Mahasiswa Keperawata STIKes Surya Global Yogyakarta telah melakukan survei terhadap
kesehatan para lansia di kecamatan potorono. Hasil dari survey tersebut menunjukkan bahwa
pada tahun 2019 jumlah lansia dengan hipertensi meningkat 20 % di bandingkan dengan
tahun sebelumnya. Setelah dikaji kembali, para lansia yang mengalami hipertensi merupakan
lansia yang sebagian besar tinggal seorang diri sehingga tidak memperhatikan asupan
makanan. Data yang didapatkan dari puskesmas setempat juga menunjukkan bahwa para
lansia jarang melakukan pengecekan kesehatan rutin pada layanan kesehatan. Berdasarkan
masalah yang di dapatkan, para mahasiswa surya global mencoba untuk menyusun asuhan
keperawatan komunitas dan mengajukan rancangan kegiatan untuk melakukan promosi
kesehatan kepada para lansia tersebut.
A. Daftar Kata Sulit
Tidak ada kata sulit dari kasus tersebut
B. Daftar Pertanyaan
1. Tindakan
keperawatan yang cocok untuk lansia apa saja ?
2. Rancangan
kegiatan yang di lakukan berupa apa saja ?
3. Promosi kesehatan
berupa apa saja ?
4. Apa saja yang
perlu dikaji untuk mengetahui data yang diperlukan ?
5. Upaya yang di
lakukan untuk menanggulangi peningkatan penyakit ?
6. Sasaran promosi
kesehatan selain lansia siapa saja ?
7. Media yang cocok
untuk lansia apa saja ?
8. Terhadap lansia
metode penyampaian yang baik dilakukan apa ?
9. Selain hipertensi,
apakah ada resiko masalah kesehatan lain atau tidak ?
BAB II
HASIL
A. Klarifikasi istilah
Tidak ada klarifikasi istilah atau tidak di temukan kata sulit
B. Jawaban pertanyaan
a. Pertanyaan dari kasus
1. Tindakan keperawatan yang cocok untuk lansia apa saja ?
- Penyuluhan masalah gizi
- Memberikan cek kesehatan rutin
- Datang ke rumah warga
2. Rancangan kegiatan yang di lakukan berupa apa saja ?
- Melakukan assesment atau wawancara dengan pihak desa
- Melakukan pengkajian dengan masyarakat yang ada
- Menemukan masalah
- Dilakukan perencanaan untuk menangani masalah tersebut
- Menentukan tempat, waktu, penanggung jawab, estimasi biaya, dll
- Di implementasikan apa yang sudah direncanakan
- Melakukan evaluasi untuk menilai masalah tersebut apakah sudah dapat di
atasi
3. Promosi kesehatan berupa apa saja ?
- Diet makanan
- Asupan sayur dan buah
- Asupan nutrisi 4 sehat 5 sempurna
- Diet asupan garam
- Olahraga yang rutin
- Rajin melakukan aktifitas fisik
- Melakukan senam hipertensi
- Ubah gaya dan pola hidup menjadi lebih sehat
4. Apa saja yang perlu dikaji untuk mengetahui data yang diperlukan ?
- Perlunya cek tekanan darah untuk penderita hipertensi
- Data riwayat penyakit dahulu
- Pemeriksaan fisik pada lansia
- Melakukan pengkajian survey kaca 8 subsistem dan 3 inticore
5. Upaya yang di lakukan untuk menanggulangi peningkatan penyakit ?
- Melakukan posyandu lansia dan selalu memberikan discharge planning
- Berikan kenyamanan kepada lansia dengan menjadi wali kesehatan
6. Sasaran promosi kesehatan selain lansia siapa saja ?
- Individu
Di berikan kepada individu yang sehat maupun yang sakit dengan tujuan
jika individu tersebut sehat mampu mengetahui dan mencegah agar tidak
mengalami sakit, dan jika individu tersebut tidak sehat atau dalam keadaan
sakit maka individu tersebut mampu mencegah agar sakitnya tidak makin
parah atau menimbulkan komplikasi.
- Keluarga
Karena keluarga sebagai penentu keputusan kesehatan. Jika keluarga
tersebut sehat dan baik maka akan baik dan sehat pula seluruh anggota
keluarga lainnya. Dan sebaliknya jika keluarga tersebut ada yang sakit atau
tidak baik maka akan sakit dan tidak baiklah keluarga tersebut
- Kelompok khusus
Kelompok khusus di sini ada balita, anak-anak, ibu hamil dan lansia.
- Komunitas atau masyarakat
7. Media yang cocok untuk lansia apa saja ?
- Poster
- Slideshow
- Leaflet
- Video
8. Terhadap lansia metode penyampaian yang baik dilakukan apa ?
- Metode diskusi dan tanya jawab
Karena dengan adanya metode diskusi dan tanya jawab lansia tidak hanya
mendengarkan apa yang di sampaikan tetapi juga mampu bertanya jika ada
beberapa hal yang kurang paham, dan akan di jawab juga di jelaskan
sehingga terjadilah diskusi yang baik.
- Video dan slideshow
Tujuan video dan juga slideshow disini adalah agar lansia tidak merasa
jenuh dengan apa yang di sampaikan dan di dengarkan. Jadi disini lansia
juga diberikan video yang menarik perhatian para lansia. Dan khususnya
untuk lansia jika di tampilkan slideshow harus cantik dan menarik minat
dari lansia
9. Selain hipertensi, apakah ada resiko masalah kesehatan lain atau tidak ?
- Kurangnya pengetahuan dari lansia
- Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Resiko jatuh
- Resiko kesepian
- Defisit perawatan diri
b. Pertanyaan dari LO (learning Objective)
1. IRK ?
- Q.s Al Baqarah 172 yang berbunyi : hai orang-orang yang beriman,
makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu, dan
bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
2. Definisi Upaya Promotif ?
- Menurut Notoadmojo 2015, yaitu pelayanan kesehatan sebagai subsistem
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan pencegahan
dan peningkatan kesehatan dengan sasaran masyarakat.
- Sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan
kepada masyarakat
- Green (1984), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi dan
intervensi kesehatan terkait dengan politik, ekonomi serta organisasi yang
dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan.
- Gillies (1998), promosi kesehatan merupakan payung dan digunakan untuk
menggambarkan suatu rentang aktivitas yang mencakup pendidikan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Dari pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan memperbaiki lingkungan sesuai dengan sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
- Upaya promosi kesehatan merupakan salah satu strategi atau langkah yang
ditempuh untuk meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya
pengetahuan, sikap dan praktek untuk berperilaku sehat melalui proses
pembelajaran dari-olehuntuk dan bersama masyarakat.
- Depkes RI (2008) menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah
serangkaian proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatan. Proses pemberdayaan dilakukan dari
oleh masyarakat yang artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan
melalui kelompok-kelompok potensial di masyarakat bahkan semua
komponen masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
1. ARUM PRAGYANINGTYAS
2. ADISTY FARADILA
3. ANDI JANNATUL MA’WAH
4. ANDI THALIA
5. ANISA LAELIA RAHMADHANI
6. APRILLIAWATI
7. ARISKA OKTAVIANTI
8. ASRI SETIOWATI
9. DEVITRYA BETTA
NO ITEM PENILAIAN 5 4 3 2 1
1. Penulisan laporan sesuai format yang diberikan
2. Menjelaskan kelengkapan data terkait topic
3. Kesesuaian topic dengan data penunjang
4. Menjelaskan isi topic secara jelas dan rinci
5. Menampilkan data baru
6. Menampilkan critical analisis terhadap topic
7. Memberikan literature/referensi yang ada kuaat
berdsarkan evidence
8. Menyimpulkan topic secara jelas dan rinci
9. Menggunakan penulisan yang benar (EYD) dan
kesalahan penulisan
10. Menampilkan konsistensi penulisan
(topic,tujuan,dan evaluasi)
Total Skor
Nilai Akhir
Keterangan Angka :
5 : Eexcellent
4 : Good
3 : Average
2 : Below Average
1 : Unsatisfied
LAMPIRAN REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah sebagai profesi yang mempunyai tanggung jawab moral dalam
rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Profesi ada karena
ada pengakuan dari masyarakat, sehingga profesi mempunyai kewajiban moral untuk
melaksanakan kewajiban profesional sebagai pengabdian kepada masyarakat. Pengakuan
masyarakat dapat terjadi akibat kemampuan seseorang pada suatu hal. Kemampuan
terbentuk akibat proses pendididikan formal, pelatihan dan pengalaman lapangan.
Pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat
adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan serta kaidah dan nilai–nilai professional
yang diyakini oleh profesi keperawatan.
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat
dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi
kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan
secara professional sesuai dengan kode etik professional. Salah satu upaya yang dapat
kita lakukan adalah dengan mengubah “Paradigma Sakit” menjadi “Paradigma Sehat”.
Perawat dituntut mampu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan melalui kegiatan promosi kesehatan. Salah satu peran dan fungsi perawat
dalam promosi kesehatan adalah sebagai edukator. Perawat dapat memberikan edukasi
pada masyarakat secara luas terkait dengan masalah kesehatan1.
Landasan kebijakan: PP No.32 th 1996, tentang tenaga kesehatan, yang berbunyi:
seseorang yang telah lulus dan mendapatkan ijazah dari pendidikan kesehatan yang
diakui pemerintah. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 32 ayat (2) bahwa
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau
perawatan. Ayat (3) berbunyi pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
1
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggung jawabkan. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak lepas
dari menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat. peran perawat sendiri meliputi:
peran sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, peran pendidik, peran pengamat
kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, peran pembaharu, peran pengorganisir
pelayanan kesehatan, peran role model, dan peran fasilitator.
Menurut WHO, Setiap tahunnya tekanan darah tinggi menyumbang kepada
kematian hampir 9,4 juta orang akibat penyakit jantung dan stroke, dan jika
digabungkan, kedua penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia.
Hipertensi juga meningkatkan risiko gagal ginjal, kebutaan, dan beberapa kondisi lain.
Hipertensi kerap terjadi bersamaan dengan faktor-faktor risiko lain seperti obesitas,
diabetes, dan kolesterol tinggi yang meningkatkan risiko kesehatan.
Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan, angka
kematian di Indonesia menyentuh angka 56 juta jiwa terhitung dari tahun 2000-2013.
Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah hipertensi, menyebabkan kematian
pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia.
Sebanyak 76 persen kasus hipertensi tidak terdiagnosis sejak awal, sehingga
keterlambatan itu berujung pada kerusakan target organ. Diantaranya stroke yang
menyerang otak, kebutaan, penyakit jantung, ginjal dan gangguan fungsi pembuluh
darah.
Melalui makalah ini, kelompok tertarik untuk membahas tentang analisa promosi
pelayanan perawatan dalam penanganan kasus hipertensi yang menjadi masalah
kesehatan utama di Indonesia. Peranan perawat melalui upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative diharapkan bisa ikut menekan angka kejadian hipertensi
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia agar lebih produktif dalam
kegiatan sosial dan ekonomi produktif.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana upaya promosi pelayanan keperawatan pada kegiatan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam kasus hipertensi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis promosi pelayanan keperawatan pada kegiatan
yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam kasus hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengenal tentang promosi kesehatan
b. Mahasiswa mampu mengenal tentang bentuk pelayanan keperawatan
c. Mahasiswa mampu menganalisis promosi pelayanan keperawatan
d. Mahasiswa mampu menganalisis peran perawat melalui upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif dalam kasus hipertensi.
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui,
menganalisis, dan menerapkan promosi pelayanan keperawatan pada kegiatan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam kasus hipertensi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Promosi Kesehatan
2. Definisi
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan
kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan
masyarakat (public health). Menurut Lawrence Green (1984) definisi promosi
kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang
terkait dengan ekonomi , politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumuskan oleh Yayasan Kesehatan
Victoria (Victorian Health Foundation Australia, 1997) bahwa promosi kesehatan
adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh dalam
konteks masyarakatnya, bukan hanya perubahan perilaku(within people), tetapi juga
perubahan lingkungannya. Menurut Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) bahwa
promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Untuk mencapai keadaan fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial, individu atau kelompok harus mampu
mengidentifkasi dan mewujudkan aspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan untuk
mengubah atau mengatasi lingkungan (Notoatmodjo, 2005).
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan tersebut diatas, WHO
memberikan pengertian promosi kesehatan sebagai “ the procces of enabling
individuals and communities to increase control over the determinants of health and
thereby improve their health “ (proses mengupayakan individu-individu dan
masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya).
Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO tersebut di Indonesia
pengertian promosi kesehatan dirumuskan sebagai berikut: “upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”
(Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan , Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 1193/MENKES/SK/X/2004 - Jakarta, Departemen Kesehatan RI,
2005)
3. Tujuan
Tujuan umum dari promosi kesehatan adalah meningkatnya kemampuan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan
upaya kesehatan yang bersumber masyarakat, serta terciptanya lingkungan yang
kondusif untuk mendorong terbentuknya kemampuan tersebut.
Tujuan khususnya adalah :
a. Individu dan keluarga
1) Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran baik langsung
maupun media massa
2) Mempunyai pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya.
3) Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menuju keluarga
atau rumah tangga yang sehat
4) Mengupayakan paling sedikit salah seorang menjadi kader kesehatan bagi
keluarganya
5) Berperan aktif dalam upaya/ kegiatan kesehatan
b. Tatanan sarana kesehatan, institusi pendidikan, tempat kerja dan tempat umum
1) Masing-masing tatanan mengembangkan kader-kader kesehatan
2) Mewujudkan tatanan yang sehat menuju terwujudnya kawasan sehat
c. Organisasi kemasyarakatan/ organisasi profesi/ LSM dan media massa
1) Menggalang potensi untuk mengembangkan perilaku sehat masyarakat
2) Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat
3) Menciptakan suasana yang kondisuf untuk mendukung perubahan perilaku
masyarakat
d. Program/ petugas kesehatan
1) Melakukan integrasi promosi kesehatan dalam program dan kegiatan
kesehatan
2) Mendukung tumbuhnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat,
khususnya melalui pemberdayaan individu, keluarga, dan atau kelompok
yang menjadi kliennya
3) Meningkatkan mutu pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan
yang memberikan kepuasan kepada masyarakat
e. Lembaga Pemerintah/ politisi/ swasta
1) Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
lingkungan dan perilaku sehat
2) Membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan dampak di bidang kesehatan (Kebijakan Nasional Promosi
Kesehatan , Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1193/MENKES/SK/X/2004 - Jakarta, Departemen Kesehatan RI, 2005)
4. Manfaat
Adapun manfaat dari promosi kesehatan antara lain :
a. Mempererat kerjasama dengan berbagai pihak
b. Meningkatkan hubungan terhadap program kesehatan
c. Meningkatkan percaya diri terhadap kesehatan
d. Meningkatkan pembangunan lingkungan, sistem dan kebijakan kesehatan.
5. Sasaran
Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu/ keluarga; tatanan
kesehatan , institusi pendidikan, tempat kerja, dan tempat umum; organisasi
kemasyarakatan/ organisasi profesi/ LSM/ dan media massa; program/ petugas
kesehatan; dan lembaga pemerintah/ politisi/ swasta.
Menurut Weiss (1991), program promosi dikembangkan pada tiga daerah utama
yaitu sekolah, tempat kerja dan kelompok/ masyarakat. Dalam pelaksanaan program
promosi kesehatan, telah terbukti bahwa promosi kesehatan di masyarakat, sekolah
dan tempat kerja cenderung paling efektif (Carleton, 1991). Kolbe (1988)
menambahkan sasaran lain dalam promosi kesehatan adalah pelayanan medis dan
media.
Agar lebih spesifik sasaran promosi kesehatan dibagi menjadi sasaran primer,
sekunder, dan tersier. Sasaran primer adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang
diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar
dari perubahan perilaku tersebut. Sasaran sekunder adalah individu atau keompok
yang memiliki pengaruh oleh sasaran primer, dan diharapkan mampu mendukung
pesan-pesan yang disampaikan kepada sasaran primer. Sasaran tersier adalah para
pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai
tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan ).
6. Strategi
Penerapan promosi kesehatan dalam program kesehatan pada dasarnya
merupakan bentuk penerapan strategi global, yang dijabarkan dalam berbagai
kegiatan. Berdasarkan rumusan WHO (1994) strategi promosi kesehatan secara global
terdiri dari 3 hal yaitu :
a. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau
dan mampu mempraktikkan PHBS.
Bentuk kegiatan pemberdayaan antara lain : penyuluhan kesehatan,
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi,
pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income
generating skill). Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan
berdampak terhadap kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan mereka, misaln ya
terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya polindes, dan
sebagainya. Kegiatan- kegiatan semacam ini di masyrakat sering disebut “gerakan
masyarakat” untuk kesehatan. Dari uraian tersebut sasaran pemberdayaan
masyarakat adalah masyarakat.
b. Bina Suasana
Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif
dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi PHBS dan melestarikannya.
Terdapat tiga kategori proses bina suasana:
1) Bina Suasana Individu
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu, tokoh
masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-
individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan
mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misalnya
seorang kepala sekolah atau pemuka agama yang tidak merokok). Lebih lanjut
bahkan mereka juga bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan
informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku
individu.
2) Bina Suasana Kelompok
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi, organisasi
Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, serikat pekerja dan
lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat
yang telah peduli. Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi
kelompok yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok
tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan
kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.
3) Bina Suasana Publik
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti
radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat
tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-media massa tersebut
peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian,
maka media-media massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka
menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menciptakan pendapat umum atau opini publik yang positif tentang perilaku
tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula
sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu
anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku
yang sedang diperkenalkan.
c. Advokasi
Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang
diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi
materi maupun non materi. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah
pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai
sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau mendukung
program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat
keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam
bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi dan
sebagainya.
Kegiatan advokasi ini bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun
informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang
issu atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang
terkait. Kegiatan advokasi secara informal misalnya sowan kepada para pejabat
yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara informal meminta
dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau
fasilitas lain. Dari uraian dapat di advokasi adalah para pejabat baik eksekutif
maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor yang terkait dengan masalah
kesehatan (sasaran tertier).
B. Perawat
1. Definisi
Menurut Undang-Undang RI tentang praktik keperawatan, perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan luar negeri
yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Perawat,
yang disebut dengan perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Peran Perawat
Peran perawat dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan
oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Peran perawat yang utama adalah
sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
e. Pelaksana layanan keperawatan (care provider)
Perawat memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung
kepada klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya. Asuhan keperawatan ini merupakan bantuan yang diberikan
kepada klien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan,
serta kurangnya kemauan untuk dapat melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari
secara mandiri dalam peranannya sebagai care provider, perawat bertugas untuk:
6) Memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi klien
7) Melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana dengan seimbang.
8) Memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan lainnya
9) Berusaha mengembalikan kesehatan klien
10) Peran sebagai care provider merupakan peran yang sangat penting.
Baik/tidaknya kualitas layanan profesi keperawatan dirasakan langsung oleh
klien. Ilmu dan teori dalam keperawatan harus diwujudkan dalam aktivitas
pelayanan nyata kepada klien agar klien mendapatkan kepuasan. Ini merupakan
langkah promosi yang sangat efektif dan murah dalam upaya membentuk citra
perawat yang baik.
f. Pengelola (manager)
Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan
keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan
sebagainya) maupun tatanan pendidikan yang berada dalam tanggung jawabnya
sesuai dengan konsep manajemen keperawatan. Fungsi manajerial keperawatan
yang harus dijalankan perawat antara lain planning, organizing, actuating, staffing,
directing, dan controlling. Fungsi manajerial tersebut dilaksanakan di tiap
tingkatan manajemen, baik first level manager, middle manager, maupun top
manager. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan peran manager dengan baik,
seorang perawat harus memiliki keterampilan managerial yang meliputi technical
skill, human skill, dan conceptual skill. Human skill mencakup kemampuan untuk
bekerjasama, memahami, dan memotivasi orang lain, baik individu maupun
kelompok. Dengan kata lain, human skill adalah keterampilan yang terkait dengan
kepemimpinan dan hubungan antar manusia. Conceptual skill mencakup
kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan dan
kemampuan menilai apakah kegiatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan
organisasi atau tidak. Keterampilan ini juga meliputi kemampuan untuk
mengoordinasikan dan mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas
organisasi. Jadi, conceptual skill berhubungan dengan kemampuan dan
keterampilan berpikir.
g. Pendidik dalam keperawatan
Sebagai pendidik, perawat berperan mendidik individu, keluarga,
masyarakat, serta tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya. Perawat
bertugas memberikan pendidikan kesehatan kepada klien sebagai upaya
menciptakan perilaku individu/masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pendidikan kesehatan tidak semata ditujukan untuk membangun kesadaran diri
dengan pengetahuan kesehatan. Lebih dari itu, pendidikan kesehatan bertujuan
untuk membangun perilaku kesehatan individu dan masyarakat. Kesehatan bukan
sekedar untuk diketahui dan disikapi, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
h. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan
Sebagai sesuah profesi dan cabeng ilmu pengetahuan, keperawatan harus
terus melakukan upaya pengembangan diri, salah satunya dengan riset
keperawatan. Riset keperawatan akan menambah dasar pengetahuan ilmiah
keperawatan dan meningkatkan praktik keperawatan bagi klien. Menurut Patricia
dan Arthur (2002) praktik berdasarkan riset merupakan hal yang harus dipenuhi
(esensial) jika profesi keperawatan ingin menjalankan kewajibannya pada
masyarakat dalam memberikan perawatan yang efektif dan efisien (Asmadi, 2014)
Bila mengacu pada undang-undang Republik Indonesia tentang praktik
keperawataan, pada pasal 31 dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, peran
perawat ada dua yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan dan sebagai pendidik
klien.
C. Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan.
Pelayanan keperawatan diberikan kepada individu, kelompok maupun masyarakat sesuai
dengan standar asuhan keperawatan. Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian
pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil
dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan
dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien. Hubungan antara
kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar
dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson,
2006).
Pelayanan Keperawatan menurut UU keperawatan yang baru saja disyahkan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelayanan keperawatan
merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien dan memberikan
asuhan sesuai dengan kebutuhan pasien baik kebutuhan biopsikososio spiritual.
Pelayanan keperawatan diharapkan dapat diberikan secara komprehensif, efektif dan
efisien semata-mata untuk kesembuhan pasien.
Pelayanan keperawatan profesional (professional nursing service) adalah suatu
rangkaian upaya melaksanakan sistem pemberian asuhan keperawatan kepada
masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah profesi keperawatan. Dalam pemberian
pelayanan, perawat secara terintegrasi memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif, efektif dan efisien. Selain itu dalam pemberian asuhan keperawatan
perawat juga memiliki sifat saling bergantung yang artinya bahwa sistem pemberian
pelayanan memerlukan dan saling melengkapi dengan sistem pemberian pelayanan
kesehatan yang lain (Kusnanto, 2004). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
Pelayanan keperawatan yang profesional adalah praktek keperawatan yang dilandasi oleh
nilai-nilai profesional yaitu mempunyai nilai otonomi dalam pekerjaannya,
bertanggungjawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri,
kolaborasi dengan disiplin lain, pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan
klien.
Pelayananan keperawatan yang optimal diharapkan dapat meningkatkan mutu
pelayananan keperawatan. Dua faktor yang dapat menentukan mutu dari pelayananan
keperawatan yaitu peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia atau tenaga
kesehatan (quality of care) dan penyediaan sarana prasarana yang menunjang
pelaksanaan tugas (quality of services). Adanya dua hal tersebut, suatu pelayanan
keperawatan sebagai bentuk pelayanan kesehatan dapat memberikan manfaat dan
membantu kesehatan pasien.
A. Kasus Hipertensi
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Sedunia atau World Health Organization
(WHO), Margaret Chan memimpin peringatan berdirinya organisasi itu pada tanggal 7
April 1948. Setiap tahun Hari Kesehatan Sedunia dirayakan dengan menyoroti isu
kesehatan publik. Tema tahun ini adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi, salah satu
penyumbang utama penyakit jantung dan stroke. Dr. Chan mengatakan pengaruh kondisi
saat ini menyebabkan krisis kesehatan global. Setiap tahun, tekanan darah tinggi
menyumbang kepada kematian hampir 9,4 juta orang akibat penyakit jantung dan stroke,
dan jika digabungkan, kedua penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di
dunia.
Secara keseluruhan, WHO melaporkan negara-negara berpendapatan tinggi punya
jumlah penderita hipertensi yang lebih rendah dibandingkan negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah. Organisasi itu mengatakan jumlah penderita
penyakit ini paling banyak terdapat di Afrika, di mana hampir separuh orang dewasa
mengalami hipertensi. Yang terendah terdapat di benua Amerika.
WHO mengatakan tekanan darah tinggi bisa dicegah dan diobati begitu
didiagnosis. Organisasi itu mendesak semua orang dewasa di seluruh dunia agar
memeriksakan tekanan darah mereka, sehingga bisa mengambil langkah-langkah untuk
mengatasinya.
Margaret Chan mengatakan tekanan darah tinggi harus ditangani secara serius.
“Hipertensi merupakan peringatan keras dan tidak bisa diabaikan karena ada risiko pada
kesehatan, jadi harus ada langkah yang dilakukan. Namun hipertensi adalah peringatan
yang diberikan secara diam-diam. Apa artinya? Biasanya hipertensi tidak
memperlihatkan gejala-gejala selama bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Jadi
sangat penting kita mengetahui tanda-tanda peringatan dini dengan memeriksakan
tekanan darah secara teratur,” ujarnya lagi.
WHO mengatakan orang bisa mengurangi risiko tekanan darah tinggi dengan
mengurangi asupan garam, makan makanan bergizi, berolah raga teratur, menghindari
rokok dan minuman beralkohol. Jika perubahan gaya hidup ini tidak ampuh, WHO
mengatakan tersedia pengobatan murah untuk mengobati penyakit itu. Hipertensi masih
menjadi tantangan besar di Indonesia. Obat-obatan efektif banyak tersedia, namun angka
penderita tetap meningkat. Padahal hipertensi merupakan faktor utama kerusakan otak,
ginjal dan jantung jika tak terdeteksi sejak dini.
Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan, angka
kematian di Indonesia menyentuh angka 56 juta jiwa terhitung dari tahun 2000-2013.
Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah hipertensi, menyebabkan kematian
pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia. Sebanyak 76 persen kasus hipertensi tidak
terdiagnosis sejak awal, sehingga keterlambatan itu berujung pada kerusakan target
organ. Diantaranya stroke yang menyerang otak, kebutaan, penyakit jantung, ginjal dan
gangguan fungsi pembuluh darah.
Menurut Hasil Riskesdas 2013, Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di
Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat
hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen penduduk yang minum
obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh nakes. Prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8
persen. Jadi cakupan nakes hanya 36,8 persen, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi
di masyarakat tidak terdiagnosis. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada
perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.
Dari tabel 3.5.3 terlihat prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga
kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum
obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum
obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5
persen (25,8% + 0,7 %).
Dari tabel 3.5.4 terlihat prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat
ketidaktahuan tentang pola makan yang baik. Pada analisis hipertensi terbatas pada usia
15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen
(laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan
(5,1%).
B. Kebijakan Pemerintah Indonesia Mengenai Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu dari beberapa penyakit tidak menular yang
bersifat kronis dengan tingkat kefatalan yang sangat tinggi, hampir dipastikan
penderitanya tidak akan sembuh, bahkan cenderung semakin memburuk kondisi
kesehatannya. Akan tetapi faktor resiko utamanya yang bersifat multi faktor dapat
diprediksi, sehingga dapat dicegah sedini mungkin. Sejak tahun 2005 lalu, Kementerian
Kesehatan RI membentuk Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Tugas dan
fungsinya pengendalian faktor resiko, pencegahan penyakit, deteksi dini dan langkah-
langkah program pencegahan dan pengendalian PTM yang berbasis puskesmas
bekerjasama dengan multi sektor serta melibatkan masyarakat secara konfrehensif.
Kerangka konsep pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular didasari
oleh kerangka dasar blum, bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan,
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Kebijakan Pencegahan dan
penanggulangan PTM ini ditujukan pada penyakit-penyakit yang mempunyai faktor
resiko yang sama yaitu: jantung, stroke, hipertensi, diabetes militus, penyumbatan
saluran napas kronis. Tujuannya yaitu memacu kemandirian masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan PTM untuk nmenurunkan kejadian penyakit tidak
menular (PTM) dan meningkatkan kualitas hidup sehat masyarakat yang berada di semua
tatanan.
Kebijakan utama PP-PTM ini dirumuskan dalam formulasi kebijakan yang disebut
"Triple ACS", yaitu active cities, active communitie dan actve citizenship. Pertama, actve
cities adalah strategi penanggulangan PTM melalui pendekatan wilayah dengan
mewujudkan kota/kecamatan/desa yang sehat. Implementasi strategi ini merupakan
tanggung jawab dari Pemerintah Daerah. Kedua, active communities, yaitu melalui
pemberdayaan masyarakat lewat kelompok masyarakat madani, kelompok jamaah haji,
majelis taklim, jemaat gereja, nelayan, organisasi profesi dan sebagainya. Ketiga, active
citizenship, berorientasi dari penduduk dan untuk penduduk, memperhatikan
karakteristik penduduk miskin, warga yang tinggal diperbatasan dan daerah terpencil,
perlu diperhatikan tetap dengan menjadikan penduduk mandiri namun tetap pada prinsip
berkeadilan.
Triple ACS selanjutnya dijabarkan ke dalam program intervensi utama, Healthy
Public Policy, pengembangan jejaring dan kemitraan, advokasi, sosialisasi dan
pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan, surveilans, deteksi dini serta pengendalian
PTM. Tentunya dengan desentralisasi menjadikan pemerintah daerah sebagai subyek
utama sekaligus ujung tombak keberhasilan program ini. Maka secara detail dapat
dijelaskan tentang kebijakan dan stretegi yang harus diperkuat di era desentralisasi
sekarang ini :
1. Mengembangkan dan memperkuat program pencegahan pengendalian faktor resiko
PTM.
2. Memperkuat deteksi dini faktor resiko PTM.
3. Meningkatkan dan memperkuat manajemen, ketersediaan dan kualitas peralatan untuk
melakukan deteksi dini faktor resiko PTM.
4. Meningkatkan profesionalisme SDM yang bergerak di bidang pengendalian dan
pencegahan faktor resiko PTM.
5. Memperkuat sistem surveilans epidemiologi faktor resiko PTM.
6. Memperkuat jejaring untuk program pencegahan dan pengendalian faktor resiko
PTM.
7. Meningkatkan aktivitas advokasi dan disemansi program FR PTM.
8. Memperkuat sitem keuangan program PP-PTM.
Sedangkan untuk tiga strategi utama yang harus dikedepankan, Pertama, Surveilans
FR meliputi dimensi struktur sosial, lingkungan, pola hidup dan dilakukan melalui survei
berbasis masyarakat yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Kemudian
registrasi PTM dilakukan berbasis data Puskesmas dan RS, dan menyampaikan informasi
dari surveilans dan registrasi merupakan evidence based dalam melakukan promosi dan
advokasi kebijakan serta upaya pelayanan kesehatan PTM.
Kedua, Promosi Kesehatan, mencakup upaya mengerakkan organisasi serta
kelompok masyarakat untuk berperanserta dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
Dengan cara menghilangkan atau mengurangi faktor resiko PTM dan memperhatikan
faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan. Departemen kesehatan, melalui Pusat
promosi kesehatan memfokuskan pada :
1. Meningkatkan upaya kesehatan melalui promotif dan preventif baik Pusat maupun
Propinsi dan Kabupaten.
2. Melakukan intervensi secara terpadu pada 3 faktor resiko yang utama yaitu :
Merokok, aktifitas fisik dan diet seimbang.
3. Melakukan jejaring pencegahan dan penanggulangan PTM.
4. Mencoba mempersiapkan strategi penanganan secara nasional dan daerah terhadap
diet, aktivitas fisik, dan rokok.
5. Mengembangkan System Surveilans Perilaku Beresiko Terpadu (SSPBT) PTM.
6. Kampanye pencegahan dan penanggulangan PTM tingkat nasional maupun local
spesifik.
Untuk di masa datang upaya pencegahan PTM akan sangat penting karena hal ini
dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu rokok, diet seimbang dan aktivitas fisik. Pencegahan
PTM perlu didukung oleh para semua pihak terutama para penentu kebijakan baik
nasional maupun local. Tanpa itu semua akan menjadi sia-sia saja.
Sasaran dari kebijakan mengenai Hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Penentu kebijakan baik di pusat maupun di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
2. Penentu kebijakan pada sektor terkait baik di Pusat dan daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota).
3. Organisasi profesi yang ada.
4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sektor Swasta serta Masyarakat.
Promosi dan Pencegahan PTM tentunya mengacu pada landasan hukum yang
sudah ada secara Nasional yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
6. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Tata Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 951/Menkes/SK/V/2000 Tahun 2000
tentang Upaya Kesehatan Dasar di Puskesmas.
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 9 Tahun 2001 tentang
Kader Pemberdayaaan Masyarakat.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 004/MENKES/SK/XI/2003 tentang Sistem
Tugas dan Organisasi Departemen Kesehatan.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
Promosi dan pencegahan PTM dilakukan pada seluruh fase kehidupan, melalui
pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat seperti organisasi profesi, LSM, media
Massa, dunia usaha/swasta. Upaya promosi dan pencegahan PTM tersebut ditekankan
pada masyarakat yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang beresiko (at risk)
dengan tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit (deseased population) dan
masyarakat yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi (Rehabilitated
population).
Sasaran Promosi dan pencegahan PTM secara operasional di lakukan pada
beberapa tatanan (Rumah tangga, Tempat kerja, tempat pelayanan kesehatan, tempat
sekolah, tempat umum, dll) Area yang menjadi perhatian adalah Diet seimbang,
Merokok, Aktivitas fisik dan kesehatan lainnya yang mendukung. Strategi promosi dan
pencegahan PTM secara umum meliputi Advokasi, Bina suasana dan Pemberdayaan
masyarakat.
Indikator untuk mengetahui sampai seberapa jauh keberhasilan pelaksanaan
strategi penanggulangan PTM, ada beberapa patokan yang dapat dipergunakan untuk
monitoring dan evaluasi melalui system pencatatan dan pelaporan kegiatan pencegahan
dan penanggulangan PTM.
Indikator keberhasilan strategi promosi dan pencegahan PTM yaitu :
Indikator Umum
1. Menurunnya angka kematian (mortalitas) penderita PTM utama.
2. Menurunnya angka kesakitan (morbiditas) penderita PTM utama.
3. Menurunnya angka kecacatan (disabilitas) penderita PTM utama.
4. Menurunnya angka faktor risiko bersama PTM utama.
Indikator Khusus
1. Penurunan 3 faktor risiko utama PTM (merokok, kurang aktifitas fisik dan konsumsi
rendah serat).
2. Penurunan proporsi penduduk yang mengalami obesitas, penyalahgunaan alcohol dan
BBLR.
3. Peningkatan kebijakan dan regulasi lintas sector yang mendukung penanggulangan
PTM.
4. Peningkatan bina suasana melalui kemitraan dalam pemberdayaan potensi
masyarakat.
5. Tersedianya model-model intervensi yang efektif dalam promosi dan pencegahan
PTM.
6. Peningkatan pelaksanaan promosi dan pencegahan di institusi pelayanan.
Selanjutnya adanya kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public policy)
dan penguatan jejaring kerja lintas program dan lintas sektor. Ketiga, melalui upaya
pelayanan kesehatan yang mengarah pada pengembangan upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM) berupa Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, dan adanya
tatalaksanan penderita PTM yang efektif dan efisien di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Kemudian yang tak kalah pentingnya lagi adalah adanya upaya Advokasi PTM
kepada pemerintah disemua tingkatan. Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan
terorganisir, untuk mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam kebijakan
public secara bertahap maju dan semakin baik. Tujuannya untuk meningkatkan
komitmen dan dukungan biaya, kebijakan dan dasar hukum untuk menguatkan program
PP-PTM. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan advokasi yang efektif
dan berkesinambungan.
Berkaitan langsung dengan hipertensi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI), PT Novartis Indonesia (Novartis) dan Pusat Kajian Ekonomi dan
Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (PKEKK UI) menyelenggarakan program
intervensi kesehatan masyarakat dalam mengendalikan hipertensi di Indonesia, yang
dilakukan di daerah sub-urban yakni Kabupaten Bogor. Upaya multi-stakeholders bidang
kesehatan ini dalam pengembangan program intervensi untuk mengubah perilaku pasien
dalam pengendalian hipertensi dikukuhkan melalui penandatangan nota kesepakatan
antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Novartis, dan PKEKK UI.
Angka kematian kasus (fatality rate case) penyakit kardiovaskuler, yang sangat erat
dengan hipertensi, yang dirawat di rumah sakit menempati urutan teratas dibandingkan
dengan penyakit lainnya. Salah satu penyebabnya adalah karena perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia bukan hanya mereka yang hidup di daerah perkotaan tetapi yang
berada di pedesaan. Yang menarik, berdasarkan pengukuran Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, lebih dari 25 persen orang Indonesia menderita hipertensi. Namun,
yang mengkhawatirkan adalah yang mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi
(melalui diagnosis tenaga kesehatan dan atau meminum obat) tidak sampai 10 persen.
Menyadari situasi penyebaran hipertensi tersebut, Direktorat Penyakit Tidak
Menular (PTM) mengajak masyarakat menjadi “CERDIK” dengan melakukan Cek
kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya, Rajin aktifitas
fisik, Diet sehat, Istirahat cukup, dan Kendalikan stress.
Upaya kerjasama ini merupakan wujud nyata komitmen semua pihak, baik dari
akademisi dan swasta mendukung program kesehatan khususnya dalam pengendalian
penyakit tidak menular hipertensi melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan
pentingnya melakukan upaya-upaya pencegahan dan mengenal lebih dini tentang
hipertensi. Model intervensi yang dikembangkan ini adalah intervensi kesehatan
masyarakat, karena tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hipertensi
masih rendah, dan itu merupakan masalah utama. Oleh karena itu, perlu diberikan
edukasi dengan cara yang mudah dipahami dan mendorong kemandirian masyarakat
untuk mengenal dan mampu mencegah penyakit hipertensi. Wujud adanya kemandirian
masyarakat dalam mengenal dan mencegah hipertensi adalah mereka tahu dan mampu
menerapkan pola hidup sehat dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai
budaya hidup sehari-hari.
Tingginya angka kematian kardiovaskuler pada usia yang semakin muda, yang
terutama berkaitan dengan hipertensi di Indonesia merupakan salah satu tanda bahwa
masyarakat Indonesia masih kurang memahami pentingnya kepatuhan (compliance)
dalam menjalankan pengobatan dan perubahan gaya hidup. Sudah banyak penelitian
yang membuktikan bahwa intervensi pengendalian yang mengubah perilaku pasien
hipertensi dapat menurunkan komplikasi hipertensi. Hingga saat ini kerap dipahami
bahwa hipertensi berkaitan dengan gaya hidup perkotaan. Pada kenyataannya, penduduk
yang tinggal di daerah sub-urban seperti Kabupaten Bogor telah memiliki angka
prevalensi hipertensi yang cukup tinggi.
Kabupaten Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian ini karena kasus hipertensi yang
cukup signifikan, walaupun rata-rata penduduk daerah tersebut memiliki gaya hidup
yang berbeda dengan gaya penduduk perkotaan. Selain itu Kabupaten Bogor telah
merupakan daerah binaan Direktorat PTM. Pengendalian penyakit tidak menular seperti
hipertensi tidak dapat bertumpu hanya pada upaya kuratif dan rehabilitatif semata. Jika
upaya mengubah perilaku mencegah komplikasi hipertensi tidak dimulai, maka
hipertensi akan menjadi beban ekonomi, baik bagi penderita maupun negara ketika
jaminan kesehatan nasional (JKN) berjalan. Beban ekonomi yang dirasakan bagi
penderita adalah hilangnya hari produktif, baik karena serangan penyakit maupun akibat
komplikasinya.
B. Saran
Upaya peningkatan promosi pelayanan keperawatan perlu terus ditingkatkan
dengan berbagai aspek yang berkenaan dengan dunia keperawatan. Keterlibatan perawat
dalam pelayanan keperawatan dalam cakupan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif perlu ditingkatkan sehingga individu, kelompok bahkan masayarakat sebagai
sasaran akan merasakan pelayanan keperawatan yang professional dan nyata ada di
tengah-tengah mereka semua.