingan
…………………………………………………………………………………………
E. Evaluasi
……………………………………………………………………………………………
……………
BAB II KETRAMPILAN-KETRAMPILAN KEPERAWATAN DASAR
A. Terapi Aktivtas Kelompok 10
…………………………………………………………………………….
B. Manajemen Stres 35
………………………………………………………………………………………….
C. Restrain 40
……………………………………………………………………………………………
…………..
D. Psikofarmaka 47
……………………………………………………………………………………………
…..
E. Prosedur ECT 52
……………………………………………………………………………………………
….
Daftar Pustaka

​ ​

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN JAYAPURA

Menghasilkan Ahli Madya Keperawatan yang Professional, Mandiri, dan


berkompetitif dengan memiliki keunggulan keperawatan penyakit Malaria tahun
2024

1. Menyelenggarakan Pendidikan Vokasi keperawatan secara profesional sesuai


dengan tuntutan kebutuhan pelayanan dan perkembangan IPTEK dengan
keunggulan penatalaksanaan perawatan penyakit malaria
2. Melakukan penelitian serta publikasi ilmiah dalam bidang keperawatan
penyakit malaria
3. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk
upaya pelayanan kesehatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif guna
mengatasi berbagai permasalahan kesehatan penyakit malaria.
4. Meningkatkan SDM, sarana dan prasarana yang menunjang proses
pembelajaran, pengabdian kepada masyarakat, penelitian dan publikasi
ilmiah.
5. Melaksanakan kerjasama lintas program dan sektoral

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN JAYAPURA

TATA TERTIB PEMBELAJARAN LABORATORIUM KEPERAWATAN

1. Mahasiswa wajib memiliki buku panduan laboratorium dan kartu laboratorium


2. Mahasiswa wajib memakai seragam/jas laboratorium
3. Mahasiswa wajib membuat laporan pendahuluan sebelum mengikuti kegiatan praktek
V I S Ilaboratorium.
4. Mahasiswa wajib mengikuti pre test sebelum memulai praktek laboratorium
5. Mahasiswa wajib mengikuti post test setelah selesai mengikuti pembelajaran skill
laboratorium
6. Mahasiswa tidak diperkenankan membuang sampah sembarangan di dalam ruangan
laboratrorium
7. Mahasiswa tidak diperkenankan membuang sampah sembarangan di dalam ruangan
laboratorium
M ISI
8. Mahasiswa wajib hadir 10 menit sebelum pembelajaran laboratorium di mulai
9. Mahasiswa harus menyiapkan alat/bahan praktek laboratorium dan mencatatnya dalam
buku peminjaman alat/bahan praktek laboratorium
10. Mahasiswa wajib mengembalikan alat/bahan praktek laboratorium dengan jumlah alat
yang lengkap saat di pinjam
11. Mahasiswa wajib mengganti alat yang hilang saat mengembalikan alat secara tidak
lengkap
12. Mahasiswa wajib membersihkan dan merapikan ruangan laboratorium sebelum
meninggalkan ruangan laboratorium
13. Mahasiswa tidak diperkenankan merokok dalam ruangan

Jayapura,

TTD
Laboratorium Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN JAYAPURA

KARTU PRAKTEK LABORATORIUM


NAMA ​ ​ ​:
NIM ​ ​ ​:
SEMESTER ​ ​:
KOMPETENSI ​: KEPERAWATAN JIWA

No Keterampilan Simulasi Mandiri Ujian Remedial Ket

1 2 3

10

11

12

13

14

15

Jayapura,
Penanggung Jawab Laboratorium
Departemen Keperawatan Jiwa

Rospuana Mandowen, S.Kep., Ns


NIP.197702242002122002

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan ilmu yang berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia dengan tujuan untuk mempertahankan homeostatis tubuh yang seimbang. Sejalan
dengan meningkatnya kesejahteraan dan pendidikan, dimana tuntutan masyarakat akan
peningkatan kesehatan yang berkualitas juga akan semakin meningkat. Tuntutan akan
kebutuhan pelayanan asuhan keperawatan dimasa yang akan datang merupakan tantangan
yang harus dipersiapkan secara benar dan ditangani dengan sungguh-sungguh oleh institusi
pendidikan kesehatan. (Hasan & Citra, 2007)
Dalam pendidikan kesehatan menyatakan bahwa pembelajaran klinik adalah ‘the heart
of the total curriculum plan’. Hal tersebut dimaksudkan adalah unsur yang paling utama
dalam pendidikan kesehatan adalah proses pembelajaran klinik dikelola di lahan praktek.
Tujuan pembelajaran klinik adalah mengintegrasikan teori dengan praktek. Pengalaman
belajar laboratoium harus dilaksanakan sebelum mahasiswa praktek di suatu lahan klinik.
Pembelajaran laboratorium akan memberi kesempatan pada mahasiswa untuk terampil dalam
menerapkan teori yang sudah didapatkan di kelas.
Laboratorium adalah suatu sarana atau gedung yang di rancang khusus untuk
melaksanakan pengukuran, penetapan, dan pengujian untuk keperluan penelitian ilmiah dan
praktek pembelajaran. Pembelajaran laboratorium merupakan proses pembelajaran termahal
di antara proses pembelajaran yang lain.
Praktek laboratorium keperawatan merupakan media praktikum yang memberikan
gambaran tentang hospital image bagi mahasiswa keperawatan. Ujian skill laboratorium
harus dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat serta harus dilakukan secara lengkap tanpa
terlewati satu unsur pun dalam waktu uji yang singkat (± 10 menit tiap satu ketrampilan),
untuk mendapatkan nilai yang bagus. (Arief, Suwadi, & Sumarni, 2003)
Pembelajaran laboratorium ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengaplikasikan teori dan konsep Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah pada tatanan
klinik yang terintegrasi dan difokuskan untuk mendapatkan pengalaman belajar mahasiswa
dalam memberikan tindakan keperawatan.

B. Tujuan
I. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep pembelajaran praktika laboratorium pada
Kompetensi Keperawatan jiwa

II. Tujuan Khusus


Setelah mendapatkan pembelajaran laboratorium pada Kompetensi Keperawatan
Jiwa diharapkan :
- Mahasiswa mampu melakukan keterampilan laboratorium TAK
- Mahasiswa mampu melakukan keterampilan laboratorium Manajemen Stres
- Mahasiswa mampu melakukan keterampilan laboratorium Restrain
- Mahasiswa mampu melakukan keterampilan laboratorium ECT

C. Kompetensi
Kompetensi umum yang harus dicapai mahasiswa dalam melakukan
pembelajaran praktek laboratorium Kep. Jiwa adalah melakukan keterampilan-
keterampilan pada Mata Ajar Kep. Jiwa berdasarkan teori-teori yang telah di dapatkan
di kelas.
Adapun keterampilan pada Kompetensi Keperawatan Jiwa, yaitu :
- Keterampilan melakukan TAK
- Keterampilan melakukan Manajemen Stres
- Keterampilan melakukan Restrain
- Keterampilan melakukan Persiapan pasien sebelum dan sesudah tindakan ECT
D. Strategi Bimbingan
1. Bedside Teaching
Merupakan pembelajaran kontekstual dan interaktif yang mendekatkan
pembelajaran pada real clinical setting, yang peserta didiknya mengaplikasikan
kemampuan kognitif, psikomotor, dan efektif secara terintegrasi. Sementara itu
dosen bertindak sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran yang siap untuk
memberikan bimbingan dan umpan balik kepada mahasiswa. Di dalam proses
bedside teaching diperlukan kearifan fasilitator tentang kemungkinan timbulnya
hal-hal yang tidak diinginkan sebagai akibat dari interaksi antara mahasiswa dan
pasien.
2. Pre dan Post Conference
Conference merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh fasilitator/dosen
dalam memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap mahasiswa dalam
melakukan tindakan keperawatan terhadap klien.
Pre Conference merupakan tahapan sebelum melakukan conference yang akan
dilakukan oleh fasilitator/dosen dimana akan dijelaskan apa yang akan dilakukan
oleh setiap mahasiswa sebelum melakukan tindakan keperawatan.
Post Conference merupakan fase dimana hasil pembahasan dibuat evaluasi juga
kesempatan mahasiswa untuk bertanya dan menyelesaikan masalah saat berdiskusi.

3. Simulasi
Merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran simulasi cenderung objeknya bukan
benda atau kegiatan yang sebenarnya.
4. Belajar Mandiri
Strategi belajar mandiri merujuk pada metode-metode pembelajaran yang
mempercepat pengembangan inisiatif individu mahasiswa, percaya diri, dan
perbaikan diri, dimana fokus belajar mandiri mahasiswa di bawah bimbingan atau
supervisi fasilitator/dosen. Selain itu strategi belajar mandiri menuntut mahasiswa
untuk bertanggungjawab dalam merencanakan dan menentukan kecepatan
belajarnya.
5. OSCA (Objetive Struktured Clinical Assement)
Merupakan alat uji yang digunakan untuk mengevaluasi kompetensi profesional
tenaga kesehatan yang mencakup evaluasi pengetahuan, keterampilan komunikasi,
keterampilan pemeriksaan fisik, keterampilan dalam menginterpretasikan dan
menganalisa hasil pemeriksaan diagnostik, keterampilan dalam membuat diagnosis,
stasi secara umum dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
▪ Stasi prosedur (Skill)
▪ Stasi pengetahuan (knowledge)
E. Evaluasi
1. Pre Test
Merupakan suatu bentuk pertanyaan yang dilontarkan fasilitator/dosen kepada
mahasiswa sebelum memulai suatu perkuliahan atau pembelajaran laboratorium.
Pertanyaan biasanya dilakukan fasilitator/dosen di awal pembukaan perkuliahan
atau pembelajaran laboratorium. Pertanyaan tersebut dimaksud untuk mengetahui
apakah ada diantara mahasiswa yang sudah mengetahui mengenai materi yang akan
diajarkan.
2. Post Test
Merupakan suatu bentuk pertanyaan yang diberikan setelah materi pembelajaran
disampaikan, dapat juga dikatakan evaluasi akhir, apakah mahasiswa sudah
mengerti dan memahami mengenai materi yang diberikan oleh fasilitator/dosen.
Hasil dari post test ini akan di bandingkan dengan hasil pre test yang telah
dilakukan sehingga akan diketahui seberapa jauh efek atau pengaruh dari
pembelajarn yang telah dilakukan.
3. Ujian
Merupakan suatu bentuk penilaian kemampuan dan pengetahuan mahasiswa
tentang materi/pembelajaran praktikum yang telah diberikan atau diajarkan oleh
fasilitator.

BAB II
KETERAMPILAN-KETERAMPILAN KEPERAWATAN JIWA

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI

1. Pengertian
Adalah upaya untuk memfasilitasi sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.
2. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan kelompok secara bertahap.
3. Tujuan khusus
1) Klien mampu menyebutkan jati diri.
2) Klien mampu menyebutkan jati diri anggota kelompok.
3) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
5) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain.
6) Klien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok.
7) Klien mampu menyampaikan tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan.
4. Aktifitas dan indikasi
Aktifitas TAKS dilakukan 7 tahap yang melatih kemampuan sosialisasi klien dengan gangguan
hubungan sosial.
1) Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.
2) Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon terhadap stimulus.
5. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.

​ ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​

​ ​ ​ ​ ​

​ ​ ​ ​ ​ ​ ​

KETERANGAN :
1. L ​ ​: Leader
2. Co L ​ ​: Co Leader
3. Pn ​ ​: Pasien
4. Fn ​ ​: Fasilitator
5. Obn ​ ​: Observer
6. n ​ ​: 1,2,3,4……..dst

Peserta dan teraphis duduk bersama membentuk huruf U


​: Klien ​: Leader + co-Leader
​: Fasilitator ​: Observer
6. Alat
1) Tape recorder.
2) Kaset.
3) Bola tenis.
4) Kartu kwartet.
5) Buku catatan dan pulpen. Co. L
6) Jadwal kegiatan klien.
7) Name tag Pn Pn

L
7. Metode Fn Fn
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi dan Tanya jawab.
Pn Fn Pn
3) Bermain peran atau simulasi.

8. Langkah – langkah kegiatan Obs


a. Persiapan
✓ Menentukan topic dan metode TAK
✓ Menyiapkan scenario role play
✓ Memilih klien yang kooperatif
✓ Membuat kontrak dengan klien
✓ Menyiapkan alat dan tempat
b. Orientasi
✓ Salam Terapeutik
• Salam dari terapis
• Perkenalan nama dan panggilan teraphis
✓ Evaluasi / Validasi
• Menjelaskan tujuan kegiatan
• Eksplorasi perasaan
• Menjelaskan aturan main
✓ Kontrak
+ 1 (satu ) jam di ruang aula, dengan topic tentang sosialisasi untuk menjalain kerja sama
dan kekompakan anggota kelompok penghuni panti

9. Tahap kerja
c. Menjelaskan aturan permainan
d. Role play tentang kondisi psikologis dan kondisi-kondisi yang sering dijumpai di panti.
e. Memberikan kesempatan kepada peserta TAK untuk menanggapi permasalahan dalam role play
dengan cara :
✓ Menghidupkan tape recorder dan mematikannya tiba-tiba.
✓ Anggota kelompok terakhir yang memegang bola diminta untuk memberikan tanggapan
f. Memberikan reinforcement positif terhadap peserta yang memberikan tanggapan dengan
memberikan 1 bintang penghargaan
g. Kegiatan ini diulang sampai tiga kali ( menyesuaikan dengan waktu )
h. Menyimpulkan tanggapan dari peserta TAK
10. Tahap Terminasi
✓ Evaluasi
• Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
• Memberikan reinforcement positif terhadap tanggapan klien yang positif
✓ Tindak lanjut
Diharapkan kepada penghuni panti (oma) untuk saling menyapa, mengobrol dan saling
membantu
11. Evaluasi
Format Evaluasi klien dan hasil TAK
SESI 1 TAKS
KEMAMPUAN MEMPERKENALKAN DIRI

1. Tujuan
Klien mampu menyebutkan jati diri, nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi
2. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
1) Tape recorder.
2) Kaset.
3) Bola tenis.
4) Buku catatan dan pulpen.
4. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi dan Tanya jawab.
3) Bermain peran/ simulasi.
5. Langkah kegiatan
1) Persiapan
(1) Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu isolasi sosial: menarik diri.
(2) Membuat kontrak dengan klien.
2) Orientasi
(1) Salam terapiutik.
(1) Evaluasi/ validasi: menanyakan perasaan klien saat i
(2) Kontrak
(3) Menjelaskan tujuan kegiatan.
(4) Menjelaskan aturan main yaitu:
1. Setiap orang mnyebutkan jati diri.
2. Setiap ada peserta yang meninggalkan kelompok harus minta ijin
3. pada pemimpin TAKS.
4. Lama kegiatan 20 menit.
5. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3) Tahap kerja
(1) Menjelaskan kegiatan yaitu tape recorder akan dihidupkan dan bola diedarkan berlawanan
dengan arah jarum jam/ arah kiri dan pada saat tape recoder dimatikan maka anggota
kelompok yang memegang bola menyebutkan jati dirinya.
(2) Menghidupkan kaset dan mengedarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.
(3) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk
menyebutkan salam, nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi, dimulai oleh terapis
sebagai contoh.
(4) Menulis nama panggilan dalam kertas.
(5) Mengulangi no 2, 3, dan 4 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
(6) Memberi pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk
tangan.
4) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS.
2. Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan tiap anggota kelompok untuk melatih memperkenalkan diri kepada
orang lain dikehidupan sehari-hari.
(3) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok.
2. Menyepakati waktu dan tempat.
6. Evaluasi dan dokumentasi
No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menyebut nama lengkap


2. Menyebutkan nama panggilan
3 Menyebutkan asal
4 Menyebutkan hobi
Jumlah
Keterangan:
Ya = nilai 1 Tidak = nilai 0

SESI 2 TAKS
KEMAMPUAN BERKENALAN
1. Tujuan
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok:
1) Mamperkenalkan diri sendiri: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
2) Menanyakan jati diri anggota kelompok lain yaitu: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan
hobi.
2. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan bersih.
3. Alat
1) Tape recorder.
2) Kaset.
3) Bola tenis.
4) Buku catatan dan pulpen.
4. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi dan Tanya jawab.
3) Bermain peran/ simulasi.
5. Langkah kegiatan
1) Persiapan
Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1 TAKS.Menyiapkan alat dan
tempat pertemuan.
2) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
(1) Memberi salam terapiutik
1. Salam dari terapis.
2. Peserta dan terapis memakai papan nama.
(2) Eavaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.
3) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok.
(2) Menjelaskan aturan main:
1. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada
terapis.
2. Lama kegiatan 20 menit.
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
(1) Menghidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis kearah kiri.
(2) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk
berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanannya dengan cara:
1. Memberi salam.
2. Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
3. Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
4. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
(3) Mengulangi 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
(4) Menghidupkan kembali kaset dan edarkan bola. Pada saat tape dimatikan, minta pada
anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang
memegang bola untuk memperkenalkan angggota kelompok yang disebelah kanannya
kepada kelompok yaitu: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Dimulai oleh
terapis sebagai contoh.
(5) Ulangi no 4 sampai semua anggota mendapat giliran.
(6) Memberi pujian tiap keberhasilan kelompok dengan memberi tepuk tangan.
5) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota latihan berkenalan.
(3) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi.
2. Menyepakati waktu dan tempat.

6. Evaluasi dan dokumentasi


No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menanyakan nama lengkap


2. Menanyakan nama panggilan
3 Menanyakan asal
4 Menanyakan hobi
Jumlah

Keterangan:
Ya = Nilai 1 Tidak = Nilai 0

SESI 3 TAKS
KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP

1. Tujuan
1) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
2) Mengajukan pertanyaan tentang kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok.
3) Menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.
2. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
1) Tape recorder.
2) Kaset.
3) Bola tenis.
4) Buku catatan dan pulpen.
4. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi dan tanya jawab.
3) Bermain peran/ simulasi.
5. Langkah kegiatan
1) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 2 TAKS.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
(1) Salam terapiutik.
1. Salam dari terapis.
2. Peserta dan terapis memakai papan nama
(2) Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain.
3) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupan
pribadi.
(2) Menjelaskan aturan main yaitu;
1. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin pada
terapis.
2. Lama kegiatan 20 menit.
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
(1) Menghidupkan tape recorder dan edarkan bola tenis kearah kiri.
(2) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang mendapat bola mendapat giliran untuk
bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang disebelah kanan dengan cara:
1. Memberi salam.
2. Menanyakan kehidupan pribadi, orang terdekat/ dipercayai/ disenangi.
3. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
(3) Mengulangi 1 dan 2 samapi semua anggota kelompok mendapat giliran.
(4) Memberi pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk
tangan.
5) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan
orang lain pada kehidupan sehari-hari.
(3) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan topik
pembicaraan tertentu.
2. Menyepakati waktu dan tempat.

6. Evaluasi dan dokumentasi


No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Mengajukan pertanyaan yang jelas


2. Mengajukan pertanyaan secara ringkas
3 Mengajukan pertanyaan yang relevan
4 Mengajukan pertanyaan secara spontan
5 Menjawab dengan jelas
6 Menjawab dengan ringkas
7 Menjawab dengan relevan
8 Menjawab dengan spontan
Jumlah
Keterangan: Ya = Nilai 1;
Tidak = Nilai 0

SESI 4 TAKS
KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP TOPIK TERTENTU

1. Tujuan
1) Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok.
2) Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan.
3) Memilih topik yang ingin dibicarakan. Memberi pendapat tentang topik yang pilih.
2. Setting
1) Klien dan terapis dudu bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
1) Tape recorder
2) Kaset.
3) Bola tenis.
4) Buku catatan dan pulpen
5) Flipchart/ whiteboard dan spidol.
4. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi dan tanya jawab.
3) Bermain peran/ simulasi.
5. Langkah kegiatan
1) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 3 TAKS.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
(1) Salam terapiutik
1. Memberi salam terapiutik.
2. Peserta dan terapis memakai papan nama.
(2) Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah telah melatih bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih, dan memberi pendapat
tentang topik percakapan.
(2) Menjelaskan aturan main.
(3) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus minta ijin pada terapis.
(4) Lama kegiatan 30 menit.
(5) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
(1) Menghidupkan kaset dan edarka bola tenis kearah kiri.
(2) Pada saat kaset dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran
untuk menyampaikan suatu topik yang ingin dibicarakan, dimulai oleh terapis sebagai
contoh, misal: cara bicara yang baik, atau cara mencari teman.
(3) Menulis pada flipchart topik yang disampaikan secara berurutan.
(4) Mengulangi no 1, 2, dan 3 sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik yang
akan dibicarakan.
(5) Menghidupkan lagi kaset dan edarkan bola, pada sat dimatikan anggota yang memegang
bola memilih topik yang disukai untuk dibicarakan.
(6) Mengulangi no 5 sampai semua anggota kelompok memilih topik.
(7) Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih.
(8) Menghidupkan lagi kaset dan edarkan bola, pada saat dimatikan anggota yang memegang
bola menyampaikan pendapat tentang topik yang dipilih.
(9) Mengulangi no 7 sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.
(10) Memberi pujian untuk tiap keberhasilan dengan memberi tepuk tangan.
5) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS.
2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan setiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang topik tertentu dengan
orang lain pada kehidupan sehari-hari.
(3) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan berikutnya, yaitu menyampaikan dan membicarakan masalah
pribadi.
2. Menyepakati waktu dan tempat

6. Evaluasi dan dokumentasi


No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menyampaikan topik dengan jelas


2. Menyampaikan topik secara ringkas
3 Menyampaikan topik yang relevan
4 Menyampaikan topik secara spontan
5 Memilih topik dengan jelas
6 Memilih topik secara ringkas
7 Memilih topik yang relevan
8 Memilih topik secara spontan
9 Memberi pendapat dengan jelas
10 Memberi pendapat secara ringkas
11 Memberi pendapat yang relevan
12 Memberi pendapat secara spontan
Jumlah

Keterangan:
Ya = Nilai 1
Tidak = Nilai 0
SESI 5 TAKS
KEMAMPUAN BEKERJA SAMA

1. Tujuan
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok:
1) Bertanya dan meminta sesuai dengan kebutuhan pada orang lain.
2) Menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan permintaan.
2. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
1) Tape recorder
2) Kaset.
3) Bola tenis.
4) Buku catatan dan pulpen.
5) Kartu kwartet.
4. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi dan Tanya jawab.
3) Bermain peran/ simulasi.
5. Langkah kegiatan
1) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 4 TAKS.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
(1) Salam terapiutik
1. Salam dari terapis.
2. Klien dan terapis memakai papan nama.
(2) Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah telah melatih bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan
orang lain.
3) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan bertanya dan meminta kartu yang diperlukan
serta menjawab dan memberi kartu pada anggota kelompok.
(2) Menjelaskan aturan main berikut:
1. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
2. Lama kegiatan 30 menit.
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
(1) Terapi membagikan 4 buah kartu kwartet untuk tiap kelompok sisanya ditaruh diatas
meja.
(2) Terapis meminta tiap anggota kelompok meyusun kartu sesuai nomor seri (satu seri
mempunyai 4 kartu).
(3) Menghidupkan kaset dan edarkan bola tenis kearah kiri.
(4) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang bola menilai permainan:
1. Meminta kartu yang dibutuhkan (seri yang belum lengkap) pada anggota sebelah
kanan.
2. Jika kartu dipegang serinya lengkap, maka diumumkan pada kelompok dengan
membaca judul dan sub judul.
3. Jika kartu yang dipegang serinya tidak lengkap maka diperkenankan mengambil satu
kartu dari tumpukan kartu diatas meja.
4. Memberi kartu yang dipegang pada yangmeminta ia berhak mengambil satu kartu dari
tumpukan kartu diatas meja.
5. Setiap menerima kartu diminta mengucapkan terima kasih.
(5) Mengulangi no (3) dan (4) jika 2 atau 3 terjadi.
(6) Memberi pujian tiap keberhasilan dengan tepuk tangan.
5) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS.
2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut
1. Menganjurkan setiap anggota kelompok latihan bertanya, meminta, menjawab, dan
memberi pada kehidupan sehari-hari (kerja sama) baik di RS maupun dirumah.
2. Malakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk memberi dukungan pada klien
dalam menjalankan kegiatan hidup sehari-hari.
(3) Kontrak yang akan datang
Menyepakati rencana evaluasi kemampuan secara periodi
6. Evaluasi dan dokumentasi
No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Bertanya dan meminta dengan jelas


2. Bertanya dan meminta secara ringkas
3 Bertanya dan meminta secara relevan
4 Bertanya dan meminta secara spontan
5 Menjawab dan memberi dengan jelas
6 Menjawab dan memberi secara ringkas
7 Menjawab dan memberi secara relevan
8 Menjawab dan memberi secara spontan
Jumlah
Penilaian Kemampuan Non Verbal
No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3 Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
Jumlah

Keterangan:
Ya = nilai 1 Tidak = nilai 0

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI

1. Sesi 1: Mengenal Halusinasi


a. Tujuan
1) Klien dapat mengenal halusinasi
2) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
3) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
4) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
b. Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2) Tempat tenang dan nyaman
b. Alat
1) Spidol
2) Papan tulis/whiteboard/flipchart
c. Metode
1) Diskusi dan tanyajawab
2) Bermain peran/simulasi
d. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi:
halusinasi.
b) Membuat kontrak dengan klien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada klien.
(2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
(3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
b) Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-
suara yang didengar.
(2) Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut:
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang
didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan
klien pada saat terjadi.
b) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang
membuat terjadi, dan perasaan klien saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah
kanan, secara berurutan sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di
whiteboard.
c) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
d) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang biasa
didengar.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya jika terjadi
halusinasi.
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi.
(2) Meyepakati waktu dan tempat.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap keja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

f. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien.
No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menyebut isi halusinasi


2. Menyebutkan waktu terjadi
halusinasi
3. Menyebutkan situasi terjadi
halusinasi
4. Menyebutkan perasaan saat
terjadi halusinasi
Jumlah
Keterangan:
Ya = nilai 2
Tidak = nilai 1

2. Sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik


a. Tujuan
1) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi
2) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi
3) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
b. Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2) Tempat tenang dan nyaman
c. Alat
1) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart
2) Jadwal kegiatan klien
d. Metode
1) Diskusi dan tanya jawab
2) Bermain peran/simulasi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada klien.
(2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
(2) Terapis menanyakan pengalaman halusinas yang terjadi: isi,waktu, situasi, dan
perasaan.
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.
(2) Menjelaskan aturan main yaitu:
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3) Tahap kerja
a) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi,
dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.
b) Berikan pujian setiap klien selesai bercerita.
c) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat
halusinasi muncul.
d) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu: “pergi jangan ganggu saya”,
“saya mau bercakap-cakap dengan....”.
e) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghradik halusinasi dimulai
dari klien disebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta
mendapatkan giliran.
f) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien
selesai memperagakan menghardik halusinasi.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
(1) Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika
halusinasi mncul.
(2) Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian klien.
c) Kontrak yang akan datang
(1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar
cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
(2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap keja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi
halusinasi sesi 2, kemampuan yang diharapkan adalah mengatasi halusinasi dengan
menghardik.
g. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 2. Klien mampu
memperagakan cara menghardik halusinasi. Anjurkan klien menggunakannya jika halusinasi
muncul, khusus pada malam hari (buat jadwal)
No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menyebut cara yang diguna-kan


mengatasi halusinasi
2. Menyebutkan efektivitas ca-ra
yang digunakan
3 Menyebutkan cara menga-tasi
halusinasi dengan me-nghardik
4 Memperagakan menghardik
halusinasi
Jumlah
Keterangan:
Ya = nilai 2
Tidak = nilai 1
3. Sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
a. Tujuan
1) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya
halusinasi.
2) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
b. Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1) Jadwal kegiatan harian.
2) Pulpen
3) Spidol dan whiteboard/papan tulis/flipchart.
d. Metode
1) Diskusi dan tanya jawab.
2) Bermain peran/simulasi dan latihan.
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 2.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada klien.
(2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
(1) Terapis menanyakan keadaan klien saat ini
(2) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
(3) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara menghardik halusinasi.
c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan
melakukan kegiatan.
(2) Menjelaskan aturan main yaitu:
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Jelaskan bahwa
dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.
b) Terapis meminta tiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan
tulis di whiteboard.
c) Terapis membagikan formulis jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang
sama di whiteboard
d) Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari
bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan
whiteboard.
e) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
f) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai membuat
jadwal dan memperagakan kegiatan.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan
memperagakannya.
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik dan melakukan kegiatan.
c) Kontrak yang akan datang
(1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
(2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi
halusinasi sesi 3, kemampuan yang diharapkan adalah klien melakukan kegiatan harian untuk
mencegah timbulnya halusinasi.
g. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien.
Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 3. Klien mampu
memperagakan kegiatan harian dan menyusun jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan
untuk encegah halusinasi.

No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menyebutkan kegiatan yang


biasa dilakukan
2. Memperagakan kegiatan yang
biasa dilakukan
3 Menyusun jadwal kegiatan
harian
4 Menyebutkan dua cara
mengontrol
Jumlah
Keterangan:
Ya = nilai 2
Tidak = nilai
4. Sesi 4: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
a. Tujuan
1) Klien memahami pentingnya bercakap-caka dengan orang lain untuk mencegah munculnya
halusinasi.
2) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.
b. Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1) Spidol dan whiteboard/papan tulis/flipchart.
2) Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen.
d. Metode
1) Diskusi kelompok
2) Bermain peran/simulasi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 3.
b) Terapis membuat kontrak dengan klien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada klien.
(2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
(2) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang telah dipelajari
(menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.

c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
(2) Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut :
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti keiatan dari awal sampai akhir.
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan
mencegah halusinasi.
b) Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-
cakap.
c) Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa
dilakukan.
d) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul “Suster ada suara
ditelinga, saya mau ngobrl saja denga suster” atau “Suster saya mau ngobrol tentang
kapan saya boleh pulang”.
e) Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang disebelahnya.
f) Berikan puian atas keberhasilan klien.
g) Ulangi e dan f sampai semua klien mendapat giliran.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.
(3) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik,
melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap.
c) Kontrak yang akan datang
(1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, belajar cara
mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(2) Terapis menyepakati waktu dan tempat.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi
halusinasi sesi 4, kemampuan yang diharapkan adalah mencegah halusinasi dengan bercakap-
cakap.
g. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 4. Klien belum
mampu secara lancar bercakap-cakap dengan orang lain, anjurkan klien bercakap-cakap dengan
perawat danklien lain di ruang rawat.

No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)


1. Menyebutkan orang yang biasa
diajak bicara
2. Memperagakan percakapan
3 Menyusun jadwal percaka-pan
4 Menyebutkan tiga cara
mengontrol halusinasi
Jumlah
Keterangan:
Ya = nilai 2
Tidak = nilai 1

5. Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat


a. Tujuan
1) Klien memahami pentingnya minum obat.
2) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat.
3) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
b. Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1) Spidol dan whiteboard/papan tulis/flipchart.
2) Jadwal kegiatan harian.
3) Beberapa contoh obat.
d. Metode
1) Diskusi dan tanya jawab.
2) Melengkapi jadwal harian.
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 4.
b) Mempersipakan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada klien.
(2) Terapis dan klien memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
(2) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah menggunakan
tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan, dan
becakap-cakap.

c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(2) Menjelaskan aturan main sebagai berikut:
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikut kegiatan dari awal sampai selesai.
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh karena obat
memberi perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.
b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.
c) Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya.
Buat daftar di whiteboard.
d) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar
orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.
e) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat secara bergiliran.
f) Berikan pujian pada klien yang benar.
g) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
h) Mendiskusikan perasaan klien setelah minum obat (catat di whiteboard).
i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
halusinasi/kambuh.
j) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian halusinasi/kambuh.
k) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak
patuh minum obat.
l) Memberi pujian tiap kali klien benar
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(2) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang telah dipelajari
(3) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b) Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik,
melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.
c) Kontrak yang akan datang
(1) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontro halusinasi.
(2) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien yang diharapka yaitu menyebutkan lima benar cara
minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
g. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 5 TAK stimulasi persepsi halusinasi. Klien
mampu menyebutkan 5 benar cara minum obat, manfaat minum obat, dan akibat
tidak patuh minum obat (kambuh). Anjurkan klien minum obat dengan cara yang
benar (Keliat, BA.,Akemat, 2005).
No Aspek yang Dinilai Nama Klien (Inisial)

1. Menyebutkan 5 benar cara


minum obat
2. Menyebutkan keuntungan
minum obat
3 Menyebutkan akibat tidak patuh
minum obat
Jumlah
Keterangan:
Ya = nilai 2
Tidak = nilai 1
CEKLIS KETERAMPILAN KEPERAWATAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

No ASPEK YANG DINILAI NILAI


1 2 3
1 Tahap Preinteraksi
1) Identifikasi jumlah klien sesuai dengan criteria yang telah ditentukan
2) Fasilitataor telah membina hubungan saling percaya dengan klien
3) Melakukan kontrak dengan klien satu jam sebelum dimulai
4) Siapkan alat dan bahan
a) Tape recorder
b) Kaset
c) Buku catatan dan alat tulis
d) Name tag
e) Bola tenis
f) Jadwal kegiatan klien
2 Tahap Orientasi
1) Mengucapkan salam dilakukan oleh terapis
2) Perkenalkan nama
3) Memvalidasi dengan menanyakan perasaan klien hari ini
4) Jelaskan kepada klien dan keluarga
5) Menjelaskan prosedur TAK
3 Tahap Kerja
1. Menjelaskan kegiatan yaitu tape recorder akan dihidupkan dan
bola diedarkan berlawananan dengan arah jarum jam (yaitu kea
rah kiri dan pada saat tape dimatikan maka anggota kelompok
yang memegang bola menyebutkan jati dirinya
2. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis
berlawanan dengan arah jarum jam
3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola
mendapat giliran untuk menyebut : salam, nama lengkap, nama
panggilan, dan hobi dimulai oleh terapis sebagai contoh
4. Tulis nama panggilan pada kertas/ name tag dan temple/ dipakai
5. Ulangi 1,2,3 dan 4 sampai semua anggota mendapat giliran
6. Beri pujian/ penguatan untuk keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan
4 Tahap Terminasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Memberi pujian atas keberhasilan mengikuti TAK
3. Menganjurkan tiap anggota melatih berkenalan dengan orang lain
4. Menyampaikan kontrak yang akan datang
5 Evaluasi dan Dokumentasi
I. Catat kemampuan verbal yaitu:
a) Menyebutkan nama
b) Menyebutkan nama panggilan
c) Menyebutkan asal
d) Menyebutkan hobi
II. Catat kemampuan komunikasi non verbal
a) Kontak mata
b) Duduk/ berdiri tegak
c) Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
d) Mengikuti kegiatan mulai dari awal sampai akhir
Jumlah Nilai
KETERANGAN
1 = Dilakukan dengan bantuan penuh ​ Jayapura,
2 = Dilakukan tetapi tidak sempurna
3 = Dilakukan dengan sempurna ​ ​ ​ ​ ​ Evaluator

(……………………………)
​ ​ ​
Jumlah tindakan yang dilakukan
Nilai : ---------------------------------------- x 100 %
Jumlah seluruh tindakan

MANAJEMEN STRESS

PENGERTIAN
- Respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, atau
suatu fenomena yunifersal yang terjadi dalam kehidupan sehari hari dan tidak dapat
dihindari.
- ​Respon adaptif, dipengaruh oleh karakteristik individu dan atau proses psikologis
yaitu akibat dari tindakan, situasi atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan
fisik dan atau psikologis terhadap seseorang.

SUMBER STRESOR
Stresor, faktor yang menimbulkan stres dapat berasal dari sumber internal(dari diri sendiri)
maupun eksternal(yaitu keluarga, masyaratkat, dan lingkungan)
1. Internal : stres individual dapat timbul dari tuntutan pekerjaan atau bebanyang terlalu berat,
ketidak puasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masapubertas, kehamilan dan
sebagainya.
2. Eksternal : stres yang dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan,

JENIS STRES
Stres dapat dibedakan kedalam beberapa jenis :
1. Stres Fisik
​Stres yang disebabkan oleh Keadaan fisik seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Suara bising,sinar matahari yang selalu menyengat dan lain- lain.
2. Stres Kimiawi.
​Stres yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimiawi yang terdapat pada obat –
obatan, sat beracun asam dan basa. Faktor hormon dan gas dan lain lain.
3. Stres Mikrobiologis
​Stres yang disebabkan oleh kuman seperti : virus, bakteri, atau parasit
4. Stres Fisiologis
​Stres yang disebabkan gangguan fungsi organ tubuh sepeti: gangguan struktur tubuh,
fungsi jaringan, organ dan lain –lain.
5. Stres Proses Tumbuh kembang
​Stres yang disebabkan oleh proses tumbuh kembang seperti: masapuber, pertambahan
usia.
6. Stres Psikologis atau emosional
​Stres yang disebabkan oleh gangguan psikologis atau ketidakmampuan kondisi
psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya : hubungan interpersonal, sosial budaya,
atau keagamaan.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TERHADAP STRESOR

1. Sifat stresor
Stresor dapat berubah secara tiba – tiba atau berangsur angsur dan dapat mempengaruhi
respon seseorang dalam menghadapi stres tergangtung mekanisme yang dimiliki.
2. Durasi stresor
Lamanya stresor yang yang dialami seseorang dapat mempengaruhi respon tubuh dan
dapat mempengaruhi fungsi tubuh.
3. Jumlah Stresor
Semakin banyak stresor yang dialami seseorang semakin besar dampaknya bagi sistim
tubuh.
4. Pengelaman masa lalu
Pengalaman masa lalu seseorang menghadapi stres dapat menjadi bekal dalam
menghadapi stres berikutnya karena individu memiliki kemampuan beradaptasi
5. Tipe Kepribadian
Tipe kepribadian diyakini juga mempengaruhi respon terhadap stresor menurut fredman
dan rosenman 1974, terdapat dua tipe kepribadian yaitu :
a. Tipe A :
Memiliki ciri : Ambisius,agresif, kurang sabar,mudah tegang, mudah tersinggung,
mudah marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, berbicara dengan cepat,
bekerja tidak kenal waktu, tidak mudah dipengaruhi, sulit untuk santai.
Keterangan: rentang terkena stres lebih cepat.
b. TipeB:
Memiliki ciri: Lebih santai, Penyabar, tenang, tidak mudah marah, tidak mudah
tersinggung, jarang kekurangan waktu untuk untuk mlakukan hal – hal yang
disukai, fleksibel, mudah bergaul dan lain-lain.
6. Tahap Perkembangan

Tahap Perkembangan Jenis Stresor


Anak - Konflik kemandirian dan
ketergantungan pada orang
tua
- Mulai bersekolah
- Hubungan dengan teman sebaya
- Kompetisi dengan teman
Remaja - Perubahan tubuh
- Hubungan dengan teman
- Seksualitas
- Kemandirian
Dewasa muda - Menikah
- Meninggalkan rumah
- Mulai bekerjaMelanjutkan
pendidikanMembesarkan anak
Dewasa tengah - Menerima proses Penuaan
- Stasus Sosial
Dewasa Tua - Usia lanjut
- Perubahan tempat tinggal
- Penyesuaian diri pada masa pensiun
- Proses Kematian

TAHAP STRES
Menurut dadang hawari,2001: Stres dapat dibagi Kedalam enam tahap:
1. Tahap Pertama
Tahap ini adalah tahap stres yang paling ringan dan biasanya ditandai dengan munculnya
semangat yang berlebihan, Penglihatan lebih tajam dari biasanya dan merasa mampu
menyelesaiakan pekerjaan lebih dari biasanya( namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan dan timbul rasa gugup yang berlebihan)
2. Tahap Kedua
Dampak stres yang mulanya menyenangkan, mulai menghilang dan timbul keluhan –
keluhan habisnya cadangan energi, seperti merasa letih sewaktu bangun pagi dalam
kondisi normal, mudah lelah setelah makan siang/ menjelang sore, sering mengeluh
lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar – debar, Otot punggung dan tengkuk
terasa tegang, tidak bisa santai.
3. Tahap Ketiga
Jika tahap stres sebelumnya tidak ditanggapi dengan baik maka keluhan akan semakin
nyata seperti gangguan lambung dan usus(gastritis, diare) ketegangan otot semakin terasa,
perasan tidak tenang, gangguan pola tidur ( sulit untuk tidur, terbangun tengah malam
dan sukar tidur kembali, tubuh terasa lemah seperti tidak berdaya.
4. Tahap Keempat
Pada tahap ini, sering kali dinyatakan tidak sakit oleh dokter karena tidak ditemukan
kelainan – kelaian fisik pada organ tubuhnya, namun pada kondisi berkelanjutan akan
muncul gejala seperti ketidak mampuan melakukan aktifitas rutin karena perasaan
bosan,hilang semangat, gangguan pola tidur, konsentrasi menurun.

5. Tahap Kelima
Tahap ini ditandai kelelahan fisik yang sangat, tidak mampu menyelesaiakan pekerjaan
ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat, serta semakin
meningkatnya rasa takut dan cemas.
6. Tahap Keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak, biasanya ditandai dengan timbul rasa panik dan takut
mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin cepat, kesulitan untuk benapas, tubuh
gemetar dan berkeringat dan adanya kemungkina terjadi kolaps atau pingsan.

Upaya mengelola stres dengan baik bertujuan mencegah dan mengatsai agar stres tidak
sampai ketahap yang paling berat.
Beberapa manajemen stres yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengatur diit dan nutrisi
Pengaturan diit dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi / mengatasi
stres, ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan
jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi.
2. Istirahat dan tidur
merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena istirahat dan tidur yang cukup
akan memulihkan keletihan fisik dan kebugaran tubuh, juga dapat memperbaiki sel –
sel yang rusak.
3. Olah raga teratur
olah raga yang teratur adalah salah satu cara meningkatkan daya tahan tubuh dan
kekebalan fisik maupun mental. Olah raga yang dilakukan tidak harus sulit misalnya
jalan pagi atau lari pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus
sampai berjam – jam. Setelah selesai berolah raga diamkan tubuh yang berkeringat
sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegaran.
4. Berhenti merokok
Adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status
kesehatan serta menjaga ketahanan dan kebebasan tubuh.
5. Menghindari minuman keras
Merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres, dengan
menghindari minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang
disebabkan oleh pengaruh minuman keras.
6. Mengontrol berat badan
Berat badan yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus ) merupakan faktor
yang dapat menyebabkan timbulnya stres. Keadaan tubuh yang tidak seimbang akan
menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
7. Mengatur waktu
Merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Pekerjaan
yang dapat menimbulkan kelehan fisik dapat dihindari dengan cara menggunakan waku
secara efektif dan efisien misalnya tidak membiarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan
hal yang bermanfaat
8. Terapi somatikterapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang
dialami sehingga diharapkan tidak mengganggu sistem tubuh yang lain. Contohnya jika
seorang mengalami diare akibat stres maka terapinya adalah dengan mengobati diare.
9. Psikoterapi
Terapi ini menggunakan tehnik psiko yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang,
meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi reduktif. Psikoterapi suportif memberikan
motivasi dan dukungan agar pasien memiliki rasa percaya diri. Sedangkan psiko
reduktif dilakukan dengan pendidikan secara berulang
10. Terapi spikoreligius
Terapi ini menggunakan pendekatan agamadalam mengatasi permasalahan psikologi
terapi ini diperlukan karena dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan
seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial,maupun spiritual.

CHEKLIS TERAPI KOGNITIF

Nama Mahasiswa ​:……………………………


NIM ​ ​ ​:……………………………
No ASPEK YANG DINILAI NILAI
0 1 2
1 Tahap Preinteraksi
Mengumpulkan data tentang klien
Distorsi kognitif, klien memerlukan terapi kognitif,
Komunikasi klien baik, Klien telah memahami jadwal terapi,
dan klien berada pada tahap maintenance
Mengeksplorasikan perasaan, fantasi dan ketakutan diri.
Membuat rencana pertemuan dengan klien : kegiatan terapi
kognitif, waktu tempat dan alat. Yang diperlukan untuk
kegiatan tersebut
2 Tahap Orientasi
Memberikan salam dan tersenyum pada klien
Memperkenalkan nama perawat
Memanggil dengan nama kesukaan klien
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan : terapi Kognitif.
Menjelaskan tujuan terapi kognitif: agar klien mampu
mengorganisir proses kognitif dan mampu mengidentifikasi
respon rasional terhadap emosi dan pikiran otomatisnya
Menjelaskan waktu dan proses /prosedur yang dibutuhkan
untuk terapi kognitif
Mengulangi informasih bahwa kerahasiaan klien akan tetap
terjaga
3 Tahap Kerja
Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya
Menanyakan keluhan utama sebelum memulai
Memulai kegiatan terapi kognitif dengan cara yang baik
Mengidentifikasi emosi yang dialami
Meminta klien menuliskan apa yang dirasakan
Mengidentifikasi penyebab apa yang dialami
Mengidentifikasi pikiran otomatis yang muncul pada klien
Mengidentifikasi respon rasional terhadap emosi dan pikiran
otomatis
Mengidentifikasi terapi kognitif yang dilakukan
4 Tahap Terminasi
Menyimpulkan hasil kegiatan : kognitif, psikomotor, afektif,
atau proses
Menanyakan pada klien apa yang dirasakan setelah
dilakukan terapi kognitif
Memberikan reinforcement positif atas kemajuan klien
meskipun hal yang kecil
Merencanakan tindak lanjut dengan klien : kilien diminta
untuk mencoba sendiri terapi kognitif, sesudah klien
melakukan mandiri
Mengakhiri latihan dengan cara yang baik / berpamitan.pp

5 Dimensi Respon
Berhadapan
Mempertahankan kontak mata
Membungkuk kearah klien
Mempertahankan sikap terbuka

Jumlah tindakan yang dilakukan ​ ​ ​Tanggal,.................


Nilai : ​ ​ ​ ​ ​ ​x 100 % ​Evaluator
​ ​Jumlah Seluruh tindakan
​(.................................)
RESTRAIN FISIK (PASUNG)

Definisi
Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk
tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas
individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik
dan psikologis individu.
Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan
intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan
bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan
tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan meningkatkan keamanan dan
kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein
seringkali dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan
orang tua atau staf terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan
seperti alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status
mental, ancaman potensial pada diri sendiri atau orang lain dan keamannnya.

Indikasi Penggunaan Restrain


Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam
keadaan: Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa
menjadi kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur,
pasien agresif atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental. Ketika
keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapatterancam
tanpa pengendalian fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika
pasien dalam pengaruh obat sedasi.

Kontraindikasi Pengunaan Restrain


Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam
keadaan yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melakspasienan prosedur kegiatan. Pasien pasien kooperatif. Pasien pasien
memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental Penggunaan teknik pengendalian fisik
(restraint) pada pasien dalam penatalaksanaanya harus memenuhi syarat-syarat
yaitu sebagai berikut: Penjelasan kepada pasien pasien mengapa pengendalian fisik
(restraint) dibutuhkandalam perawatan, dengan harapan memberikan kesempatan
kepada pasien untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai
prosedur dan aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin
verbal maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis
teknik pengendalian fisik yang boleh digunakan kepada pasien pasien dan
pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat digunakan terhadap pasien
berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya dokumen yang menjelaskan
kepada orang tua pasien pasien maupun pihak keluarga pasien yang bersangkutan
mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan. Adanya
penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang pernahmenjalankan
pengendalian fisik (restraint) untuk memastikan bahwa pengendalian fisik tersebut
telah diaplikasikan secara benar, serta memastikan integritas kulit dan status
neurovaskular pasien tetap dalam keadaan baik.

Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena tenaga


kesehatan harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik pengendalian
tersebut dapat dilakspasienan dengan cara menjaga keamanan pasien ataupun
keluarga yang bersangkutan, mengontrol tingkat agitasi dan agresi pasien,
mengontrol perilaku pasien, serta menyediakan dukungan fisik bagi pasien.

Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint


Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order
dokter. Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan
pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun
tertulis. Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun,
2 jam untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi dilakukan 4
jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan usia 9-17 tahun. Waktu
minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4 jam untuk
usia <17 tahun. Selama restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus
observasi: Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan restrain Nutrisi dan
hidrasi sirkulasi dan rentang gerak eksstremitas tanda penting kebersihan dan
eliminasi status fisik dan psikologis kesiapan klien untuk dibebaskan dari restrain
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan
setiap 1-2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan
pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang dengan benar dan bahwa alat
tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas kulit.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat
untuk pasien yang direstrain adalah:
Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic
Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik bukan
restrain mekanik Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukanTawarkan makanan,
minuman dan bantuan untuk eliminasi, beri pasien dot. Diskusikan kriteria pelepasan
restrain . Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di mintaHindari
kemarahan psikologik kepada pasien lain. Berikan distraksi (membaca buku) dan
sentuhan pertahankan harga diri pasien lakukan pengkajian keperawatan yang
kontinu dokumentasikan penggunaan restrain

Jenis-jenis Restrain
Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat
pengendalian fisik dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian
dengan menggunakan bantuan alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala
pasien maupu nmenahan gerakan rahang dan mulut pasien.
Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien

1. Sheet and ties


Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak
bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan
menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.

2. Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang tempat tidur
sehingga pasien tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke bagian
bawah tempat tidur, menjaga pasien tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket
berguna sebagai alat mempertahankan pasien pada posisi horizontal yang
diinginkan.

3. Papoose board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak
pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah
pasien ditidurkan dalam posisi terlentang di atas papan datar dan bagian atas
tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien diikat dengan menggunakan tali kain yang
besar. Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat diaplikasikan
dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan menolak perawatan. Tujuan
utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien pasien
tidak terluka saat mendapatkan perawatan.

4. Restraint Mumi atau Bedong


Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu ujungnya
dilipat ke tengah. Pasien diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada
di lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan.
Lengan kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut
ditarik ke tengah melintasi bahu kanan pasien dan dada diselipkan dibawah sisi
tubuh bagian kiri. Lengan kiri pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien,
dan sisi kiri selimut dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah
tubuh pasien bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh
dan diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.

5. Restraint Lengan dan Kaki


Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk mengimobilisasi
satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau untuk
memfasilitasi penyembuhan. Beberapa alat restraint yang da di pasaran atau
yang tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki sekali pakai,
atau dapat dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis. Jika
restraint jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh pasien.
Harus dilapisi bantalan untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya,
konstriksi, atau cidera jaringan. Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan
untuk memeriksa adanya tanda-tanda iritasi dan atau gangguan sirkulasi. Ujung
restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat tidur, karena jika penghalang
tersebut diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang sering disertai sentakan
tiba-tiba yang dapat menciderai pasien.

6. Restraint siku
Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih kepala atau wajah.
Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir atau agar
pasien tidak menggaruk pada kulit yang terganggu. Bentuk restraint siku paling
banyak digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang cukup panjang untuk
mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan tangan dengan
sejumlah kantong vertikal tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di
lingkarkan di seputar lengan dan direkatkan dengan plester atau pin.

7. Pedi-wrap
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher
sampai pergelangan kaki pasien pasien untuk menstabilkan tubuh pasien serta
menahan gerakan tubuh pasien. Pedi-wrap mempunyai berbagai variasi ukuran
sesuai dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan gerakan mulut dan rahang
pasien

8. Molt Mouth Prop


Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam
melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi umum
untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup saat perawatan dilakukan. Alat
ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka mulut
dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan. Penggunaan molt
mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien membuka
mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi temporomandibular. Sebagai tambahan,
dokter gigi harus memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap
sepuluh hingga lima belas menit agar rahang dan mulut pasien
dapat beristirahat.

9. Molt Mouth Gags


Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan
untuk menahan mulut pasien.

10. Tongue Blades


Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan
lidah pasien supaya tidak mengganggu proses perawatan

Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat


Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa
menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk
pengendalian yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau
pihak keluarga pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan
bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat
untuk menahan gerakan pasien pasien dengan cara memegang kepala, lengan,
tangan ataupun kaki pasien pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua
pasien pengendalian fisik dengan bantuan orang tua sebenarnya sama
dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim medis (tenaga kesehatan). Hanya
saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien pasien. Cara pengendalian
dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai pasien apabila dibandingkan
dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien lebih merasa aman apabila
dekat dengan orang tuanya.

Resiko Penggunaan Restraint pada Pasien


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang
disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint
adalah dimana ketika pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien
pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya
suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis
yang dapat menyebabkan kematian pada pasien

CHEKLIS RESTRAIN

Nama Mahasiswa ​:
NIM ​ ​ ​:
NILAI
NO VARIABEL YANG DINILAI
0 1 2
I PERSIAPAN ALAT
Pilihlah restrain yang cocok
Bantalan pelindung kulit / tulang
II TAHAP PREINTERAKSI
a. Lakukan verfikasi order sebelum tindakan
b. Cuci tangan
c. Kaji keadaan pasien untuk menentukan jenis restrain sesuai
keperluan
d. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan restrain

III TAHAP ORIENTASI


1. Memberi salam, panggil bayi sapa keluarga
2. Memperkenalkan nama perawat kepada keluarga
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada keluarga
TAHAP KERJA
IV 1. Cuci tangan
2. Gunakan restrain yang dipilih
3. Gunakan bantalan sebelum memasang restrain
4. Tingkatkan restrain
5. Cuci tangan
6. Buka / longgarkan restrain setiap 4 jam selama 30 mnt
7. Kaji kembali kemungkinan adanya luka setiap 4 jam (
observasi warna kulit dan denyut pada ekstremitas
8. perawatan pada daerah pengikatan (Pantau kondisi kulit: warna,
temperatur, sensasi; Lakukan latihan gerak pada tungkai yang
diikat secara bergantian setiap 2 jam; Lakukan perubahan
posisi tidur dan periksa tanda-tanda vital setiap 2 jam)
9. Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminaqsi, hidrasi dan
kebersihan diri.
10. Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum
ikatan dibuka secara bertahap.
11. Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan
dibuka satu persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan
dengan pembatasan gerak kemudian kembali ke lingkungan
semula.
TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi respon pasien
2. Mengakhiri kegiatan dengan memberi salam
V

DOKUMENTASI
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan.

KETERANGAN
1 = Dilakukan dengan bantuan penuh ​ Jayapura,
2015
2 = Dilakukan tetapi tidak sempurna
3 = Dilakukan dengan sempurna ​ ​ ​ ​ ​ Evaluator

(……………………………)

​ ​ ​
Jumlah tindakan yang dilakukan
Nilai : ---------------------------------------- x 100 %
Jumlah seluruh tindakan
PSIKOFARMAKA

I. Pengertian Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat Neuroleptik (bekerja
pada sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi :
1. Teori biologis (somatik). Mencakup pemberian obat psikotik dan Elektro Convulsi
Therapi (ECT).
2. Psikoterapeutik
3. Terapi Modalitas

Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management psikoterapi. Perawat perlu


memahami konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk Neurotransmitter
adalah Dopamin, Neuroepineprin, Serotonin, dan GABA (Gama Amino Buteric Acid), dll.
Meningkatnya dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan
kekacauan atau gangguan mental. Obat-obatan psikofarmaka efektif untuk mengatur
keseimbangan Neurotransmitter.

II. Klasifikasi
Menurut Rusdi Maslim, yang termasuk obat-obatan psikofarmaka adalah golongan :
a. Anti Psikotik
· Anti psikotik termasuk golongan Mayor Transquilizer atau Psikotropik :
Neuroleptika
· Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor Dopamin dalam otak (di ganglia)
pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
· Efek farmakologi : sebagai penenang, menurunkan aktifitas motorik,
mengurangi insomnia, sangat efektif mengatasi Delusi, Halusinasi, Ilusi dan
gangguan proses berpikir
· Indikasi pemberian anti psikototik : pada semua jenis psikosa, kadang untuk
gangguan maniak dan paranoid.
· Efek samping pada anti psikotik : efek samping pada sistem syaraf

b. Anti Depresi
· Hipotesis : Sindroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu atau
beberapa aminergic neurotransmitter seperti Noradrenalin, Serotonin, Dopamin
pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem Limbik.
· Mekanisme kerja obat :
✓ Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitter
✓ Menghambat reuptake aminergik neurotransmitter
✓ Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase)
sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada
neuron SSP
· Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi dan sebagai penenang.
· Jenis obat yang digunakan adalah :

o Trisiklik
o MAO Inhibitor
o Aminitriptylin
· Efek samping : yaitu efek samping Kolonergik (efek samping terhadap sistem
syaraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi.
c. Anti Mania (Lithium Carbonate)
· Mekanisme kerja : menghambat pelepasan Serotonin dan mengurangi
sensitivitas dari reseptor Dopamin.
· Hipotesa : pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine
· Efek farmakologi : mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan efek
sedative, mengoreksi/mengontrol pola tidur, irritable. Pada mania dengan
kondisi berat pemberian anti mania dikombinasikan dengan obat anti psikotik
· Efek samping : efek neurologik ringan seperti kelelahan, letargis, tremor di
tangan, terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi diare dan mual.
· Efek toksik : pada ginjal (poliuri, edema), peningkatan jumlah litium,
sehingga menambah keadaan edema. Sedangkan pada SSP (tremor, kurang
koordinasi, nistagmus dan disorientasi
d. Anti Cemas
· Termasuk Minor Transquilizer. Jenis obat antara lain Diazepam
e. Anti Insomnia : Phenobarbital
f. Anti Obsesif-Kompulsif : Clomipramine
g. Anti Panik, yang paling sering digunakan oleh klien jiwa : Imipramine

III. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat


Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi :
a. Diagnosa Medis
b. Riwayat Penyakit
c. Hasil Pemeriksaan Lab
d. Jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian
e. Program terapi yang lain
f. mengkombinasikan obat dengan terapi Modalitas
g. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya minum obat
secara teratur dan penanganan efek samping obat
h. Monitoring efek samping penggunaan obat
IV. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka
a. Persiapan
1. Melihat order permberian obat di lembaran obat (status)
2. Kaji setiap obat yang akan diberikan. Termasuk tujuan, cara kerja obat,
dosis, efek samping obat dan cara pemberian
3. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
4. Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
5. Lakukan minimal prinsip lima benar
6. Laksanakan program pemberian obat
7. Gunakan pendekatan tertentu
8. Pastikan bahwa obat telah terminum
9. Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek
legal
10. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan melalui program rujukan
11. Menyesuaikan dengan terapi non famakoterapi
12. Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka

Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas terakhir yang
penting harus dilakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika :
o Emosional stabil
o Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
o Halusinasi, Agresi, Delusi, menarik diri menurun
o Prilaku mudah diarahkan
o Proses berpikir kea rah logika
o Efek samping Obat
o Tanda-tanda Vital

Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmaka yang


tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai salah satu bagian dari pendekatan
holistik pada asuhan pasien. Peran perawat meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Pengkajian pasien. Pengkajian pasien memberi landasan pandangan tentang
masing-masing pasien.
2. Koordinasi modalitas terapi. Koordinasi ini mengintegrasikan berbagai terapi
pengobatan dan sering kali membingungkan bagi pasien
3. Pemberian agen psikofarmakologis. Program pemberian obat dirancang secara
professional dan bersifat individual
4. Pemantauan efek obat. Termasuk efek yang diinginkan maupun efek samping
yang dapat dialami pasien.
5. Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk meminum obat dengan aman
dan efektif
6. Program Rumatan obat. Dirancang untuk mendukung pasien di suatu tatanan
perawatan tindak lanjut dalam jangka panjang.
7. Partisipasi dalam penelitian klinis antar disiplin tentang uji coba obat.
8. Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam penelitian obat yang
digunakan untuk mengobati pasien gangguan jiwa
9. Kewenangan untuk memberi resep
CHEKLIS PENILAIAN
KETRAMPILAN PSIKOFARMAKA

Nama Mahasiswa ​:
NIM ​ ​ ​:
NILAI
NO VARIABEL YANG DINILAI
0 1 2
PERSIAPAN ALAT
Pilihlah restrain yang cocok
Bantalan pelindung kulit / tulang
TAHAP PREINTERAKSI
1. Lakukan verfikasi order sebelum tindakan
2. Cuci tangan

TAHAP ORIENTASI
1. Memberi salam, panggil klien, dan sapa keluarga
2. Memperkenalkan nama perawat kepada keluarga
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada keluarga

TAHAP KERJA
1. Melihat order permberian obat di lembaran obat (status)
2. Kaji setiap obat yang akan diberikan. Termasuk tujuan, cara
kerja obat, dosis, efek samping obat dan cara pemberian
3. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
4. Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
5. Lakukan minimal prinsip lima benar
6. Laksanakan program pemberian obat
7. Gunakan pendekatan tertentu
8. Pastikan bahwa obat telah terminum
9. Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat,
sebagai aspek legal
10. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan melalui
program rujukan
11. Menyesuaikan dengan terapi non famakoterapi
12. Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka

TAHAP TERMINASI
i. Evaluasi respon pasien
ii. Mengakhiri kegiatan dengan memberi salam

DOKUMENTASI
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan.

KETERANGAN
1 = Dilakukan dengan bantuan penuh ​ Jayapura,
2 = Dilakukan tetapi tidak sempurna
3 = Dilakukan dengan sempurna ​ ​ ​ ​ ​ Evaluator

(……………………………)

Jumlah tindakan yang dilakukan
Nilai : ---------------------------------------- x 100 %
Jumlah seluruh tindaka

ECT
(Electro Confulsive Terapy )

1. ​Definisi
Electro Confulsive Terapy ( ECT () adalah tindakan dengan menggunakan aliran listrik
dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Sujono, 2009).
Sedangkan menurut Tomb (2004) Electro Convulsive Therapy adalah sah meskipun
keburukan ECT tidak dapat dibenarkan. Walaupun mekanisme terapi lain atau pada
keadaan yang tidak diobati: 0,01 – 0,03% dari pasien yang diterapi, terbanyak akibat
serangan jantung.
Terapi elektrokonvulsif menginduksi kejang grand mal secara buatan dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau kedua pelipis
(Stuart, 2007). Menurut Townsend (1998) Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan
suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui
elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup untuk menimbulkan
kejang gran mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan
kejang pada penderita baik tonik maupun klonik yaitu bentuk terapi pada pasien
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis
pasien untuk membangkitkan kejang grandmall (Riyadi, 2009).
Terapi Kejang Listrik adalah suatu terapi dalam ilmu psikiatri yang dilakukan dengan
cara mengalirkan listrik melalui suatu elekktroda yang ditempelkan di kepala penerita
sehingga menimbulkan serangan kejang umum (Mursalin, 2009).
Terapi elektro konvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana
arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis.
Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek
yang terapeutik tercapai (Taufik, 2010).
Terapi kejang listrik merupakan alat elektrokonvulsi yang mengeluarkan listrik
sinusoid dan ada yang meniadakan satu fase dari aliran sinusoid itu sehingga pasien
menerima aliran listrik (Maramis, 2004).
2. Efek Samping ECT
Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara 1- 1.000 dan
1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena pemberian anastesi umum.
Kematian biasanya karena komplikasi kardiovaskuler.
Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi arritmia jantung
sementara. Arritmia ini terjadi karena bradikardia post ictal yang sementara dan
dapat dicegah dengan peningkatan dosis premedikasi anti kolinerjik. Arritmia dapat
juga terjadi karena hiperaktifitas simpathetik sewaktu kejang atau saat pasien sadar
kembali. Dilaporkan pula adanya reaksi toksis dan allergi terhadap obat yang
digunakan untuk prosedur ECT premedikasi, tetapi frekwensinya sangat jarang.
Pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan acute confusion. Fungsi memori
akan membaik kembali 1-6 bulan setelah ECT, tetapi ada pasien yang melaporkan
tetap mengalami gangguan memori (Tomb, 2004). 2.3.5 Peran Perawat dalam
Pelaksanaan ECT
3. Indikasi
Adapun indikasi dari penggunaan ECT adalah sebagai berikut:
a. Depresi berat , termasuk depresi involutif (pd usia lanjut)
b. Gangguan bipolar
c. Schizophrenia , terutama :
▪ Tipe katatonik
▪ Tipe schizoafektif
▪ Akut
4. Kontraindikasi
Adapun kontraindikasi dari ECT yang mutlak adalah:
a. SOL (Space Occupying Lesion)
b. Infark Myocard
Sedangkan kontraindikasi dari ECT yang relative adalah:
a. Penyakit jantung: dekompensasio kordis, angina pektoris, A-V Block, aneurisma
aorta, dll
b. Kelainan tulang (skoliosis, kiphosis, dll)
c. Kehamilan / keguguran
d. Hipertensi berat
e. Hiperpireksia
f. Diatesa Haemoragic
g. Epilepsi
h. Ansietas

CHEKLIS PEMASANGAN ECT

Nama Mahasiswa ​:
NIM ​ ​ ​:
NILAI
NO VARIABEL YANG DINILAI
0 1 2
I PERSIAPAN ALAT
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan NaCl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
TAHAP PREINTERAKSI
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu
prosedur tindakan yang akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk
mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan
kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
II d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit
rambut yang mungkin dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan
defekasi
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM
1-2 jam sebelum ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik,
sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan harus dihentikan
sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa
hari sebelumnya karena berisiko organik.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg
setengah jam sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini
mengembalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi
gastrointestinal.
TAHAP ORIENTASI
a. Memberi salam, panggil klien sapa keluarga
b. Memperkenalkan nama perawat kepada keluarga
c. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada keluarga

TAHAP KERJA
a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat
dengan permukaan rata dan cukup keras. Posisikan
hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut,
kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik
barbiturat ini dipakai untuk menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80
mg IV) untuk menghindari kemungkinan kejang umum.
III
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan
alkohol untuk tempat elektrode menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi
dengan kasa yang dibasahi caira Nacl.
f. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang
IV
spatel/karet yang dibungkus kain dimasukkan dan klien
diminta menggigit
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka
lebar saat kejang dengan dilapisi kain
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama
kejang dengan mengikuti gerak kejang
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia
tekan tombol sampai timer berhenti dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan
mengikuti gerakan kejang (menahan tidak boleh dengan
kuat).
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan
rangsangan menekan diafragma
l. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
m. Kepala dimiringkan
n. Observasi sampai klien sadar

TAHAP TERMINASI
a. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien
stabil
b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi
klien sesuai kebutuhan, biasanya timbul kebingungan
pasca kejang 15-30 menit.
DOKUMENTASI
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan.

VI

KETERANGAN
1 = Dilakukan dengan bantuan penuh ​ Jayapura,

2 = Dilakukan tetapi tidak sempurna


3 = Dilakukan dengan sempurna ​ ​ ​ ​ ​ Evaluator

(……………………………)

​ ​ ​
Jumlah tindakan yang dilakukan
Nilai : ---------------------------------------- x 100 %
Jumlah seluruh tindakan
7

Anda mungkin juga menyukai