Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PENYAKIT JANTUNG KORONER

A. Pengertian.

Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik)

merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk

pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada

arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun

sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral

berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke

miokardium.

Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel

yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi

tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard

infarct).

B. Etiologi dan insidensi

- 98 % karena proses arterio skelosis - pada arteri koronaria.

- 2 % karena kelainan arteri koronaria yang lain.

Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan

merupakan penyebab utama kematian di USA. Walaupun data epidemiologi menunjukan

perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga
kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik

banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %.

Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan

secara logis sebagai berikut:

1. Sifat pribadi Aterogenik.

Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini

bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genesis (Kaplan &

Stamler, 1991).

2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.

Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang

terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik,

penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan

alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).

3. Faktor resiko kecil dan lainnya.

Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan

keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada

kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.

Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes,

umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).

C. Patofisiologi dan gambaran klinis

Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari

miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak
permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana

Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70

% oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai

Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung,

kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.

Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan

tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke

sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai

darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal

maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis

aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.

Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai

predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat

mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik

menjadi hipokinetik.

Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac

out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada

arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.

Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau

semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina

pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark

atau obstruksi permanen pada arteri koronari.


Ateroma pada arteri koronaria menyebabkan stenosis, yang dapat mengganggu aliran koroner

dan menyebabkan iskemia miokard.

Penelitian menunjukkan bahwa stenosis sebesar 60% atau lebih menyebabkan iskemia

miokard , yang oleh penderita dirasakan sebagai nyeri khas yang disebut angina pektoris.

Nyeri angina pektoris yang khas adalah nyeri retrosternal seperti ditekan, yang sering

menjalar kearah lengan kiri dan leher kiri ke rahang dan telinga kiri.

D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko

Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12

bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi

penyakit jantung koroner.

Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darah mempercepat arterosklerosis dan

arteriosklerosis sehingga ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahun lebih cepat

daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan

tekanan darah yang mengakibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi

tekanan dalam beberapa cara terlibat langsung. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih

besar jumlah kerusakan vaskular.

E. Diagnostik

1. Faktor – faktor resiko untuk penyakit jantung koroner yang cukup

2. Keluhan penderita berupa angina pektoris

3. Pemeriksaan fisik EKG istirahat yang menunjujkkan depresi ST atau inversi T. penelitian

menunjukkan bahwa banyak terdapat hasil yang positif palsu maupun negatif palsu.
4. Uji latih beban

5. Dalam hal – hal tertentu dapat dilakukan pemeriksaan dengan bahan – bahan radio aktif

6. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada

penyakit jantung koroner.

7. Pemeriksaan rekaman EKG selama 24 jam atau lebih, yaitu holter monitorig, sangat

berguna untuk menemukan angina variant atau iskemik miokard tenang.

8. Angigrafi koroner dianggap sebagai acuan dasar untuk diagnostik PJK.

F. Pengobatan penyakit jantung koroner

Pada dasarnya pengobatan penyakit jantung koroner adalah sbb:

1. Menghentikan , atau mengurangi atau regresi dari proses aterosklerosis dengan cara

mengendalikan faktor – faktor resiko

- Tidak merokok

- Latihan fisik sesuai demngan kemampuan jantung penderita

- Diet untuk mencapai profil lemak yang baik dan berat badan yang ideal.

- Mengendalikan tekanan darah tinggi, DM, dan sterss mental

2. Pemakaian obat – oabatan untuk mengatasi iskemia miokard

3. Pengobatan terhadap akibat –akibat dari iskemia miokard, misalnya :

- Aritmia

- Gagal jantung

4. pengobatan revaskularisasi

bila dengan penggunaan obat – obatan keluhan penderita tak dapat diatasi sehingga
mengganggu kualitas hidupnya, maka harus dipertimbangkan pengobatan revaskularisasi,

yang bisa terdiri dari 

- Angioplasti koroner

- Bedah pintas koroner

5. Penanggulangan infark miokard akut, yang memerlukan penatalaksanaan khusus.


KONSEP ASKEP PADA PJK

1. Pengkajian

a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan, alamat,

nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis

b. Keluhan Utama 

Keluhan yang paling dirasakan adalah nafas sesak dan nyeri dada

c. Riwayat penyakit sekarang

Alasan MRS

Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien mengeluh sesak dan nyeri dada,

sesak bertambah jika aktifitas, keadaan lemah dan nafsu makana menurun

Keluhan waktu didata

 Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan bisa visus menurun sehingga

aktivitas menjadi terbatas

d. Riwayat kesehatan Dahulu

Mempunyai riwayat vaskuler : hipertensi

Mempunyai riwyat penyakit jantung, IMA, CHF

Mempunyai riwayat penyakit DM

e. Riwayat kesehatan keluarga

Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyakit vaskuler : HT, penyakit metabolik :DM

f. Aktivitas dan istirahat


Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia

dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).

g. Sirkulasi

Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya

capilary refill time, disritmia.

Suara jantung , suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya

kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.

Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang

tidak berfungsi.

Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).

Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal.

Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan

gagal jantung.

Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

h. Eliminasi

Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

i. Nutrisi

Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan

perubahan berat badan.

j. Hygiene perseorangan

mengkaji kebersihan personal Hygienemeliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut,

rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan

diri.
k. Data Psikologi

Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi klien akan

penyakitnya terhadap konsep dirinya.

l. Data Sosial

Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaimana peran klien dirumah dan

dirumah sakit.

m. Data Spiritual

Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut

n. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara umum, focus pada dada, jantung, paru, integument dan visus

o. Studi diagnostik

ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari iskemi, gelombang T

inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang

mencerminkan adanya nekrosis.

Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai

puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36

jam.

Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung

dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.

Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.

Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis

atau akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan

terjadinya arteriosklerosis.

Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.

Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas

masing-masing ruang pada jantung.

Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/

aktivitas.

2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan

pada arteri koronaria.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya

penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penurunan tekanan dan cara berelaksasi.

Rencana:

1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).

3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.

4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.

5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.

6. Kolaborasi dalam:

- Pemberian oksigen.

- Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)


7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,

adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.

Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunjukan peningkatan kemampuan

dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya

angina.

Rencana:

1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan

aktivitas.

2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.

3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.

4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.

5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas.

c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate,

irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.

Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:

1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk

dan tiduran jika memungkinkan).

2. Kaji kualitas nadi.

3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.


4. Auskultasi suara nafas.

5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.

6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.

7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti

disritmia.

d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah,

hipovolemia.

Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.

Rencana:

1. Kaji adanya perubahan kesadaran.

2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.

3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.

4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).

5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).

6. Monitor intake dan out put.

7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi

organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.

Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.

Rencana:

1. Auskultasi suara nafas (kaji adanya crackless).


2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.

3. Ukur intake dan output (balance cairan).

4. Kaji berat badan setiap hari.

5. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.

6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.

7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1993, Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Krdiovaskuler, Jakarta: departemen Kesehatan.

Kaplan, Norman M., 1991, Pencegahan Penyakit Jantung Koroner, Jakarta: Balai penerbit
buku kedokteran EGC.

Berbagai makalah di internet

Anda mungkin juga menyukai