Anda di halaman 1dari 29

TUGAS 1.

KMB III

FRAKTUR (PATAH TULANG)

Nama Dosen :

Nama Kelas : III B Keperawatan

Disusun Oleh : Kelompok 1

Wijra Ramadani

PROGRAM STUDI S1 NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “FRAKTUR (PATAH TULANG)”. Tujuan penulisan makalah ini untuk
membantu mahasiswa keperawatan, agar mampu mengaplikasikan teori dengan
keterampilan dasar keperawatan dengan benar pada pasien-pasien fraktur.

kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak dapat terlaksana dengan
baik jika tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan
terimakasih bagi semua pihak yang telah membarikan waktu, kesempatan dan
dorongan dari awal hingga selesai tersusunnya makalah ini. kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun senantiasa kami harapkan dari pembaca, sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius
dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma
langsung maupun trauma tidak langsung (Noor, 2012). Fraktur adalah suatu
perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak lebih
dari suatu retakan atau primpilan korteks, biasanya patahan tersebut lengkap
dengan fragmen tulangnya bergeser. Jika kulit diatasnya masih utuh disebut
fraktur tertutup, sedangkan jika salah satu rongga tubuh tertembus disebut
fraktur terbuka.
Kebanyakan fraktur pergelangan tangan dapat terjadi baik akibat jatuh
dengan posisi lengan terbuka maupun pukulan langsung saat kecelakaan
kendaraan bermotor maupun perkelahian. Fraktur kedua tulang lengan bawah
merupakan cedera yang tidak stabil, fraktur non dislokasi jarang terjadi.
Stabilitas fraktur bergantung pada jumlah energi yang diserap selama cedera
dan gaya otot besar yang cenderung menggeser fragmen (Thomas dkk, 2011).
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam
taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi
peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat
otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan
bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga
menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur
dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan
bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau
disebut fraktur.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah
dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif. Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh
akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan
infeksi.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada
klien fraktur.
A. Rumusan masalah
1. bagaimana anatomi fisiologi dari fraktur
2. bagaimana konsep medis dari fraktur
3. bagaimana proses keperawatan pada penderita fraktur
B. Tujuan
1. untuk mengetahui anatomi fisiologi dari fraktur
2. untuk mengetahui konsep medis dari fraktur
3. untuk mengetahui bagaimana proses keperawatan pada penderita fraktur
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi fisiologi

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler. Tulang


berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan
dalam enam kelompok berdasarkan bentuknya :
1. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan
humerus. Daerah batas disebut diafisi dan daerah yang berdekatan dengan
garis epifisis disebut metafasis. Di daerah ini sangat sering ditemukan
adanya kelainan atau penyakit karena daerah ini merupakan daerah
metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan tau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan
menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek (short bone) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat,
misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang sutura (sutural bone) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous, misalnya tulang tengkorak.
4. Tulang tidak beraturan (irreguler bone) sama seperti dengan tulang pendek
misalnya tulang vertebrata
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella.
6. Tulang pipih (flat bone), misalnya parietal, iga, skapula dan pelvis.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hema topoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.
Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi
dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan).
Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ).
Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan
dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon
dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup)
dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri
dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan
(protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan
fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium.
Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang
memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
B. Konsep Medis
1. Definisi

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu


tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering
kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan
cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang
robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur merupakan gangguan sistem muskuluskeletal, dimana terjadi
pemisahan atau patahnya tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik.
Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik, kekuatan, sudut, tenaga,keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap..
Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang
yang disebabkan oleh trauma benda keras.
2. Epidemiologi Fraktur
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2013), didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis
frakturyang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim
Depkes RIdidapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian,
45% mengalamicatat fisik, 15% mengalami stress psikilogis seperti cemas
atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik
(Depkes RI, 2013).Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) di Indonesia, menunjukkan kecenderungan peningkatan
prevalensi cedera dari tahun 2007-2013 sebesar 7,5% meningkat menjadi
8,2%. Kasus fraktur menempati posisi keempat pada proporsi jenis cedera
yaitu sebesar 5,8% yang disebabkan karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma benda tajam atau tumpul. Peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 40,9%, kecelakaan lalu lintas 47,7%, dan trauma benda
tajam atau tumpul 7,3% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes,
2013). World Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013menyebutkan
bahwa kecelakaan lalu lintasmencapai 120.2226 kali atau 72% dalam
setahun (WHO,2013).
3. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur
yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap
(Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus.
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
4. Patofisiologi
Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh,yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu, dapat mengenai
tulang dan terjadi neurovascular neurovaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu, fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak dapat
mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Andra & Yessie, 2013).
Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Selsel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patahan
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi sebagai jalajala untuk
melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati(Andra &
Yessie, 2013).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar, yang akan menyebabkan perdarahan. Respon dini
terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung, pelepasan katekolamin endogen, yang akan
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
pembuluh darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure),
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon lain
yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi saat terjadi
syok, yaitu histamine, bradikinin beta-endorphin, dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Bila syoknya
berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP
(adenosin triphospat) tidak memadai, maka terjadi pembengkakan
reticulum endoplasma dan diikuti cedera mitokondrial, lisosom pecah dan
melepas enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini
berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel dan terjadi penumpukan
kalsium intraseluler, hingga penambahan edema jaringan dan kematian
sel(Andra & Yessie,2013).
Ketika tulang rusak, periosteum dan pembuluh darah di korteks,
sumsum, dan jaringan lunak sekitarnya terganggu. Pendarahan terjadi dari
ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak sekitarnya. Bekuan
(hematoma) terbentuk di dalam saluran meduler, di antara ujung tulang
yang retak, dan di bawah periosteum. Tulang jaringan berbatasan langsung
dengan patah tulang mati. Jaringan nekrotik ini bersama dengan puing-
puing di daerah fraktur menstimulasi respon inflamasi intens yang
ditandai oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi oleh
leukosit inflamasi dan sel mast. Dalam 48 jam setelah cedera, jaringan
vaskular menyerang daerah fraktur dari jaringan lunak di sekitarnya dan
rongga sumsum, dan aliran darah ke seluruh tulang meningkat. Sel-sel
pembentuk tulang di periosteum, endosteum, dan sumsum diaktifkan
untuk menghasilkan prosallus subperiosteal di sepanjang permukaan luar
batang dan di atas ujung tulang yang patah. Osteoblas dalam procallus
mensintesis kolagen dan matriks, yang menjadi termineralisasi untuk
membentuk kalus (tulang tenunan).
Fraktur tulang dengan cara tertentu secara maksimal mengaktifkan
semua osteoblas periosteal dan intraosseous yang terlibat dalam patahan.
Juga, sebagian besar osteoblas baru, terbentuk dari sel osteoprogenitor,
yang merupakan sel-sel induk tulang di tulang jaringan lapisan
permukaan, yang disebut "membran tulang." Oleh karena itu, dalam waktu
singkat, tonjolan besar jaringan osteoblastik dan organik baru matriks
tulang, diikuti segera oleh pengendapan garam kalsium, berkembang di
antara dua ujung tulang yang patah. Ini disebut kalus / callus. Banyak ahli
bedah tulang menggunakan fenomena tegangan tulang untuk mempercepat
laju penyembuhan fraktur. Ini dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi
mekanik khusus untuk memegang ujung tulang yang patah bersama
sehingga pasien dapat terus menggunakan tulang dengan segera. Hal ini
menyebabkan stres pada ujung tulang yang patah, yang mempercepat
aktivitas osteoblastik saat terjadi patahan dan sering mempersingkat masa
pemulihan.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2013) adalah
nyeri, hilangnya fungsi , deformitas, pemendekan ekstremitas,
krepitus,edema lokal, serta perubahan warna. Namun, tidak semua gejala
ini ada pada setiap fraktur dan kebanyakan justru tidak terdapat pada
fraktur linear (fisur) atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Berikut adalah gejala fraktur yaitu :
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang mnyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang. Bekuan fibrin (fraktur hematoma) terbentuk saat
cedera dan bertindak sebagai jaringan baru yang dapat dipatuhi sel-sel
baru. Aktivitas osteoblastik segera dirangsang, baik intraoseus dan
periosteal dari sel osteoproginenitor Tulang atau callus baru yang
belum matang terbentuk Bekuan fibrin segera diserap dan sel-sel
tulang baru secara perlahan dirombak dari tulang yang benar Tulang
sejati menggantikan nyeri callus dan secara perlahan terkalsifikasi.
(Beberapa minggu hingga beberapa bulan) Gangguan hematoma
fraktur karena tulang yang digantikan dan dikecilkan Aliran darah ke
perifer jaringan terkurang/ terhambat Gangguan perfusi jaringan. Saraf
perifer terganggu Gangguan mobilitas fisik terkait dengan gangguan
muskuloskeletal Imobilisasi terganggu Terbatasnya gerakan
Kerusakan kulit dan jaringan Gangguan integritas kulit dan jaringan
yang berkaitan dengan perbaikan bedah Resiko Infeksi terkait trauma
jaringan Fagositosis dan pengangkatan puing-puing sel mati 17
b. Bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa) setelah terjadinya fraktur. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas daan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lainnya sampai 2,5 – 5cm
(1- 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba karena adanya gesekan antar
fragmen satu dengan yang lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Edema dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang menyertai fraktur. Edema dan perubahan warna
biasanya terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera terjadi.
Menurut Nursing Care Related to the Musculoskeletal system
(2013),beberapa tanda dan gejala yang terkait dengan fraktur adalah :
a. Nyeri,
b. Deformitas (terlihat atau teraba),
c. Gerakan salah; mobilitas abnormal di situs fraktur,
d. Perubahan warna,
e. Edema,
f. Krepitus,
g. Hilangnya fungsi, dan
h. Memperpendek ekstremitas.
6. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat digolongkan sesuai jenis dan luka pada
fraktur, yaitu terbagi menjadi 2, closed fraktur (simple fraktur), dimana
tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh. Dan open
fracture (compound fraktur/komplikata/kompleks), merupakan fraktur
dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol
sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai kepatahan tulang.
(Andra & Yessie, 2013).
a. Fraktur Tertutup
Menurut Nursing Care Related to the Musculoskeletal system
(2013),Dalam fraktur tertutup, atau sederhana, tidak ada retakan pada
kulit yang berhubungan dengan patah tulang yang terjadi. Fraktur
sederhana (sering disebut "tertutup") yaitu fraktur dengan keadaan
kulit belum pecah dan tetap utuh (Andra & Yessie, 2013). Fraktur
tertutup atau fraktur sederhana adalah patah tulang yang tidak
menyebabkan robekan pada kulit (Brunner & Suddarth, 2013).
b. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah subset fraktur yang unik karena paparan
langsung tulang terhadap kontaminasi dari lingkungan dan gangguan
integritas jaringan lunak, yang meningkatkan risiko infeksi, persatuan
tertunda, nonunion, danbahkan amputasi. (Orthopaedic Trauma
Association, 2010).Fraktur terbuka atau fraktur campuran / kompleks
yaitu patah dengan luka pada kulit atau membran mukosa meluas ke
tulang yang mengalami fraktur (Brunner & Suddarth, 2013). Menurut
Apley & Solomon (2018), patahan yang terjadi pada kontinuitas
struktur tulangjika kulit atau salah satu dari rongga tubuh menerobos
keluar atau tertembus, maka disebut juga fraktur terbuka (atau
compound)yang dapat menyebabkan kontaminasi dan infeksi.
Fraktur terbuka mengacu pada gangguan osseous di mana
cedera di kulit dan jaringan lunak yang mendasari berhubungan
langsung dengan fraktur dan hematoma.Cedera jaringan lunak pada
fraktur terbuka mungkin memiliki tiga konsekuensi penting:
1) Kontaminasi luka dan fraktur dengan paparan lingkungan
eksternal,
2) Penghancuran, pengupasan, dan devaskularisasi yang
menghasilkan kompromi jaringan lunak dan meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi,
3) Kehancuran atau kehilangan amplop jaringan lunak dapat
mempengaruhi metode imobilisasi fraktur, membahayakan
kontribusi jaringan lunak di atasnya untuk penyembuhan fraktur
(misalnya, kontribusi sel osteoprogenitor), dan mengakibatkan
hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, vaskular, ligamen, atau
kerusakan kulit.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya
antara lain:
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak
lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen
tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat
semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya
dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan
jaringan yang terdiri dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya
membuat sudut terhadap tulang.
d. Fraktur segmental Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan
pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral
dari suplai darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi
ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
13
f. Fraktur spiral Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,
yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka
dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
7. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur yaitu reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
yaitu mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada
sifat frakturnya. Metodereduksi fraktur adalah reduksi tertutup, traksi, dan
reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi harus
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahap
selanjutnya yang dilakukan setelah reduksi fraktur, adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan eksterna. Mempertahankan dan
mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan
imobilisasi. Status neorovaskular dipantau, latihan isometrik dan setting
otot, serta partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. (Brunner & Suddarth,
2013).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan ―empat R, yaitu :
1) Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian
dan kemudian di rumah sakit.
2) Reduksi, yaitu usaha serta tindakan memanipulasi fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi
terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau
mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup
gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi
solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan
plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang
patah dapat tersambung kembali.
3) Retensi, yaitu aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas dan sendi
dibawah fraktur. Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah
pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam
penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
4) Rehabilitasi, yaitu pengobatan dan penyembuhan fraktur.
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
a) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau
kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada
otot yang diperbaiki post bedah.
b) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat
c) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah
pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien
yang mengalami gangguan ekstremitas atas.
8. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis
cedera , usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara
lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan
cedera dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat
pucat dan tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada
kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai.
parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah
dilapisi oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan
membesar jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi
sebagai respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan
tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler.
Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolic
jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan
suatu kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas.
Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran
kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan
menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena,
menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak
metabolisme anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn
peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus
peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat
terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau
lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar
(parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat
sindroma kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan
yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan
diganti oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf.
Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki
nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada
pasien fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari
tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku sendi atau artritis Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang
, kekauan sendi dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur
sendi, pergerakan ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif
harus dilakukan semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk
menurunkan resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi
utamaya pada fraktur di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi
karena gangguan sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari
terjadinya nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk
perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam
kondisi yang tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak
seimbang serta gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh
beban pada tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau
apabila alat bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang baik
pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat Penyatuan menghambat terjadi ketika
penyembuhan melambat tapi tidak benar-benar berhenti, mungkin
karena adanya distraksi pada fragmen fraktur atau adanya penyebab
sistemik seperti infeksi.
e. Non-union Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6
bulan setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan
sepertinya tidak terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang
tidak cukup dan tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen
fraktur. Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan
meningkatkan resiko pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma nyeri regional kompleks Sindroma nyeri regional kompleks
merupakan suatu sindroma disfungsi dan penggunaan yang salah yang
disertai nyeri dan pembengkakan tungkai yang sakit.
C. Proses Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas: ( Arif Muttaqin, 2008)
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
memperberat dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus
dan fraktur tibia tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan
sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi,
berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien
biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan dalam
penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan gangguan citra diri.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita:
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi
sempurna
Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan
pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan
terus menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh
dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita
tidur lagi.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan
hilang rasa.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
d) Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan
deformitas.
e) Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah),
penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil
melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa
hematoma pada sisi cedera.
b. Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal (3 –5 detik)
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi(1),
kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu
menahan gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh(3), kekuatan otot
kurang (4), kekuatan otot utuh (5). ( Carpenito, 1999)
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif. ( Arif Muttaqin, 2008 )
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen ( Sinar – X ). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan Sinar - X harus atas dasar indikasi
kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada Sinar – X mungkin
dapat di perlukan teknik khusus, seperti hal – hal sebagai berikut.
( Arif Muttaqin, 2008 )
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi
infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
4. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas
b. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
5. Intervensi dan rasional
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : klien melaporkan nyeri berkurang, mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, tidak gelisah,
skala nyeri 0-1 atau teratasi

intervensi rasional
1. Pertahankan imobilasasi 1. Mengurangi nyeri dan
bagian yang sakit dengan mencegah malformasi
tirah baring, 2. Meningkatkan aliran balik
2. gips, bebat dan atau traksi vena, mengurangi
strTinggikan posisi ekemitas edema/nyeri
yang terkena

1. Lakukan dan awasi latihan 1. Mempertahankan


gerak pasif/aktif kekuatan otot dan
2. Lakukan tindakan untuk meningkatkan sirkulasi
meningkatkan kenyamanan vaskuler.
(masase,perubahan posisi) 2. Meningkatkan sirkulasi
umum, menurunakan area
tekanan lokal dan
kelelahan otot
Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian
manajemen nyeri (latihan napas terhadap nyeri, meningkatkan
dalam, imajinasi visual, aktivitas kontrol terhadap nyeri yang
dipersional) mungkin berlangsung lama
Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan
fase akut (24-48 jam pertama) mengurangi rasa nyeri
sesuai keperluan

1. Kolaborasi pemberian Menurunkan nyeri


analgetik sesuai indikasi melalui mekanisme
2. Evaluasi keluhan nyeri penghambatan
(skala, petunjuk verbal rangsang nyeri baik
dan non verval, secara sentral maupun
perubahan tanda-tanda perifer
vital) Menilai perkembangan
masalah klien

b. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan


kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : infeksi tidak terjadi selama perawatan
Kriteria Hasil : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu,
bebas drainase purulen atau eritema dan demam

intervensi rasional
Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan
perawatan luka sesuai protocol mempercepat penyembuhan
luka.
Ajarkan klien untuk Meminimalkan kontaminasi.
mempertahankan sterilitas insersi
pen.

Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau


dan toksoid tetanus sesuai indikasi spesifik dapat digunakan
secara profilaksis, mencegah
atau mengatasi infeksi.
Toksdan tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus
Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi
laboratorium (Hitung darah pada proses infeksi, anemia
lengkap, LED, Kultur dan dan peningkatan LED dapat
sensitivitas luka/serum/tulang) terjadi pada osteomielitis.
Kultur untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi

c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan: klien mampu melakukan aktivitas fisik sesui dengan
kemampuannya
Kriteria Hasil : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas
pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang
memampukan melakukan aktivitas

intervensi rasional
1. Pertahankan pelaksanaan 1. Memfokuskan perhatian,
aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa
(radio, koran, kunjungan kontrol diri/harga diri,
teman/keluarga) sesuai membantu menurunkan
keadaan klien isolasi sosial
2. Bantu latihan rentang gerak 2. Meningkatkan sirkulasi
pasif aktif pada ekstremitas darah muskuloskeletal,
yang sakit maupun yang mempertahankan tonus
sehat sesuai keadaan klien otot, mempertahakan
gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi
1. Berikan papan penyangga 1. Mempertahankan posis
kaki, gulungan fungsional ekstremitas
trokanter/tangan sesuai 2. Meningkatkan
indikasi kemandirian klien dalam
2. Bantu dan dorong perawatan perawatan diri sesuai
diri (kebersihan/eliminasi) kondisi keterbatasan klien
sesuai keadaan klien

1. Ubah posisi secara periodik 1. Menurunkan insiden


sesuai keadaan klien komplikasi kulit dan
2. Dorong/pertahankan asupan pernapasan (dekubitus,
cairan 2000-3000 ml/hari atelektasis, penumonia)
2. Mempertahankan hidrasi
adekuat, men-cegah
komplikasi urinarius dan
konstipasi
1. Kolaborasi pelaksanaan 1. fisioterapis perlu untuk
fisioterapi sesuai indikasi menyusun program
2. Evaluasi kemampuan akKerjasama dengan
mobilisasi klien dan program tivitas fisik secara
imobilisasi individual
2. Menilai perkembangan
masalah klien
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang
yang utuh.
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita
perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri
banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian
korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga
yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini
tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia
contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya
informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena
gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca
dapat memahami tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat membuat
kita lebih hati-hati dalam bekerja ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta
dapat membantu pasien fraktur .

Anda mungkin juga menyukai