Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

BLOK ELEKTIF

HIPERTENSI SEBAGAI FAKTOR RISIKO STROKE PADA


LANSIA DI PANTI SOSIAL WERDHA BAKTI MULIA I
CIPAYUNG

Disusun Oleh:

Rosihayati

1102015208

Kelompok 1 Bidang Kepeminatan Geriatri

Dosen Pembimbing:

dr.Yurika Sandra, M.Biomed

Fakultas Kedokteran

Universitas YARSI Jakarta

2019
ABSTRAK
Latar belakang: pada lanjut usia seringkali diagnosis lebih banyak dan gejala yang timbul
tidak khas akibat penurunan fungsi fisiologis saja. Stroke merupakan serangan mendadak dari
defisiensi neurologis yang banyak diakibatkan oleh hipertensi. Pada lanjut usia stroke menjadi
salah satu penyebab jatuh yang dapat mengakibatkan terjadadinya fraktur.Tujuan: mengetahui
pengaruh hipertensi terhadap kejadian stroke pada lansia dan menurut pandangan islam.Metode:
wawancara dan observasi. Study design: case report. Presentasi kasus: Seorang perempuan
berinisial Ny. N berusia 65 tahun, keadaan umum compos mentis. Pasien mengeluh terkena stroke
pada lengan dan tungkai kiri sudah 1 tahun, pusing di bagian tengkuk dan mudah lelah. Pasien
memiliki riwayat jatuh berulang yang mengakibatkan tungkai kanan pasien patah. Saat berjalan
pasien selalu menggunakan alat bantu tongkat. Setelah mengkonsumsi sayur asam dan ikan asin
pasien mengaku mengalami pusing dan terjatuh. Tatalaksana pasien saat ini hanya meminum obat
anti hipertensi 2 kali sehari, sudah tidak melakukan terapi stroke, dan tidak melakukan reposisi
fraktur hanya melakukan pemijatan rutin.Diskusi: faktor resiko terjadinya stroke terbanyak adalah
hipertensi. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan peningkatan TIK dan menimbulkan
kerusakan otak. Kerusakan otak kanan dapat menimbulkan paralisis sisi kanan dan sebaliknya.
Akibat stroke keseimbangan tubuh terganggu yang rentan terjadinya jatuh dan timbul fraktur.
Kesimpulan: Hipertensi mempengaruhi terjadinya stroke dan kurangnya perawatan dapat
menimbulkan jatuh serta terjadinya fraktur.

Kata Kunci: Lansia, Hipertensi, Stroke, Jatuh, Fraktur.

ABSTRACT
Background: at an advanced age more diagnosis and problems that arise are not typical of a
decrease in physiological function alone. Stroke is a sudden attack of neurological deficiency
which is caued by hypertension. In the elderly stroke is one of the causes of falls that can occur
pinched from the fracture. Objective: find out the effect of hypertension on the incidence of stroke
in the elderly and in the view of Islam Methods: interview and observation. Study design: case
report. Case presentation: A woman with the initials Ny. N is 65 years old, general condition is
compos mentis. Patients complained of having had a stroke in the left arm and leg for 1 year,
dizziness in the nape of the neck and fatigue. The patient has a history of repeated falls which
results in the patient's right leg being broken. When walking the patient always uses a walking
stick. After consuming tamarind and salted fish patients admitted to experiencing dizziness and
falls. The management of patients currently only takes antihypertensive drugs 2 times a day, has
not done stroke therapy, and does not do repositioning the fracture just do a routine
massage.Discussion: most risk factors can be due to hypertension. Hypertension that can increase
ICT and increase brain damage. Damage to the right brain can cause right-sided paralysis and
vice versa. As a result of stroke the body's balance is avoided which is prone to fall and fracture
arises. Conclusion: Hypertension that has a greater and easier impact than a better fraction.
Keywords: Elderly, Hypertension, Stroke, Fall, Fracture.

PENDAHULUAN
Jenis-jenis penyakit/diagnosis pada usia lanjut seringkali lebih banyak dan
gejala yang timbul tidak khas akibat dari penurunan fisiologik serta berbagai
keadaan patologik yang bercampur menjadi satu. Ditambah lagi dengan adanya
pengaruh lingkungan dan sosial-ekonomi serta gangguan psikis (Boedhi Darmojo,
2011). Kemunduran fungsi organ tubuh khususnya pada lansia menyebabkan

2
kelompok ini rawan terhadap serangan berbagai penyakit kronis, seperti Diabetes
Melitus (DM), stroke, gagal ginjal, kanker, hipertensi dan jantung (Destiara HZ
dan Riris DR, 2017). Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia
55-64 tahun, 57,6% pada usia 65-74 tahun dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun
(Infodatin Kemenkes RI, 2016).
Hipertensi merupakan persistensi tekanan darah di atas atau sama dengan
140/90 mmHg (Mohammad Yogiantoro, 2014). Dimana hipertensi menjadi salah
satu faktor resiko stroke tersering dan sebagian besar kasus hipertensi dapat
diobati, sehingga penurunan tekanan darah ke tingkat normal akan mencegah
terjadinya stroke (Sylvia AP dan Lorraine MW, 2005). Penyandang hipertensi
akan mengalami stroke iskemik (50%) maupun stroke perdarahan (60%) dan pada
usia >65 tahun penyandang hipertensi memiliki resiko 1,5 kali lebih tinggi
dibandingkan normotensi (Al Rasyid dkk, 2017). Stroke didefinisikan sebagai
serangan mendadak dari defisiensi neurologis berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menyebabkan kematian (Lesley KB et all, 2012) yang ditandai dengan
gangguan fokal atau global (Iona Murdoch et all, 2015).
Pada usia lanjut jatuh sering terjadi oleh beberapa faktor yaitu gangguan
penglihatan, pendengaran, fungsi vestibuler, proprioseptif, penyakit Sistem Saraf
Pusat (Stroke, parkinson, hidrosefalus tekanan normal), kognitif (dementia),
gangguan muskuloskeletal, obat-obatan, dan kecelakaan (Boedhi Darmojo, 2011).
Trauma yang disebabkan jatuh pada lansia dapat mengakibatkan fraktur dan
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dapat juga terjadi di daerah lain
(Zairin Noor, 2016). Berdasarkan hal tersebut, laporan kasus ini bertujuan untuk
membahas pengaruh hipertensi pada stroke terhadap lansia dan pandangan
menurut Islam.

PRESENTASI KASUS
Seorang perempuan berinisial Ny. N berusia 65 tahun, keadaan umum
compos mentis. Pasien mengeluh terkena stroke pada lengan dan tungkai kiri
sudah 1 tahun, kadang pusing di bagian tengkuk dan mudah lelah. Pasien
memiliki riwayat jatuh berulang yang mengakibatkan tungkai kanan pasien patah.

3
Saat berjalan pasien selalu menggunakan alat bantu tongkat. Setelah
mengkonsumsi sayur asam dan ikan asin pasien mengaku mengalami pusing dan
terjatuh, diduga pasien mengalami hipertensi dikarenakan pasien memiliki riwayat
hipertensi pada keluarganya. Pada pemeriksaan saat ini TD 100/70 mmHg, suhu
badan 36,50C, nadi 75x/menit, RR 18x/menit, BB 65 kg, MMSE (Mini Mental

1111∨5555
Status Exam) 19, GCS E4M6V5, kekuatan otot , leher tidak ada
3333∨5555
benjolan, suara jantung dan paru normal, dada simetris, abdomen lunak dan
cembung. Tatalaksana pasien saat ini hanya meminum obat antihipertensi 2 kali
sehari, sudah tidak melakukan terapi stroke, dan tidak melakukan reposisi fraktur
hanya melakukan terapi pemijatan rutin.

DISKUSI
Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun,
57,6% pada usia 65-74 tahun dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun (Infodatin
Kemenkes RI, 2016).

Definisi hipertensi merupakan persistensi tekanan darah di atas atau sama dengan
140/90 mmHg. Menurut JNC-7 (The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure) hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan Tabel 1 (M Yogiantoro,
2014).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-7 (The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure)
Tahap Sistolik Diastolik
Normal < 120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 Atau 90-99

4
Hipertensi Stage 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan


seseorang menderita hipertensi diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis
kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas,
stress, konsumsi garam, merokok dan konsumsi alkohol. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri tetapi
secara bersama-sama (Yonata A dan Arif SPP, 2016).

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada


masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-
gejala tersebut yaitu sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo),
jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging
(tinnitus), dan mimisan (Infodatin Kemenkes RI, 2014).

Pada kasus Ny.N 65 tahun mengkonsumsi sayur asam dan ikan asin
kemudian pasien merasa pusing dan terjatuh, diduga pasien mengalami hipertensi
dikarenakan pasien memiliki riwayat hipertensi di keluarganya. Pada kasus
tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka pasien memiliki faktor resiko usia,
konsumsi garam, dan genetik. Pada pemeriksaan Tekanan Darah (TD) pasien saat
ini yaitu 100/70 mmHg. Berdasarkan klasifikasi JNC-7 di atas pasien sudah
dalam kategori normal, penulis menganggap ini dikarenakan pasien sudah
mengkonsumsi obat antihipertensi dan tekanan darah yang diperiksa tidak pada
saat pasien mengalami keluhan.

Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang


menunjukan adanya hubungan faktor risiko tersebut dengan penurunan fungsi
kognitif (Janiffer FW dkk, 2016). Pasien usia lanjut yang menderita hipertensi
lebih dari lima tahun dapatkan menderita penurunan fungsi kognitif (Taufik,
2014). Fungsi kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional,
termasuk proses belajar, mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memperhatikan (Herlina, 2010). Untuk memeriksa status fungsi kognitif dapat

5
menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination) yaitu pemeriksaan yang
berupa 30 point-test terhadap fungsi kognitif berisi uji orientasi, memori kerja,
memori episodik dan bahasa (Janiffer FW dkk, 2016). Berikut adalah lembar
penilaian MMSE (Folstein et all, 1975)

Total
25-30 : Normal
20-25 : Penurunan kognitif ringan
10-20 : Penurunan kognitif sedang
0-10 : Penurunan kognitif berat
Pada kasus Ny.N memiliki hasil pemeriksaan MMSE : 19, sesuai dengan
tinjauan pustaka di atas pasien memiliki penurunan fungsi kognitif sedang.

6
Pada suatu penelitian membuktikan bahwa hipertensi kronik dapat
menyebabkan terbentuknya aneurisma pada pembuluh darah kecil di otak. Proses
turbulensi aliran darah mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid, herniasi
arteriol dan ruptur tunika intima sehingga terbentuk mikroaneurisma (Charcot-
Bouchard). Pada kasus hipertensi tekanan darah meningkat berbulan-bulan atau
bertahun-tahun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hialinisasi pada dinding
pembuluh darah, dan akan kehilangan elastisitasnya. Kondisi ini bahaya karena
pembuluh darah serebral tidak lagi bisa menyesuaikan diri dengan fluktuasi
tekanan darah sistemik. Jika terjadi penurunan tekanan darah sistemik secara
mendadak menyebabkan iskemik jaringan otak. Sebaliknya jika terjadi
peningkatan tekanan darah sistemik yang hebat akan menyebabkan hiperemi,
edema, dan perdarahan yang kemudian akan menimbulkan peningkatan TIK serta
dapat merusak bagian otak (Al Rasyid dkk, 2017).

Menurut Harrel 1988 ada perbedaan kerusakan otak kiri dan kanan.
Kerusakan otak kiri dapat menimbulkan paralisis sisi kanan dan kerusakan otak
kanan dapat menimbulkan paralisis sisi kiri (Hadi Martono, 2014). Paralisis
merupakan hilangnya fungsi motor pada satu bagian tubuh (Shindy Okthavia,
2014).

Menurut Lumbantobing (2018) untuk memeriksa adanya kelumpuhan, kita


dapat menggunakan 2 cara yaitu yang pertama, pasien disuruh menggerakan
bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini; kedua,
pemeriksa menggerakan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan. Dari pemeriksaan tersebut kekuatan otot dapat dinyatakan dengan
menggunakan angka 0-5:

1 : Tidak didapatkan sedikitpun kontrasi otot; lumpuh total


2 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut
3 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
4 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat

7
5 : Di samping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan
yang diberikan
6 : Tidak ada kelumpuhan (normal)
Untuk mengecek apakah benar ada atau tidaknya paralisis (hilangnya fungsi
motor pada satu bagian tubuh), Ny. N dilakukan pemeriksaan kekuatan otot sesuai

1111∨5555
dengan tinjauan pustaka diatas. Di dapatkan hasil kekuatan otot yaitu
3333∨5555
, yang artinya pada ekstremitas atas kiri pasien didapatkan kekuatan otot 1111
(sesuai dari tinjauan pustaka artinya terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut) dan
pada ekstremitas kiri bawah didapatkan kekuatan otot 3333 (sesuai dari tinjauan
pustaka artinya pasien dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat). Dapat
disimpulkan bahwa pasien terbukti terdapat paralisis sisi kiri dan sesuai dengan
tinjauan pustaka di atas bahwa kerusakan yang terjadi pada otak pasien adalah
pada otak kanannya.

Saat ini pasien sudah tidak melakukan terapi medis pada kondisi strokenya
dikarenakan tidak menimbulkan efek yang baik dan pasien hanya melakukan
terapi pijat secara rutin. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Luqman, dkk
(2017) mengenai terapi pijat pada pasien post stroke didapatkan hasil sebagai
berikut:

1. Ada perubahan yang dirasakan pasien setelah terapi pijat:


a. Perubahan fisik: merasa lebih bertenaga, pergerakan tubuh menjadi lebih
enak dan badan terasa normal.
b. Perubahan psikologis: merasa lebih lega dan nyaman.
2. Didapatkan 2 dari 10 pasien sudah dapat beraktivitas seperti biasa kembali
setelah terapi pijat.
3. Didapatkan 3 dari 10 pasien merasakan ada perubahan dan perbaikan pada
bagian dulu yang cacat.
4. Didapatkan 5 dari 10 pasien merasa lebih ringan, tidak ada beban, bahagia,
serta badan dan pikiran mejadi lebih enak.

8
5. Didapatkan 3 dari 10 pasien melakukan terapi kombinasi alternatif (pijat) dan
medis (fisioterapi) dinyatakan tidak memberikan manfaat yang berarti pada
proses penyembuhan.

Berdasarkan hal tersebut efek yang ditimbulkan dari terapi pijat sesuai pada
penelitian di atas sudah dapat dirasakan oleh pasien yaitu adanya perubahan fisik
seperti sudah dapat melakukan aktivitas secara mandiri walaupun masih ada
beberapa aktivitas yang harus dibantu oleh perawat dan sudah mulai terjadi
pemulihan pada fisik yang mengalami kecacatan.

Ny.N mengeluh sering mengalami jatuh hingga terjadinya fraktur pada


tungkai kanan diakibatkan adanya paralisis pada ekstremitas dan kurangnya
perawatan yang intens. Sesuai dengan tinjauan pustaka berikut faktor resiko jatuh
yaitu gangguan penglihatan, pendengaran, fungsi vestibuler, proprioseptif,
penyakit sistem saraf pusat (stroke, parkinson, hidrosefalus tekanan normal),
kognitif (dementia), gangguan muskuloskeletal, obat-obatan dan kecelakaan
(Boedhi Darmojo, 2011). Akibat yang ditimbulkan oleh jatuh tidak jarang tidak
ringan, seperti cedera kepala, cedera jaringan lunak sampai dengan patah tulang
(Siti Setiati dkk, 2014).

Menurut Zairin Noor (2016), fraktur atau patah tulang secara klinis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Fraktur tertutup: fraktur dimanakulit tidak tembus oleh fragmen tulan,


sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka: fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam atau
dari luar.
3. Fraktur dengan komplikasi: fraktur yang disertai komplikasi misalnya
malunion, delayed union, nonunion, dan infeksi tulang.

9
Pada Ny. N menurut tinjauan pustaka mengalami fraktur tertutup karena tidak
ada tulang yang menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar dengan
lingkungan.

Menurut Zairin Noor (2016) pengelolaan fraktur secara umum mengikuti


prinsip 4R (Rekognisi, Reduksi, Retensi, dan Rehabilitasi):

1. Rekognisi: pengenalan terhadap fraktur melalui penegakan berbagai


diagnosis yang mungkin untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
tentang fraktur.
2. Reduksi atau reposisi: suatu tindakan mengembalikan posisi fragmen-
fragmen tulang yang mengalami fraktur seoptimal mungkin ke keadaan
semula.
3. Retensi: mempertahankan kondisi reduksi selama masa penyembuhan.
4. Rehabilitasi: yang bertujuan untuk mengembalikan posisi tulang yang patah
ke keadaan normal dan tanpa mengganggu proses fiksasi.

Menurut buku yang ditulis oleh Chairuddin Rasjad (2007), waktu


penyembuhan fraktur bervariasi secara individu dan berhubungan dengan
beberapa faktor pada penderita:

1. Umur penderita
Waktu penyembuhan pada anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal
ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada periosteum
dan endosteum dan berhubungan dengan proses remodelling tulang pada bayi
sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Disamping
itu konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhan
daripada fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya 2 kali lebih cepat dibanding fraktur yang bergeser.

10
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan
menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin nonunion.
5. Reduksi serta imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang
lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam
penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi
union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum, otot atau jaringan
fibrosa maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
8. Faktor adanya infeksi
Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur maka akan mengganggu terjadinya
proses penyembuhan.
9. Cairan Sinovia
Pada persendian terdapat cairan sinovia. Sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
10. Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak
Gerakan akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur tetapi gerakan yang
dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik akan mengganggu
vaskularisasi.

Tabel 2. Perkiraan Penyembuhan Fraktur Pada Orang Dewasa

Perkiraan Penyembuhan Fraktur Pada Orang Dewasa


Lokalisasi Waktu Penyembuhan
Phalanx/ metacarpal/metatarsal/costa 3-6 minggu
Distal radius 6 minggu

11
Diafisis ulna dan radius 12 minggu
Humerus 10-12 minggu
Klavikula 6 minggu
Panggul 10-12 minggu
Femur 12-16 minggu
Condylus femur/tibia 8-10 minggu
Tibia/fibula 12-16 minggu
Vertebra 12 minggu

Fraktur yang tidak ditangani dengan baik akan menimbukan komplikasi


yaitu fraktur dapat menyatu pada posisi yang buruk (malunion) dan sembuh
secara lambat (delayed union) atau tidak sama sekali (non-union). Kegagalan
menyatu mengakibatkan aliran darah yang buruk. Pada kasus ini ujung-ujung
tulang bertambah buruk. Gerakan kecil merangsang penyembuhan tulang.
Gerakan yang terlalu banyak menghasilkan banyak tulang baru, tetapi gagal
menjembatani celah. Graft tulang atau fiksasi kuat fraktur dapat diperlukan untuk
menangani union lambat atau non-union (Catherine S dan Christopher B, 2015).

Ny. N tidak melakukan reposisi pada frakturnya dan hanya di diamkan saja.
Sesuai dengan tinjauan pustaka di atas yaitu sesuai bertambahnya umur yang
semakin tua akan memperlambat proses penyembuhan fraktur, dikarenakan pasien
tidak melakukan reposisi dan fiksasi hanya akan menimbulkan komplikasi berupa
malunion atau nonunion.

Penyakit degeneratif secara sederhana dapat dikatakan sebagai penyakit


pada umur tua. Dalam Bahasa “degenerative” artinya kemunduran dan
mengalami perubahan pada usia tua. Al Qur’an telah menerangkan tentang
degeneratif merupakan proses yang dilalui oleh sebagian manusia seperti yang
diterangkan dalam QS.Al-Hajj 22: 5 dan QS.Yaasin 36: 68 (Hardisman, 2010).

‫اب ثُ َّم ِمن نُّ ۡطفَ ٖة‬ٖ ‫ث فَإِنَّا َخلَ ۡق ٰنَ ُكم ِّمن تُ َر‬ ِ ‫ب ِّم َن ۡٱلبَ ۡع‬ ٖ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن ُكنتُمۡ فِي َر ۡي‬
‫ض َغ ٖة ُّم َخلَّقَ ٖة َو َغ ۡي ِر ُم َخلَّقَ ٖة لِّنُبَي َِّن لَ ُكمۡۚ َونُقِرُّ فِي ٱأۡل َ ۡر َح ِام‬ ۡ ‫ثُ َّم ِم ۡن َعلَقَ ٖة ثُ َّم ِمن ُّم‬
‫†و ْا أَ ُش† َّد ُكمۡۖ َو ِمن ُكم َّمن‬ ٓ ‫خ ِر ُج ُكمۡ ِط ۡفاٗل ثُ َّم لِتَ ۡبلُ ُغ‬ †ۡ ُ‫†ل ُّم َس† ٗ ّمى ثُ َّم ن‬ ٖ †‫َما نَ َش†ٓا ُء إِلَ ٰ ٓى أَ َج‬
‫يُتَ َوفَّ ٰى َو ِمن ُكم َّمن يُ َر ُّد إِلَ ٰ ٓى أَ ۡر َذ ِل ۡٱل ُع ُم ِر لِ َك ۡياَل يَ ۡعلَ َم ِم ۢن بَ ۡع ِد ِع ۡل ٖم َش † ٗۡ‍ئ ۚا َوتَ † َرى‬

12
ۡ ۡ ۡ ۡ ‫نز ۡلنَا َعلَ ۡيهَا ۡٱل َمٓا َء‬ َ ‫ٱأۡل َ ۡر‬
ِ ۢ ‫ٱهتَ َّزت َو َربَت َوأَ ۢنبَتَت ِمن ُك ِّل َز ۡو‬
‫ج‬ َ َ‫ض هَا ِم َد ٗة فَإِ َذٓا أ‬
٥ ‫يج‬
ٖ ‫بَ ِه‬
Artinya: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,
agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di
antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah.” (QS. Al-Hajj 22: 5)
َ ُ‫ق أَفَاَل يَ ۡعقِل‬ ۡ ۡ
٦٨ ‫ون‬ ِ ۚ ‫َو َمن نُّ َع ِّم ۡرهُ نُنَ ِّك ۡسهُ فِي ٱل َخل‬
Artinya: “Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan.”
(QS. Yaasin 36: 68)

Tekanan darah tinggi dapat diturunkan melalui perubahan gaya hidup yaitu
dengan cara manajemen terhadap stress. Salah satu caranya adalah dengan teknik
relaksasi (Lipsky et all, 2008). Shalat merupakan salah satu aktivitas keagamaan
yang dapat merespon relaksasi melalui keimanan (Herbert Benson dan William
Proctor, 2000). Respon relaksasi lebih bekerja lebih dominan pada saraf
parasimpatis sehingga mengendorkan saraf yang tegang. Saraf parasimpatis
berfungsi mengendalikan denyut jantung untuk membuat tubuh rileks. Ketika
respon relaksasi dirasakan oleh tubuh, maka saraf parasimpatis akan
memperlambat detak jantung sehingga tekanan darah pun menurun (Junaidi,
2010).
Menurut sebuah penelitian oleh Dr. Louis Tobian, Jr dari Minnesota
University AS, membuktikan bahwa kurma dapat membantu menurunkan
tekanan darah serta bisa mencegah stroke secara langsung bagaimana pun
kondisi tekanan darah seseorang. Penelitian lain juga telah membuktikan bahwa
membaca Al-Qur'an setelah maghrib dan sesudah subuh itu dapat meningkatkan
kecerdasan otak sampai 80% karena saat tersebut terjadi pergantian dari siang ke

13
malam dan dari malam kesiang hari di samping itu ada tiga aktifitas sekaligus
yang dilakukan yaitu membaca, melihat dan mendengar. Dalam sebuah penelitian
lainnya disebutkan bahwa sebagian orang yang terkena stroke setelah rajin
membaca dan mendengar bacaan Al-Qur’an secara rutin, didapatkan memori
verbalnya meningkat sebanyak 60% (Muhammad Isman Jusuf , 2012).

Salah satu pembahasan akhlak dalam Al-Qur’an adalah birrul walidain


(berbuat baik kepada orang tua). Agama Islam sangat memperhatikan, menghargai
dan menghormati hak itu, sehingga menekankan kepada umatnya untuk
mengamalkan dengan baik. Hak yang sangat penting di antara sekian banyak hak
itu ialah hak orang tua, karena perantaraan mereka kita hadir di dunia, mengasuh,
mendidik dan membesarkan, hingga kita menjadi manusia yang berguna. Oleh
sebab itu kita wajib menyayangi, menghormati dan membahagiakan keduanya,
serta mendoakan kebahagiaannya di dunia dan akhirat (Ahmad Isa Asyur, 1988).
Menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas, seorang anak meskipun telah
berkeluarga tetap wajib berbakti kepada orangtuanya. Sesuai dalam QS. Al Isra’
17: 23-24, Allah ta’ala berfirman:

َ †َ‫ك ۡٱل ِكب‬


‫†ر أَ َح† ُدهُ َمٓا‬ َ ‫ض ٰى َربُّكَ أَاَّل ت َۡعبُ ُد ٓو ْا إِٓاَّل إِيَّاهُ َوبِ ۡٱل ٰ َولِد َۡي ِن إِ ۡح ٰ َسنً ۚا إِ َّما يَ ۡبلُغ ََّن ِعن َد‬
َ َ‫۞وق‬
َ
‫ض لَهُ َم†ا‬ ۡ َّ
ۡ ِ‫ َوٱخف‬٢٣ ‫ف َواَل تَنهَ ۡرهُ َما َوقُل لهُ َم††ا قَ ۡ†واٗل َك ِريمٗ ا‬ ۡ ُ
ّ ٖ ‫أَ ۡو ِكاَل هُ َما فَاَل تَقُل لهُ َمٓا أ‬
َّ
٢٤ ‫يرا‬ ٗ ‫ص ِغ‬ َ ‫ٱلذ ِّل ِمنَ ٱلر َّۡح َم ِة َوقُل رَّبِّ ۡٱر َحمۡ هُ َما َك َما َربَّيَانِي‬ ُّ ‫َاح‬
َ ‫َجن‬
Artinya:
“23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, 24. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al Isra’ 17: 23-24)
Abu ‘Ashi mengabarkan kepada kami, ia berkata (Muhammad Luqman As-
Salafi, 2017):

14
Artinya:
“Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya dari kakeknya, “Aku bertanya kepada
Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapa aku berbakti?’ Beliau
bersabda,‘Ibumu’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu?’ ‘Ibumu’ jawab beliau. Aku bertanya
lagi, ‘Lalu?’ beliau menjawab ‘Ibumu’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu?’ Beliau
menjawab, ‘Ayahmu, lalu orang yang terdekat, lalu yang terdekat.””

Kandungan Hadis di atas:


1. Kewajiban berbakti kepada kedua orangtua dan haramnya durhaka kepada
mereka.
2. Ridha Ibu lebih di dahulukan daripada ridha Ayah. Ibu lebih patut
diperlakukan dengan baik karena ia telah menjalani berbagai kesulitan ketika
hamil, melahirkan dan menyusui.
3. Perintah berbakti kepada sanak saudara dengan urutan kekerabatan mereka.

Bentuk-bentuk berbuat baik kepada orangtua yaitu (Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, 2002):
1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk
berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu
‘ain) dengan meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya
menangis.” [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i] Dalam riwayat lain
dikatakan : “Berbaktilah kepada kedua orang tuamu” [Hadits Riwayat Bukhari
dan Muslim]
2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut
Hendaknya dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara
dengan anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang

15
mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan ‘ah’ apalagi mencemooh
dan mencaci maki atau melaknat keduanya karena ini merupakan dosa besar dan
bentuk kedurhakaan kepada orang tua.
3. Tawadlu (rendah diri)
Tidak boleh kikir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai
jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan
membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong dengan memberi
makan, minum, pakaian dan semuanya.
4. Memerikan infak (shadaqah) kepada orang tua
Firman Allah SWT:

‫ين َو ۡٱليَ ٰتَ َم ٰى‬


َ ِ‫†ون قُ† ۡ†ل َم††ٓا أَنفَ ۡقتُم ِّم ۡن َخ ۡي† ٖر فَلِ ۡل ٰ َولِ† َد ۡي ِن َوٱأۡل َ ۡق† َرب‬
َ ۖ †ُ‫ك َما َذا يُنفِق‬َ َ‫سلُون‬ ‍َٔ†َٔۡ َ‫ي‬
٢١٥ ‫يم‬ٞ ِ‫وا ِم ۡن َخ ۡي ٖر فَإِ َّن ٱهَّلل َ ِب ِهۦ َعل‬ ْ ُ‫يل َو َما تَ ۡف َعل‬ ِ ۗ ِ‫ين َو ۡٱب ِن ٱل َّسب‬ِ ‫َو ۡٱل َم ٰ َس ِك‬
Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa
saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya
Allah Maha Mengetahuinya.” (QS.Al Baqarah 2: 215)

5. Mendo’akan orang tua


Sebagaimana dalam Firman Allah SWT:

‫†اح ٱل† ُّ†ذلِّ ِم َن ٱلر َّۡح َم† ِة َوقُ††ل رَّبِّ ۡٱر َحمۡ هُ َم††ا َك َم††ا َربَّيَ††انِي‬
َ †َ‫ض لَهُ َم††ا َجن‬ ۡ ‫َو‬
ۡ ِ‫ٱخف‬
ٗ ‫ص ِغ‬
٢٤ ‫يرا‬ َ
Artinya : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”” (QS. Al-Isra’17:
24)

Bila orang tua kita adalah orang kafir atau berlainan agama, jelasnya kedua
orang tua atau salah satunya adalah bukan orang Islam, maka urusan taat dan
berbakti kepada orang tua masih tetap wajib, karena masalah berbakti kepada
orang tua tidak terhalang dengan berlainan agama dan kepercayaan. Hanya saja, di
dalam urusan agama, orang tua tidak ikut campur karena kita tidak boleh taat
kepada manusia yang mengajak durhaka dan maksiat kepada Allah. Hal itu

16
dijelaskan bahwa taat kepada makhluk dalam perkara yang dilarang Allah tidak
diperbolehkan (Umar Hasyim, 2007).
Diantara bentuk-bentuk ‘Uqûqul Wâlidain yang merupakan lawan dari
birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua) yaitu (Abu Ismai’il Muslim al-
Atsari, 2013):
1. Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau
semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang
tua.
2. Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang
tua bersedih hati, apalagi sampai menangis.
3. Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.
4. Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Memandang sinis kepada orang tua (memandangnya dengan sikap
merendahkan, menghinakan, atau kebencian).
6. Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.
7. Memerintah orang tua.
8. Memberatkan orang tua dengan banyak permintaan.
9. Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.
10. Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau saat membutuhkan anaknya.

KESIMPULAN
Sesuai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh hipertensi
terhadap kejadian stroke yang akan mengakibatkan kerusakan pada otak.
Kerusakan otak kanan akan menimbulkan paralisis sisi kiri dan kerusakan pada
otak kiri akan menimbulkan paralisis sisi kanan. Akibat adanya paralisis akan
menimbulkan gangguan keseimbangan yang tidak jarang mengakibatkan jatuh.
Jatuh sering kali dapat megakibatkan fraktur. Pasien riwayat hipertensi dengan
stroke harus mendapat tatalaksana yang intensif sebaiknya pasien dilakukan
pemeriksaan lanjut untuk diagnosis stroke, hipertensi dan fraktur yang timbul
akibat jatuh. Menurut pandangan Islam proses degeneratif akan terjadi pada
sebagian manusia. Kebiasaan (perilaku, ibadah) dalam Islam dapat menjadi
pencegahan dan pengobatan stroke atau hipertensi.

17
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih kepada Panti Tresna Werdha Bakti Mulia I atas
kesempatannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan observasi
kepada lansia yang berada di panti.

DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an.2010.Al-Qur’an dan Terjemahan. Bandung: Jabal.
Al-Atsari AIM.2013.Dosa Durhaka Kepada Orang Tua, dalam: Majalah As-
Sunnah Edisi 8.Solo: Yayasan Lajnah Istiqomah.
As-Salafi, ML.2017.Al Adab Al Mufrad Jilid 1. Jakarta: Griya Ilmu.
Asyur AI.1988. Berbakti kepada Ibu-Bapak. Jakarta: Gema Insani Press.
Benson H dan William P.2000.Keimanan yang Menyembuhkan: Dasar-dasar
Respons Relaksasi.Bandung: Penerbit Kaifa.
Darmojo, B.2011.Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut usia) Edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Folstein et all. Mini mental state: A practical method for grading the cognitive
state of patient for the clinician, [online]. Tersedia:
https://www.heartandstroke.ca/-/media/pdf-files/canada/clinical-
update/allen-huang-cognitive-screening-toolkit.ashx?
la=en&hash=631B35521724C28268D0C2130D07A401E33CDBB0. [17
April 2019]
Hardisman.2010.Pencegahan Penyakit Degeneratif dan Pengaturan Makanan
Dalam Kajian Kedokteran dan Al-Qur’an, dalam: Majalah Kedokteran
Andalas, Vol.34, No.1, hh. 39-50.
Hasyim U.2007.Anak Saleh. Surabaya: Bina Ilmu.
Iona Murdoch, et all.2015.Geriatric Emergencies. United Kingdom: Wiley
Blackwell.
Junaidi, I.2010.Hipertensi: Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan.Jakarta:
PT.Buana Ilmu Populer.
Jusuf MI.2010.Islam Sehat dan Menyehatkan Sistem Saraf.Gorontalo: UNG Press.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI.2014.Infodatin Hipertensi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI.2016.Infodatin Situasi Lanjut Usia di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

18
Lesley KB, et all. 2012.Oxford Handbook Of Geriatric Medicine Second Edition.
United Kingdom: Oxford University Press.
Lipsky, et all.2008. American Medical Association Guide to Preventing and
Treating Heart Disease: Essential Information You and Your Family Neet
to Know About Having a Healthy Heart. United States of America:
American Medical Association.
Lumbantobing SM, 2018.Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Luqman, dkk.2017.Pengalaman pasien post-stroke dalam menjalani terapi pijat
alternatif di kota Lhokseumawe, Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol.5, No.1.
hh.60-71.
Martono, H.2014. Penatalaksanaan Stroke oleh Internis Berdasarkan Bukti Medis
(EBM), dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3, Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.
Noor, Z.2016.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Okthavia S.2014.Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Tingkat
Self Esteem Pada Penderita Pasca Stroke, Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan.Vol.3, No.2. hh.110-118.
Price SA dan Lorraine MW.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rasjad, C.2007.Pengantar Ilmu bedah Ortopedi. Ujung Pandang: Yarsif
Wartapone.
Rasyid, dkk.2017.Neurovaskular, dalam: Buku Ajar Neurologi 2. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI.
Swales C dan Christopher B.2015.At A Glance: Reumatologi, Ortopedi, dan
Trauma. Jakarta: Erlangga.
Taufik ES.2014.Pengaruh Hipertensi Terhadap Fungsi Kognitif.
Yazid.2002.Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, dalam: Kitab Birrul Walidain.
Jakarta: Darul Qolam.
Yogiantoro, M.2014.Pendekatan Klinis Hipertensi, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
Zaenurrohmah DH dan Riris DR.2017.Hubungan Pengetahuan dan Riwayat
Hipertensi Dengan Tindakan Pengendalian Tekanan Darah Pada Lansia,
Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol.5, No.2, hh.174-184.

19

Anda mungkin juga menyukai