TA 2020-2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
TIM PENYUSUN
PPENYUSUNpPPPENYU
SUN
dr. R. Vivi Meidianawaty, MMedEd
dr. Tissa Octavira,MMedEd
dr. Kati Sriwiyati, M.Biomed
dr. Fadly Aufar Saptadirja
2
VISI MISI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI CIREBON
3
DAFTAR ISI
4
DESKRIPSI MODUL
Pada blok 1.3 Neurology System and Endocrine ini mahasiswa akan
mempelajari keterampilan yang terkait dengan sistem neurologi dan sistem indera.
Keterampilan yang akan dipelajari meliputi keterampilan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Metode pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui daring secara asinkronus
dan sinkronus. Pada saat asinkronus mahasiswa akan mempelajari keterampilan
melalui media audiovisual dan mendapatkan tugas membuat membuat video yang
merekam mahsiswa mempraktekan keterampilan tersebut. Pada saat sinkronus
mahasiswa akan belajar dibawah bimbingan instruktur secara daring. Penilaian hasil
belajar keterampilan klinis dilaksanakan dengan menggunakan metode OSCE pada
akhir semester.
5
TATA TERTIB LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
( SKILLS LAB) SECARA DARING
7
Aspek yang dinilai dalam keterampilan klinis
1. Introduksi: kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi dan mengenalkan
diri kepada pasien, termasuk apakah mahasiswa tersenyum, memberikan
salam, mengenalkan diri serta menanyakan identitas pasien.
2. Kemampuan pemeriksaan fisik: mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik
sesuai kasus dengan lengkap dan prosedur yang benar, bisa mengatur waktu
dengan baik,serta termasuk penggunaan peralatan yang tepat.
3. Kemampuan berkomunikasi: mahasiswa mampu menunjukkan kemampuan
berkomunikasi dengan baik dan memberikan rasa yang nyaman kepada
pasien, penjelasan lengkap dan jelas, termasuk penggunaan bahasa yang
mudah dipahami pasien, tata bahasa yang baik, menjaga kontak mata dengan
pasien, menunjukkan komunikasi non verbal yang baik, serta menunjukkan
ketertarikan terhadap masalah pasien.
4. Informed consent: mahasiswa melakukan informed consent secara lengkap
dengan bahasa yang mudah dipahami pasien termasuk meminta ijin dan
menjelaskan mengenai tindakan baik tujuan, risiko, serta prosedur singkat
dengan bahasa yang mudah dipahami kepada pasien.
5. Tindakan pencegahan infeksi: mahasiswa sebelum, saat dan setelah
tindakan dengan cara yang benar, penanganan peralatan yang tepat, serta
menunjukkan kehati-hatian dalam tindakan klinik seperti mencuci tangan,
menggunakan sarung tangan, penanganan sampah medis tajam/non tajam.
6. Profesionalisme: mahasiswa menunjukkan semua aspek profesionalisme
dengan baik diantaranya empati, meminta ijin sebelum melakukan
pemeriksaan, tidak menyakiti pasien pada saat pemeriksaan, menunjukkan
minat terhadap masalah pasien, tenang, sopan, ramah, mengembalikan
peralatan yang telah digunakan.
8
Daftar Keterampilan SKDI
Sistem saraf
No Keterampilan Tingkat
Keterampilan
PEMERIKSAAN FISIK
Sistem Motorik
1 Inspeksi: postur, habitus, gerakan involunter 4A
2 Penilaian tonus otot 4A
3 Penilaian kekuatan otot 4A
Koordinasi
4 Inspeksi cara berjalan (gait) 4A
5 Shallow knee bend 4A
6 Tes Romberg 4A
7 Tes Romberg dipertajam 4A
8 Tes telunjuk hidung 4A
9 Tes tumit lutut 4A
10 Tes untuk disdiadokinesis 4A
Sistem Sensorik
11 Penilaian sensasi nyeri 4A
12 Penilaian sensasi suhu 4A
13 Penilaian sensasi raba halus 4A
14 Penilaian rasa posisi (proprioseptif) 4A
15 Penilaian sensasi diskriminatif (misal 4A
stereognosis)
Refleks Fisiologis, Patologis, dan Primitif
16 Refleks tendon (bisep, trisep, pergelangan, 4A
platela, tumit)
9
Sistem Indera
No Keterampilan Tingkat
Keterampilan
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSTIK
Indra Penglihatan
Penglihatan
1 Penilaian penglihatan bayi, anak, dan dewasa 4A
Lapang Pandang
2 Lapang pandang, Donders confrontation test 4A
3 Lapang pandang, Amsler panes 4A
Penilaian Eksternal
4 Inspeksi kelopak mata 4A
5 Inspeksi kelopak mata dengan eversi kelopak 4A
atas
6 Inspeksi bulu mata 4A
7 Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks 4A
8 Inspeksi sklera 4A
9 Inspeksi orifisium duktus lakrimalis 4A
10 Palpasi limfonodus pre-aurikular 4A
Posisi Mata
11 Penilaian posisi dengan corneal reflex images 4A
12 Penilaian posisi dengan cover uncover test 4A
13 Pemeriksaan gerakan bola mata 4A
14 Penilaian penglihatan binokular 4A
Pupil
15 Inspeksi pupil 4A
16 Penilaian pupil dengan reaksi langsung 4A
terhadap cahaya dan konvergensi
Media
17 Inspeksi media refraksi dengan transilluminasi 4A
(pen
10
light)
18 Inspeksi kornea 4A
19 Inspeksi bilik mata depan 4A
20 Inspeksi iris 4A
21 Inspeksi lensa 4A
Tekanan Intraokular
22 Tekanan intraokular, estimasi dengan palpasi 4A
Indra Pendengaran dan Keseimbangan
23 Inspeksi aurikula, posisi telinga, dan mastoid 4A
24 Pemeriksaan meatus auditorius externus 4A
dengan otoskop
25 Pemeriksaan membran timpani dengan otoskop 4A
26 Menggunakan lampu kepala 4A
27 Tes pendengaran, pemeriksaan garpu tala 4A
(Weber, Rinne, Schwabach)
Indra Penciuman
28 Inspeksi bentuk hidung dan lubang hidung 4A
29 Penilaian obstruksi hidung 4A
30 Rinoskopi anterior 4A
31 Transluminasi sinus frontalis & maksila 4A
Lain-lain
No Keterampilan Tingkat
Keterampilan
KOMUNIKASI
Anamnesis
1 Menyelenggarakan komunikasi lisan maupun 4A
tulisan
11
ANAMNESIS SISTEM NEUROLOGI
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan blok ini diharapkan mahasiswa mampu:
- Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat
dimengerti
- Menanyakan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan sistem neurologi dari
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga
dan riwayat pribadi dan sosial
- Membuat rekam medic yang berhubungan dengan sistem neurologi
Pendahuluan
Sebagian besar informasi mengenai keluhan pasien menjadi jelas pada saat
dilakukan anamnesis atau wawancara. Ketika berbicara dengan pasien dan
mendengarkan ceritanya dan harus menilai tingkat kesadarannya, keadaan umum
serta emosinya dan kemampuannya untuk memperhatikan, mengingat, memahami
serta berbicara.
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan identitas pasien
kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien
datang berobat ke dokter.
Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:
- Lokasi serta penjalarannya
- Sifat serta beratnya
- Frekuensi/intensitas timbulnya keluhan
- Sejak kapan mulai
- Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid,
sehabis makan dan lain sebagainya)
- Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
- Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
- Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
- Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan,
dating dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
12
Setelah keluhan utama selesai dikemukakan dan dibahas, penderita diminta
mengemukakan keluhan lain yang mungkin ada. Tidak jarang pasien melupakan
keluhan lain, mungkin karena dianggapnya tidak atau kurang penting. Padahal,
kadang-kadang keluhan ini tidak kalah pentingnya dari keluhan utama dalam rangka
menegakkan diagnosis yang tepat.
Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan
atau kelainan dibawah ini:
- Sakit Kepala
Sakit kepala mungkin menunjukkan penyakit system saraf pusat seperti infeksi,
tumor, stroke, atau sebab-sebab lain (misalnya arthritis temporal, sinusitis,
kelainan mata).
Yang penting untuk ditanyakan
a. menilai sifat, bentuk serangan, dan dipengaruhi posisi atau tidak
b. Kualitas, terasa seperti berdenyut, terikat atau tertindih
c. Lokasi, di seluruh kepala, hanya sebelah, kepala bagian belakang
d. Progresifitas, makin lama makin berat atau makin sering
e. Adanya keluhan pengelihatan
f. Mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak
- Pusing
Keluhan pusing atau pening mempunyai banyak arti. Anda perlu mengetahui
dengan benar apa yang dialami pasien.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Kepala terasa ringan atau terasa seperti ingin pingsan
b. Khusus pada pasien yang berusia lanjut, tentukan adanya riwayat
penggunaan obat
c. Keluhan atau gejala penyerta seperti penglihatan ganda (diplopia),
kesulitan menyusun kata-kata (disartria), dan kesulitan berjalan atau
mempertahankan keseimbangan (ataksia)
d. Perasaan seperti lingkungan sekeliling pasien bergerak, berputar
e. Dipengaruhi perubahan posisi atau tidak
f. Disertai rasa mual muntah atau tidak
g. Ada atau tidaknyaTinitus (telinga berdenging, berdesis)
- Kesemutan
13
Keluhan ini biasanya menunjukkan penyakit serabut saraf sensoris perifer.
Kelinan ini paling sering menyerang satu ekstremitas. Keluhan bilateral atau
simetris mengarah kepada penyakit sistemik.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas
b. rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar
c. lokasi
d. paparan toksin, seperti logam berat (timah hitam, arsen, dsb)
e. Riwayat defisiensi gizi (B9 dan B12), diabetes mellitus, penyalah gunaan
alkohol, dan penyakit-penyakit lainnya
- Nyeri
Rasa nyeri berasal dari jaringan saraf. Penyakit peradangan serabut saraf
sensoris, neuritis, menimbulkan nyerise panjang perjalanan saraf tersebut.
Kawasan nyeri memberikan petunjuk yang dapat diandalkan tentang saraf yang
terlibat. Ingatlah bahwa suatu proses di bagian distal dapat menimbulkan nyeri
proksimal terhadap sisa raf tersebut. Misalnya terjepitnya nervus medianus di
pergelangan tangan, sindrom carpal tunnel, secara khas menimbulkan nyeri di
tangan. Tetapi dapat pula menimbulkan nyeri di tangan tetapi dapat pula
menimbulkan nyeri di bahu atau lengan atas.
Faktor pencetus dan memperberat juga memberikan petunjuk penting. Nyeri
discus lumbal dengan nyeri ischialgia khas memberat dengan aktivitas dan
membaik dengan istirahat. Ajukanlah pertanyaan spesifik untuk menentukan
tempat-tempat pencetus. Perangsangan daerah tubuh tertentu dapat
menimbulkan eksaserbasi nyeri secara jelas. Pada tic douloureux, penyakit
nervus trigeminus yang menimbulkan nyeri yang sangat hebat, pasien sering
mengatakan sentuhan pada daerah wajah tertentu menimbulkan serangan nyeri
yang sangat hebat.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Tanyakanlah nyeri dirasakan dimana?
b. Apakah terdapat penjalaran nyeri, bila ada penjalarannya sampai mana?
c. Bagaimanakah sifat nyeri?
d. Apakah nyeri terjadi terus-menerus?
e. Nyeri dirasakan sejak kapan?
14
f. Faktor yang memperberat dan yang meringankan nyeri
- Muntah
Yang penting untuk ditanyakan
a. Ada atau tidaknya rasa mual
b. Karakteristik muntah, tiba-tiba, mendadak, menyemprot atau tidak
(proyektil)
c. Isi muntahan
d. Warna muntahan
e. Terus-menerus atau tidak
f. Faktor yang menyebabkan muntah
g. Makanan atau minuman terakhir yang dikonsumsi sebelum terjadinya
keluhan muntah
- Kesadaran
Yang penting untuk ditanyakan
a. Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba atau perlahan
b. Rasa lemah dan seperti ingin pingsan
c. Riwayat gangguan vascular, metabolik, trauma
d. Penyebab penurunan kesadaran
- Motorik
Yang penting untuk ditanyakan
a. Bagian tubuh yang terasa lemah atau lumpuh
b. Sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang
c. Keterlambatan gerak
d. Khorea, tic
- Saraf otonom
Yang penting untuk ditanyakan
a. Buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido)
b. Retensio atau inkontinesia urin atau alvi
- Kejang
Yang penting untuk ditanyakan
a. Adanya riwayat kejang atau serangan epilepsy
b. Usia pertama kali kejang
c. Frekuensi kejang
15
d. Durasi kejang
e. Sifat kejang
f. Penurunan kesadaran diantara waktu kejang
g. Riwayat obat-obatan anti kejang
h. Riwayat trauma kepala atau keadaan lainnya
- Gangguan penglihatan (visus)
Yang penting untuk ditanyakan
a. Ketajaman penglihatan
b. Diplopia
c. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
- Pendengaran
Yang penting untuk ditanyakan
a. Perubahan pendengaran
b. Disertai tinnitus atau tidak
c. Onset
d. Riwayat membersih kan telinga
- Saraf otak lainnya
Yang penting untuk ditanyakan
a. Gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah),
lakrimasi (pengeluaran air mata), dan rabadi wajah
b. Kelemahan pada otot wajah
c. Bicara cadel atau pelo
d. Perubahan suara menjadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi
mengecil/hilang (afonia)
e. Disfagia
- Fungsi luhur
Yang penting untuk ditanyakan
a. Mudah lupa atau tidak
b. Disfasia, afasiamotoric, dan afasia sensorik
c. Gangguan membaca (aleksia)
d. Kemampuan membaca dan menulis
16
- Tremor
Tremor atau gerakan involunter lain dapat terjadi dengan atau tanpa manifestasi
neurologi tambahan.
Daftar Pustaka
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and
History Taking. 8th ed. JB. Lippincott, Philadelphia, 2008
2. Burnside JW, McGlynn TJ. Physical Diagnosis 17ͭʰ ed. EGC, Jakarta, 1995.
Lesson Plan
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
17
Instruksi Untuk Mahasiswa
1. Mahasiswa mempelajari teori anamnesis sistem saraf dan penulisan rekam medis
yang terdapat pada buku panduan keterampilan klinik dan sumber lain.
2. Mahasiswa melakukan anamnesis kepada pasien simulasi terkait keluhan pasien
simulasi
3. Mahasiswa melakukan penulisan rekam medis
18
PEMERIKSAAN NEUROLOGI DASAR
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan pemeriksaan fisik, mahasiswa mampu :
- Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan motorik, fungsi sensorik,
pemeriksaan koordinasi, dan pemeriksaan refleks fisiologis dengan
- Menjelaskan tujuan pemeriksaan
- Menjelaskan prosedur pemeriksaan
- Memastikan pasien telah mengerti dengan penjelasan yang diberikan
- Melakukan pemeriksaan neurologis dasar yang terdiri dari:
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan fungsi sensorik.
- Pemeriksaan koordinasi
- Pemeriksaan refleks fisiologis.
- Menginterpretasikan hasil pemeriksaan neurologis dasar yang didapat.
PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN MOTORIK
Sistem motorik diperiksa dalam hal massa otot, kekuatan otot, dan tonus otot.
Pemeriksaan motorik dimulai dengan inspeksi tiap daerah yang diperiksa. Bandingkan
kontur massa otot simetris. Inspeksi dipakai untuk menentukan atrofi otot dan adanya
fasikulasi.
Tonus dapat didefinisikan sebagai sedikit ketegangan residual pada otot yang rileks
secara volunteer. Tonus merupakan tahanan otot yang dirasakan oleh pemeriksa
ketika melakukan gerakan sendi secara pasif sepanjang range of movement (ROM).
Jika menemukan kelemahan otot, perbandingan kekuatan proksimal dan distal
penting. Pada umumnya kelemahan proksimal berkaitan dengan penyakit otot;
kelemahan distal berkaitan dengan penyakit neurologis.
Tonus (otot) adalah kontraksi otot yang selalu dipertahankan keberadaannya oleh otot
itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan reflex adalah gerak yang tidak
disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan
melalui jalan yang singkat dan tidak melalui otak. Urutannya sebagai berikut impuls–
19
>reseptor/indra–>sarafsensorik–>sumsumtulangbelakang–>sarafmotorik–
>efektor/otot.
Pasien hemiplegic biasanya memberikan postur fleksi siku dan pergelangan tangan
dengan ekstensi lutut dan pergelangan kaki. Fasikulasi muncul pada penyakit lower
motor neuron, umumnya pada otot-otot yang mengalami atrofi.
Pemeriksaan tonus dapat dilakukan pada tungkai dan lengan. Pemeriksaan tonus
pada tungkai bertujuan untuk menguji nervus ischiadicus dari radiks L4-S1.
Pemeriksaan tonus pada lengan untuk menguji nervus medianus, nervus radialis, dan
nervus muskulokutaneus.
FUNGSI SENSORIK
Gejala sensoris yang mungkin dikeluhkan pasien diantaranya adalah nyeri,
kesemutan dan baal/ kebas.
Terdapat lima modalitas dasar sensorik:
Modalitas Traktus Ukuran Serabut
Rasa getar Kolumna posterior Serabut besar
Posisi sendi Kolumna posterior Serabut besar
Raba halus Kolumna posterior Serabut besar
Rasa nyeri Trakt spinotalamikus Serabut kecil
Suhu Trakt spinotalamikus Serabut kecil
20
- Pasien tidak dalam keadaan lelah, akan mengakibatkan gangguan perhatian serta
melambat waktu reaksi.
- Prosedur pemeriksaan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, oleh karena
itu tujuan dan cara pemeriksaan harus dijelaskan kepada pasien dengan istilah
yang mudah dimengerti.
- Penilaian meliputi ada/tidaknya sensasi, perbedaan sensasi (gradasi sensasi).
- Pemeriksaan fungsi sensori harus sabar (tidaktergesa-gesa), menggunakan alat
yang sesuai dengan kebutuhan/tujuan, tanpa menyakiti dan pasien harus dalam
keadaan rileks.
Pemeriksaan sensasi taktil
Sentuhan ringan diperiksa dengan menyentuh pasien secara ringan dengankapas.
Mintalah pasien untuk menutup matanya dan memberitahukan anda kalau anda
sedang menyentuhnya. Berusahalah menyentuh jari kaki dan tangan pasien. Jika
sensasi nya normal, lanjutkanlah dengan pemeriksaan selanjutnya. Jika sensasinya
abnormal, lakukanlah pemeriksaan di bagian proksimal sampai batas ketinggian
gangguan sensorik dapat ditentukan. Batas ketinggian gangguan sensorik adalah
ketinggian medulla spinalis di bawah dimana terjadi penurunan sensasi secara jelas.
PEMERIKSAAN KOORDINASI
Koordinasi diperlukan untuk menghasilkan rangkaian kerja motorik dan gerakan yang
halus dan akurat.Hal ini membutuhkan kerjasama sensorik dan motorik, yang
diintegrasikan di serebelum. Tes koordinasi kurang dapat dipercaya apabila terdapat
kelemahan pada bagian tubuh yang diperiksa.
Inspeksi cara berjalan
Pasien seharusnya memiliki sikap tubuh normal, dan seharusnya ada gerakan lengan
yang berkaitan. Banyak kelainan neurologis menimbulkan gaya berjalan yang
menyolok dan khas. Pasien dengan hemiplegic cenderung menyeret atau memutar
tungkainya yang lemah dan spastic. Lengannya sering kali difleksikan di siku,
menyilang perut ketika pasien ini berjalan. Pasien dengan penyakit Parkinson berjalan
dengan langkah-langkah pendek, diseret dan tergesa-gesa. Kepalanya menunduk,
dengan punggung membungkuk. Pasien dengan ataksia serebelum berjalan dengan
kaki berdasar lebar. Kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika ia berjalan
sempoyongan dari sisi ke sisi. Pasien dengan foot drop mempunyai gaya berjalan
22
seperti menampar yang khas, yang disebabkan oleh kelemahan dorsi fleksor
pergelangan kaki. Pasien dengan ataksia sensorik berjalan dengan langkah-langkah
yang tinggi. Ia menampar dengan kakinya kebawah seakan-akan ia tidak merasa
yakin akan lokasinya.
Tes Romberg
Tes Romberg untuk memeriksa kolumna posterior, bukannya fungsi serebelum yang
sebenarnya.Pemeriksa berada di belakang pasien dan memperhatikan keselamatan
pasien, karena kadang-kadang pasien tiba-tiba bergoyang-goyang dan terjatuh jika
tidak disokong.
Tes Diadokokinesia
Kemampuan melakukan gerakan yang berganti-ganti dengan cepat dikenal sebagai
diadokinesia. Gerakan ini dapat diperiksa pada ekstremitas atas ataubawah. Pasien
23
dapat diminta untuk melakukan pronasi dan supinasi kedua tangansecara bersamaan.
Kelainan dalam melakukan gerakan cepat yang berganti-ganti disebut adiadokinesia.
24
PemeriksaanRefleks Brachioradialis (Radiks C6)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa saraf pada radiks C6.
25
PROSEDUR PEMERIKSAAN NEUROLOGI DASAR
PEMERIKSAAN MOTORIK
- Inspeksi postur/ posisi pasien secara keseluruhan.
a. Apakah ada asimetrisitas anggota gerak kiri dan kanan. Pasien hemiplegic
biasanya memberikan postur fleksi siku dan pergelangan tangan dengan
ekstensi lutut dan pergelangan kaki.
b. Perhatikan apakah ada gerakan-gerakan involunter pada ekstremitas. Gerakan
involunter dibedakan menjadi tremor, korea dan atetosis.
c. Perhatikan apakah ada otot yang mengecil, selalu pikirkan simetrisitas.
d. Perhatikan apakah ada fasikulasi (gerakan halus subkutan yang timbul akibat
kontraksi otot, bias timbul secara spontan ataupun dengan stimulus). Fasikulasi
muncul pada penyakit lower motor neuron, umumnya pada otot-otot yang
mengalami atrofi.
2. Tonus
Cara pemeriksaan :
Tonus lengan
a. Pegang tangan pasien seperti ingin bersalaman, dan tahan lengan bawah.
Lalu lakukan pronasi&supinasi lengan bawah. Selanjutnya putar tangan pada
pergelangan tangan.
b. Tahan lengan bawah dan siku, kemudian gerakkan tangan sampai jangkauan
fleksi dan ekstensi menjadi maksimal pada siku.
Tonus tungkai.
a. Tonus pada lutut : Letakkan tangan anda di belakang lutut, tangan satu lagi di
pergelangan kaki kemudian lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada lutut.
b. Tonus pergelangan kaki : Tahan pergelangan kaki, lalu lakukan gerakan fleksi
dan dorsofleksi pada kaki.
Interpretasi:
a. Normotonus : tahanan ringan dirasakan disetiap arah gerakan.
b. Hipotonus : tonus menurun. Tahanan dirasakan hilang saat digerakkan.
c. Hipertonus : tonus meningkat.
26
- Lead pipe rigidity (seperti membengkokkan besi)
- Cogwheel rigidity (seperti gigi roda).
3. Kekuatan
Cara pemeriksaan :
a. Mintalah pasien untuk duduk.
b. Kalaupun pasien harus berbaring, pastikan posisi tubuh pasien sejajar, tidak
cenderung miring ke salah satu sisi.
c. Nilai skala berdasarkan Medical Research Council (MRC), pada tangan
ataupun kaki.
27
Gambar 1. Flexi (A) untukmenilaikekuatanM.Biceps dan extensisiku (B)
untukkekuatan M. Triceps.1
28
Gambar 4. Ekstensi lutut untuk menilai M.Quadriceps 1
29
Gambar 6. Pemeriksaan kekuatan otot pada M. gastrocnemius (A) dan soleus
(B)1
4. Trofi otot
Cara pemeriksaan :
a. Lakukan pengukuran menggunakan pita meteran pada kedua sisi ekstremitas,
pada titik-titik pengukuran seperti berikut:
- 10 cm dibawah fossa cubiti
- 10 cm diatas fossa cubiti
- 10 cm dibawah lutut
- 10 cm diatas lutut
b. Interpretasi hasil pemeriksaan: abnormal bila terdapat perbedaan >2 cm
antara ekstremitas kiri dan kanan.
30
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK
Pada pemeriksaan ini perhatikan kemungkinan diagnosis banding yang mungkin pada
kasus, sehingga kita dapat menentukan interpretasi hasil yang lebih terarah.
Sebagai contoh :
- Stroke : Hemiplegia (Bandingkan kiri dan kanan)
- Mielopati : Lesi (Setinggi mana?)
- Radikulopati : Sesuai dermatome
Gambar 7. Dermatom.1
32
C. Pemeriksaan sensasi suhu.
Alat yang diperlukan : dua buah tabung reaksi, masing-masing berisi air dingin (23˚
C) dan air panas (40˚C).
Cara pemeriksaan :
1. Isi tabung reaksi, 1 tabung diisi dengan air hangat (40˚C), tabung lainnya
diisi dengan air dingin (23˚C). Jangan lupa untuk mengeringkan bagian luar
kedua tabung reaksi.
2. Peragakan pada pasien apa yang akan anda lakukan pada tes ini.
Perintahkan pasien untuk menyebutkan kata ‘panas’ apabila tabung panas
disentuhkan pada kulit pasien, dan menyebutkan kata ‘ dingin’apabila tabung
dingin disentuhkan ke kulit pasien.
3. Setelah pasien memahami instruksi, lakukan tes.
4. Pasien diminta untuk menutup mata.
5. Sentuhkan secara acak tabung panas dan tabung dingin pada lengan,
tungkai atau daerah lain yang dikeluhkan oleh pasien. Perhatikan respons
pasien.
6. Lakukan pemeriksaan mulai dari distal dan bandingkan kanan-kiri. (Selalu
ingat prinsip simetrisitas).
35
Gambar 11. Pemeriksaan diskriminasi dua titik. 1
PEMERIKSAAN KOORDINASI
A. Inspeksi cara berjalan.
Cara pemeriksaan :
1. Mintalah pasien untuk berjalan. Pastikan anda dapat melihat lengan dan
tungkai pasien dengan baik.
2. Perhatikan apakah cara berjalan pasien simetris, normal, asimetris.
B. Tes Romberg
Cara pemeriksaan :
1. Lakukan tes ini pertama kali dengan mata terbuka.
2. Mintalah pasien untuk berdiri tegak dengan kedua kaki merapat satu sama
lain selama beberapa saat.
3. Pemeriksa berada di belakang pasien dan memperhatikan keselamatan
pasien.
4. Setelah melakukan pemeriksaan dengan mata terbuka, lakukan tahapan
selanjutnya, yaitu dengan mata tertutup.
5. Perhatikan apakah pasien cenderung jatuh ke satu sisi saat mata ditutup
ataukah dapat bertahan.
6. Lakukan penilaian dan interpretasinya
36
Interpretasi :
1. Tes Romberg Negatif
Tes Romberg dikatakan negatif apabila pada pemeriksaan pasien mampu
berdiri dengan mata terbuka maupun tertutup. Keadaan ini terdapat pada
orang dengan fungsi keseimbangan normal.
2. Tes Romberg Positif
- Tes Romberg dikatakan positif apabila pada pemeriksaan pasien
mampu berdiri dengan mata terbuka namun saat mata tertutup pasien
terjatuh. Keadaan ini terdapat pada pasien dengan kelainan posisi
sendi.
- Tes Romberg dikatakan positif apabila pada pemeriksaan pasien
mampu berdiri dengan mata terbuka namun saat mata tertutup pasien
menjadi sempoyongan. Keadaan ini terdapat pada pasien dengan
sindrom serebral.
- Tes Romberg dikatakan positif apabila pada pemeriksaan pasien tidak
mampu berdiri seimbang saat mata dalam keadaan terbuka maupun
tertutup. Keadaan ini terdapat pada pasien dengan gangguan
keseimbangan berat, misalnya akibat dari sindrom serebral.
37
C. Thrust reaction (reaksi terhadap dorongan)
Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien untuk menutup matanya.
2. Mintalah pasien untuk mengulurkan lengannya ke depan, dan mintalah pasien
untuk menahan posisi ini.
3. Dorong lengan pasien ke atas atau ke bawah dengan tiba-tiba.
4. Perhatikan respons pasien.
5. Lakukan penilaian dan interpretasikan hasil pemeriksaan
Interpretasi:
1. Bila respon pasien adalah kedua lengan kembali ke posisi semula dengan
cepat, maka fungi keseimbangan pasien dalam keadaan normal.
2. Bila respon pasien adalah kedua lengan berayun beberapa kali sebelum
berhenti sempurna, maka pasien memiliki kelainan pada serebelum
38
2. Mintalah pasien untuk menyentuh jari pemeriksa dengan jari telunjuknya lalu
mintalah pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri.
3. Jika pasien dapat melakukannya dengan baikdalam keadaan mata terbuka,
mintalah pasien untuk melakukannyadalam keadaan mata tertutup.
Interpretasi
1. Apabila pasien dapat menunjuk/menempatkan jari telunjuknya pada jari
telunjuk pemeriksa kemudian meletakkan jari telunjuknya ke hidung pasien
dengan tepat, maka fungsi keseimbangan pasien dalam batas normal.
2. Apabila pasien tidak dapat menunjuk/menempatkan jari telunjuknya dari hidung
pasien ke jari pemeriksa maka pasien mempunyai gangguan fungsi
keseimbangan dan koordinasi.
3. Apabila terjadi gangguan → dysmetri, ataxia, gangguan di cerebelum
39
Gambar 15. Pemeriksaan tes tumit lutut4
Interpretasi
1. Apabila pasien dapat menggerakkan tumitnya di sepanjang ventral tungkai
bawah, maka fungsi keseimbangan pasien dalam batas normal.
2. Apabila pasien tidak dapat menggerakkan tumitnya di sepanjang ventral
tungkai bawah, maka pasien mempunyai gangguan fungsi keseimbangan.
F. Tes Disdiadokokinesis
Cara pemeriksaan :
1. Mintalah pasien untuk duduk dan meletakkan kedua tangannya diatas paha
pasien.
2. Perintahkan pasien untuk membuka kemudian menuutup kedua tangan
secara bersamaan.
3. Setelah sepuluh detik mintalah pasien untuk menambah kecepatan
gerakannya.
40
Gambar 17. Pemeriksaan disdiadokokinesis1
Interpretasi
1. Apabila pasien dapat melakukan gerakan tersebut dengan baik,maka fungsi
keseimbangan pasien dalam batas normal
2. Apabila pasien tidak dapat melakukan gerakan tersebut dengan baik saat
gerakan bertambah cepat, maka pasien mempunyai gangguan fungsi
keseimbangan.
41
Gambar 18. Pemeriksaan reflex biceps. Posisi duduk (A) dan berbaring (B) 1
42
Gambar 19. Pemeriksaan triceps brachii. Posisi duduk (A & C) dan berbaring
(B)1
43
4. Interpretasi: Refleks fleksi lengan bawah
Gambar 20. Pemeriksaan reflex brachioradialis. 1
menjuntai.
2. Bebaskan daerah pemeriksaan dari pakaian yang ketat
3. Untuk menetapkan daerah pemeriksaan dengan tepat, rabalah terlebih
dahulu daerah kanan dan kiri tendo patella.
4. Satu tangan pemeriksa memegang paha bagian distal, dan tangan yang lain
mengayunkan palu refleks untuk memukul tendo patella.
5. Rasakan kontraksi otot kuadriseps pada tangan yang memegang paha.
6. Refleks yang muncul ditandai dengan gerakan ekstensi tungkai bawah.
7. Apabila pasien tidak dapat duduk, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memposisikan pasien berbaring, satu tangan pemeriksa diletakkan di bawah
lutut untuk menyangga kaki pasien dan tangan yang lain mengayunkan palu
refleks untuk memukul tendo patella.
8. Pastikan saat melakukan pemeriksaan refleks patella, pemeriksa tidak di
depan pasien.
44
Gambar 21. Pemeriksaan reflex patela.posisi duduk (A) dan berbaring (B & C) 1
45
Gambar 22. Pemeriksaan reflex achilles.posisi duduk (A) dan berbaring (B) 1
Daftar Pustaka
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and History
Taking. 11th ed. JB. Lippincott: Philadelphia; 2013
2. New York University School of Medicine. The Precise Neurological Exam
Sensory system. [document on internet] 2006. diunduh 20 Desember 2017 tersedia
dari: https://informatics.med.nyu.edu/modules/pub/neurosurgery/sensory.html
3. Seidel, H.M; Ball, J.W; Dains, J.E; Benedict, G.W. Mosby’s Guide to Physical
Examination. Edisi 8. Mosby Elsevier. Missouri; 2011.
4. Douglas G, Nicol F. Macleod’s Clinical Examination. 13 th Edition. China: Elsevier;
2013. Hlm 258-333
5. Talley NJ, O’Connor S. Clinical Examination: A Systematic Guide to Physical
Diagnosis. Edisi ke-6. China: Elsevier; 2010. Hlm 323-71
Lesson Plan
NO KEGIATAN WAKTU
- Instruktur memperkenalkan diri
1 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan
2 - Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik 10 menit
keterampilan yang akan dipelajari
- Meminta salah seorang mahasiswa untuk menayangkan
video pemeriksaan saraf
3 - Meminta mahasiswa untuk refleksi 80 menit
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
Penutup
4 5 menit
Diskusi
46
Lembar Kerja Pemeriksaan Neurologi Dasar
NO KEGIATAN YA TIDAK
PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK
1. Inspeksi postur/ posisi pasien secara keseluruhan.
a. Perhatikan simetrisitas anggota gerak kiri dan kanan.
b. Perhatikan apakah ada gerakan-gerakan involunter pada
ekstremitas.
c. Perhatikan apakah ada otot yang mengecil
d. Perhatikan apakah ada fasikulasi
2. Tonus
a. Tonus lengan
- Pegang tangan pasien seperti ingin bersalaman, dan tahan
lengan bawah.
- Lakukan pronas i& supinasi lengan bawah.
- Putar tangan pada pergelangan tangan.
- Tahan lengan bawah dan siku, kemudian gerakkan tangan
sampai jangkauan fleksi dan ekstensi menjadi maksimal pada
siku.
b. Tonus tungkai.
- Tonus pada lutut : Letakkan tangan anda di belakang lutut,
tangan satu lagi di pergelangan kaki kemudian lakukan gerakan
fleksi dan ekstensi pada lutut.
- Tonus pergelangan kaki : Tahan pergelangan kaki, lalu lakukan
gerakan fleksi dan dorsofleksi pada kaki.
3. Kekuatan
a. Mintalah pasien untuk duduk.
b. Kalaupun pasien harus berbaring, pastikan posisi tubuh pasien
sejajar, tidak cenderung miring ke salah satu sisi.
c. Nilai skala berdasarkan Medical Research Council (MRC), pada
tangan ataupun kaki.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan dengan menggunakan skala
penilaian berdasarkan Medical Research Council (MRC).
e. Jika nilai 4 atau 5 maka pastikan dengan pemeriksaan
lanjutan :
- Perintahkan pasien untuk mengangkat kedua lengan ke atas,
dengan telapak tangan menghadap ke atas. Suruh pasien untuk
menutup mata. Perhatikan posisi lengan, apakah ada satu lengan
yang cenderung pronasi atau turun ke bawah. Bila ada,
kemungkinan ada kelemahan pada satu sisi lengan tersebut.
- Dapat dilanjutkan dengan suruh pasien untuk menggenggam
tangan pemeriksa, bandingkan kiri dan kanan.
4. Trofi otot
a. Lakukan pengukuran menggunakan pita meteran pada kedua sisi
ekstremitas, pada titik-titik pengukuran seperti berikut:
- 10 cm dibawah fossa cubiti
47
- 10 cm diatas fossa cubiti
- 10 cm dibawah lutut
- 10 cm diatas lutut
PEMERIKSAAN KOORDINASI
1. Inspeksi cara berjalan
a. Mintalah pasien untuk berjalan. Pastikan anda dapat melihat lengan
dan tungkai pasien dengan baik.
b. Perhatikan apakah cara berjalan pasien simetris, normal, asimetris.
2. Tes Romberg
a. Lakukan tes ini pertama kali dengan mata terbuka.
b. Mintalah pasien untuk berdiri tegak dengan kedua kaki merapat satu
sama lain selama beberapa saat.
c. Pemeriksa berada di belakang pasien dan memperhatikan
keselamatan pasien.
d. Setelah melakukan pemeriksaan dengan mata terbuka, lakukan
tahapan selanjutnya, yaitu dengan mata tertutup.
49
e. Perhatikan apakah pasien cenderung jatuh ke satu sisi saat mata
ditutup ataukah dapat bertahan.
f. Lakukan penilaian dan interpretasinya
6. Tes Disdiadokokinesis
a. Mintalah pasien untuk duduk dan meletakkan kedua tangannya
diatas paha pasien.
b. Perintahkan pasien untuk membuka kemudian menuutup kedua
tangan secara bersamaan.
c. Setelah sepuluh detik mintalah pasien untuk menambah kecepatan
gerakannya.
52
INTEGRATED PATIENT MANAGEMENT (IPM) SISTEM NEUROLOGI
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan IPM, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menggali riwayat penyakit pada pasien terkait kasus.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang terkait pada kasus.
3. Menginterpretasikan hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik pada kasus.
53
Pelaksanaan Pembelajaran online
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri
- Mengenal nama mahasiswa 5 menit
- Menjelaskan tujuan latihan
2 - Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik 5 menit
keterampilan yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba
melakukan Integrated Patient Management secara
15 menit
daring
6 Penutup 5 menit
54
ANAMNESIS SISTEM INDERA
(MATA DAN THT-KL)
Tujuan Pembelajaran
- Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat dimengerti
- Menayakan dengan jelas keluhan-keluhan yang disampaikan terkait sistem indera
dari riwayat penyakit saat ini, medis, keluarga, sosial serta riwayat lain yang
relevan.
- Membuat rekam medik
Pendahuluan
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan identitas pasien
kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien
dating berobat kedokter.
Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:
- Lokasi serta penjalarannya
- Sifat serta beratnya
- Frekuensi/intensitas timbulnya keluhan
- Sejak kapan mulai
- Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid,
sehabis makan dan lain sebagainya)
- Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
- Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
- Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
- Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, dating
dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
Pada tiap penderita penyakit pada system harus pula dijajaki kemungkinan a danya
keluhan atau kelainan dibawah ini:
- Sakit kepala
55
Merupakan keluhan yang sangat sering dijumpai dan selalu memerlukan
pemeriksaan yang cermat karena sejumlah kecil keluhan sakit kepala timbul
akibat keadaan yang dapat menyebabkan kematian.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Nyeri kepala dirasakan hanya di satu sisi atau semua sisi
b. Persisten atau tidak
c. Serangan nyeri terus-menerus atau hilang-timbul
d. Onset timbulnya nyeri
e. Disertai keluhan mual muntah, batuk, bersin, atau perubahan posisi kepala
atau tidak
- Nyeri mata
Yang penting untuk ditanyakan
a. Dicetuskan oleh cahaya atau tidak
b. Disertai mata merah atau tidak
- Gangguan penglihatan
Yang penting untuk ditanyakan
a. Timbul mendadak atau terjadi secara berangsur-angsur
b. Pandangan kabur
c. Perasaan melihat kilasan cahaya yang melintasi lapang pandang
d. Riwayat penggunaan kacamata
- Mata merah
Yang penting untuk ditanyakan
a. Sekret, bentuk serous atau mukopurulen
b. Penurunan visus
c. Rasa gatal
d. Disertai nyeri atau tidak
- Gangguan pendengaran
Yang penting untuk ditanyakan
a. Telinga kanan atau kiri
56
b. Keluhan terjadi secara mendadak ataukah berangsur-angsur
c. Disertai nyeri telinga atau tidak
d. Gangguan lain yang menyertai
- Tinitus
Tinitus adalah suara mendengung, bunyi ceklekan, atau suara berdering yang
didengar oleh pasien. Suara tersebut dapat timbul secara terus-menerus atau
terputus-putus, unilateral atau bilateral. Tinitus disebabkan oleh kelainan yang
letaknya proksimal terhadap foramen ovale dan mempunyai banyak penyebab.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Keluhan suara berdenging
b. Gangguan pendengaran
c. Pusing/vertigo
- Sekret/serumen (Otorhea)
Yang penting untuk ditanyakan
a. Sifat/ciri-ciri secret/cairan yang keluar dari telinga
b. Disertai dengan demam,nyeri dan gangguan pendengaran
c. Telinga terasa penuh atau tidak
d. Riwayat trauma
57
- Hidung tersumbat
Yang penting untuk ditanyakan
a. Dipengaruhi musim atau tidak
b. Adanya riwayat alergi
c. Disertai demam
d. Terciumnya bau busuk
e. Riwayat pengobatan pasien
- Rhinorhea (pilek)
Rhinorhea pengeluaran secret dari dalam hidung dan keadaan ini sering berkaitan
dengan kongesti nasal.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Riwayat adanya bersin-bersin, mata berair, rasa tidak nyaman pada tenggorok
disertai rasa gatal pada mata,hidung, tenggorok
b. Adanya riwayat alergi yang diderita oleh pasien atau keluarga pasien.
c. Menentukan pencetus alergi misalnya debu, perubahan suhu, dll
- Nyeri tenggorokan
Biasanya disertai dengan gejala infeksi saluran nafas atas yang akut.
Yang penting untuk ditanyakan
a. Keluhan penyerta seperti suara parau, batuk, demam, dan pilek
b. Rasa mengganjal di tenggorokkan saat menelan
c. Sesak napas
58
- Pembesaran kelenjar tiroid
Yang penting untuk ditanyakan
a. Apakah anda lebih menyukai cuaca panas atau dingin?
b. Apakah anda mengenakan pakaian yang lebih hanngat/kuranghangat
dibandingkan orang lain?
c. Apakah anda mengeluarkan keringat yang lebih banyak/lebih sedikit
dibandingkan dengan orang lain?
d. Apakah terdapat perubahan berat badan atau gejala berdebar-debar yang
baru saja terjadi?
Daftar Pustaka
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and
History Taking. 11th ed. JB. Lippincott, Philadelphia, 2013
2. Seidel, H.M; Ball, J.W; Dains, J.E; Benedict, G.W. Mosby’s Guide to Physical
Examination. Edisi 8. Mosby Elsevier. Missouri; 2011.
3. Douglas G, Nicol F. Macleod’s Clinical Examination. 13th Edition. China: Elsevier.
2013. Hlm 258-333
59
Lesson Plan
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
60
PEMERIKSAAN FISIK MATA
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan pemeriksaan fisik mahasiswa mampu :
1. Mempersiapkan penderita untuk pemeriksaan fisik daerah mata dengan:
- Menjelaskan tujuan pemeriksaan
- Menjelaskan prosedur pemeriksaan
- Memastikan penderita telah mengerti dengan penjelasan yang
diberikan
- Meminta ijin penderita secara lisan
2. Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan
fisik mata dan fungsi penglihatan.
3. Memberikan instruksi yang dimengerti oleh penderita sesuai dengan
tujuan pemeriksaan
4. Melakukan pemeriksaan bola mata
5. Melakukan pemeriksaan fungsi mata (visus sentral)
6. Melakukan pemeriksaan penglihatan perifer
7. Melakukan pemeriksaan duksi dan versi
8. Melakukan pemeriksaan kornea
9. Melakukan pemeriksaan segmen depan mata (Camera Occuli
Anterior/COA)
10. Melakukan pemeriksaan Tekanan Bola Mata (TIO)
11. Melakukan pemeriksaanHirschberg
12. Melakukan pemeriksaan iris dan pupil
13. Melakukan pemeriksaan lensa
14. Melakukan pemeriksaan funduskopi direct
15. Melakukan pemeriksaan luar sklera dan konjungtiva
Pendahuluan
Mata mengandung banyak informasi untuk menentukan diagnosis penyakit
pada organ yang lain. Beberapa kondisi medis mempunyai gejala atau tanda
pada daerah mata sebagai manifestasi klinisnya, diantaranya diabetes,
penyakit kardiovaskular, rematologi, neurologi, endokrinologi dan onkologi.
61
Vaskularisasi pada mata dapat memungkinkan untuk diagnosis anemia,
diabetes, hipertensi, keadaan hiperviskositas, dan arteriosklerosis. Kelainan
endokrin seperti hipotiroid atau hipertiroid dapat diduga melalui pemeriksaan
pada mata yaitu exophthalmus.
Dokter harus dapat melakukan pemeriksaan fisik dan fungsi penglihatan
dengan benar. Dengan melakukan pemeriksaan mata secara benar,
pengelolaan penderita menjadi tepat sesuai dengan masalahnya, baik yang
kelainan primer pada mata ataupun sekunder yang merupakan manifestasi
klinis dari penyakit lain. Meskipun tidak ada tanda-tanda penyakit sistemik pada
mata, pemeriksaan mata tetap harus dilakukan dengan seksama. Penglihatan
merupakan sesuatu yang sangat berharga sehingga kelalaian yang dapat
mengakibatkan kebutaan dapat dicegah.
Pemeriksaan Mata
Tujuan pemeriksaan fisik mata adalah untuk menilai fungsi maupun
anatomi kedua mata. Penilaian fungsi mencakup fungsi penglihatan dan bukan
penglihatan seperti gerak mata dan kesejajaran (alignment).
Pemeriksaan bagian mata meliputi wajah bagian atas dan tengah, alis dan
kelopak mata, sistem lakrimalis dan orbital, bola mata dan otot bola mata, saraf
optik dan saraf yang menghubungkan ke korteks visual.
Pada latihan keterampilan kali ini akan dipelajari cara pemeriksaan fisik mata
bagian eksternal, segmen depan mata (Camera Occuli Anterior/COA), fungsi
otot ekstraokuler, tajam penglihatan, dan luas lapang pandangan.
63
Gambar 23. Entropion, ekstropion6
64
Gambar 25. Potongan sagital matabagian depan1
5. Segmen depan mata terdiri dari kornea, iris, sudut ruang depan dan
lensa.
- Kornea merupakan jaringan transparan, licin dan avaskular yang
menutupi iris. Kornea dipersarafi oleh N.Trigeminus.
- Camera Occuli Anterior (COA) terletak di antara kornea dan iris,
terisi oleh humor aquousyang dihasilkan oleh badan siliar (cillier
bodies). Camera Occuli Posterior (COP) terletak di antara iris dan
lensa. Humor aquousmengalir dari COP ke COA melalui kanal
Schlem menuju aliran vena. Filtrasi tersebut berperan dalam
tekanan intra okular (TIO).
- Iris bagian sirkular yang berwarna dari mata. Iris mendapat inervasi
saraf simpatis dan parasimpatis.
- Bagian tengah iris berbentuk bulat adalah pupil yang mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata. Reaksi pupil terhadap
cahaya ini diatur oleh M. Spingter dari iris yang diinervasi oleh N.
Okulomotorius melalui sistem saraf otonom. Bila saraf simpatis
dirangsang maka akan terjadi midriasis (pupil melebar) dan bila
saraf parasimpatis yang dirangsang maka pupil akan miosis (pupil
mengecil).
65
- Lensa terletak di belakang iris. Lensa adalah struktur berbentuk
bikonveks, avaskular, tidak berwarna. Lensa akan mengubahkan
bentuknya sewaktu memfokuskan bayangan pada retina yang
disebut dengan daya akomodasi lensa.
- Tekanan intra okular dapat diukur secara kasar menggunakan
perabaan jari di sekitar kelopak mata bagian atas. Keuntungan dari
tehnik ini adalah mudah dilakukan bila tonometer tidak dapat
dipakai atau tidak tersedia. Perabaan dengan menggunakan jari
membutuhkan pengalaman pemeriksa, hal ini menjadi kelemahan
metode tersebut disamping adanya faktor subyektif.
Cara pemeriksaan:
1. Alis
- Amati bentuk dan distribusi pertumbuhan rambut alis.
2. Kelopak mata
- Amati kesimetrisan palpebra superior, lebar fisura palpebra, ptosis,
lagophthalmus.
66
- Amati keadaan bulu mata pada palpebra inferior untuk menilai
distribusi, jumlah, trichiasis, enteropion, ekteropion.
- Amati tanda peradangan, luka, benjolan/massa, hordeolum,
chalazion, xantelasma pada daerah kelopak mata.
67
diperlukan kerjasama dari penderita. Pemeriksa harus dapat memberikan
instruksi secara jelas kepada penderita.
Cara pemeriksaan
1. Lakukan informed consent pada penderita.
2. Apabila penderita berkaca mata, mintalah untuk melepaskannya.
3. Minta penderita duduk pada jarak 6 meter tepat di depan kartu Snellen.
4. Mintalah penderita untuk melihat ke depan dengan santai, tanpa melirik
atau mengerutkan kelopak mata.
5. Pada saat memeriksa mata kanan, mintalah penderita untuk menutup
mata kirinya dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata.
Begitupun pada pemeriksaan mata kiri.
6. Mintalah penderita untuk mengidentifikasi huruf/angka/simbol yang tertera
pada kartu Snellen, mulai dari atas sampai ke bawah.
7. Berhentilah pada barisan huruf yang masih dapat terbaca dengan jelas
oleh penderita (≥50% huruf dalam satu baris).
8. Tentukan ukuran ketajaman penglihatannya atau ukuran visusnya,
berdasarkan Kartu Snellen.
68
Menguji penglihatan buruk
1. Pada saat memeriksa mata kanan maka mata kiri yang tidak diperiksa
harus ditutup. Begitupun pada saat memeriksa mata kiri, maka mata
kanan yang tidak diperiksa harus ditutup
2. Penderita yang tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen
langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan tes hitung jari
3. Pemeriksa melakukan tes hitung jari dimulai dari jarak terdekat yaitu 1
meter apabila penderita dapat menyebut jumlah jari yang diperlihatkan
oleh pemeriksa, dilanjutkan dengan menambah jarak dan berhenti pada
jarak terjauh mata penderita masih dapat menghitung jari. Visus hitung jari
(count fingers/CF) 2 meter (CF pada 2 m) mempunyai arti bahwa
penderita dapat menghitung jari pada jarak 2 meter (2/60) namun tidak
bisa lebih jauh.
4. Mata yang tidak dapat menghitung jari diperiksa menggunakan lambaian
tangan secara horisontal dan vertikal. Cara pemeriksaan dimulai dari jarak
yang terdekat mata penderita dapat menentukan lambaian tangan
pemeriksa secara vertikal atau horisontal dan berhenti pada jarak terjauh
mata penderita masih dapat menentukan lambaian tangan pemeriksa
secara vertikal atau horisontal. Visus lambaian tangan (hand
movement/HM) 1 meter (HM pada 1 m) menunjukkan bahwa mata
penderita masih dapat menentukan lambaian tangan pemeriksa secara
vertikal atau horisontal pada jarak terjauh 1 meter (1/300).
5. Untuk tingkat penglihatan yang lebih rendah adalah kesanggupan
mempersepsi cahaya (light perception). Pemeriksaan dilakukan dengan
cara meminta penderita untuk mengidentifikasi adanya cahaya yang
diberikan oleh pemeriksa.
6. Mata yang tidak dapat mempersepsi cahaya (no light perception/NLP)
dianggap buta total atau visusnya adalah 0.
69
Gambar 28. Pemeriksaan hitung jari (A) dan lambaian tangan (B)
70
Gambar 29. Pemeriksaan luas lapang penglihatan1
71
Pemeriksaan Inspeksi Bola Mata
1. Pemeriksaan diperiksa satu-satu (tidak boleh langsung)
2. Salah satu mata ditutup dengan pangkal telapak tangan
3. Perhatikan posisi dan gerakan bola mata, eksoptalmus, strabismus,
nistagmus
1
Gambar 32. Pemeriksaan palpebralinferior (A), sklera(B) dan konjungtiva(C)
72
Pemeriksaan Konjungtiva
1. Konjungtiva bulbi dinilai pelebaran pembuluh darah (injeksi konjungtiva:
arteri konjungtiva dari perifer/forniks ke sentral/limbus dan injeksi siliar:
arteri siliaris dari sentral ke perifer ), perdarahan (subconjuntival bleeding,
subconjunctival hematoma), konjungtiva palpebra untuk menilai keadaan
anemis, iritasi kronis berupa pterigium.
2. Periksalah keadaan konjungtiva bulbi dengan meminta penderita melihat
lurus ke depan dan amatilah warna, corakan pembuluh darah,
pembengkakan. Amati pula warna sklera, adanya penipisan atau kelainan.
3. Konjungtiva palpebra superior diperiksa dengan meminta penderita untuk
melirik ke bawah, dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, balikan kelopak
mata sehingga konjungtiva superior berada di luar. Amati keadaan
palpebra, vaskularisasi, edema, sekret. Selesai pengamatan kembalikan
palpebra ke posisi semula.
4. Konjungtiva palpebra inferior, mintalah penderita untuk melihat ke atas
kemudian tariklah palpebra inferior ke arah bawah dengan menggunakan
ibu jari. Perhatikan warna, vaskularisasi, dan keadaan lain seperti edema,
sekret.
Pemeriksaan kornea
1. Mintalah penderita untuk menatap ke depan.
2. Terangi mata dengan memberikan berkas cahaya dari arah temporal
3. Amati kornea meliputi bentuk, kelengkungan, kejernihan kornea,tanda
peradangan (keratitis), ulkus, arcus senillis.
Pemeriksaan COA
1. Mintalah penderita untuk menatap ke depan.
2. Terangi mata dengan memberikan berkas cahaya dari arah temporal.
3. Amati Camera occuli anterior (bilik mata depan) mengenai kedalaman,
kejernihan, pus, darah.
4. Amati kejernihan lensa, katarak, dan letak lensa.
73
Gambar 33. Pemeriksaan COA1
74
Gambar 34. Pemeriksaan Pupil dan ukuran normal pupil (3-5mm)3
Pemeriksaan Lensa
1. Mintalah penderita untuk menatap ke depan.
2. Terangi mata dengan memberikan berkas cahaya dari arah temporal.
3. Amati kejernihan lensa, katarak, dan letak lensa.5
76
Pemeriksaan Hirschberg Refleks Kornea
1. Untuk memeriksa Hirschberg test : Mintalah pasien untuk melihat lurus ke
depan. Jatuhkan sinar senter diantara kedua mata pasien. Lihat refleks
cahaya yang jatuh pada kedua mata pasien. Posisi bola mata sejajar
apabila refleks cahaya jatuh di tengah pupil kedua mata)
2. Nyalakanlah lampu senter pada jarak 60 cm tepat di depan penderita, dan
amatilah pantulan sinar senter pada kornea.Apabila refleks sinar pada
kedua mata tampak pada tengah pupil berarti posisi kedua bola mata
sejajar.
77
Gambar 38. Otot ekstraokuler dan gerak bola mata1
Pemeriksaan Konvergensi
1. Ambil lah sebuah pensil atau ballpoint dan sebuah penggaris
2. Pegang pensil di depan Anda dengan kedua tangan. sejajar dengan mata.
Fokuskan mata pasien pada pensil, Perlahan, dengan kedua tangan,
geser penggaris lurus ke arah hidung pasien
79
3. Katakan pada pasien, apabila pasien sudah merasa bahwa pensil telah
berbayang atau tidak focus, hentikan memajukan pensil kearah hidung
pasien
4. Catat seberapa jauh jarak konvergensi mata pasien dengan penggaris,
mata normal masih dapat melihat pensil secara focus hingga jarak 5-8 cm
Lesson Plan
NO KEGIATAN WAKTU
- Instruktur memperkenalkan diri
1 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan
2 - Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik 10 menit
keterampilan yang akan dipelajari
- Meminta salah seorang mahasiswa untuk menayangkan
video pemeriksaan fisik mata
3 - Meminta mahasiswa untuk refleksi 80 menit
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
Penutup
4 5 menit
Diskusi
80
Lembar Kerja Pemeriksaan Fisik Mata
NO KEGIATAN Ya Tidak
A. Pemeriksaan Fisik Mata
• Melakukan informed concent
• Mempersiapkan alat dan bahan
- Senter/penlight
• Cara pemeriksaan:
1. Alis
- Amati bentuk dan distribusi pertumbuhan rambut alis.
2. Kelopak mata
- Amati kesimetrisan palpebra superior, lebar fisura palpebra,
ptosis, lagophthalmus.
- Amati keadaan bulu mata pada palpebra inferior untuk
menilai distribusi, jumlah, trichiasis, enteropion, ekteropion.
- Amati tanda peradangan, luka, benjolan/massa, hordeolum,
chalazion, xantelasma pada daerah kelopak mata.
Konjungtiva
1. Konjungtiva bulbi : meminta penderita melihat lurus ke depan dan
amatilah warna, corakan pembuluh darah, pembengkakan. Amati
pula warna sklera, adanya penipisan atau kelainan.
2. Konjungtiva palpebra : meminta penderita untuk melirik ke bawah,
dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, balikan kelopak mata
sehingga konjungtiva superior berada di luar. Amati keadaan
palpebra, vaskularisasi, edema, sekret. Selesai pengamatan
kembalikan palpebra ke posisi semula.
3. Konjungtiva palpebra inferior : mintalah penderita untuk melihat ke
atas kemudian tariklah palpebra inferior ke arah bawah dengan
menggunakan ibu jari. Perhatikan warna, vaskularisasi, dan keadaan
lain seperti edema, sekret.
Pemeriksaan kornea
1. Mintalah penderita untuk menatap ke depan.
2. Terangi mata dengan memberikan berkas cahaya dari arah temporal
3. Amati kornea meliputi bentuk, kelengkungan, kejernihan
kornea,tanda peradangan (keratitis), ulkus, arcus senillis.
Pemeriksaan COA
1. Mintalah penderita untuk menatap ke depan.
2. Terangi mata dengan memberikan berkas cahaya dari arah
temporal.
3. Amati Camera occuli anterior (bilik mata depan) mengenai
kedalaman, kejernihan, pus, darah.
4. Amati kejernihan lensa, katarak, dan letak lensa.
Pemeriksaan Lensa
1. Mintalah penderita untuk menatap ke depan.
2. Terangi mata dengan memberikan berkas cahaya dari arah
temporal.
3. Amati kejernihan lensa, katarak, dan letak lensa.
Pemeriksaan Konvergensi
1. Ambil lah sebuah pensil atau ballpoint dan sebuah penggaris
2. Pegang pensil di depan Anda dengan kedua tangan. sejajar dengan
mata. Fokuskan mata pasien pada pensil, Perlahan, dengan kedua
tangan, geser penggaris lurus ke arah hidung pasien
3. Katakan pada pasien, apabila pasien sudah merasa bahwa pensil
telah berbayang atau tidak focus, hentikan memajukan pensil kearah
hidung pasien
4. Catat seberapa jauh jarak konvergensi mata pasien dengan
penggaris, mata normal masih dapat melihat pensil secara focus
hingga jarak 5-8 cm
Daftar Pustaka
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and
History Taking. 11th ed. JB. Lippincott, Philadelphia, 2013
2. Seidel, H.M; Ball, J.W; Dains, J.E; Benedict, G.W. Mosby’s Guide to Physical
Examination. Edisi 8. Mosby Elsevier. Missouri; 2011.
85
3. Douglas G, Nicol F. Macleod’s Clinical Examination. 13th Edition. China:
Elsevier. 2013. Hlm 258-333
4. Talley NJ, O’Connor S. Clinical Examination: A Systematic Guide to Physical
Diagnosis. Edisi ke-6. China: Elsevier. 2010. Hlm 323-71
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
China: Elsevier, 2011.
86
PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER (THT-KL)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan pemeriksaan fisik ini mahasiswa mampu :
1. Mempersiapkan penderita untuk pemeriksaan fisik daerah kepala dengan:
- Menjelaskan tujuan pemeriksaan
- Menjelaskan prosedur pemeriksaan
- Memastikan penderita telah mengerti dengan penjelasan yang diberikan
- Meminta ijin penderita secara lisan
2. Melakukan pemeriksaan fisik daerah kepala
3. Melakukan pemeriksaan fisik telinga
4. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran (tes Rinne, Webber, Schwabach)
5. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dan sinus
6. Melakukan pemeriksaan mulut dan faring
7. Melakukan pemeriksaan daerah leher (kelenjar getah bening leher, kelenjar
tiroid)
A. PEMERIKSAAN KEPALA
87
Pemeriksaan kepala dimulai dengan inspeksi. Pemeriksaan palpasi dilakukan
untuk menegaskan penemuan pada inspeksi. Perhatikan ciri-ciri berikut:
konfigurasi umum, simetri, penonjolan tulang, distribusi rambut, ciri-ciri kulit,
ekspresi muka dan kontak mata.
Pemeriksaan daerah kepala meliputi:
1. Penilaian bentuk kepala (dolicephalus/lonjong, brakhiocephalus/bulat),
kesimetrisan, pergerakan, hidrochepalus, posisi kepala, kulit kepala,
ketombe. Penilaian palpasi meliputi nyeri tekan, fontanella cekung/tidak (pada
bayi), posisi tulang tulang tengkorak, krepitasi, edema, massa/benjolan.
2. Penilaian rambut meliputi kualitas, pertumbuhan rambut melebihi normal
(Hirsutisme) pada sindrom Chusing, polycistik ovarii, dan akromegali,
penurunan jumlah pertumbuhan rambut seperti pada penderita hipotiroitisme
(alopesia). Warna putih pada rambut (uban) sebelum waktunya terjadi pada
penderita anemia pernisiosa. Keadaan rambut berwarna merah dan mudah
rontok terdapat pada keadaan malnutrisi.
3. Penilaian daerah wajah yang meliputi struktur wajah, ekspresi penderita,
warnah kulit sekitar wajah, edema, kelumpuhan otot-otot fasialis.
Teknik pemeriksaan
1. Inspeksi
- Bentuk kepala dan kesimetrisan tulang tengkorak dan wajah
- Posisi dan pergerakkan kepala
- Ekspresi wajah
- Warna dan keadaan kulit disekitar wajah dan kepala.
- Keadaan rambut
2. Palpasi
Lakukan palpasi dengan lembut pada daerah kepala untuk menilai:
- Tulang tengkorak dan wajah
- Kulit di sekitar kepala dan wajah
- Rambut
- Otot-otot sekitar wajah
88
Gambar 41. Palpasi kepala3
89
- Bila ditarik secara lembut di lobulusnya tidak menimbulkan sakit. Jika
timbul rasa sakit, terdapat inflamasi pada kanalis auditorius eksternus.
90
Gambar 43. Pemeriksaan CAE menggunakan otoskop dan
penampakan yang terlihat pada gendang telinga kanan.1
.
C. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN
91
Pemeriksaan fungsi pendengaran
Pemeriksaan gangguan pendengaran secara sederhana dapat dilakukan dengan
menggunakan garpu tala. Untuk pemeriksaan yang lebih akurat digunakan
audiometri.
Gangguan pendengaran dibagi menjadi:
1. Tuli konduksi, yang disebabkan oleh gangguan hantaran udara ke telinga
dalam.
2. Tuli sensorineural, disebabkan oleh gangguan yang terjadi pada organ-organ
yang berada di antara organ corti dan otak.
3. Tuli campuran, merupakan kombinasi dari tuli konduksi dan tuli sensorineural.
Tes Rinne
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membandingkan hantaran gelombang
suara melalui tulang dengan udara. Pada keadaan normal hantaran udara lebih
baik dari hantaran tulang.
Interpretasi:
- Tes Rinne (+) bila pasien dapat mendengar suara garpu tala melalui hantaran
udara lebih lama (dua kali lebih lama) daripada melalui hantaran tulang (AC
>BC)
- Tes Rinne (-) bila pasien mendengar suara garpu tala melalui hantaran udara
tidak lebih lama dibandingkan dengan hantaran tulang (BC=AC atau BC>AC)
Alat :
- Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz
- Jam tangan
Cara pemeriksaan:
1. Mintalah pada pasien untuk mendengarkan suara mendengung dari garpu
tala.
2. Berikan instruksi pada pasien agar ia memberi tanda bila
- Mendengar suara mendengung saat tangkai garpu tala diletakkan pada
tulang mastoid.
- Suara tersebut sudah tidak terdengar lagi (menghilang).
92
- Mendengar suara mendengung saat garpu tala diletakkan di depan
meatus acusticus externus (MAE).
3. Getarkan garpu tala frekuensi 256 Hz dengan salah satu ujungnya pada tepi
telapak tangan.
4. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus salah satu telinga
pasien.
5. Apabila pasien sudah tidak mendengar suara garpu tala, pindahkan garpu
tala ke depan MAE pada telinga yang sama.
6. Catatlah lamanya waktu saat pasien mendengar suara garpu tala melalui
hantaran tulang dan saat melalui hantaran udara.
Tes Webber
Tujuan pemeriksaan untuk menentukan gangguan pendengaran monoaural
bersifat konduksi atau sensorineural dengan membandingkan hantaran tulang
pada kedua telinga. Pada keadaan normal tidak akan terjadi lateralisasi atau
suara garpu tala akan terdengar sama kuat pada kedua telinga.
Interpretasi:
- Lateralisasi (+), bila suara garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga.
- Tuli konduksi, bila lateralisasi ke arah telinga yang sakit
93
- Tuli sensorineural, bila lateralisasi ke arah telinga yang normal.
Alat:
- Garpu tala dengan frekuensi 512 Hz
Cara Pemeriksaan:
1. Mintalah pada pasien untuk mendengarkan suara mendengung dari garpu tala
dan membandingkan suara yang didengar oleh kedua telinga.
2. Getarkan garpu tala 512 Hz dengan dengan salah satu ujungnya pada tepi
telapak tangan.
3. Letakkan tangkai garpu tala pada puncak kepala pasien di garis median.
4. Tanyakanlah kepada pasien, apakah suara mendengung dari garpu tala
terdengar sama kuatnya di kedua telinga atau terdengar lebih keras pada
salah satu sisi.
94
- Schwabach memendek, bilapasien sudah tidak mendengar suara garpu tala
dan pemeriksa masih mendengar suara garpu tala. Hal ini menunjukkan
adanya tuli sensorineural.
- Schwabach memanjang, bila pemeriksa sudah tidak mendengar suara garpu
tala sedangkan pasien masih mendengar. Hal ini menunjukkan adanya tuli
konduksi.
Alat:
- Garpu tala dengan frekuensi 128 Hz
Cara pemeriksaan:
1. Mintalah pada pasien untuk mendengarkan suara mendengung dari garpu
tala.
2. Berikan instruksi pada pasien agar ia memberi tanda bila:
- Mendengar suara mendengung saat tangkai garpu tala diletakkan pada
tulang mastoid.
- Suara tersebut sudah tidak terdengar lagi (menghilang).
3. Getarkan garpu tala frekuensi 128 Hz dengan salah satu ujungnya pada tepi
telapak tangan.
4. Letakkan tangkai garpu tala yang bergetar pada prosesus mastoideus pasien
sampai pasien memberi tanda bahwa suara garpu tala sudah menghilang.
5. Letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus pemeriksa.
6. Dengarkan suara garpu tala yang mendengung.
96
2. Pemeriksaan Dalam
Alat:
- Lampu kepala (head lamp)
- Spekulum hidung
Cara pemeriksaan:
Rhinoskopi anterior
a. Angkat dagu pasien sedikit.
b. Pegang tangkai spekulum kemudian masukkan spekulum secara lembut
ke dalam vestibulum dengan mulut spekulum dalam keadaan tertutup.
c. Bukalah spekulum hidung hati-hati dengan saat sudah berada dalam
hidung dengan menekan tangkai spekulum.
d. Arahkan sinar yang berasal dari head lamp ke dalam vestibulum.
e. Amati keadaan mukosa, konka, silia, tulang hidung, polip, sekret, benda
asing, kelembaban.
f. Setelah selesai keluarkan spekulum secara hati-hati dengan mulut
spekulum masih dalam keadaan terbuka.
Pemeriksaan transiluminasi
Alat:
- Senter/penlight
97
Cara pemeriksaan
a. Membuat ruangan menjadi betul-betuk gelap.
b. Pada sinus frontalis
- Letakkan lampu senter dibawah alis dekat hidung, dan menutupi
cahayanya dengan tangan yang lain.
- Memeriksa adanya sinar merah redup pada dahi.
c. Pada sinus maksilaris
- Mintalah pasien untuk membuka mulut lebar-lebar.
- Meletakkan senter pada bawah mata dan mengarahkan sinar ke arah
bawah.
- Memeriksa adanya sinar merah redup pada palatum durum.
Interpretasi: Normal: adanya pancaran cahayanya
Tidak adanya pancaran cahaya memberi kesan adanya
mukosa yang menebal atau sekresi pada sinus maksilaris.
Cara pemeriksaan:
a. Melakukan inspeksi pada bibir.
b. Meminta penderita untuk membuka mulut.
c. Melakukan inspeksi mukosa bukal dengan bantuan lampu senter dan
spatula lidah.
d. Melakukan pemeriksaan gusi dan gigi.
e. Melakukan pemeriksaan atap mulut.
f. Melakukan pemeriksaan lidah :
− Inspeksi
• Dorsum lidah.
• Meminta pasien untuk menjulurkan lidah.
• Melakukan inspeksi sisi samping lidah bersamaan dengan sisi
bawah lidah dan dasar mulut.
− Palpasi
• Menjelaskan pada pasien maksud pemeriksaan.
• Memakai sarung tangan.
• Memegang ujung lidah penderita dengan dialasi kain kassa.
• Menggerakkan lidah ke kanan dan ke kiri sambil mempalpasi sisi
lidah dengan tangan kiri.
99
Gambar 52. Teknik Palpasi Lidah
2. Pemeriksaan Orofaring
a. Meminta penderita untuk membuka mulut (tanpa menjulurkan lidah).
b. Menekan bagian lidah yang melendung dengan spatula lidah, pada linea
mediana.
c. Orofaring dapat terlihat, tanpa menimbulkan reflex muntah.
d. Meminta penderita untuk mengatakan “aahh”.
e. Menyingkirkan spatula yang sudah dipakai untuk dicuci dan disterilkan.
3. Rinoskopi Posterior
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no 2-4. Kaca ini
dipanaskan dulu dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya di air
panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh nafas pasien. Sebelum dipakai
harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa apakah tidak terlalu panas.
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui
mulut kemudian kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah
kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta bernafas melalui hidung. Perlu
diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring supaya
pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca
tenggorok dan diperhatikan:
a. Septum nasi bagian belakang
b. Nares posterior (koana)
c. Sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
100
d. Dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka
superior, konka media dan konka inferior.
e. Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing,
perhatikan muara tuba, torus tubarius dan fossa rossen muller
F. PEMERIKSAAN LEHER
1. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi
Perhatikan simetris atau tidaknya, ada massa atau luka,pembesaran
kelenjar parotis dan submandibula, thyroid atau pembesaran noduli
limfatisi (nnll), ada tidaknya kista congenital.
b. Palpasi
- Trakhea.
Untuk orientasi carilah tiroid dan kartilago cricoid, trakea terletak di
bawahnya. Perhatikan adanya deviasi dari garis tengah, kemudian
rasakan dengan meletakkan jari sepanjang satu sisi dari trakea lalu
perhatikan ruang antara trakea dan sternomastoid, bandingkan
dengan sisi satunya, harus simetris.
101
Gambar 54. Pemeriksaan Trakea
102
Gambar 57. Kelenjar Limfe di Leher
- Kelenjar Tiroid
Inspeksi
Tengadahkan kepala pasien ke belakang, gunakan cahaya tangensial
yang diarahkan ke bawah dari ujung dagu pasien, inspeksi daerah di
bawah cricoid untuk memeriksa kelenjar.
Palpasi Kelenjar tiroid
• Posisikan pemeriksa dibelakang penderita
• Letakkan tangan pemeriksa setinggi kartilago tiroid
• Rasakan bagian-bagian kelenjar tiroid, simetrisitas, apakah
terdapat nodul, pembesaran, nyeri
• Apabila didapatkan pembesaran, untuk memastikan apakah
pembesaran itu berasal dari kelenjar tiroid mintalah pasien untuk
menelan. Apabila pembesaran mengikuti gerakan tiroid maka
pembesaran tersebut berasal dari kelenjar tiroid.
103
Gambar 58. Palpasi kelenjar Tiroid
Lesson Plan
NO KEGIATAN WAKTU
- Instruktur memperkenalkan diri
1 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan
2 - Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik 10 menit
keterampilan yang akan dipelajari
- Meminta salah seorang mahasiswa untuk menayangkan
video pemeriksaan fisik THT-KL
3 - Meminta mahasiswa untuk refleksi 80 menit
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
Penutup
4 5 menit
Diskusi
104
Langkah Kerja Pemeriksaan THT-KL
NO KEGIATAN Ya Tidak
1. PEMERIKSAAN FISIK KEPALA
1. Inspeksi
Lakukan inspeksi dengan menilai:
- Bentuk kepala dan kesimetrisan tulang tengkorak dan
wajah
- Posisi dan pergerakkan kepala
- Ekspresi wajah
- Warna dan keadaan kulit disekitar wajah dan kepala.
- Keadaan rambut
2. Palpasi
Lakukan palpasi dengan lembut pada daerah kepala untuk
menilai:
- Tulang tengkorak dan wajah
- Kulit di sekitar kepala dan wajah
- Rambut
- Otot-otot sekitar wajah
2.
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA
1. Pemeriksaan Morfologi Bagian Luar
1. Inspeksi aurikula
- Amati mengenai ukuran, bentuk, simetrisitas,
permukaan, warna, dan posisi aurikula.
- Periksa permukaan lateral dan medial serta jaringan
di sekelilingnya, perhatikan warna, deformitas, lesi
dan nodul.
2. Palpasi aurikula dan area mastoid.
- Lakukan palpasi aurikula dan area mastoid untuk
menilai pembengkakan, benjolan, atau nodul.
Pembengkakan di area mastoid menunjukkan
adanya mastoiditis.
- Konsistensi aurikula harus lunak, mobile (mudah
digerakan), tanpa nodul. Bila dilipat ke depan
segera kembali ke posisi semula.
- Bila ditarik secara lembut di lobulusnya tidak
menimbulkan sakit. Jika timbul rasa sakit, terdapat
inflamasi pada kanalis auditorius eksternus.
3.
PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN
A. Tes Rinne
Alat :
- Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz
- Jam tangan
Cara pemeriksaan:
1. Mintalah pada pasien untuk mendengarkan suara
mendengung dari garpu tala.
2. Berikan instruksi pada pasien agar ia memberi tanda
bila
➢ Mendengar suara mendengung saat tangkai
garpu tala diletakkan pada tulang mastoid.
➢ Suara tersebut sudah tidak terdengar lagi
(menghilang).
➢ Mendengar suara mendengung saat garpu tala
diletakkan di depan meatus acusticus externus
(MAE).
3. Getarkan garpu tala frekuensi 256 Hz dengan salah
satu ujungnya pada tepi telapak tangan.
4. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus
mastoideus salah satu telinga pasien.
5. Apabila pasien sudah tidak mendengar suara garpu
tala, pindahkan garpu tala ke depan MAE pada
telinga yang sama.
6. Catatlah lamanya waktu saat pasien mendengar
suara garpu tala melalui hantaran tulang dan saat
melalui hantaran udara.
B. Tes Webber
Alat:
- Garpu tala dengan frekuensi 512 Hz
Cara Pemeriksaan:
1. Mintalah pada pasien untuk mendengarkan suara
mendengung dari garpu tala dan membandingkan
suara yang didengar oleh kedua telinga.
2. Getarkan garpu tala 512 Hz dengan dengan salah
satu ujungnya pada tepi telapak tangan.
3. Letakkan tangkai garpu tala pada puncak kepala
pasien di garis median.
106
4. Tanyakanlah kepada pasien, apakah suara
mendengung dari garpu tala terdengar sama
kuatnya di kedua telinga atau terdengar lebih keras
pada salah satu sisi.
C. Tes Schwabach
Alat:
Garpu tala dengan frekuensi 128 Hz
Cara pemeriksaan:
1. Mintalah pada pasien untuk mendengarkan suara
mendengung dari garpu tala.
2. Berikan instruksi pada pasien agar ia memberi
tanda bila:
- Mendengar suara mendengung saat tangkai
garpu tala diletakkan pada tulang mastoid.
- Suara tersebut sudah tidak terdengar lagi
(menghilang).
3. Getarkan garpu tala frekuensi 128 Hz dengan salah
satu ujungnya pada tepi telapak tangan.
4. Letakkan tangkai garpu tala yang bergetar pada
prosesus mastoideus pasien sampai pasien
memberi tanda bahwa suara garpu tala sudah
menghilang.
5. Letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus
4. pemeriksa.
6. Dengarkan suara garpu tala yang mendengung.
B. Pemeriksaan transiluminasi
Alat:
- Senter/penlight
Cara pemeriksaan :
1. Membuat ruangan menjadi betul-betuk gelap.
2. Pada sinus frontalis
- Letakkan lampu senter dibawah alis dekat hidung,
dan menutupi cahayanya dengan tangan yang
lain.
- Memeriksa adanya sinar merah redup pada dahi.
3. Pada sinus maksilaris
- Mintalah pasien untuk membuka mulut lebar-
lebar.
5. - Meletakkan senter pada bawah mata dan
mengarahkan sinar ke arah bawah.
- Memeriksa adanya sinar merah redup pada
palatum durum.
Cara pemeriksaan:
1. Melakukan inspeksi pada bibir.
2. Meminta penderita untuk membuka mulut.
3. Melakukan inspeksi mukosa bukal dengan bantuan lampu
108
senter dan spatula lidah.
4. Melakukan pemeriksaan gusi dan gigi.
5. Melakukan pemeriksaan atap mulut.
6. Melakukan pemeriksaan lidah :
a. Inspeksi
− Dorsum lidah.
− Meminta pasien untuk menjulurkan lidah.
− Melakukan inspeksi sisi samping lidah bersamaan
dengan sisi bawah lidah dan dasar mulut.
b. Palpasi
− Menjelaskan pada pasien maksud pemeriksaan.
− Memakai sarung tangan.
− Memegang ujung lidah penderita dengan dialasi
kain kassa.
− Menggerakkan lidah ke kanan dan ke kiri sambil
mempalpasi sisi lidah dengan tangan kiri.
7. Pemeriksaan Orofaring
a. Meminta penderita untuk membuka mulut (tanpa
menjulurkan lidah).
b. Menekan bagian lidah yang melendung dengan
spatula lidah, pada linea mediana.
c. Orofaring dapat terlihat, tanpa menimbulkan reflex
muntah.
d. Meminta penderita untuk mengatakan “aahh”.
e. Menyingkirkan spatula yang sudah dipakai untuk
dicuci dan disterilkan.
8. Rinoskopi Posterior
Alat : kaca tenggorok no.2-4
Cara Pemeriksaan :
1. Panaskan kaca dengan lampu spritus atau dengan
merendamkannya di air panas. Sebelum dipakai harus
diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa apakah
tidak terlalu panas.
2. Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien
bernafas melalui mulut kemudian kaca tenggorok
dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke
atas.
3. Setelah itu pasien diminta bernafas melalui hidung.
Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding
posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk
muntah. Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca
tenggorok dan diperhatikan:
- Septum nasi bagian belakang
- Nares posterior (koana)
6. - Sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
- Dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral
maka tampak konka superior, konka media dan
konka inferior.
109
- Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior dapat dilihat
nasopharing, perhatikan muara tuba, torus tubarius
dan fossa rossen muller
− Kelenjar Tiroid
• Inspeksi
➢ Tengadahkan kepala pasien ke belakang,
gunakan cahaya tangensial yang diarahkan ke
bawah dari ujung dagu pasien,
➢ Inspeksi daerah di bawah cricoid untuk
memeriksa kelenjar.
• Palpasi
➢ Posisikan pemeriksa dibelakang penderita
➢ Letakkan tangan pemeriksa setinggi kartilago
tiroid
➢ Rasakan bagian-bagian kelenjar tiroid,
simetrisitas, apakah terdapat nodul,
pembesaran, nyeri
➢ Apabila didapatkan pembesaran, untuk
memastikan apakah pembesaran itu berasal dari
kelenjar tiroid mintalah pasien untuk menelan,
jika pembesaran mengikuti gerakan tiroid maka,
pembesaran tersebut berasal dari kelenjar tiroid.
110
Daftar Pustaka
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and
History Taking. 11th ed. JB. Lippincott, Philadelphia, 2013
2. Seidel, H.M; Ball, J.W; Dains, J.E; Benedict, G.W. Mosby’s Guide to Physical
Examination. Edisi 8. Mosby Elsevier. Missouri; 2011.
3. Douglas G, Nicol F. Macleod’s Clinical Examination. 13th Edition. China:
Elsevier. 2013. Hlm 258-333
4. Talley NJ, O’Connor S. Clinical Examination: A Systematic Guide to Physical
Diagnosis. Edisi ke-6. China: Elsevier. 2010. Hlm 323-71
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
China: Elsevier, 2011.
111
INTEGRATED PATIENT MANAGEMENT (IPM) SISTEM INDERA
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan IPM, diharapkan mahasiswa mampu:
4. Menggali riwayat penyakit pada pasien terkait kasus.
5. Melakukan pemeriksaan fisik yang terkait pada kasus.
6. Menginterpretasikan hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik pada kasus.
112
Pelaksanaan Pembelajaran online
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri
- Mengenal nama mahasiswa 5 menit
- Menjelaskan tujuan latihan
2 - Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik 5 menit
keterampilan yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba
melakukan Integrated Patient Management secara
15 menit
daring
6 Penutup 5 menit
113